Tafsir Surat Al-An'am, ayat 121


وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ (121)
Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kalian; dan jika kalian menuruti mereka, sesungguhnya kalian tentulah menjadi orang-orang yang musyrik
Ayat yang mulia ini dijadikan dalil oleh orang yang berpendapat bahwa hewan sembelihan tidak halal bila tidak disebutkan nama Allah ketika menyembelihnya, sekalipun si penyembelih sendiri adalah orang muslim.
Para imam berselisih pendapat mengenai masalah ini. Maka ada tiga pendapat di kalangan mereka sehubungan dengannya. Ada yang mengatakan bahwa sembelihan dengan spesifikasi ini tidak halal, baik tasmiyah ditinggalkan karena sengaja ataupun lupa. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Umar, Nafi' maulanya, Amir Asy-Sya'bi, dan Muhammad ibnu Sirin. Juga menurut suatu riwayat dari Imam Malik dan suatu riwayat dari Imam Ahmad ibnu Hambal yang didukung oleh sejumlah murid-muridnya dari kalangan ulama terdahulu dan ulama sekarang.
Pendapat ini dipilih oleh Abu Saur dan Daud Az-Zahiri. Dipilih pula oleh Abul Futuh Muhammad ibnu Muhammad ibnu Ali At-Ta-i dari kalangan ulama Mutaakhkhirin mazhab Syafti di dalam kitabnya yang berjudul Al-Arba'in.
Mereka memperkuat mazhabnya dengan berdalilkan ayat ini dan firman Allah Swt. dalam ayat mengenai berburu hewan, yaitu firman-Nya:
{فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ}
Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kalian, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). (Al-Maidah: 4)
Kemudian hal ini dikuatkan dengan sebutan dalam ayat berikut:
{وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ}
Sesungguhnya perbuatan semacam itu adalah suatu kefasikan. (Al-An'am: 121)
Menurut suatu pendapat, damir yang terdapat pada lafaz innahu kembali kepada 'memakan'. Sedangkan menurut pendapat lain, kembali kepada 'menyembelih untuk selain Allah'.
Pendapat ini diperkuat pula dengan hadis-hadis yang menyebutkan perintah membaca tasmiyah (Bismillah) di saat menyembelih hewan sembelihan dan memburunya, seperti yang disebutkan pada dua hadis Addi ibnu Hatim dan Abu Sa'labah, yaitu:
"إِذَا أَرْسَلْتَ كَلْبَكَ الْمُعَلَّمَ وَذَكَرْتَ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلْ مَا أَمْسَكَ عَلَيْكَ"
Apabila engkau lepaskan anjing pemburumu yang telah terlatih dan engkau bacakan nama Allah ketika melepasnya, maka makanlah apa yang ditangkapnya untukmu.
Keduanya berada di dalam kitab Sahihain.
Dalil lainnya yaitu hadis Rafi' ibnu Khadij yang mengatakan:
"مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ"
Sesuatu (alat) yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan nama Allah ketika menyembelihnya, maka makanlah (hasil sembelihan)nya.
Hadis ini pun terdapat di dalam kitab Sahihain.
Terdapat pula hadis Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada makhluk jin:
"لَكُمْ كُلُّ عَظْمٍ ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ"
Dihalalkan bagi kalian setiap tulang yang disebutkan nama Allah ketika menyembelihnya.
Hadis riwayat Imam Muslim.
Dalil lainnya yaitu hadis Jundub ibnu Sufyan Al-Bajali yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ مَكَانَهَا أُخْرَى، وَمَنْ لَمْ يَكُنْ ذَبَحَ حَتَّى صَلَّيْنَا فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللَّهِ".
Barang siapa yang menyembelih sebelum salat, hendaklah ia menyembelih lagi hewan lain sebagai gantinya; dan barang siapa yang belum menyembelih (kurban) hingga kami selesai melakukan salat (Hari Raya Kurban), hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Disebutkan dari Siti Aisyah r.a. bahwa orang-orang bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya banyak kaum yang datang kepada kami dengan membawa daging, tanpa kami ketahui apakah disebutkan nama Allah ketika menyembelihnya ataukah tidak." Maka Rasulullah Saw. menjawab:
"سَمُّوا عَلَيْهِ أَنْتُمْ وَكُلُوا"
Bacakanlah tasmiyah padanya oleh kalian, kemudian makanlah!
Siti Aisyah mengatakan bahwa mereka masih baru meninggalkan masa kekafirannya (yakni baru masuk Islam).
Hadis riwayat Imam Bukhari.
Segi penyimpulan dalilnya memberikan pengertian yaitu mereka memahami bahwa bacaan tasmiyah (basmalah) merupakan suatu keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Mereka merasa khawatir bila tasmiyah belum dibacakan oleh kaum-kaum tersebut, mengingat mereka baru masuk Islam. Maka Nabi Saw. memerintahkan para sahabatnya untuk melakukan tindakan preventif, yaitu membaca tasmiyah di saat hendak memakannya, dengan maksud agar tasmivah yang terakhir ini sebagai ganti dari tasmiyah yang tidak diucapkan di saat menyembelih­nya, jika memang belum dibacakan. Untuk meluruskannya Nabi Saw. memerintahkan para sahabatnya untuk memberlakukan hukum-hukum kaum muslim terhadap mereka.
Pendapat yang kedua sehubungan dengan masalah ini mengatakan bahwa bacaan tasmiyah tidak disyaratkan, atau dengan kata lain tidak wajib, melainkan hanya sunat. Jika bacaan tasmiyah ditinggalkan, baik secara sengaja ataupun lupa, tidak membahayakan hasil sembelihan (selagi yang menyembelihnya adalah orang muslim). Demikianlah menurut mazhab Syafii dan semua sahabatnya, juga menurut suatu riwayat dari Imam Ahmad yang dinukil darinya oleh Hambal. Pendapat ini dikatakan pula oleh suatu riwayat dari Imam Malik, yang dinaskan oleh Asyhab ibnu Abdul Aziz dari teman-ieman Imam Malik. Hal yang sama telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Ata ibnu Abu Rabah.
Imam Syafii menakwilkan ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (Al-An'am: 121)  dengan pengertian yang ditujukan kepada hewan sembelihan yang disembelih bukan karena Allah. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya: atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. (Al-An'am: 145)
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ata sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am: 121) Bahwa Allah melarang memakan hasil sembelihan yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy untuk berhala-berhalanya, dan Allah melarang memakan hasil sembelihan orang-orang Majusi.
Metode pengambilan dalil yang ditempuh oleh Imam Syafii ini kuat. Sebagian dari ulama mutaakhkhirin berupaya menguatkan pendapat ini dengan menginterpretasikan huruf wawu yang ada pada firman-Nya, {وإِنَّهُ لَفِسْقٌ} sebagai wawu hal, yang artinya 'janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya, sedangkan hewan tersebut berstatus fasik: dan tidak sekali-kali seekor binatang dinamakan fasik, melainkan karena binatang tersebut disembelih untuk selain Allah'. Kemudian sebagian dari ulama mutaakhkhirin itu mengatakan bahwa takwil ini adalah suatu ketentuan dan tidak boleh menganggap wawu sebagai wawu 'ataf, karena bila dianggap sebagai wawu ataf berarti mengharuskan adanya ataf jumlah ismiyah khabariyah kepada jumlah fi'liyah talabiyah.
Akan tetapi, pendapat ini dapat dibantah dengan firman selanjutnya yang mengatakan:
{وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ}
Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya. (Al-An'am: 121)
Karena sesungguhnya huruf wawu pada ayat ini sudah pasti merupakan huruf 'ataf. Jika wawu yang didakwakan olehnya bahwa wawu itu adalah wawu haliyah yang sesungguhnya, seperti yang telah dikatakannya, niscaya jumlah ini tidak dapat di-'ataf-kan kepada jumlah yang sebelumnya. Jika jumlah ini di-'ataf-kan kepada jumlah talabiyah, berarti diberlakukan terhadapnya apa yang diberlakukan terhadap selainnya. Jika terbukti bahwa huruf wawu tersebut bukan wawu haliyah, berarti batallah apa yang dikatakan oleh sebagian ulama mutaakhkhirin tersebut.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, menceritakan kepada kami Yahya ibnul Mugirah, telah mewartakan kepada kami Jarir. dari Ata, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat: Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am: 121) Bahwa yang dimaksud adalah bangkai. Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Abu Zar'ah, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Ibnu Luhai'ah, dari Ata ibnus Saib dengan lafaz yang sama.
Dapat pula dijadikan dalil oleh mazhab ini yaitu sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud di dalam hadis-hadis mursal-nya melalui hadis Saur ibnu Yazid, dari As-Suit As-Sudusi maula Suwaid ibnu Maimun, salah seorang tabi'in yang disebut oleh Abu Hatim ibnu Hibban di dalam Kitabbus Siqat termasuk orang-orang yang berpredikat siqah. Ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"ذَبِيحَة الْمُسْلِمِ حَلَالٌ ذُكِر اسمُ اللهِ أَوْ لَمْ يُذْكَرْ، إِنَّهُ إِنْ ذَكَرَ لَمْ يَذْكُرْ إِلَّا اسْمَ اللَّهِ"
Sembelihan orang muslim adalah halal, baik ia menyebut nama Allah ataupun tidak (ketika menyembelihnya). Karena sesungguh­nya jika ia menyebut (dalam doanya), maka yang disebutnya hanyalah nama Allah belaka.
Hadis ini mursal, diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Daraqutni melalui Ibnu Abbas yang mengatakan:
إِذَا ذَبَحَ الْمُسْلِمُ -وَلَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ فَلْيَأْكُلْ، فَإِنَّ الْمُسْلِمَ فِيهِ اسْمٌ مِنْ أَسْمَاءِ اللَّهِ
Apabila orang muslim melakukan sembelihan dan tidak menyebut nama Allah, maka makanlah (hasil sembelihannya), karena sesung­guhnya nama Muslim itu sendiri merupakan salah satu dari nama Allah.
Imam Baihaqi mengetengahkan dalilnya pula dengan hadis Siti Aisyah yang tadi, yaitu yang mengatakan bahwa ada orang-orang yang bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya banyak orang yang masih baru meninggalkan masa Jahiliahnya datang kepada kami dengan membawa daging, tanpa kami ketahui apakah mereka menyebut nama Allah ketika menyembelihnya ataukah tidak." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Bacakanlah tasmiyah oleh kalian, kemudian makanlah!
Imam Baihaqi mengatakan, "Seandainya bacaan tasmiyah merupakan suatu syarat bagi kehalalannya, niscaya tidak di-rukhsah (didispensasikan) bagi mereka, kecuali harus dengan dibacakan tasmiyah secara nyata."
Pendapat ketiga sehubungan dengan masalah ini mengatakan bahwa sesungguhnya meninggalkan bacaan basmalah ketika menyembelih karena lupa tidak membahayakan sembelihan. Tetapi jika orang yang bersangkutan meninggalkannya secara sengaja, maka hasil sembelihannya tidak halal. Pendapat inilah yang terkenal di kalangan mazhab Imam Malik dan Imam Ahmad ibnu Hambal. Hal yang sama dikatakan oleh Imam Abu Hanifah dan teman-temannya serta Ishaq ibnu Rahawath. Pendapat ini bersumber dari riwayat yang diketengahkan dari Ali. Ibnu Abbas, Sa'id ibnul Musayyab, Ata, Tawus, Al-Hasan Al-Basri, Abu Malik, Abdur Rahman ibnu Abu Laila. Ja'far ibnu Muhammad, dan Rabi'ah ibnu Abu Abdur Rahman.
Imam Abul Hasan Al-Marginani di dalam kitabnya Al-Hidayah menyebutkan adanya ijma' sebelum Imam Syafii yang mengatakan haram memakan hasil sembelihan tanpa menyebut nama Allah dengan sengaja. Karena itulah Abu Yusuf dan semua ulama yang berpredikat syekh mengatakan bahwa seandainya seorang hakim memutuskan boleh menjualnya, maka keputusannya itu tidak boleh dilaksanakan karena bertentangan dengan ijma'. Apa yang dikatakannya ini sangatlah garib, karena dalam pembahasan di atas telah disebutkan adanya nukilan yang menyatakan adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama sebelum masa Imam Syafii.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan.”Barang siapa yang mengharamkan hasil sembelihan orang yang lupa (membaca tasmiyah), sesungguhnya ia telah menyimpang dari pendapat yang berlandaskan pada dalil-dalil mengenainya dan bertentangan dengan hadis Rasulullah Saw. mengenai masalah ini."
Yang dimaksud ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi,
أَنْبَأَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ الْأَصَمُّ، حَدَّثَنَا أَبُو أُمَيَّةَ الطَّرْسُوسِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا مَعْقِلِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْمُسْلِمُ يَكْفِيهِ اسْمُهُ، إِنْ نَسِيَ أَنْ يُسَمِّيَ حِينَ يَذْبَحُ، فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ وَلْيَأْكُلْهُ"
telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Al-Asam, telah menceritakan kepada kami Abu Umayyah At-Tarsusi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Ma'qal ibnu Ubaidillah, dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Orang muslim dicukupkan oleh namanya. Jika ia lupa membaca tasmiyah saat melakukan penyembelihan, hendaklah ia menyebut nama Allah dan hendaklah ia memakan (hasil sembelihan)nya.
Predikat hadis ini bila dinilai marfu' adalah keliru, kekeliruannya terletak pada Ma'qal ibnu Ubaidillah Al-Jazari. Karena sesungguhnya sekalipun dia termasuk perawi yang dicatat oleh Imam Muslim, tetapi Sa'id ibnu Mansur dan Abdullah ibnuz Zubair Al-Humaidi meriwayatkannya dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr, dari Abusy Sya'sa, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ini merupakan perkataan Ibnu Abbas. Keduanya menambahkan Abusy Sya'sa dalam sanadnya dan menilainya siqah; jalur ini lebih sahih, dinaskan oleh Imam Baihaqi dan ahli huffaz lainnya.
Kemudian Ibnu Jarir dan lain-lainnya menukil dari Asy-Sya'bu dan Muhammad ibnu Sirin. Keduanya memakruhkan memakan sembelihan yang dilakukan tanpa tasmiyah karena lupa. Tetapi ulama Salaf mengucapkan istilah makruh menunjukkan makna haram, menurut kebiasaan yang mereka lakukan. Hanya saja tersimpul dari kaidah Ibnu Jarir yang menyatakan bahwa perkataan satu orang atau dua orang tidak dapat dianggap sebagai menentang pendapat jumhur, karena itu ia menganggapnya sebagai ijma. Hal ini harap diperhatikan; semoga Allah memberikan taufik-Nya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Jahir ibnu Yazid yang menceritakan bahwa Al-Hasan pernah ditanya oleh seseorang, "Saya datang dengan membawa burung-burung anu. Di antaranya ada yang disembelih dengan menyebut nama Allah ketika menyembelihnya, ada pula yang lupa disebutkan nama Allah ketika menyembelihnya; tetapi burung-burung ini bercampur baur menjadi satu (sulit dibedakan)," Maka Al-Hasan menjawab.”Makanlah, makanlah." Kemudian saya (perawi) bertanya kepada Muhammad ibnu Sirin (mengenai hal tersebut). Maka Ibnu Sirin membacakan firman-Nya: Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am: 121)
Pendapat ini berpegang kepada dalil hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur yang ada pada Ibnu Majah, dari Ibnu Abbas dan Abu Hurairah; serta Abu Zar, Uqbah ibnu Amir, dan Abdullah ibnu Amr, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ، وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ"
Sesungguhnya Allah telah memaafkan umatku yang keliru, lupa. dan hal yang dipaksakan kepada mereka.
Tetapi hal ini masih perlu dipertimbangkan.
وَقَدْ رَوَى الْحَافِظُ أَبُو أَحْمَدَ بْنُ عَدِيٍّ، مِنْ حَدِيثِ مَرْوَانَ بْنِ سَالِمٍ الْقُرْقُسَانِيِّ، عن الأوزاعي، عن يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ الرَّجُلَ مِنَّا يَذْبَحُ وَيَنْسَى أَنْ يُسَمِّيَ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اسْمُ اللَّهِ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ"
Al-Hafiz Abu Ahmad ibnu Addi telah meriwayatkan melalui hadis Marwan ibnu Salim Al-Qarqasani, dari Al-Auza'i, dari Yahya ibnu Kasir, dari Abu Salamah. dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu tentang seorang lelaki dari kalangan kami yang melakukan sembelihan, tetapi ia lupa membaca tasmiyah?" Maka Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya: Nama Allah sudah terdapat pada setiap orang muslim.
Tetapi sanad hadis ini daif karena sesungguhnya Marwan ibnu Salim Al-Qarqasani yang dikenal dengan julukan Abu Abdullah Asy-Syami orangnya berpredikat daif. Perihal predikatnya yang daif ini sering dibicarakan bukan hanya oleh seorang saja dari kalangan para imam.
Kami bahas masalah ini secara terpisah dengan pembahasan yang cukup rinci, di dalamnya disebutkan mazhab-mazhab para imam dan dalil serta sumber mereka; disebutkan pula segi-segi pengambilan dalil­nya serta kontradiksi dan pertentangannya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ahlul 'ilmi berselisih pendapat mengenai ayat ini, apakah ada sesuatu dari hukum ayat ini yang di-mansukh ataukah tidak. Sebagian dari mereka mengatakan, tidak ada sesuatu pun darinya yang di-mansukh; dan bahwa ayat ini bersifat muhkam dalam pembahasan yang diketengahkannya. Pendapat inilah yang dikatakan oleh Mujahid dan kebanyakan ahlul ‘ilmi.
Telah diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri dan Ikrimah apa yang diceritakan kepada kami oleh Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih, dari Al-Husain ibnu Waqid, dari Ikrimah dan Al-Hasan Al-Basri, bahwa keduanya mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
{فَكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ بِآيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ}
Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kalian beriman kepada ayal-ayat-Nya. (Al-An'am: 118)
{وَلا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ}
Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (Al-An'am: 121)
Ayat-ayat tersebut di-mansukh dan dikecualikan darinya apa yang disebut oleh firman-Nya:
{وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ}
Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagi kalian, dan makanan kalian halal (pula) bagi mereka. (Al-Maidah: 5)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah membacakan kepadanya Al-Abbas ibnul Walid ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syu'aib. telah menceritakan kepadanya An-Nu'man (yakni Ibnul Munzir). dari Mak-hul yang mengatakan bahwa Allah Swt. telah berfirman di dalam Kitab-Nya: Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am: 121} Kemudian Allah me-mansukh-nya. karena kasih sayang kepada kaum muslim. Untuk itu Allah Swt. berfirman dalam ayat lainnya: Pada hari ini dihalalkan bagi kalian yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagi kalian. (Al-Maidah: 5) Dengan demikian, berarti Allah telah me-mansukh-nya dan menghalal­kan makanan (sembelihan) Ahli Kitab.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, "'Yang benar adalah tidak ada pertentangan antara penghalalan makanan (sembelihan) Ahli Kitab dengan pengharaman sembelihan yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya."
Pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini memang benar, sedang­kan ulama Salaf yang mengatakannya di-mansukh, sesungguhnya yang mereka maksudkan hanyalah takhsis.
****
Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ}
Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kalian. (Al-An'am: 121)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj. telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Abu Ishaq yang mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki bertanya kepada Ibnu Umar, bahwa sesungguhnya Al-Mukhtar menduga dirinya mendapat wahyu. Maka Ibnu Umar berkata, "Dia benar." Lalu Ibnu Umar membacakan firman-Nya: Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya. {Al-An'am: 121)
Telah menceritakan pula kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah. telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ammar, dari Abu Zamil yang mengatakan bahwa ketika ia sedang duduk di hadapan Ibnu Abbas —dan bertepatan saat itu Al-Mukhtar ibnu Abu Ubaid sedang mengerjakan hajinya—, lalu datanglah seorang lelaki kepada Ibnu Abbas dan bertanya.”Hai Ibnu Abbas, Abu Ishaq (Al-Mukhtar) menduga bahwa dirinya telah mendapat wahyu malam ini." Maka Ibnu Abbas menjawab, "Benar." Maka aku (perawi) merasa antipati dan mengatakan, "Ibnu Abbas mengatakan bahwa Al-Mukhtar benar!" Maka Ibnu Abbas berkata, "Keduanya memang dinamakan wahyu, yaitu wahyu Allah dan wahyu setan. Wahyu Allah diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., sedangkan wahyu setan diturunkan kepada kawan-kawannya." Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman Allah Swt.: Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya. (Al-Maidah: 121)
Dalam keterangan sebelum ini disebutkan dari Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya: sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). (Al-An'am: 112) Telah disebutkan hal yang semisal dengan keterangan dalam tafsir ayat ini.
****
Firman Allah Swt.:
{لِيُجَادِلُوكُمْ}
agar mereka membantah kalian. (Al-An’am: 121)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Uyaynah, dari Ata ibnus-Saib. dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa orang-orang Yahudi pernah berdebat dengan Nabi Saw. Mereka mengatakan, "Kami memakan apa yang kami bunuh dan mengapa kami tidak boleh memakan apa yang dibunuh oleh Allah?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (Al-An'am: 121)
Demikianlah Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya secara mursal. Tetapi Abu Daud meriwayatkannya secara muttasil, untuk itu ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Uyaynah, dari Ata ibnus Saib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa orang-orang Yahudi datang kepada Nabi Saw., lalu mereka berkata, "Mengapa kita dibolehkan memakan hewan yang kita bunuh, sedangkan kita tidak boleh memakan hewan yang dibunuh oleh Allah (yakni mati dengan sendirinya)?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am: 121)), hingga akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Muhammad ibnu Abdul A'la dan Sufyan ibnu Waki'; keduanya dari Imran ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama. Al-Bazzar meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Musa Al-Jarasi, dari Imran ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.
Akan tetapi, hal ini masih perlu dipertimbangkan dari tiga segi, yaitu:
Pertama, orang-orang Yahudi tidak berpendapat menghalalkan bangkai, sehingga mereka perlu mendebat.
Kedua, ayat ini termasuk Makkiyyah.
Ketiga, hadis ini diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dari Muhammad ibnu Musa Al-Jarasi, dari Ziyad ibnu Abdullah Al-Buka-u dari Ata ibnus Saib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas. Imam Turmuzi meriwayat­kannya dengan teks, bahwa telah datang kepada Nabi Saw. Lalu ia menuturkan hadis hingga habis, dan mengatakan sesudahnya bahwa predikat hadis ini adalah hasan garib. Hadis ini diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair secara mursal.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ketika diturunkannya firman Allah Swt.: Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am: 121) Maka orang-orang Persia mengirimkan utusannya kepada orang-orang Quraisy untuk mendebat Muhammad Saw. Mereka memerintahkan kepada orang-orang Quraisy agar mengatakan kepada Muhammad, "Mengapa hewan yang engkau sembelih dengan tanganmu sendiri memakai pisau hukumnya halal, sedangkan hewan yang disembelih oleh Allah Swt. dengan pisau dari emas (yakni mati dengan sendirinya) hukumnya haram?" Maka turunlah firman-Nya: Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kalian; dan jika kalian menuruti mereka. sesungguhnya kalian tentu menjadi orang-orang yang musyrik. (Al-An'am: 121)
Dengan kata lain, sesungguhnya setan-setan yang dari Persia itu membisikkan kepada kawan-kawannya dari kalangan Quraisy.
Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir, telah menceritakan kepada kami Israil, telah menceritakan kepada kami Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya. (Al-An’am: 121) Mereka mengatakan, "Apa yang disembelih oleh Allah, jangan kalian makan; dan apa yang kalian sembelih sendiri, makanlah." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am: 121)
Ibnu Majah dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Amr ibnu Abdullah, dari Waki', dari Israil dengan sanad yang sama; sanad hadis ini sahih. Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Ibnu Abbas, tetapi di dalamnya tidak disebut orang-orang Yahudi. Hadis inilah yang dipelihara, mengingat ayat yang bersangkutan adalah ayat Makkiyyah, sedangkan orang-orang Yahudi pun tidak menyukai bangkai .
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Ata, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya: Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am: 121) sampai dengan firman-Nya: agar mereka membantah kalian. (Al-An'am: 121) Bahwa setan membisikkan kepada teman-temannya untuk mengatakan, "Mengapa kamu dibolehkan memakan apa yang kalian bunuh, dan dilarang memakan apa yang dibunuh oleh Allah?"
Menurut lafaz lain yang juga dari Ibnu Abbas, hewan yang kalian bunuh maksudnya hewan yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, dan hewan yang mati ialah hewan yang tidak disebutkan nama Allah ketika menyembelihnya."
Juraij mengatakan, Amr ibnu Dinar telah meriwayatkan dari Ikrimah, bahwa sesungguhnya orang-orang musyrik Quraisy selalu berkirim surat kepada orang-orang Persia, mendukung perlawanan mereka terhadap orang-orang Romawi; dan orang-orang Persia selalu membalas surat mereka. Orang-orang Persia berkirim surat kepada orang-orang musyrik Quraisy yang isinya mengatakan bahwa sesungguhnya Muhammad dan sahabat-sahabatnya menduga mereka mengikuti perintah Allah. Tetapi mengapa hewan yang disembelih oleh Allah dengan pisau dari emas, tidak mau mereka memakannya. Sedangkan hewan yang mereka sembelih sendiri mereka makan? Kemudian orang-orang musyrik mengutip kata-kata tersebut dalam suratnya yang ditujukan kepada sahabat-sahabat Rasulullah Saw. Maka hal tersebut membuat suatu ganjalan dalam hati orang-orang muslim, lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kalian; dan jika kalian menuruti mereka, sesungguhnya kalian temulah menjadi orang-orang yang musyrik. (Al-An'am: 121) Turun pula firman-Nya yang mengatakan: sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). (Al-An'am: 112)
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, sesungguhnya orang-orang musyrik pernah mengatakan kepada orang-orang muslim, ""Mengapa kalian menduga bahwa kalian mengikuti jalan yang diridai Allah, tetapi hewan yang dibunuh oleh Allah (mati) tidak mau kalian memakannya, sedangkan hewan yang kalian sembelih mau kalian memakannya?" Maka Allah Swt. berfirman: sesungguhnya kalian tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (Al-An'am: 121)
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf Firman Allah Swt.: Dan jika kalian menaati mereka, sesungguhnya kalian tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (Al-An'am: 121) Yakni karena kalian menyimpang dari perintah Allah dan syariat-Nya yang telah ditetapkan-Nya kepada kalian, lalu kalian menempuh jalan yang lain, dan kalian lebih menaati selain Allah. Maka hal seperti ini dinamakan perbuatan syirik. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: dan jika kalian menuruti mereka. (Al-An'am: 121) dalam memakan bangkai. Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah. (At-Taubah: 31), hingga akhir ayat.
Sehubungan dengan tafsir ayat ini Imam Turmuzi di dalam kitab tafsirnya telah meriwayatkan dari Addi ibnu Hatim yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, mereka tidak menyem­bahnya." Rasulullah Saw. bersabda:
"بَلْ إِنَّهُمْ أَحَلُّوا لَهُمُ الْحَرَامَ وَحَرَّمُوا عَلَيْهِمُ الْحَلَالَ، فَاتَّبَعُوهُمْ، فَذَلِكَ عِبَادَتُهُمْ إِيَّاهُمْ"
Tidak, sesungguhnya mereka menghalalkan bagi pengikut-pengtkutnya hal yang diharamkan, dan mengharamkan yang halal, lalu para pengikut mereka menurutinya. Yang demikian itulah penyembahan mereka kepada orang-orang alim dan para rahibnya.

Popular posts from this blog

Tafsir Surat Al-'Alaq, ayat 1-5

Keajaiban Terapi Ruqyah

Tafsir Surat Al Mu’minun, ayat 99-100