Tafsir Surat Maryam, ayat 85-87
{يَوْمَ
نَحْشُرُ الْمُتَّقِينَ إِلَى الرَّحْمَنِ وَفْدًا (85) وَنَسُوقُ الْمُجْرِمِينَ
إِلَى جَهَنَّمَ وِرْدًا (86) لَا يَمْلِكُونَ الشَّفَاعَةَ إِلا مَنِ اتَّخَذَ
عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا (87) }
(Ingatlah) hari (ketika) Kami
mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai
perutusan yang terhormat, dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke
neraka Jahanam dalam keadaan dahaga. Mereka tidak dapat memberi syafaat, kecuali
orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha
Pemurah.
Allah Swt. menceritakan tentang kekasih-kekasih-Nya, yaitu orang-orang yang
bertakwa yang takut kepada-Nya ketika di dunia dan mengikuti rasul-rasul-Nya
serta membenarkan berita yang disampaikan oleh mereka, juga taat kepada apa yang
diperintahkan oleh para rasul kepada mereka serta menjauhi apa yang dilarang
oleh mereka. Allah menyebutkan bahwa mereka pada hari kiamat akan dikumpulkan
sebagai perutusan yang terhormat menghadap kepada-Nya. Mereka menghadap kepada
Allah sebagai perutusan dengan mengendarai kendaraan yang terbuat dari nur
kendaraan akhirat; mereka datang ke hadirat Tuhan Yang Mahamulia, sedangkan
Tuhan Yang Maha Pemurah rida kepada mereka.
Adapun orang-orang yang berdosa (yaitu mereka yang mendustakan para rasul dan
menentangnya), maka sesungguhnya mereka digiring secara paksa menuju ke neraka.
Disebutkan oleh firman-Nya bahwa mereka digiring ke neraka dalam keadaan dahaga.
Demikianlah menurut pendapat Ata, Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan
yang lainnya. Dan pada saat itu juga dikatakan:
{أَيُّ
الْفَرِيقَيْنِ خَيْرٌ مَقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا}
Manakah di antara kedua golongan (kafir dan mukmin) yang lebih baik
dan lebih indah tempat pertemuan(nya). (Maryam: 73)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Khalid, dari Amr ibnu Qais Al-Mala-i, dari
Ibnu Marzuq sehubungan dengan firman Allah Swt.: (Ingatlah) hari (ketika)
Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah
sebagai perutusan yang terhormat. (Maryam: 85) Bahwa orang mukmin saat
bangkit dari kuburnya disambut oleh utusan yang sangat indah rupanya dan sangat
harum baunya. Maka ia bertanya, "Siapakah kamu?" Utusan menjawab, "Tidakkah kamu
mengenalku?" Ia berkata, "Tidak, mengapa Allah menjadikan baumu sangat harum dan
rupamu sangat indah?" Utusan menjawab, "Aku adalah amal perbuatanmu yang saleh.
Selama kamu di dunia, kamu telah melakukan amal yang indah dan harum; dan inilah
hasilnya. Selama di dunia aku manaikimu. Sekarang tibalah saatnya bagimu untuk
menaikiku, naikilah aku." Maka orang mukmin itu menaikinya. Yang demikian itu
adalah maksud dari firman-Nya: (Ingatlah) hari (ketika) Kami
mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai
perutusan yang terhormat. (Maryam: 85)
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: (Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang
yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat.
(Maryam: 85) Bahwa yang dimaksud dengan wafdan ialah berkendaraan.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnul Musanna, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi, dari Sa'id, dari Ismail, dari seorang
lelaki, dari Abu Hurairah, tentang firman-Nya: (Ingatlah) hari (ketika)
Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah
sebagai perutusan yang terhormat. (Maryam: 85) Bahwa mereka datang menghadap
dengan berkendaraan unta. Ibnu Juraij mengatakan, mereka datang menghadap dengan
mengendarai unta-unta yang baik. As-Sauri mengatakan, mengendarai unta muda.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (Ingatlah) hari
(ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah sebagai perutusan yang terhormat. (Maryam: 85) Yakni mereka digiring
memasuki surga.
Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan di dalam kitab musnad ayahnya, telah
menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ali
ibnu Mishar, dari Abdur Rahman ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami
An-Nu'man ibnu Sa'id yang mengatakan bahwa ketika kami sedang berada di majelis
Ali ibnu Abu Talib r.a. dan ia membaca firman Allah Swt.: (Ingatlah) hari
(ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah sebagai perutusan yang terhormat. (Maryam: 85) Maka Ali r.a.
berkata, "Tidak, demi Allah, mereka digiring bukan dengan jalan kaki. Utusan
tidak akan digiring dengan jalan kaki, melainkan dengan mengendarai unta yang
sangat indah; di punggung unta-unta itu terdapat pelana yang terbuat dari emas,
lalu mereka menaiki unta-unta itu hingga sampai di depan pintu-pintu surga."
Hal yang sama telah diriwayatkan o'eh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir melalui
hadis Abdur Rahman ibnu Ishaq Al-Madani dengan sanad yang sama. Hanya di dalam
riwayat ini ditambahkan bahwa pada punggung unta-unta itu terdapat pelana yang
terbuat dari emas, dan tali kendalinya dari zabarjad. Sedangkan teks asar
lainnya sama dengan yang di atas.
Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan makna ayat ini telah meriwayatkan sebuah
hadis yang garib sekali secara marfu' dari Ali. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا
أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ النَّهْدِيُّ،
حَدَّثَنَا مَسْلَمَةُ بْنُ جَعْفَرٍ البَجَلي، سَمِعْتُ
أَبَا مُعَاذٍ الْبَصْرِيَّ قَالَ: إِنَّ عَلِيًّا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ عِنْدَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ:
{يَوْمَ نَحْشُرُ الْمُتَّقِينَ إِلَى الرَّحْمَنِ وَفْدًا} فَقَالَ: مَا أَظُنُّ
الْوَفْدَ إِلَّا الرَّكْبَ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهُمْ إِذَا خَرَجُوا
مِنْ قُبُورِهِمْ يُسْتَقْبَلُونَ -أَوْ: يُؤْتَوْنَ-بِنُوقٍ بِيضٍ لَهَا
أَجْنِحَةٌ، وَعَلَيْهَا رِحَالُ الذَّهَبِ، شُرُك نِعَالِهِمْ نُورٌ يَتَلَأْلَأُ
كُلُّ خَطْوَةٍ مِنْهَا مَدُّ الْبَصَرِ، فَيَنْتَهُونَ إِلَى شَجَرَةٍ يَنْبُعُ
مَنْ أَصِلُهَا عَيْنَانِ، فَيَشْرَبُونَ مِنْ إِحْدَاهُمَا، فَتَغْسِلُ مَا فِي
بُطُونِهِمْ مَنْ دَنَسٍ، وَيَغْتَسِلُونَ مِنَ الْأُخْرَى فَلَا تَشْعَثُ
أَبْشَارُهُمْ وَلَا أَشْعَارُهُمْ بَعْدَهَا أَبَدًا، وَتَجْرِي عَلَيْهِمْ
نَضْرَةُ النَّعِيمِ، فَيَنْتَهُونَ أَوْ: فَيَأْتُونَ بَابَ الْجَنَّةِ، فَإِذَا
حَلْقَةٌ مِنْ يَاقُوتَةٍ حَمْرَاءَ عَلَى صَفَائِحِ الذَّهَبِ، فَيَضْرِبُونَ
بِالْحَلْقَةِ عَلَى الصَّفِيحَةِ فَيُسْمَعُ لَهَا طَنِينٌ يَا عَلِيُّ،
فَيَبْلُغُ كُلَّ حَوْرَاءَ أَنَّ زَوْجَهَا قَدْ أَقْبَلَ، فَتَبْعَثُ قَيِّمَهَا
فَيَفْتَحُ لَهُ، فَإِذَا رَآهُ خَرَّ لَهُ -قَالَ مَسْلَمَةُ أُرَاهُ قَالَ:
سَاجِدًا-فَيَقُولُ: ارْفَعْ رَأْسَكَ، فَإِنَّمَا أَنَا قَيِّمُكَ، وُكِّلْتُ
بِأَمْرِكَ. فَيَتْبَعُهُ وَيَقْفُو أَثَرَهُ، فَتَسْتَخِفُّ الْحَوْرَاءَ
الْعَجَلَةُ فَتَخْرُجُ مِنْ خِيَامِ الدُّرِّ وَالْيَاقُوتِ حَتَّى تَعْتَنِقَهُ،
ثُمَّ تَقُولُ: أَنْتَ -حِبّي، وَأَنَا حِبُّكَ، وَأَنَا الْخَالِدَةُ الَّتِي لَا
أَمُوتُ، وَأَنَا النَّاعِمَةُ الَّتِي لَا أَبْأَسُ، وَأَنَا الرَّاضِيَةُ الَّتِي
لَا أَسْخَطُ، وَأَنَا الْمُقِيمَةُ الَّتِي لَا أَظْعَنُ. فَيَدْخُلُ بَيْتًا مِنْ
أُسِّهِ إِلَى سَقْفِهِ مِائَةُ أَلْفِ ذِرَاعٍ، بِنَاؤُهُ عَلَى جَنْدَلِ
اللُّؤْلُؤِ طَرَائِقُ: أَصْفَرُ وَأَحْمَرُ وَأَخْضَرُ، لَيْسَ مِنْهَا طَرِيقَةٌ
تُشَاكِلُ صَاحِبَتَهَا. وَفِي الْبَيْتِ سَبْعُونَ سَرِيرًا، عَلَى كُلِّ سَرِيرٍ
سَبْعُونَ حَشِيَّةً، عَلَى كُلِّ حَشِيَّةٍ سَبْعُونَ زَوْجَةً، عَلَى كُلِّ
زَوْجَةٍ سَبْعُونَ حُلَّةً، يُرَى مُخُّ سَاقِهَا مِنْ وَرَاءِ الْحُلَلِ، يَقْضِي
جِمَاعَهَا فِي مِقْدَارِ لَيْلَةٍ مِنْ لَيَالِيكُمْ هَذِهِ. الْأَنْهَارُ مِنْ
تَحْتِهِمْ تَطَّرِدُ، أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ -قَالَ: صَافٍ لَا كَدَر
فِيهِ -وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ، لَمْ يَخْرُجْ مِنْ
ضُرُوعِ الْمَاشِيَةِ، وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ، لَمْ
يَعْتَصِرْهَا الرِّجَالُ بِأَقْدَامِهِمْ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى لَمْ
يَخْرُجْ مِنْ بُطُونِ النَّحْلِ، فَيَسْتَحْلِي الثِّمَارَ، فَإِنْ شَاءَ أَكَلَ
قَائِمًا، وَإِنْ شَاءَ قَاعِدًا، وَإِنْ شَاءَ مُتَّكِئًا، ثُمَّ تَلَا
{وَدَانِيَةً عَلَيْهِمْ ظِلالُهَا وَذُلِّلَتْ قُطُوفُهَا تَذْلِيلا}
[الْإِنْسَانِ: 14] ، فَيَشْتَهِي الطَّعَامَ، فَيَأْتِيهِ طَيْرٌ أَبْيَضُ،
وَرُبَّمَا قَالَ: أَخْضَرُ فَتَرْفَعُ أَجْنِحَتَهَا، فَيَأْكُلُ مِنْ جُنُوبِهَا
أَيَّ الْأَلْوَانِ شَاءَ، ثُمَّ تَطِيرُ فَتَذْهَبُ، فَيَدْخَلُ الْمَلَكُ
فَيَقُولُ: سَلَامٌ عَلَيْكُمْ: {تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا
كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ} [الزُّخْرُفِ: 72] وَلَوْ أَنَّ شَعْرَةً مِنْ شَعْرِ
الْحَوْرَاءِ وَقَعَتْ لِأَهْلِ الْأَرْضِ، لَأَضَاءَتِ الشَّمْسُ مَعَهَا سَوَادٌ
فِي نُورٍ"
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu
Gassan Malik ibnu Ismail An-Nahdi, telah menceritakan kepada kami Maslamah ibnu
Ja'far Al-Bajali; ia pernah mendengar Abu Mu'az Al-Basri mengatakan bahwa pada
suatu hari Ali berada di rumah Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. membaca
firman-Nya: (Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang
yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat.
(Maryam: 85) Maka Ali bertanya, "Wahai Rasulullah, menurut hematku utusan
itu tiada lain datang dengan berkendaraan." Rasulullah Saw. menjawab melalui
sabdanya, "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya,
sesungguhnya mereka apabila dibangkitkan dari kuburnya masing-masing langsung
disambut oleh unta putih yang bersayap. Di punggung untanya terdapat pelana
emas, sedangkan teracaknya adalah nur yang berkilauan cahayanya. Sekali langkah
dapat mencapai jarak sejauh mata memandang. Maka sampailah perjalanan mereka di
sebuah pohon yang dari akarnya menyumber dua buah mata air, lalu mereka minum
dari salah satu mata air itu, dan air itu mencuci semua kotoran yang ada di
dalam perut mereka. Kemudian dari mata air lainnya mereka mandi, karena itu
kulit dan rambut mereka tidak akan mengalami kekusutan lagi selama-lamanya, dan
penampilan mereka menggambarkan kesenangan hidupnya. Setelah itu mereka sampai
atau mendatangi pintu surga. Ternyata mereka menjumpai pegangan pintunya berupa
yaqut merah, sedangkan daun pintunya emas. Lalu mereka mengetuk pintu itu dengan
pegangannya yang bulat, maka terdengarlah suara ketukan yang membunyikan kalimat
'Wahai Tuhan Yang Mahatinggi'. Suara ketukan itu terdengar oleh semua bidadari
yang ada di dalam surga, dan para bidadari itu mengetahui bahwa suami-suami
mereka telah tiba. Maka bidadari itu menyuruh pelayannya untuk membukakan pintu;
saat pintu surga dibuka dan orang mukmin itu melihatnya, maka orang mukmin
langsung menyungkur bersujud kepadanya. Maka si pelayan itu berkata, 'Angkatlah
mukamu, sesungguhnya saya ini hanyalah pelayanmu, saya disuruh untuk menyambut
kedatanganmu.' Kemudian orang mukmin itu mengikutinya, sedangkan bidadari sudah
tidak sabar lagi; maka keluarlah ia dari kemah mutiara dan yaqutnya dan langsung
menyambut suaminya serta memeluknya seraya berkata, 'Engkau kekasihku dan aku
kekasihmu. Aku wanita yang kekal, tidak mati, selalu senang, tidak sengsara; aku
wanita yang selalu rela, tidak pernah marah; dan aku wanita yang selalu berada
di tempat, tidak pernah bepergian. Maka orang mukmin itu masuk ke dalam sebuah
gedung yang tingginya dari bawah sampai atapnya adalah seratus ribu hasta.
Bangunannya terbuat dari mutiara yang beraneka ragam; ada yang berwarna merah,
kuning, dan hijau, masing-masing darinya mempunyai modelnya sendiri yang berbeda
dengan lainnya. Di dalam gedung itu terdapat tujuh puluh pelaminan, di dalam
tiap pelaminan terdapat tujuh puluh kasur, setiap kasur diisi oleh tujuh puluh
orang istri, setiap orang istri memakai tujuh puluh pakaian; sumsum betisnya
kelihatan dari balik pakaiannya. Untuk menyetubuhinya diperlukan waktu yang
lamanya sama dengan satu malam dari malam kalian ini. Sungai-sungai mengalir di
bawah gedung mereka dengan berbagai macam rasa; ada yang airnya tawar lagi
jernih, tidak ada kotoran padanya; ada yang airnya berupa air susu yang tidak
berubah rasanya, tetapi bukan dikeluarkan dari tetek ternak; ada yang airnya
berupa khamr yang sangat lezat bagi peminumnya, bukan khamr yang diperah oleh
injakan kaki manusia; dan ada yang airnya berupa madu yang disaring, bukan madu
yang dikeluarkan dari perut lebah. Buah-buahan semuanya masak dan ranum; jika ia
menghendaki memakannya dengan berdiri, ia dapat melakukannya, atau sambil duduk
atau sambil bersandar, menurut cara yang disukainya." Kemudian Nabi Saw.
membaca firman-Nya: Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas
mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya. (Al-Insan: 14)
Bila ia ingin makan, maka datanglah burung putih kepadanya atau burung hijau,
kemudian burung itu mengangkat kedua sayapnya; maka ia dapat makan darinya
berbagai jenis makanan yang disukainya. Setelah itu si burung terbang kembali,
lalu masuklah malaikat menemuinya dan mengucapkan salam kepadanya,
"Assalamu 'alaikum.” Dan itulah surga yang diwariskan kepada kalian
disebabkan amal-amal yang dahulu kalian kerjakan. (Al-Zukhruf: 72)
Seandainya sebilah rambut bidadari jatuh ke bumi, niscaya matahari dapat
menyinari bagian yang tidak terjangkau olehnya berkat rambut bidadari
itu.
Demikianlah menurut riwayat ini secara marfu', kami dalam pendahuluan
kitab telah meriwayatkannya melalui perkataan sahabat Ali r.a. dengan lafaz yang
semisal yang lebih mendekati predikat sahih. Hanya Allah-lah. yang mengetahui
kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَنَسُوقُ
الْمُجْرِمِينَ إِلَى جَهَنَّمَ وِرْدًا}
dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahanam dalam
keadaan dahaga. (Maryam: 86)
Yang dimaksud dengan wirdan ialah itasyan, yakni kehausan.
{لَا
يَمْلِكُونَ الشَّفَاعَةَ}
Mereka tidak berhak mendapat syafaat. (Maryam: 87)
Yakni tidak ada seorang pun yang memberikan syafaat kepada mereka,
sebagaimana sebagian dari orang-orang mukmin memberikan syafaatnya kepada
sebagian yang lain. Ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. di
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَمَا
لَنَا مِنْ شَافِعِينَ * وَلا صَدِيقٍ حَمِيمٍ}
Maka kami tidak mempunyai pemberi syafaat seorang pun dan tidak pula
mempunyai teman yang akrab. (Asy-Syu'ara: 100-101)
Adapun firman Allah Swt.:
{إِلا
مَنِ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا}
kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan yang Maha
Pemurah. (Maryam: 87)
Istisna dalam ayat ini munqati', yakni hanya orang yang telah
mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah sajalah yang beroleh
syafaat dan pertolongan. Perjanjian tersebut berupa kesaksiannya yang
mengatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, lalu ia mengamalkan hak dari
kalimah tersebut.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya: kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi
Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 87) Bahwa yang dimaksud dengan perjanjian
ini ialah kesaksiannya yang mengatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
berlepas diri kepada Allah dari upaya dan kekuatan, serta tidak berharap kecuali
hanya kepada Allah Swt.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Khalid
Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan Al-Wasiti, dari
Al-Mas'udi, dari Aun ibnu Abdullah, dari Abu Fakhitah, dari Al-Aswad ibnu Yazid
yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud membaca ayat ini: kecuali orang
yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam:
87) Kemudian Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa mereka yang telah mengambil janji di
sisi Tuhannya, maka kelak di hari kiamat Allah Swt. akan memanggil mereka,
"Barang siapa yang telah mengambil janji di sisi Allah, hendaklah ia berdiri."
Mereka (para tabi'in) berkata, "Wahai Abu Abdur Rahman (julukan panggilan Ibnu
Mas'ud), kalau begitu ajarkanlah doanya kepada kami." Ibnu Mas'ud menjawab,
"Kalau demikian, ucapkanlah oleh kalian doa berikut: "Ya Allah, Pencipta langit
dan bumi, Yang mengetahui semua yang gaib dan yang lahir, sesungguhnya saya
berjanji kepada Engkau dalam kehidupan dunia ini, bahwa sesungguhnya bila Engkau
menyerahkan diriku kepada amal perbuatanku yang mendekatkan diriku kepada
keburukan dan menjauhkan diriku dari kebaikan, sedangkan aku tidak percaya
kepada siapa pun kecuali hanya kepada rahmat-Mu, maka jadikanlah bagiku di sisi
Engkau suatu perjanjian yang Engkau akan tunaikan kepadaku kelak di hari kiamat.
Sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janji'."
Al-Mas'udi mengatakan bahwa Zakaria telah menceritakan ini kepadanya dari
Al-Qasim ibnu Abdur Rahman, bahwa telah menceritakan kepadanya Ibnu Mas'ud.
Tersebutlah pula bahwa sahabat Ibnu Mas'ud selalu mengiringi doanya dengan doa
ini dengan penuh rasa takut, memohon perlindungan dan memohon ampunan dengan
penuh harap dan cemas kepada Allah Swt. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan pula
asar yang semisal melalui jalur lain, dari Al-Mas'udi.