Tafsir Surat An-Nisa, ayat 49-52

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنْفُسَهُمْ بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَنْ يَشاءُ وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلاً (49) انْظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَكَفى بِهِ إِثْماً مُبِيناً (50) أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيباً مِنَ الْكِتابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هؤُلاءِ أَهْدى مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلاً (51) أُولئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ وَمَنْ يَلْعَنِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ نَصِيراً (52)
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan dusta terhadap Allah? Dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka). Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada yang disembah selain Allah dan tagut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barang siapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya.
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa firman-Nya berikut ini: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya bersih. (An-Nisa: 49) diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani ketika mereka mengatakan, "Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya." Juga sehubungan dengan ucapan mereka yang disebutkan oleh firman-Nya: Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani. (Al-Baqarah: 111)
Mujahid mengatakan bahwa dahulu mereka menempatkan anak-anak di hadapan mereka dalam berdoa dan sembahyang sebagai imam mereka; mereka menduga bahwa anak-anak itu tidak mempunyai dosa. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah dan Abu Malik. Ibnu Jarir m-riwayatkan hal tersebut.
Al-Aufi mengatakan dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya bersih. (An-Nisa: 49) Bahwa demikian itu karena orang-orang Yahudi mengatakan, "Sesungguhnya anak-anak kita telah meninggal dunia dan mereka mempunyai hubungan kerabat dengan kita. Mereka pasti memberi syafaat kepada kita dan membersihkan kita (dari dosa-dosa)." Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini kepada Nabi Muhammad Saw. yaitu firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya bersih. (An-Nisa: 49), hingga akhir ayat.
Demikianlah menurut riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Musaffa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Himyar, dari Ibnu Luhai'ah, dari Bisyr ibnu Abu Amrah, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu orang-orang Yahudi menempatkan anak-anak mereka sebagai imam dalam sembahyangnya, juga menyerahkan korban mereka kepada anak-anak tersebut. Mereka berbuat demikian dengan alasan bahwa anak-anak mereka masih belum berdosa dan tidak mempunyai kesalahan. Mereka berdusta, dan Allah menjawab mereka, "Sesungguhnya Aku tidak akan membersihkan orang yang berdosa karena orang lain yang tidak berdosa." Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya bersih. (An-Nisa: 49)
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah diriwayatkan hal yang semisal dari Mujahid, Abu Malik, As-Saddi, Ikrimah, dan Ad-Dahhak. Ad-Dahhak mengatakan bahwa orang-orang Yahudi selalu mengatakan, "Kami tidak mempunyai dosa sebagaimana anak-anak kami tidak mempunyai dosa." Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya bersih. (An-Nisa: 49) ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka itu.
Menurut pendapat yang lain, ayat ini diturunkan berkenaan dengan celaan terhadap perbuatan memuji dan menyanjung.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Al-Miqdad ibnul Aswad yang menceritakan hadis berikut:
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَحْثُوَ فِي وُجُوهِ الْمَدَّاحِينَ التُّرَابَ
Rasulullah Saw. telah memerintahkan kepada kita agar menaburkan pasir ke wajah orang-orang yang tukang memuji.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui jalur Khalid Al-Hazza, dari Abdur Rahman ibnu Abu Bakrah, dari ayahnya:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم سَمِعَ رَجُلًا يُثْنِي عَلَى رَجُلٍ، فَقَالَ: "وَيْحَكَ. قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ". ثُمَّ قَالَ: "إِنْ كَانَ أَحَدُكُمْ مَادِحًا صَاحِبَهُ لَا مَحَالَةَ، فَلْيَقُلْ: أَحْسَبُهُ كَذَا وَلَا يُزَكِّي عَلَى اللَّهِ أَحَدًا"
bahwa Rasulullah Saw. mendengar seorang lelaki memuji lelaki lainnya. Maka beliau Saw. bersabda: Celakalah kamu, kamu telah memotong leher temanmu. Kemudian Nabi Saw. bersabda: Jika seseorang dari kalian diharuskan memuji temannya, hendaklah ia mengatakan, "Aku menduganya demikian," karena ia tidak dapat membersihkan seseorang terhadap Allah.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu'tamir, dari ayahnya, dari Na'im ibnu Abu Hindun yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab pernah berkata, "Barang siapa yang mengatakan, 'Aku orang mukmin," maka dia adalah orang kafir. Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang alim, maka dia adalah orang yang jahil (bodoh). Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya masuk surga, maka dia masuk neraka."
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur Musa ibnu Ubaidah, dari Talhah ibnu Ubaidillah ibnu Kuraiz, dari Umar, bahwa Umar pernah mengatakan, "Sesungguhnya hal yang paling aku khawatirkan akan menimpa kalian ialah rasa ujub (besar diri) seseorang terhadap pendapatnya sendiri. Maka barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya orang mukmin, maka dia adalah orang kafir. Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang alim, maka dia adalah orang yang bodoh. Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya masuk surga, maka dia masuk neraka."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حدثنا شعبة وَحَجَّاجٌ، أَنْبَأَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ مَعْبَدٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ: كَانَ مُعَاوِيَةُ قَلَّمَا يُحَدِّثُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: وَكَانَ قَلَّمَا يَكَادُ أَنْ يَدَعَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ أَنْ يُحَدِّثَ بِهِنَّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: "مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهُهُ فِي الدِّينِ، وَإِنَّ هَذَا الْمَالَ حُلْوٌ خَضِرٌ، فَمَنْ يَأْخُذُهُ بِحَقِّهِ يُبَارَكُ لَهُ فِيهِ، وَإِيَّاكُمْ وَالتَّمَادُحَ فَإِنَّهُ الذَّبْحُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Hajaj, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Sa'd ibnu Ibrahim, dari Ma'bad Al-Juhani yang menceritakan bahwa Mu'awiyah jarang menceritakan hadis dari Nabi Saw. Ma'bad Al-Juhani mengatakan bahwa Mu'awiyah hampir jarang tidak mengucapkan kalimat-kalimat berikut pada hari Jumat, yaitu sebuah hadis dari Nabi Saw. Ia mengatakan bahwa Nabi Saw. telah bersabda: Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah, niscaya dia memberinya pengertian dalam masalah agama. Dan sesungguhnya harta ini manis lagi hijau, maka barang siapa yang mengambilnya dengan cara yang hak, niscaya diberkati padanya; dan waspadalah kalian terhadap puji memuji, karena sesungguhnya pujian itu adalah penyembelihan.
Ibnu Majah meriwayatkan sebagian darinya dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Gundar, dari Syu'bah dengan lafaz yang sama yang bunyinya seperti berikut:
"إِيَّاكُمْ وَالتَّمَادُحَ فَإِنَّهُ الذَّبْحُ"
Hati-hatilah kalian terhadap puji-memuji, karena sesungguhnya pujian itu adalah penyembelihan.
Ma'bad adalah Ibnu Abdullah ibnu Uwaim Al-Basri Al-Qadri.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ibrahim Al-Mas'udi, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Al-A'masy, dari Qais ibnu Muslim, dari Tariq ibnu Syihab yang menceritakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud pernah mengatakan, "Sesungguhnya seorang lelaki berangkat dengan agamanya, kemudian ia kembali, sedangkan padanya tidak ada sesuatu pun dari agamanya itu. Dia menjumpai seseorang yang tidak mempunyai kekuasaan untuk menimpakan mudarat terhadap dirinya, tidak pula memberikan manfaat kepadanya; lalu ia berkata kepadanya, 'Sesungguhnya kamu, demi Allah, demikian dan demikian (yakni memujinya).' Dia berbuat demikian dengan harapan kembali memperoleh imbalan. Tetapi ternyata dia tidak memperoleh suatu keperluan pun darinya, bahkan ia kembali dalam keadaan Allah murka terhadap dirinya."
Kemudian sahabat Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya bersih. (An-Nisa: 49), hingga akhir ayat.
Pembahasan ini akan diterangkan secara rinci dalam tafsir firman-Nya:
فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقى
Maka janganlah kalian mengatakan diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (An-Najm: 32)
Karena itulah dalam surat ini Allah Swt. berfirman:
{بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ}
Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 49)
Yakni segala sesuatu mengenai hal ini dikembalikan kepada Allah Swt. Dialah yang lebih mengetahui hakikat semua perkara dan rahasia-rahasianya.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلا}
dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. (An-Nisa: 49)
Dia tidak akan membiarkan bagi seseorang sesuatu pahala pun. Betapapun kecilnya pahala itu, Dia pasti menunaikan pahala itu kepadanya.
Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Ata, Al-Hasan, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, yang dimaksud dengan fatil ialah sesuatu yang sebesar biji sawi.
Menurut suatu riwayat yang juga dari Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah sebesar sesuatu yang kamu pintal dengan jari jemarimu. Kedua pendapat ini saling berdekatan pengertiannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
انْظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ
Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan dusta terhadap Allah? (An-Nisa: 50)
Yaitu dalam pengakuan mereka yang menganggap diri mereka bersih dari dosa-dosa, dan pengakuan mereka yang mengatakan bahwa diri mereka adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya. Juga perkataan mereka yang disitir oleh firman-Nya:
{لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلا مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَى}
Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani. (Al-Baqarah: 111)
Ucapan mereka yang disebutkan oleh firman-Nya:
{لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلا أَيَّامًا مَعْدُودَةً}
Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja. (Al-Baqarah: 80)
Juga penyandaran nasib mereka kepada amal perbuatan nenek moyang mereka yang saleh. Padahal Allah telah menentukan bahwa amal perbuatan nenek moyang tidak dapat menjamin anak keturunannya barang sedikit pun. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
تِلْكَ أُمَةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ
Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya, dan bagi kalian apa yang sudah kalian usahakan. (Al-Baqarah: 134), hingga akhir ayat.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَكَفَى بِهِ إِثْمًا مُبِينًا}
Dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka). (An-Nisa: 50)
Artinya, cukuplah perbuatan mereka itu sebagai perbuatan dusta dan kebohongan yang nyata.
*******************
Firman Allah Swt.:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيباً مِنَ الْكِتابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ أَمَّا الْجِبْتُ
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada yang disembah selain Allah dan tagut. (An-Nisa: 51)
Makna al-jibti menurut riwayat Muhammad ibnu Ishaq, dari Hissan ibnu Qaid, dari Umar ibnul Khattab, yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-jibt ialah sihir, sedangkan tagut ialah setan. Hal yang sama diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Mujahid, Ata, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Asy-Sya'bi, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan As-Saddi.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Mujahid, Ata, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Asy-Sya'bi, Al-Hasan, dan Atiyyah, bahwa yang dimaksud dengan al-jibt ialah setan. Menurut riwayat dari Ibnu Abbas ditambahkan di Al-Habasyiyyah.
Dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa al-jibt artinya syirik, juga berarti berhala-berhala.
Menurut riwayat dari Asy-Sya'bi, al-jibt artinya juru ramal (tukang tenung).
Dari Ibnu Abbas Iagi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan al-jibt ialah Huyay ibnu Akhtab.
Dari Mujahid, yang dimaksud dengan al-jibt ialah Ka'b ibnul Asyraf.
Allamah Abu Nasr ibnu Ismail ibnu Hammad Al-Jauhari di dalam kitab sahihnya mengatakan bahwa lafaz al-jibt ditujukan kepada pengertian berhala, tukang ramal, penyihir, dan lain sebagainya yang semisal.
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"الطِّيَرَةُ وَالْعِيَافَةُ وَالطَّرْقُ مِنَ الْجِبْتِ"
Tiyarah, iyafah, dan tarq termasuk jibt.
Selanjutnya Abu Nasr mengatakan bahwa kata al-jibt ini bukan asli dari bahasa Arab, mengingat di dalamnya terhimpun antara huruf jim dan huruf ta dalam satu kata, bukan karena sebab sebagai huruf yang dipertemukan.
Hadis yang disebutkan oleh Abu Nasr ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya.
Untuk itu Imam Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا، عَوْفٌ عَنْ حَيَّانَ أَبِي الْعَلَاءِ، حَدَّثَنَا قَطَنُ بْنُ قَبِيصَةَ، عَنْ أَبِيهِ -وَهُوَ قَبِيصَةُ بْنُ مُخَارِقٍ-أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الْعِيَافَةَ وَالطَّرْقَ وَالطِّيَرَةَ مِنَ الْجِبْتِ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Auf ibnu Hayyan ibnul Ala, telah menceritakan kepada kami Qatn ibnu Qubaisah, dari ayahnya (yaitu Qubaisah ibnu Mukhariq), bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya 'iyafah, larq, dan tiyarah termasuk al-jibt.
Auf mengatakan bahwa iyafah ialah semacam ramalan yang dilakukan dengan mengusir burung. At-Tarq yaitu semacam ramalan dengan cara membuat garis-garis di tanah. Menurut Al-Hasan, al-jibt artinya rintihan (bisikan) setan.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud di dalam kitab sunannya, Imam Nasai, dan Ibnu Abu Hatim di dalam kitab tafsirnya melalui hadis Auf Al-A’rabi.
Dalam surat Al-Baqarah telah disebutkan makna lafaz tagut. Jadi, dalam pembahasan ini tidak perlu diulangi lagi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnud-Daif, telah menceritakan kepada kami Hajaj, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Abuz-Zubair, bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah ketika ditanya mengenai arti tawagit. Maka Jabir ibnu Abdullah menjawab, "Mereka adalah para peramal yang setan-setan turun membantu mereka."
Mujahid mengatakan bahwa tagut ialah setan dalam bentuk manusia, mereka mengangkatnya sebagai pemimpin mereka dan mengadukan segala perkara mereka kepada dia, dialah yang memutuskannya.
Imam Malik mengatakan bahwa tagut ialah semua yang disembah selain Allah Swt.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هؤُلاءِ أَهْدى مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا
dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 51)
Mereka lebih mengutamakan orang-orang kafir daripada kaum muslim, karena kebodohan mereka sendiri, minimnya agama mereka, dan kekafiran mereka kepada Kitab Allah yang ada di tangan mereka.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr, dari Ikrimah yang menceritakan bahwa Huyay ibnu Akhtab dan Ka'b ibnul Asyraf datang kepada penduduk Mekah, lalu mereka bertanya kepada keduanya, "Kalian adalah Ahli Kitab dan Ahlul Ilmi (orang yang berilmu). Maka ceritakanlah kepada kami perihal kami dan perihal Muhammad!" Mereka balik bertanya, "Bagaimanakah dengan kalian dan bagaimanakah pula dengan Muhammad?" Mereka menjawab, "Kami selalu bersilaturahmi, menyembelih unta, memberi minum air di samping air susu, membantu orang yang kesulitan dan memberi minum orang-orang yang haji. Sedangkan Muhammad adalah orang yang miskin lagi hina, memutuskan silaturahmi dengan kami, diikuti oleh jamaah haji pencuri dari Bani Giffar. Manakah yang lebih baik, kami atau dia?" Keduanya menjawab, "Kalian jauh lebih baik dan lebih benar jalannya (daripada dia)." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? (An-Nisa: 51), hingga akhir ayat.
Hadis ini diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ibnu Abbas dan sejumlah ulama Salaf.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, dari Daud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ketika Ka'b ibnul Asyraf tiba di Mekah, maka orang-orang Quraisy berkata, "Bagaimanakah menurutmu si miskin yang diasingkan oleh kaumnya ini? Dia menduga bahwa dirinya lebih baik daripada kami, padahal kami adalah ahli jamaah haji dan ahli yang mengurus Ka'bah serta ahli siqayah." Ka'b ibnul Asyraf menjawab, "Kalian lebih baik." Maka turunlah firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus. (Al-Kausar: 3) Turun pula firman-Nya yang mengatakan: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? (An-Nisa: 51) sampai dengan firman-Nya: niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya. (An-Nisa: 52)
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang-orang yang membantu pasukan golongan bersekutu ialah dari kabilah Quraisy, Gatafan, Bani Quraisah, Huyay ibnu Akhtab, Salam ibnu Abul Haqiq, Abu Rafi", Ar-Rabi' ibnu Abul Haniq, Abu Amir, Wahuh ibnu Amir, dan Haudah ibnu Qais. Wahuh dan Abu Amir serta Haudah berasal dari Bani Wail, sedangkan sisanya dari kalangan Bani Nadir. Ketika mereka tiba di kalangan orang-orang Quraisy, maka orang-orang Quraisy berkata, "Mereka adalah para rahib Yahudi dan ahli ilmu tentang kitab-kitab terdahulu. Maka tanyakanlah kepada mereka, apakah agama kalian yang lebih baik, ataukah agama Muhammad?" Lalu mereka bertanya kepada orang-orang Yahudi tersebut, dan para rahib Yahudi itu menjawab, "Agama kalian lebih baik daripada agama Muhammad, dan jalan kalian lebih benar daripada dia dan orang-orang yang mengikutinya." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? (An-Nisa: 51) sampai dengan firman-Nya: dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar. (An-Nisa: 54)
Hal ini merupakan laknat Allah bagi mereka, sekaligus sebagai pemberitahuan bahwa mereka tidak akan memperoleh penolong di dunia, tidak pula di akhirat. Mereka berangkat menuju Mekah yang sebenarnya untuk meminta pertolongan dari kaum musyrik Mekah, dan sesungguhnya mereka mengatakan demikian untuk mendapatkan simpati dari kaum musyrik agar mereka mau membantunya. Ternyata kaum musyrik mau membantu mereka dan datang bersama mereka dalam Perang Ahzab, hingga memaksa Nabi Saw. dan para sahabatnya untuk menggali parit di sekitar Madinah sebagai pertahanannya. Akhirnya Allah menolak kejahatan mereka, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
وَرَدَّ اللَّهُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنالُوا خَيْراً وَكَفَى اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ الْقِتالَ وَكانَ اللَّهُ قَوِيًّا عَزِيزاً
Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu. yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Mahakuat lagi Maha-perkasa. (Al-Ahzab: 25)

Popular posts from this blog

Tafsir Surat Al-'Alaq, ayat 1-5

Keajaiban Terapi Ruqyah

Tafsir Surat Al Mu’minun, ayat 99-100