Tafsir Surat Thaha, ayat 36-40
{قَالَ قَدْ أُوتِيتَ سُؤْلَكَ يَا مُوسَى (36) وَلَقَدْ مَنَنَّا عَلَيْكَ مَرَّةً
أُخْرَى (37) إِذْ أَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّكَ مَا يُوحَى (38) أَنِ اقْذِفِيهِ فِي
التَّابُوتِ فَاقْذِفِيهِ فِي الْيَمِّ فَلْيُلْقِهِ الْيَمُّ بِالسَّاحِلِ
يَأْخُذْهُ عَدُوٌّ لِي وَعَدُوٌّ لَهُ وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِنِّي
وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي (39) إِذْ تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ أَدُلُّكُمْ
عَلَى مَنْ يَكْفُلُهُ فَرَجَعْنَاكَ إِلَى أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلا
تَحْزَنَ وَقَتَلْتَ نَفْسًا فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا (40) }
Allah berfirman, "Sesungguhnya telah
diperkenankan permintaanmu, hai Musa.” Dan sesungguhnya Kami telah memberi
nikmat kepadamu pada saat yang lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu
suatu yang diilhamkan. Yaitu, "Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai
(Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh
(Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih
sayang yang datang dari-Ku, dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.
(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada
(keluarga Fir'aun), "Bolehkah saya menunjukkan kepada kalian orang yang
akan memeliharanya?” Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya
dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami
selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa
cobaan.
Ini merupakan perkenan dari Allah Swt. kepada rasul-Nya (Musa a.s.) yang
telah mengabulkan semua permintaannya, sekaligus mengingatkan
Musa akan semua nikmat yang telah dilimpahkan kepadanya di masa silam
berkaitan dengan apa yang dialami oleh ibunya saat ibunya masih menyusukannya
dan bersikap mawas diri terhadap Fir'aun dan bala tentaranya agar mereka jangan
membunuhnya. Musa dilahirkan di masa Fir'aun dan bala tentaranya membunuh semua
bayi yang lahir tahun itu. Maka ibu Musa membuat sebuah peti untuk Musa yang
masih disusukannya, lalu meletakkan Musa di dalam peti itu dan menghanyutkannya
ke Sungai Nil, tetapi dalam keadaan diikat dengan tali yang dihubungkan ke
rumahnya.
Dan pada suatu hari ibu Musa pergi untuk memperbaharui ikatan talinya, tetapi
ternyata peti yang berisikan Musa terlepas dan terbawa hanyut oleh arus Sungai
Nil. Karena itu, hati ibu Musa dirundung rasa duka cita yang sangat mendalam dan
kesedihan yang tak terperi kan. Hal ini di ungkapkan oleh Allah Swt. melalui
firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَأَصْبَحَ
فُؤَادُ أُمِّ مُوسَى فَارِغًا إِنْ كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ لَوْلا أَنْ رَبَطْنَا
عَلَى قَلْبِهَا}
Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia
menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya.
(Al-Qashash: 10)
Arus Sungai Nil membawa peti yang berisikan Musa itu ke istana Fir'aun yang
terletak di pinggir Sungai Nil.
{فَالْتَقَطَهُ
آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا}
Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya dia menjadi musuh
dan kesedihan bagi mereka. (Al-Qashash: 8)
Yakni sebagai suatu takdir yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Dalam saat
yang sama mereka membunuh bayi-bayi kaum Bani Israil karena mereka takut akan
kelahiran Musa. Maka Allah memutuskan hal yang lain, karena Dialah yang memi
liki kekuasaan Yang Mahabesar dan takdir yang sempurna, bahwa tidaklah Musa
dipelihara kecuali di dalam asuhan Fir'aun dan makan serta minum dari makanan
dan minumannya setelah Allah menanamkan rasa kasih sayang kepada Musa di dalam
hati Fir'aun dan istrinya. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh
firman-Nya:
{يَأْخُذْهُ
عَدُوٌّ لِي وَعَدُوٌّ لَهُ وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً
مِنِّي}
supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhmu. Dan Aku telah
melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku. (Thaha: 39)
Maksudnya, kasih sayang itu tertanam di dalam hati musuhmu sehingga ia
mencintaimu.
Salamah ibnu Kahil telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku.
(Thaha: 39) Yakni Aku jadikan engkau disukai oleh hamba-hamba-Ku.
{وَلِتُصْنَعَ
عَلَى عَيْنِي}
dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku (Thaha: 39)
Menurut Abu Imran Al-Juni, makna ayat ialah agar Musa dipelihara di bawah
pengawasan Allah Swt.
Qatadah mengatakan agar Musa diberi makan di bawah pengawasan Allah Swt.
Ma'mar ibnul Musanna mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (Thaha: 39) Artinya, selalu
berada di bawah penglihatan dan pengawasan Allah Swt.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa Allah menjadikan Musa
berada di dalam istana raja, hidup mewah dan senang, serta makanannya sama
dengan makanan raja. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian lafaz sun'ah
dalam ayat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِذْ
تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَنْ يَكْفُلُهُ فَرَجَعْنَاكَ
إِلَى أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا}
(yaitu) ketika saudara perempuanmu berjalan, lalu ia berkata kepada
(keluarga Fir'aun), "Bolehkah saya menunjukkan kepada kalian orang yang
akan memeliharanya?” Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang
hatinya. (Thaha: 40)
Demikian itu terjadi setelah Musa berada di dalam asuhan keluarga Fir'aun.
Maka mereka mencari wanita yang akan menyusuinya, tetapi Musa menolak mereka,
sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَحَرَّمْنَا
عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ}
dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau
menyusui(nya) sebelum itu. (Al-Qashash: 12)
Maka datanglah saudara perempuannya dan mengatakan kepada keluarga Fir'aun,
seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{هَلْ
أَدُلُّكُمْ عَلَى أَهْلِ بَيْتٍ يَكْفُلُونَهُ لَكُمْ وَهُمْ لَهُ
نَاصِحُونَ}
Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahli bait yang akan memeliharanya untuk
kalian dan mereka dapat berlaku baik kepadanya? (Al-Qashash: 12)
Yakni maukah kalian aku tunjukkan seseorang yang mau menyusuinya buat kalian
dengan imbalan upah. Lalu saudara perempuan Musa membawa Musa diiringi oleh
keluarga Fir'aun ke tempat ibunya. Ibunya menyusuinya dan Musa mau menerima air
susu ibunya, sehingga keluarga Fir'aun merasa senang tak terperikan menyaksikan
hal tersebut, dan mereka memberi upah imbalannya kepada ibu Musa. Dengan kisah
yang berliku-liku ini akhirnya ibu Musa memperoleh kebahagiaan dan ketenangan
serta kedudukan yang tinggi di dunia, juga mendapat pahala yang lebih besar dan
lebih berlimpah di akhirat. Karena itu, di dalam sebuah hadis disebutkan:
"مَثَلُ
الصَّانِعِ الَّذِي يَحْتَسِبُ فِي صَنْعَتِهِ الْخَيْرَ، كَمَثَلِ أَمِّ مُوسَى،
تُرْضِعُ وَلَدَهَا وَتَأْخُذُ أَجْرَهَا"
Perumpamaan pekerja yang mengharapkan kebaikan dari kerjanya adalah
seperti yang dilakukan oleh ibu Musa. Dia menyusui anaknya dan menerima
upahnya.
Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَرَجَعْنَاكَ
إِلَى أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلا تَحْزَنَ}
Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak
berduka cita. (Thaha: 40)
karena kehilanganmu.
{وَقَتَلْتَ
نَفْسًا}
Dan kamu pernah membunuh seorang manusia. (Thaha: 40)
Yaitu salah seorang bangsa Qibti (Egypt) penduduk negeri Mesir.
{فَنَجَّيْنَاكَ
مِنَ الْغَمِّ}
lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan. (Thaha: 40)
Kesusahan itu timbul karena dikejar oleh keluarga Fir'aun yang telah bertekad
bulat untuk membunuhnya bila menjumpainya. Maka Musa melarikan diri dari kejaran
mereka hingga sampailah ia di sebuah mata air Madyan. Lalu berkata kepada Musa
seorang lelaki yang saleh, seperti yang diceritakan oleh firman-Nya:
{لَا
تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}
Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim
(Al-Qashash: 25)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَفَتَنَّاكَ
فُتُونًا}
dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan. (Thaha: 40)
Imam Abu Abdur Rahman Ahmad ibnu Syu'aib An-Nasai rahimahullah telah
mengatakan di dalam kitab tafsir, bagian dari kitab sunnahnya, sehubungan dengan
makna firman-Nya: dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan.
(Thaha: 40) Bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad
telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami
Asbag ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Abu Ayyub, telah
menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu
Abbas pernah ditanya mengenai makna firman Allah Swt. kepada Musa a.s. yang
disebutkan dalam ayat berikut: dan Kami telah mencobamu dengan beberapa
cobaan. (Thaha: 40) Saya menanyakan kepadanya apa yang dimaksud dengan
'beberapa cobaan' dalam ayat tersebut? Maka Ibnu Abbas berkata, "Hai Ibnu
Jubair, ajukanlah pertanyaanmu itu besok pagi, karena sesungguhnya jawabannya
mengandung kisah yang panjang."
Pada keesokan harinya saya berangkat pagi-pagi kepada Ibnu Abbas untuk
menagih apa yang telah dijanjikannya kepada saya mengenai kisah beberapa fitnah
tersebut. Ibnu Abbas menjawab, bahwa Fir'aun dan orang-orang yang berada dalam
majelis musyawarahnya memperbincangkan tentang janji Nabi Ibrahim a.s. yang
telah menjanjikan bahwa di kalangan keturunannya kelak akan ada yang menjadi
raja diraja.
Sebagian dari mereka mengatakan bahwa sesungguhnya orang-orang Bani Israil
sedang menunggu-nunggu berita itu yang tidak mereka ragukan lagi. Pada mulanya
mereka menduga bahwa Yusuf ibnu Ya'qublah orang yang dijanjikannya itu. Tetapi
setelah Yusuf mati, mereka mengatakan, "Bukan orang ini yang telah dijanjikan
oleh Ibrahim a.s."
Fir'aun berkata, "Kalau demikian, bagaimanakah menurut pendapat kalian?" Maka
mereka sepakat untuk membuat makar, yaitu mereka mengutus beberapa orang lelaki
yang membawa golok untuk menyembelih. Para lelaki itu ditugaskan untuk
berkeliling memeriksa kaum Bani Israil. Maka tidak sekali-kali mereka menjumpai
bayi yang baru dilahirkan, melainkan bayi itu mereka sembelih jika laki-laki.
Demikianlah bunyi instruksi hasil musyawarah mereka, dan para lelaki yang
bertugas untuk itu harus mengerjakannya
Setelah hal itu berjalan dan mereka melihat bahwa orang-orang dewasa Bani
Israil banyak yang mati karena ajalnya telah tiba, sedangkan bayi-bayi mereka
disembelih, maka mereka berkata, "Kaum Bani Israil, hampir saja kalian tumpas
habis sehingga akibatnya kalian sendirilah yang menangani pekerjaan yang biasa
mereka tangani sebagai pelayan kalian. Maka sebaiknya bunuhlah bayi-bayi lelaki
mereka selama satu tahun dan biarkanlah anak-anak perempuan mereka hidup,
kemudian biarkanlah bayi-bayi lelaki mereka hidup pada tahun berikutnya.
Janganlah seseorang dari mereka kalian bunuh, karena mereka kelak akan menjadi
pengganti dari orang-orang dewasa mereka yang telah mati bila mereka telah
tumbuh dewasa. Dengan cara ini jumlah populasi mereka dapat ditekan dan tidak
terlalu banyak, dan keberadaan mereka masih tetap dapat dipertahankan, walaupun
banyak dari kalangan mereka yang kalian bunuh; kalian memerlukan mereka di masa
mendatang."
Fir'aun dan ahli musyawarah telah sepakat dengan keputusan itu. Dan di tahun
mereka tidak melakukan Penyembelihan terhadap bayi-bayi lelaki Bani Israil,
bertepatan dengan itu Harun dikandung oleh ibunya dan lahir di tahun itu secara
terang-terangan dalam keadaan aman.
Akan tetapi, pada tahun berikutnya ibu Harun mengandung Musa. Maka hati ibu
Musa dilanda oleh kesusahan dan kesedihan disebabkan adanya cobaan (fitnah)
tersebut terhadap kandungannya. Hai Ibnu Jubair, itulah yang dimaksud dengan
cobaan itu, yakni di saat ibu Musa sedang mengandung Musa.
Maka Allah menurunkan wahyu kepada ibu Musa, "Janganlah kamu takut, janganlah
pula bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikan Musa kepadamu dan akan
menjadikannya salah seorang dari para utusan."
Dan Allah memerintahkan kepada ibu Musa bahwa bila ia melahirkan Musa,
hendaklah Musa dimasukkan ke dalam peti, lalu dihanyutkan di Sungai Nil. Setelah
ibu Musa melahirkannya, ia melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Allah
Swt. kepadanya (yaitu memasukkan Musa ke dalam sebuah peti dan menghanyutkannya
ke Sungai Nil).
Setelah anaknya lenyap dari pandangan matanya, setan datang dan membisikkan
ke dalam hatinya godaan sehingga ibu Musaherkata kepada dirinya sendiri
(menyesali perbuatannya), "Apa yang telah kulakukan terhadap anakku? Seandainya
ia disembelih di hadapanku, lalu aku mengafani dan menguburkannya, tentulah hal
itu lebih baik daripada melemparkannya ke Sungai Nil untuk makanan
ikan-ikannya."
Arus Sungai Nil membawa peti itu ke pinggiran sungai tempat pelayan
(dayang-dayang) istri Fir'aun mengambil air minum. Ketika para dayang melihat
peti itu, maka mereka memungutnya; dan ketika mereka hendak membuka peti itu,
sebagian di antara mereka berkata, "Sesungguhnya di dalam peti ini pasti
terdapat harta karun, dan sesungguhnya jika kita membukanya, niscaya istri
Fir'aun tidak akan percaya dengan apa yang kita temukan di dalamnya."
Maka mereka membawa peti itu dalam keadaan seperti apa adanya sewaktu mereka
menemukannya tanpa mengeluarkan sesuatu pun dari dalamnya, lalu mereka
menyerahkan peti itu kepada istri Fir'aun. Ketika istri Fir'aun membukanya, ia
terkejut karena di dalamnya terdapat seorang bayi lelaki yang mungil. Maka Allah
melimpahkan rasa kasih sayang kepada Musa di dalam hati istri Fir'aun yang belum
pernah dialaminya sebelum itu.
Lain halnya dengan ibunya Musa, saat itu hatinya kosong dan lupa segala-gala
kecuali hanya mengingat Musa. Ketika orang-orang Fir'aun yang ditugaskan untuk
menyembelih setiap bayi lelaki Bani Israil mendengar berita penemuan bayi
tersebut, maka mereka datang dengan membawa pisau penyembelihannya kepada istri
Fir'aun untuk menyembelih bayi itu.
Hai Ibnu Jubair, itulah yang dinamakan fitnah (cobaan) dalam ayat ini.
Kemudian istri Fir'aun berkata kepada mereka, "Biarkanlah dia, karena
sesungguhnya bayi yang satu ini tidak dapat memberikan nilai tambah apa pun
terhadap kaum Bani Israil. Aku akan datang menghadap kepada Fir'aun, lalu.aku
akan meminta grasi kepadanya. Jika dia memberikan grasi kepada bayi ini demi
aku, lebih baik bagi kalian dan kalian telah menunaikan tugas dengan baik. Dan
jika dia memerintahkan agar bayi ini disembelih, saya tidak mencela kalian."
Istri Fir'aun datang menghadap kepada Fir'aun dan berkata kepadanya, "Bayi
ini adalah penyejuk hatiku dan juga hatimu." Fir'aun berkata, "Silakan bayi itu
untukmu, tetapi aku tidak memerlukannya."
Rasulullah Saw. bersabda:
"وَالَّذِي
يُحْلَف بِهِ لَوْ أَقَرَّ فِرْعَوْنُ أَنْ يَكُونَ قُرَّةَ عَيْنٍ لَهُ كَمَا
أَقَرَّتِ امْرَأَتُهُ، لَهَدَاهُ اللَّهُ كَمَا هَدَاهَا، وَلَكِنْ حَرَمَهُ
ذَلِكَ"
Demi Tuhan yang disebut nama-Nya dalam sumpah, seandainya Fir’aun mengakui
bahwa Musa adalah buah hatinya juga, sama dengan apa yang diakui oleh istrinya,
tentulah Allah akan memberinya hidayah sebagaimana hidayah yang diterima oleh
istrinya, tetapi Fir’aun diharamkan untuk menerimanya.
Kemudian istri Fir'aun mengundang semua wanita yang terdekat dengannya dengan
maksud mencari wanita yang cocok untuk menyusui Musa. Tetapi setiap Musa diambil
oleh seseorang dari mereka untuk disusuinya, Musa menolak air susunya. Hal ini
membuat istri Fir'aun merasa khawatir bila Musa sama sekali tidak mau minum air
susu yang berakhir dengan kematiannya. Istri Fir'aun merasa sedih karenanya,
lalu ia keluar dengan membawa Musa ke pasar dan tempat orang-orang ramai dengan
tujuan untuk mencari wanita yang mau menyusuinya dan Musa mau kepada air
susunya, tetapi Musa tetap tidak mau juga.
Dalam waktu yang sama ibu Musa dicekam oleh rasa sedih dan kekhawatiran, lalu
ia berkata kepada saudara perempuan Musa (Maryam), "Telusurilah jejaknya dan
carilah berita tentangnya, apakah ia masih hidup ataukah telah dimakan oleh
binatang buas?" Saat itu ibu Musa lupa akan janji Allah kepadanya tentang
Musa.
Saudara perempuan Musa melihat Musa dari kejauhan, sedangkan mereka yang
membawa Musa tidak menyadarinya. Ia menelitinya dari kejauhan dan ternyata bayi
tersebut adalah saudaranya (Musa), maka ia sangat gembira dapat menemukannya
kembali bertepatan dengan kesulitan mereka dalam mencari ibu persusuan buat
Musa. Lalu ia berkata, "Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu ahli bait yang
dapat memelihara bayi ini bagi kalian, dan ahli bait itu sangat sayang
kepadanya?"
Maka mereka menangkap saudara perempuan Musa dan berkata kepadanya, "Apakah
yang menyebabkan kamu tahu bahwa ahli bait itu sayang kepadanya, apakah kamu
mengenalnya?" Mereka merasa ragu dengan pernyataan saudara perempuan Musa itu.
Ibnu Abbas berkata, "Hai Ibnu Jubair, kejadian ini termasuk dari cobaan
tersebut."
Saudara perempuan Musa berkata, "Ahli bait itu pasti sayang kepada bayi ini
karena mereka mengharapkan agar dapat menjadi orang yang terdekat dengan raja
dan berharap mendapat imbalannya dari raja." Mendengar alasannya yang tepat itu,
maka mereka melepaskannya. Lalu saudara perempuan Musa pulang menemui ibunya dan
menceritakan berita itu kepadanya. Kemudian ibunya datang; dan ketika Musa
diletakkan dipangkuannya, maka Musa langsung menetek padanya dan menyedot air
susunya sehingga perutnya penuh dan kenyang.
Kemudian pergilah seorang pembawa berita gembira, melapor kepada istri
Fir'aun bahwa telah diketemukan ibu yang mau menyusui Musa, anak angkatnya itu.
Kemudian istri Fir'aun mengirimkan utusan agar menjemput wanita itu dan Musa.
Setelah ia melihat apa yang dilakukan oleh Musa kepada ibu yang menyusuinya,
yakni Musa mau menerimanya sebagai ibu persusuannya, maka istri Fir'aun berkata
kepada wanita itu (yang sebenarnya adalah ibu Musa sendiri), "Tinggallah kamu di
istanaku untuk menyusui anakku ini, karena sesungguhnya tiada sesuatu pun yang
lebih aku cintai selain dari anakku ini."
Ibu Musa menjawab, "Saya tidak dapat meninggalkan rumah saya lama-lama karena
saya masih mempunyai anak kecil. Saya merasa khawatir bila anak saya merasa
kehilangan ibunya. Makajika Tuan suka menyerahkan bayi ini kepada saya untuk
saya bawa ke rumah, saya sangat berterima kasih sekali dan saya akan berusaha
sekuat tenaga untuk memperlakukannya dengan perlakuan yang terbaik. Sesungguhnya
saya tidak dapat meninggalkan rumah dan anak-anak saya."
Ibu Musa teringat akan janji Allah kepadanya tentang Musa, saat itu istri
Fir'aun tidak mempunyai pilihan lagi kecuali menuruti kehendaknya. Ibu Musa
merasa yakin bahwa Allah pasti akan memenuhi janji-Nya. Akhirnya pada hari itu
juga ia pulang ke rumahnya dengan membawa Musa. Kemudian Allah membuat Musa
tumbuh dengan pertumbuhan yang baik, dan Allah memeliharanya karena keputusan
yang telah ditetapkannya tentang Musa.
Di masa itu kaum Bani Israil masih tetap hidup dalam penindasan dan kekejaman
orang-orang Fir'aun.
Setelah Musa tumbuh besar, istri Fir'aun berkata kepada ibu Musa, "Bawalah
anakku kepadaku." Maka ibu Musa menjanjikan kepadanya suatu hari di mana ia akan
berkunjung ke istana dengan membawa Musa menghadap kepada istri Fir'aun.
Istri Fir'aun berkata kepada kasir istana, istri Fir'aun yang lainnya, dan
semua hulubalang istana, "Jangan ada seorang pun di antara kalian kecuali ia
harus menyambut anakku dengan membawa hadiah sebagai penghormatan kepadanya pada
hari ini. Untuk mengecek kebenarannya aku akan mengutus mata-mata untuk meneliti
apakah tiap orang dari kalian benar-benar melakukan perintahku ini."
Akhirnya hadiah dan bingkisan-bingkisan terus mengalir menyambut kedatangan
Musa sejak Musa keluar dari rumah ibunya sampai masuk ke istana istri
Fir'aun.
Setelah Musa masuk ke dalam istana istri Fir'aun, istri Fir'aun menghormati
dan memuliakannya serta menyambutnya dengan gembira dan memberikan hadiah yang
berlimpah kepada ibu Musa sebagai imbalan dari jasanya yang telah merawat dan
memelihara Musa dengan baik. Kemudian istri Fir'aun berkata, "Sesungguhnya aku
benar-benar akan membawa Musa menghadap kepada Fir'aun, agar dia memberinya
hadiah dan penghormatan (kedudukan)."
Setelah Musa dibawa ke istana Fir'aun, Fir'aun mendudukkan Musa di
pangkuannya, tetapi Musa menarik jenggot Fir'aun dan menjulurkannya sampai ke
tanah. Maka tukang tenung Fir'aun dari kalangan musuh-musuh Allah berkata kepada
Fir'aun, "Tidakkah engkau melihat apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepada
Ibrahim, bahwa sesungguhnya dari keturunannya kelak akan lahir seseorang yang
bakal mewarisi kerajaanmu dan mengalahkanmu serta menjatuhkanmu?"
Maka Fir'aun mengundang orang-orang yang ditugaskan untuk menyembelih
anak-anak (Bani Israil). Ibnu Abbas mengatakan, "Hai Ibnu Jubair, peristiwa itu
merupakan sebagian dari fitnah (cobaan) sesudah semua cobaan yang ditimpakan
kepada Musa."
Tetapi istri Fir'aun datang dan mencegah seraya berkata, "Apakah yang akan
engkau lakukan terhadap anak kecil yang telah engkau berikan kepadaku ini?"
Fir'aun menjawab, "Tidakkah kamu melihat bahwa dia mengira dirinya dapat
menjatuhkanku dan mengalahkanku?" Istri Fir'aun berkata, "Sekarang adakanlah
ujian agar duduk perkaranya menjadi jelas dan terang antara aku dan engkau
sehubungan dengan anak ini. Datangkanlah dua butir bara api dan dua butir
mutiara, lalu sajikanlah di hadapan anak ini. Jika anak ini ternyata mengambil
dua buah mutiara dan tidak mengambil dua butir bara api, berarti anak ini telah
mengerti. Dan jika anak ini mengambil dua butir bara api dan tidak mengambil dua
butir mutiara, maka ketahuilah bahwa tiada seorang pun yang berakal (mengerti)
akan memilih dua butir bara api dan mengesampingkan dua butir mutiara."
Kemudian disajikan di hadapan Musa —yang saat itu masih anak-anak—dua butir
bara api dan dua butir mutiara. Ternyata Musa mengambil dua butir bara api. Maka
Fir'aun menarik tangan Musa dari bara api itu karena khawatir tangan Musa akan
terbakar, dan pada saat itu juga istri Fir'aun berkata, "Tidakkah kamu saksikan
sendiri?"
Allah Swt. memalingkan Musa dari bahaya dan menyelamatkannya dari ujian
tersebut, padahal Fir'aun telah berniat jahat terhadapnya; dan Allah
melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya terhadap Musa.
Setelah Musa tumbuh dewasa dan menjadi seorang lelaki, maka tidak ada seorang
pun dari kalangan keluarga Fir'aun bila bersamanya berani melakukan perbuatan
aniaya atau menghina seseorang dari kalangan kaum Bani Israil, mereka sangat
segan dan tidak berani berbuat sembarangan dengan keberadaan Musa.
Ketika Musa a.s. sedang berjalan sendirian di salah satu bagian kota Mesir,
tiba-tiba ia bersua dengan dua orang lelaki yang sedang bertengkar dengan
serunya; salah seorangnya adalah orangnya Fir'aun (yakni bangsa Qibti),
sedangkan yang lainnya adalah seorang dari Bani Israil.
Kemudian orang Bani Israil itu meminta tolong kepada Musa dalam menghadapi
orang Qibti, Musa menjadi marah ketika orang Qibti itu memaki-maki dirinya
karena orang Qibti itu mengetahui bahwa Musa dihormati oleh Bani Israil dan
selalu berpihak kepada mereka. Tiada seorang pun dari bangsa Qibti yang
mengetahui hakikat Musa —mereka hanya mengetahui bahwa kaitan Musa dengan Bani
Israil hanyalah kaitan persusuan— kecuali ibu Musa yang mengetahui hakikat
sesungguhnya, bahwa Musa adalah anaknya sendiri. Juga terkecuali Musa sendiri,
karena Allah telah memberitahukan hal itu kepadanya yang tidak diketahui oleh
orang lain. Maka Musa langsung memukul orang Qibti itu dan pukulan itu
mematikannya. Kejadian itu tidak ada seorang pun yang melihatnya selain Allah
Swt. dan orang Bani Israil itu.
Setelah membunuh orang Qibti itu Musa menyesali perbuatannya dan berkata,
"Ini adalah perbuatan setan, sesungguhnya setan itu adalah musuh yang
jelas-jelas menyesatkan (manusia)." Kemudian Musa berkata, seperti yang disitir
oleh firman-Nya:
{رَبِّ
إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ
الرَّحِيمُ}
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, karena itu
ampunilah aku. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Qashash: 16)
Karena itu, Musa dirundung oleh rasa takut di kota itu seraya melihat
perkembangannya dengan penuh rasa khawatir (akibat perbuatan yang telah
dilakukannya kemarin). Lalu Musa datang menghadap kepada Fir'aun, saat itu
dilaporkan kepada Fir'aun bahwa sesungguhnya orang Bani Israil telah membunuh
seorang lelaki dari kalangan pengikut Fir'aun. Si pelapor mengatakan, "Kami
menuntut keadilan, belalah hak kami, janganlah engkau memberikan ampunan kepada
mereka." Fir'aun berkata, "Carilah pembunuhnya dan hadapkanlah kepadaku berikut
dengan saksi yang melihat kejadian itu." Karena sesungguhnya seorang raja itu
tidaklah adil bila menghukum seseorang tanpa bukti dan tanpa saksi, sekalipun
orang yang teraniaya adalah dari kalangan orang yang terdekat dengan raja.
Selanjutnya Fir'aun mengatakan, "Selidikilah dahulu kejadiannya. Bila telah
jelas, maka aku akan membalas pelakunya dengan hukuman yang setimpal demi
kalian'
Ketika mereka sedang berkeliling melakukan penyelidikan kasus tersebut dan
masih belum menemukan suatu bukti pun, tiba-tiba keesokan harinya Musa melihat
orang Bani Israil yang kemarin sedang berkelahi pula dengan seseorang dari
kalangan pendukung Fir'aun. Kemudian orang Bani Israil itu kembali meminta
tolong kepada Musa agar membantunya untuk melawan orang Qibti tersebut.
Musa yang saat itu masih menyesali perbuatannya kemarin merasa benci melihat
kejadian tersebut. Orang Bani Israil itu menjadi marah ketika ia melihat Musa
diam saja, saat itu ia hendak memukul orang Qibti yang menjadi lawannya. Musa
mengingatkan orang Bani Israil itu akan kejadian kemarin dan berkata kepadanya,
''Sesungguhnya kamu ini adalah orang yang benar-benar sesat."
Setelah mendengar Musa berkata demikian, orang Bani Israil itu memandangnya,
dan ia melihat Musa merah padam mukanya seperti kemarahannya kemarin yang
mengakibatkan terbunuhnya pengikut Fir'aun. Maka orang Bani Israil itu menjadi
takut, ia merasa khawatir bahwa kemarahan Musa yang sekarang ini ditujukan
kepada dirinya, bukan kepada pengikut Fir'aun yang menjadi lawannya sekarang.
Maka ia berkata kepada Musa, "Hai Musa, apakah kamu hendak membunuhku,
sebagaimana kamu telah membunuh seseorang kemarin?"
Orang Bani Israil itu tidak sekali-kali mengatakan demikian kepada Musa,
melainkan karena ia merasa takut bahwa kemarahan Musa kali ini ditujukan kepada
dirinya dan Musa hendak membunuhnya. Akhirnya orang Bani Israil itu mengalah dan
tidak melanjutkan pertengkarannya dengan orang Qibti, pengikut Fir'aun
tersebut?"
Pengikut Fir'aun itu pergi, lalu ia menceritakan kepada kaumnya apa yang
telah dikatakan oleh bekas lawannya yang dari kalangan Bani Israil itu. Yaitu
perkataannya yang berbunyi, "Hai Musa, apakah kamu hendak membunuhku seperti
kamu membunuh seseorang kemarin?"
Maka Fir'aun mengirimkan para algojonya untuk membunuh Musa, lalu utusan
Fir'aun ini mulai melakukan pencarian terhadap Musa dengan langkah-langkah yang
tenang karena mereka merasa yakin bahwa Musa tidak akan dapat melarikan diri
dari kejarannya. Mereka melakukan pengejaran dengan mengambil jalan-jalan
besar.
Seorang lelaki dari golongan Musa datang dengan langkah yang tergesa-gesa
dari ujung kota menemui Musa dengan memakai jalan pintas yang lebih dekat,
sehingga ia dapat mendahului orang-orang Fir'aun yang sedang melakukan
pengejaran terhadap Musa. Lalu lelaki itu menceritakan hal tersebut kepada Musa.
Ibnu Abbas berkata kepada Sa'id ibnu Jubair, "Hai ibnu Jubair, peristiwa ini
termasuk di antara cobaan tersebut."
Musa segera melarikan diri menuju ke arah negeri Madyan, padahal sebelum itu
Musa tidak mengenal jalan menuju ke arah tersebut; ia hanya berbekal baik
prasangkanya kepada Allah Swt. dan tekadnya yang bulat. Ia mengatakan, seperti
yang disitir oleh firman-Nya.
{عَسَى
رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي سَوَاءَ السَّبِيلِ وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ
عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ
تَذُودَان}
Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar. Dan tatkala ia
sampai di sumber air negeri Madyan, ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang
sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak
itu, dua orang wanita yang sedang menghambat ternaknya. (Al-Qashash:
22-23)
Kedua wanita ku sedang menahan ternak kambingnya. Maka Musa bertanya kepada
mereka, "Mengapa kamu berdua memisahkan diri, tidak meminumkan ternakmu bersama
orang-orang itu?" Kedua wanita itu menjawab, "Kami tidak mempunyai kekuatan
untuk ikut berdesakan dengan kaum yang banyak. Sesungguhnya kami hanya
meminumkan ternak kami dari sisa air mereka."
Maka Musa menguak kerumunan orang dan memenuhi timbanya dengan air yang
banyak, sehingga ia adalah orang pertama yang mengambil air itu di antara para
penggembala yang ikut berdesakan. Akhirnya kedua wanita itu pulang dengan
membawa ternak kambingnya menuju ke rumah mereka, menemui ayah mereka.
Musa a.s. pergi dan bernaung di bawah sebuah pohon, lalu berkata, seperti
yang disebutkan oleh firman-Nya:
{رَبِّ
إِنِّي لِمَا أَنزلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ}
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memerlukan suatu kebaikan yang Engkau
turunkan kepadaku.(Al-Qashash: 24)
Ayah kedua wanita itu merasa heran karena kedua putrinya begitu cepat pulang
dengan membawa ternaknya, lalu ia berkata, "Sesungguhnya kalian berdua hari ini
benar-benar mengalami kejadian yang penting." Kemudian keduanya menceritakan
kepada ayahnya tentang apa yang telah dilakukan oleh Musa. Maka si ayah
memerintahkan kepada salah seorang putrinya untuk memanggil Musa. Ia mendatangi
Musa dan mengundangnya agar menemui ayahnya.
Setelah Musa menceritakan kepada ayah kedua orang wanita itu segala sesuatu
yang telah dialaminya, si orang tua berkata kepadanya, "Janganlah kamu takut,
sekarang engkau telah selamat dari orang-orang yang zalim. Baik Fir'aun atau
kaumnya sama sekali tidak mempunyai kekuasaan terhadap kami karena kami berada
di luar kerajaannya."
Salah seorang putrinya berkata, seperti yang dikisahkan oleh Allah Swt.
melalui firman-Nya:
{يَا
أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ
الأمِينُ}
Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita),
karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (Al-Qashash:
26)
Maka rasa girah ayah kedua wanita itu tergugah sehingga ia berkata
kepadanya, "Tahukah kamu sampai di manakah kekuatannya dan sampai di mana
kepercayaannya?" Ia menjawab, bahwa kekuatan Musa yang dilihatnya sendiri ialah
saat Musa mengambil timba besar dan memenuhinya dengan air untuk minum ternak
kambingnya. Ia belum pernah menyaksikan seorang lelaki yang lebih kuat daripada
Musa dalam mengambil air minum dari telaga itu. (Selanjutnya wanita itu
berkata), "Adapun mengenai kepercayaannya (agamanya), sesungguhnya Musa pada
mulanya memandang saya saat saya menuju kepadanya dan sampai di hadapannya.
Setelah Musa mengetahui bahwa saya adalah seorang wanita, maka ia menundukkan
pandangan matanya dan tidak berani mengangkatnya hingga saya menyampaikan
undanganmu kepadanya. Lalu Musa berkata kepadaku, 'Berjalanlah kamu di
belakangku, dan beritahukanlah jalan menuju rumahmu kepadaku (dari belakang).'
Tidak sekali-kali ia melakukan demikian melainkan dia adalah orang yang dapat
dipercaya."
Maka hati si ayah menjadi tenang kembali dan mempercayai apa yang diucapkan
oleh putrinya itu tentang Musa. Kemudian (si ayah) berkata kepada Musa, "'Maukah
kamu bila kukawinkan dengan salah seorang dari anak perempuanku ini atas dasar
bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun; dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun,
itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan
kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik."
Musa menyetujuinya, dan kewajiban Musa ialah bekerja selama delapan tahun.
Hal ini diselesaikannya dengan baik, kemudian Musa menambahnya dua tahun hingga
genap sepuluh tahun; yang dua tahun itu sebagai hadiah dari Musa.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa ia pernah dijumpai oleh seorang ulama
Nasrani, dan orang itu berkata kepadanya, "Tahukah kamu, manakah di antara
kedua tempo yang diselesaikan oleh Musa? Saya menjawab, "Tidak tahu." Dan memang
saat itu saya tidak mengetahui kisah tersebut, lalu saya bersua dengan Ibnu
Abbas dan menceritakan kepadanya tentang pertanyaan orang Nasrani itu. Ibnu
Abbas menjawab, "Tidakkah kamu tahu bahwa masa delapan tahun merupakan suatu
kewajiban bagi Nabi Musa untuk menunaikannya? Ia tidak mengurangi sedikit pun
dari delapan tahun. Dan Musa mengetahui bahwa Allah telah menakdirkan baginya
akan menyelesaikan masa yang telah dijanjikan itu, dan akhirnya Musa
menyelesaikan masa sepuluh tahun tersebut."
Kemudian aku bersua kembali dengan orang Nasrani tersebut, maka kuceritakan
kepadanya hal tersebut. Lalu orang Nasrani itu berkata, "Orang yang engkau
tanyai dan menceritakan kepada engkau akan hal itu adalah orang yang lebih alim
(mengetahui) tentang hal tersebut daripada engkau." Saya berkata, "Bahkan lebih
mulia dan lebih utama."
Setelah Musa berjalan membawa keluarganya dan terjadilah peristiwa api dan
tongkat serta tangannya, seperti apa yang telah disebutkan kisahnya oleh Allah
Swt. kepadamu di dalam Al-Qur'an, maka Musa mengadu kepada Tuhannya tentang apa
yang ia takuti dari Fir'aun dan bala tentaranya menyangkut peristiwa pembunuhan
yang dilakukannya. Musa pun mengadu kepada Tuhannya tentang kekakuan lidahnya,
karena sesungguhnya lisan (lidah) Musa mengalami kekakuan yang membuatnya tidak
dapat berbicara terlalu banyak. Dan Musa meminta kepada Tuhannya agar ia dibantu
oleh saudaranya (yaitu Harun) yang kelak akan menjadi juru terjemahnya terhadap
banyak perkataan yang ia tidak dapat mengungkapkannya secara fasih.
Maka Allah mengabulkan permintaannya dan melepaskan kekakuan lidahnya, lalu
Allah menurunkan wahyu kepada Harun dan memerintahkan kepada Musa agar menemui
Harun. Maka Musa berangkat dengan membawa tongkatnya sampai bersua dengan Harun
a.s., setelah itu keduanya berangkat menuju negeri tempat Fir'aun berada.
Keduanya sampai di depan pintu istana Fir'aun dan berdiam selama beberapa
lama karena tidak di beri izin untuk masuk, kemudian keduanya diberi izin
sesudah mendapat rintangan yang sangat keras. Lalu keduanya berkata, seperti
yang diceritakan oleh firman-Nya:
{إِنَّا
رَسُولا رَبِّكَ}
Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu. (Thaha: 47)
Fir'aun bertanya, "Siapakah Tuhan kamu berdua?" Keduanya menjawab Fir'aun
denganjawaban seperti yang dikisahkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an kepada
kita.
Fir'aun bertanya, "Lalu apakah yang kamu berdua inginkan?" Fir'aun teringat
akan peristiwa pembunuhan yang telah dilakukan oleh Musa, tetapi ia tidak dapat
mengatakannya karena pembicaraan telah mengarah ke topik lain. Musa menjawab,
"Saya menginginkan agar engkau beriman kepada Allah dan melepaskan kaum Bani
Israil untuk pergi bersama kami."
Fir'aun menolak permintaan Musa dan berkata, "Datangkanlah suatu tanda
(mukjizat jika engkau termasuk orang-orang yang benar." Maka Musa melemparkan
tongkatnya, tiba-tiba tongkatnya berubah ujud menjadi ular yang besar seraya
mengangakan mulutnya merayap dengan cepat menuju ke arah Fir'aun.
Ketika Fir'aun melihat ular besar itu menuju ke arahnya, ia takut dan lari
dari singgasananya, lalu meminta tolong kepada Musa agar menahan ular itu supaya
tidak menyerangnya. Musa melakukan apa yang diminta oleh Fir'aun, kemudian Musa
mengeluarkan tangannya dari kantongnya; maka tangan Musa kelihatan putih
bersinar bukan karena penyakit. Lalu Musa mengembalikan tangannya ke dalam
kantongnya, maka warna tangannya kembali seperti semula.
Fir'aun bermusyawarah dengan para pejabat yang ada di sekitarnya, menanggapi
apa yang telah dilihatnya. Maka mereka berkata kepada Fir'aun, seperti yang
diceritakan oleh Firman-Nya:
{يُرِيدَانِ
أَنْ يُخْرِجَاكُمْ مِنْ أَرْضِكُمْ بِسِحْرِهِمَا وَيَذْهَبَا بِطَرِيقَتِكُمُ
الْمُثْلَى}
Dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kalian
dari negeri kalian dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang
utama. (Thaha: 63)
Yakni bertujuan hendak melenyapkan kerajaan mereka yang menjadi tempat hidup
mereka. Fir'aun dan orang-orang terdekatnya menolak, tidak mau memberikan kepada
Musa sesuatu pun yang dimintanya. Bahkan mereka berkata kepada Fir'aun,
"Kumpulkanlah semua ahli sihir yang banyak didapat di negerimu untuk menghadapi
dua orang ini, sampai sihirmu menang atas sihir keduanya."
Maka Fir'aun mengirimkan utusannya ke berbagai kota besar, dan terhimpunlah
semua ahli sihir yang benar-benar pakar, mereka menghadap kepada Fir'aun.
Setelah para ahli sihir itu datang di hadapan Fir'aun, maka mereka
bertanya,"Perbuatan apakah yang telah dilakukan oleh ahli sihir ini (Musa)?"
Fir'aun menjawab, "Dia dapat membuat ular." Para ahli sihir berkata, "Tidak,
demi Tuhan, tiada seorang pun di muka bumi ini yang dapat menyihir tali dan
tongkat menjadi ular seperti yang biasa kami lakukan. Maka imbalan apakah yang
akan engkau berikan kepada kami jika kami menang?" Fir'aun berkata kepada
mereka, "Kalian akan menjadi orang-orang terdekatku dan kuanggap kalian sebagai
kerabatku, dan aku akan memenuhi segala sesuatu yang kalian sukai." Maka Musa
dan para ahli sihir itu mengadakan suatu janji pertemuan pada hari raya, dan
hendaknya pertandingan mereka disaksikan oleh semua orang di waktu duha.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, Ibnu Abbas mengatakan kepadanya bahwa yang
dimaksud dengan hari raya itu adalah hari Asyura; pada hari itu Allah
Swt. memenangkan Musa atas Fir'aun dan para ahli sihirnya.
Setelah mereka bertemu di suatu lapangan yang luas, maka orang-orang yang
menyaksikan sebagian dari mereka mengatakan kepada sebagian yang lain, "Marilah
kita berangkat untuk menyaksikan pertandingan ini."
{لَعَلَّنَا
نَتَّبِعُ السَّحَرَةَ إِنْ كَانُوا هُمُ الْغَالِبِينَ}
semoga kita mengikuti ahli-ahli sihir jika mereka adalah orang-orang yang
menang. (Asy-Syu'ara: 40)
Yang mereka maksudkan dengan ahli sihir ialah Musa dan Harun. Mereka katakan
kalimat ini dengan nada memperolok-olokkan keduanya.
{إِمَّا
أَنْ تُلْقِيَ وَإِمَّا أَنْ نَكُونَ نَحْنُ الْمُلْقِينَ. قَالَ
أَلْقُوا فَلَمَّا أَلْقَوْا سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ
وَجَاءُوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ}
Ahli-ahli sihir berkata, "Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih
dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?” Musa menjawab, "Lemparkanlah
(lebih dahulu)" Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata
orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir
yang besar (menakjubkan). (Al-A'raf: 115-116)
Musa menyaksikan hasil dari sihir mereka, dan dalam hatinya ia merasa takut,
lalu Allah mewahyukan kepadanya, "Lemparkanlah tongkatmu!" Setelah Musa
melemparkan tongkatnya, tiba-tiba tongkatnya berubah menjadi ular yang sangat
besar sedang mengangakan mulutnya.
Maka tongkat-tongkat dan tali-tali tukang sihir itu menjadi satu membentuk
suatu untaian dan menuju ke arah ular besar, lalu masuk ke dalam mulutnya,
sehingga tiada suatu tongkat pun dan tiada seutas tali pun dari rekayasa
tukang-tukang sihir Fir'aun melainkan ditelan oleh ular besar Nabi Musa. Melihat
pemandangan tersebut para ahli sihir berkata, "Seandainya apa yang dibuat oleh
Musa ini adalah sihir, tentulah ia tidak akan sampai melakukan demikian terhadap
sihir kami. Tetapi hal ini tiada lain dari Allah Swt. belaka, maka kami beriman
kepada Allah dan kepada apa yang disampaikan oleh Musa dari sisi Allah, dan kami
bertobat kepada Allah dari segala perbuatan kami terhadap Musa."
Allah mematahkan tulang punggung Fir'aun di tempat tersebut, demikian pula
para pendukungnya. Perkara hak telah menang, dan batallah semua upaya yang telah
mereka lakukan.
{فَغُلِبُوا
هُنَالِكَ وَانْقَلَبُوا صَاغِرِينَ}
Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina.
(Al-A'raf: 119)
Saat itu istri Fir'aun tampak dengan pakaian yang merendahkan diri, berdoa
kepada Allah untuk kemenangan Musa atas Fir'aun dan para pembantunya. Tetapi
orang dari kalangan keluarga Fir'aun yang melihatnya pasti menduga bahwa istri
Fir'aun sedang berdoa untuk kemenangan Fir'aun serta para pembantunya, dan
sesungguhnya kesedihan dan kesusahan yang dialaminya hanyalah semata-mata karena
kasihan kepada Musa.
Sudah cukup lama Musa menanti-nanti janji Fir'aun yang selalu dusta. Manakala
Musa mendatangkan suatu mukjizat atas permintaan Fir'aun yang menjanjikan
kepadanya bahwa jika mukjizat itu diperlihatkan, maka ia bersedia melepaskan
kepergian Bani Israil bersamanya; tetapi bila mukjizat itu telah ditampakkan,
Fir'aun mengingkari janjinya.
Fir'aun berkata kepada Musa, "Apakah Tuhanmu mampu mem-perbuat hal selain
ini?" Maka Allah mengirimkan pada kaum Fir'aun banjir, belalang, kutu, katak,
dan darah sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah yang jelas. Setiap kali datang
suatu mukjizat, Fir'aun mengadu kepada Musa agar melenyapkan mukjizat tersebut
dan berjanji kepadanya akan melepaskan kepergian Bani Israil bersamanya. Tetapi
bila telah dilenyapkan, Fir'aun kembali mengingkari janjinya. Hingga akhirnya
Allah memerintahkan kepada Musa agar membawa pergi kaum Bani Israil bersamanya.
Maka Musa berangkat membawa mereka di malam hari.
Pada keesokan harinya Fir'aun melihat bahwa kaum Bani Israil telah pergi.
Maka ia mengumpulkan semua prajuritnya dari kota-kota besar, lalu ia mengejar
Musa dan kaumnya dengan membawa pasukan yang besar. Allah mewahyukan kepada
laut, 'Apabila hamba-Ku Musa memukulmu dengan tongkatnya, membelahlah kamu
menjadi dua belas belahan, agar Musa dan orang-orang yang bersamanya dapat
melaluimu. Setelah itu menyatulah kamu dengan menenggelamkan orang-orang yang
datang sesudah mereka, yaitu Fir'aun dan pasukannya."
Musa lupa memukul laut itu dengan tongkatnya. Ketika ia sampai di tepi laut
itu, saat itu laut bergelombang besar karena ketakutan akan dipukul oleh Musa
dengan tongkatnya, padahal Musa lupa. Dengan demikian, berarti Musa melanggar
perintah Allah.
Ketika kedua golongan saling melihat dan keduanya makin mendekat, teman-teman
Musa berkata, "Sesungguhnya kita sekarang hampir terkejar, maka lakukanlah apa
yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu, sesungguhnya Dia tidak berdusta dan kamu
pun bukan pendusta."
Musa berkata, "Tuhanku telah menjanjikan kepadaku bahwa jika aku sampai di
tepi laut, maka laut akan membelah menjadi dua belas jalan agar aku dapat
melewatinya." Saat itulah Musa ingat akan tongkatnya, lalu ia pukulkan ke laut
itu di saat bagian depan pasukan Fir'aun telah berada di dekat bagian belakang
kaum Musa. Maka laut itu terbelah seperti apa yang telah diperintahkan oleh
Tuhannya dan seperti yang telah dijanjikan oleh Musa.
Setelah Musa dan orang-orang yang bersamanya telah melalui laut itu, dan
Fir'aun bersama pasukannya telah masuk ke dalam laut, maka laut menyatu kembali,
menenggelamkan mereka sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah.
Setelah Musa melewati laut itu, teman-temannya berkata, "Sesungguhnya kami
merasa khawatir bila Fir'aun masih belum ditenggelamkan dan kami masih belum
percaya bahwa ia telah ditenggelamkan."
Maka Musa berdoa kepada Tuhannya, dan Allah mengeluarkan tubuh Fir'aun yang
telah mati dari laut itu sehingga mereka percaya akan kematiannya. Sesudah
mereka selamat dari kejaran Fir'aun dan bala tentaranya, mereka melewati suatu
kaum. Kaum itu sedang melakukan penyembahan kepada berhala mereka.
{قَالُوا
يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ
تَجْهَلُونَ إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ}
Bani Israil berkata, "Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan
(berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).”
Musa menjawab.”Sesungguhnya kalian ini adalah kaum yang tidak mengetahui
(sifat-sifat Tuhan).” Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan
kepercayaan yang dianutnya. (Al-A'raf: 138-139), hingga akhir ayat.
Kalian telah melihat dan mendengar pelajaran-pelajaran yang cukup untuk
dijadikan pegangan bagi kalian.
Musa melanjutkan perjalanannya membawa kaumnya, lalu Musa menempatkan mereka
di suatu tempat dan ia berkata kepada mereka, "Taatlah kalian kepada Harun,
karena sesungguhnya aku telah mengangkatnya sebagai pengganti diriku untuk
mengatur kalian. Sesungguhnya aku akan pergi menemui Tuhanku." Musa memberinya
tempo tiga puluh hari, bahwa setelah itu ia akan kembali kepada mereka.
Setelah Musa sampai ke tempat yang telah dijanj ikan oleh Tuhannya, maka
sebelum Musa berbicara dengan Tuhannya, ia melakukan puasa terlebih dahulu
selama tiga puluh hari secara terus-menerus siang dan malam. Musa tidak suka
berbicara kepada Tuhannya ketika mulutnya sedang bau karena puasa yang
dilakukannya. Maka Musa mengambil sesuatu dari tetumbuhan yang ada di situ dan
mengunyahnya. Lalu Tuhannya befirman kepadanya —padahal Dia Maha Mengetahui
tentang apa yang dilakukannya—, "Mengapa kamu berbuka?" Musa menjawab, "Wahai
Tuhanku, sesungguhnya saya tidak suka berbicara dengan-Mu melainkan bila mulut
saya enak baunya."
Allah Swt. berfirman, "Tidakkah engkau ketahui, hai Musa, sesungguhnya bau
mulut orang yang sedang puasa itu harum menurutKu daripada bau minyak misk
(kesturi). Sekarang ulangilah puasamu sebanyak sepuluh hari, kemudian
kembalilah kamu kepada-Ku."
Musa melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhannya. Setelah kaumnya melihat
bahwa Musa tidak kembali kepada mereka dalam waktu yang tepat seperti yang
dijanjikannya, maka mereka merasa gelisah dan kecewa. Harun sebelum itu telah
berkhotbah kepada mereka seraya mengatakan, "Sesungguhnya kalian telah
diselamatkan dari negeri Mesir, sedangkan di tangan kalian masih ada barang
pinjaman dan barang titipan milik kaum Fir'aun. Begitu pula sebaliknya, milik
kalian masih ada yang tertinggal di tangan mereka. Menurutku, sebaiknya kalian
merelakan barang kalian yang ada pada mereka. Tetapi aku tidak menghalalkan
kepada kalian barang titipan atau barang pinjaman mereka yang ada di tangan
kalian. Kita juga tidak akan mengembalikannya kepada mereka barang sedikit pun
serta tidak pula memilikinya buat diri kita sendiri."
Lalu Harun membuat suatu galian dan memerintahkan kepada setiap orang yang
mempunyai barang atau perhiasan titipan atau pinjaman dari kaumnya Fir'aun untuk
melemparkannya ke dalam galian itu. Lalu semua barang itu dibakar dengan api
dalam galian tersebut. Harun berkata, "Biarkanlah barang-barang ini tidak
menjadi milik kita dan tidak pula milik mereka."
Saat itu Samiri yang berasal dari kaum penyembah sapi yang hidup bertetangga
dengan kaum Bani Israil —tetapi ia bukan berasal dari kaum Bani Israil— ikut
bersama mereka. Samiri yang menggabungkan diri bersama Musa dan Bani Israil saat
mereka berangkat, telah ditakdirkan baginya dapat melihat suatu jejak. Lalu ia
memungut segenggam tanah dari bekas jejak itu dan membawanya pergi. Ketika ia
bersua dengan Harun, Harun berkata kepadanya, "Hai Samiri, mengapa engkau tidak
melemparkan apa yang ada di tanganmu itu?" Samiri menggenggam erat tanah
tersebut tanpa ada seorang pun yang mengetahuinya selama itu, hanya Harunlah
yang melihatnya.
Samiri menjawab, "Ini adalah segenggam tanah bekas jejak rasul (Jibril) yang
membimbing kalian melewati laut itu. Aku tidak akan melemparkannya walau
bagaimanapun, kecuali jika engkau berdoa kepada Allah bahwa jika barang ini
kulemparkan ke dalam api itu Dia akan menjadikannya sesuatu menurut apa yang
kukehendaki." Harun menyetujuinya. Maka Samiri melemparkan tanah bekas jejak
rasul itu ke dalam api dan Harun berdoa memohon kepada Allah.
Samiri berkata, "Saya menginginkan agar ia menjadi anak lembu." Maka
terhimpunlah semua barang dan perhiasan yang ada di dalam galian itu, baik yang
berupa emas, tembaga, atau pun besi;, lalu membentuk menjadi seekor anak lembu
yang berongga, tetapi tanpa roh dan hanya ada suaranya saja.
Ibnu Abbas mengatakan, "Tidak, demi Allah, anak lembu itu sama sekali tidak
bersuara, melainkan suaranya itu akibat pengaruh angin yang masuk dari duburnya,
kemudian keluar dari mulutnya; karenanya maka bersuara.
Maka kaum Bani Israil berpecah-belah menjadi banyak golongan. Segolongan di
antara mereka mengatakan, "Hai Samiri, apakah ini?" Kamu lebih mengetahui
tentangnya." Samiri menjawab, "Ini adalah tuhan kalian, tetapi Musa sesat
jalan." Sebagian dari mereka mengatakan, "Kami tidak mau mendustakan ini hingga
Musa kembali kepada kita. Jika patung anak lembu ini benar-benar tuhan kita,
tentu kita tidak akan menyia-nyiakannya dan kita tidak dapat berbuat apa-apa
lagi terhadapnya. Dan jika patung lembu ini bukan tuhan kita, maka kita
mengikuti Musa."
Segolongan lain mengatakan, "Ini adalah perbuatan setan. Ini bukan tuhan
kita, kami tidak percaya dan tidak membenarkannya." Ternyata ada segolongan dari
mereka yang terpengaruh oleh Samiri dan mempercayai apa yang dikatakannya
tentang patung anak lembu itu, akhirnya mereka secara terang-terangan
mendustakan Musa. Maka Harun berkata kepada mereka, seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya:
{يَا
قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ}
Hai kaumku, sesungguhnya kalian itu hanya diberi cobaan dengan anak lembu
itu dan sesungguhnya Tuhan kalian ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka
ikutilah aku dan taatilah perintahku. (Thaha: 90)
Mereka menjawab, "Lalu mengapa Musa telah menjanjikan kepada kami tiga puluh
hari, kemudian dia mengingkarinya? Sekarang telah berlalu masa empat puluh
hari." Orang-orang yang kurang akalnya dari kalangan mereka mengatakan bahwa
Musa keliru mencari Tuhannya, sekarang dia sedang mencari dan
menelusuri-Nya.
Setelah Allah berfirman kepada Musa dan mengajaknya berbicara langsung serta
menceritakan kepadanya apa yang telah dialami oleh kaumnya sesudah
kepergiannya.
{فَرَجَعَ
مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا}
Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati.
(Thaha: 86)
Lalu Musa berkata kepada mereka, seperti yang kalian dengan kisahnya di dalam
Al-Qur'an, kata Ibnu Abbas.
Musa menarik kepala (jenggot) saudaranya (Harun) mendekat ke dirinya dan
membanting luh-luh-nya. karena marah. Tetapi pada akhirnya Musa memaafkan
saudaranya karena saudaranya mengemukakan alasan yang benar, lalu Musa
memohonkan ampun buat saudaranya.
Sesudah itu Musa pergi menemui Samiri dan berkata kepadanya, "Apakah yang
mendorongmu berbuat demikian?" Samiri menjawab, "Saya memungut segenggam tanah
dari bekas telapak utusan Allah (Jibril), dan saya mengetahui hikmahnya, tetapi
saya sembunyikan dari kalian.
{وَكَذَلِكَ
سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي قَالَ فَاذْهَبْ فَإِنَّ لَكَ فِي الْحَيَاةِ أَنْ تَقُولَ
لَا مِسَاسَ وَإِنَّ لَكَ مَوْعِدًا لَنْ تُخْلَفَهُ وَانْظُرْ إِلَى إِلَهِكَ
الَّذِي ظَلْتَ عَلَيْهِ عَاكِفًا لَنُحَرِّقَنَّهُ ثُمَّ لَنَنْسِفَنَّهُ فِي
الْيَمِّ نَسْفًا}
lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku.” Berkata
Musa, "Pergilah kamu. maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini
(hanya dapat) mengatakan, 'Janganlah menyentuh (aku)'. Dan
sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak
dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu yang kamu tetap menyembahnya.
Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan
menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan).” (Thaha:
96-97)
Seandainya dia benar-benar tuhan, tentulah nasibnya tidak akan demikian.
Akhirnya kaum Bani Israil sadar bahwa diri mereka tertimpa fitnah, dan mereka
iri kepada orang-orang yang sependapat dengan Harun.
Maka mereka berkata kepada golongannya, "Hai Musa, mintakanlah kepada Tuhanmu
agar Dia membukakan pintu tobat buat kami. Kami akan bertobat dan Dia akan
menghapuskan dosa perbuatan kami." Maka Musa memilih tujuh puluh orang dari
kaumnya untuk tujuan tersebut, mereka adalah dari kalangan orang-orang Bani
Israil yang terpilih dan tidak ikut musyrik menyembah anak lembu. Kemudian Musa
membawa mereka pergi untuk meminta tobat, tetapi bumi berguncang sehingga Musa
merasa malu terhadap kaumnya dan delegasi yang dibawanya saat mereka mendapat
balasan seperti itu. Maka Musa berkata, seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya:
{رَبِّ
لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ قَبْلُ وَإِيَّايَ أَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ
السُّفَهَاءُ مِنَّا}
Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka
dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan
orang-orang yang kurang akalnya di antara kami. (Al-A'raf: 155)
Di antara mereka terdapat orang yang isi hatinya dirasuki oleh kecintaan
menyembah anak lembu dan beriman kepadanya, karena itulah bumi berguncang
menggoyahkan mereka. Maka Allah Swt. berfirman:
{وَرَحْمَتِي
وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ
الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ
الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي
التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيل}
dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku
untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang
beriman kepada ayat-ayat Kami. (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul,
Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan
Injil. (Al-A'raf: 156-157)
Musa berkata, "Ya Tuhanku, aku memohon kepada-Mu tobat bagi umatku, tetapi
Engkau berfirman,'Sesungguhnya rahmat-Ku, Aku tetapkan untuk orang-orang selain
dari kaumku.' Maka mengapa tidak Engkau tangguhkan kemunculanku hingga tiba
masanya umat lelaki tersebut yang dirahmati, lalu baru Engkau memunculkan
diriku?" Allah berfirman kepada mereka, bahwa sesungguhnya cara tobat mereka
ialah hendaknya setiap lelaki dari mereka membunuh lelaki lainnya yang
dijumpainya, baik ia sebagai orang tua atau pun anaknya; dan hendaklah ia
membunuhnya dengan pedang, tanpa memperdulikan siapa yang dibunuhnya di tempat
itu; juga menerima tobat orang-orang yang tersembunyi dari pengetahuan Musa dan
Harun, tetapi Allah mengetahui mereka. Mereka mengakui dosanya dan mengerjakan
apa yang diperintahkan kepada mereka, akhirnya Allah mengampuni orang yang
membunuh dan orang yang terbunuh (dari kalangan mereka).
Selanjutnya Musa membawa mereka menuju ke arah Baitul Maqdis; Musa memungut
kembali luh-luh-nya sesudah amarahnya reda, lalu Musa memerintahkan
kepada mereka agar mengerjakan tugas-tugas yang telah diperintahkan oleh Allah
melaluinya agar disampaikan kepada mereka. Akan tetapi, hal itu terasa berat
oleh mereka. Akhirnya rfiereka menolak, tidak mau mengakuinya. Maka Allah
menjebol sebuah gunung dan mengangkatnya di atas mereka, sehingga gunung itu
seakan-akan menjadi naungan yang mahabesar, lalu didekatkan kepada mereka
sehingga mereka takut tertimpa gunung itu. Akhirnya mereka terpaksa memegang
Al-Kitab itu dengan tangan kanan mereka sebagai pertanda bahwa mereka mau
mengamalkannya, sedangkan mata mereka tertuju kepada gunung itu. Kitab itu
mereka pegang di tangan mereka sambil menjauhkan diri dari gunung tersebut
karena khawatir akan menimpa mereka, setelah itu mereka melanjutkan
perjalanannya.
Setelah sampai di Baitul Maqdis, mereka menjumpai bahwa kota tersebut telah
dikuasai oleh kaum yang berlaku sewenang-wenang; dan bentuk tubuh mereka
sangatlah besar, sehingga disebutkan bahwa buah-buahan yang dimakan oleh mereka
bukan main besarnya.
Kaum Bani Israil berkata, "Hai Musa, sesungguhnya di dalam kota Baitul Maqdis
terdapat suatu kaum yang berlaku sewenang-wenang, tiada kekuatan bagi kami untuk
melawan mereka. Kami tidak berani memasukinya selagi mereka masih ada di
dalamnya; kecuali jika mereka pergi meninggalkannya, maka barulah kami mau
memasukinya."
Dua orang lelaki dari kalangan kaum yang ditakuti oleh mereka itu —yang
ketika ditanyakan kepada Yazid siapa mereka itu, maka Yazid menjawab bahwa
mereka dari kalangan kaum yang sewenang-wenang tersebut— berkata," Kami beriman
kepada Musa."
Keduanya keluar dari kota itu dan menuju ke tempat Musa, lalu berkata
kepadanya, "Kami lebih mengetahui tentang kaum kami. Kalian ini hanyalah
memandang dari segi postur tubuh mereka yang besar-besar, juga peralatan perang
mereka, sehingga kalian takut kepada mereka. Padahal sesungguhnya hati mereka
pengecut dan tidak mempunyai kekuatan bela diri. Maka masuklah kalian dari pintu
gerbangnya; jika kalian memasukinya, sesungguhnya kalian akan beroleh kemenangan
atas mereka."
Sebagian orang berpendapat bahwa kedua orang tersebut adalah dari kalangan
kaum Musa sendiri. Kemudian orang-orang yang merasa takut dari kalangan kaum
Bani Israil mengatakan, seperti yang disebutkan oleh Firman-Nya:
{
[قَالُوا] يَا مُوسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا
فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ}
Mereka berkata ' Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya
selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya. Karena itu, pergilah kamu bersama
Tuhanmu; dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di
sini saja.”(Al-Maidah: 24)
Hal itu membuat Musa murka. Maka ia berdoa kepada Allah untuk kebinasaan
mereka yang membangkang, dan dalam doanya Musa menyebutkan bahwa mereka adalah
orang-orang fasik (pembangkang). Sebelumnya Musa tidak pernah mendoakan buat
kebinasaan mereka, hal itu dilakukannya setelah ia melihat kedurhakaan mereka
dan sikap mereka yang jahat pada hari itu. Allah memperkenankan permohonan Musa
dan menamakan mereka dengan sebutan yang telah diberikan oleh Musa, yaitu bahwa
mereka adalah orang-orang fasik. Dan Allah mengharamkan Baitul Maqdis bagi
mereka selama empat puluh tahun; yang selama itu mereka tersesat di muka bumi
tanpa mengetahui jalan pulang. Setiap harinya mereka selalu berjalan mencari
jalan untuk kembali, tidak pernah menetap di suatu tempat pun.
Di Padang Tih mereka tersesat, dan awan selalu menaungi mereka (dari sengatan
matahari yang terik); lalu Allah menurunkan kepada mereka Manna dan
Salwa, serta menjadikan pakaian mereka tidak pernah kumal dan tidak
pernah kotor. Allah menjadikan sebuah batu segi empat di hadapan mereka, lalu
memerintahkan kepada Musa agar memukulnya dengan tongkatnya. Maka mengalirlah
darinya dua belas mata air; setiap sisi dari batu segi empat itu memancarkan
tiga mata air.
Musa memberitahukan kepada tiap-tiap kabilah dari kaumnya akan tempat
minumnya masing-masing (mereka semua terdiri atas dua belas kabilah). Tidak
sekali-kali mereka berangkat dari suatu tempat untuk mencari jalan keluar dari
padang Tih itu. melainkan menjumpai batu segi empat itu berada di hadapan mereka
lagi dan di tempat yang sama dengan kemarinnya.
Ibnu Abbas me-rafa'-kan hadis ini sampai kepada Nabi Saw. Dan sebagai
buktinya, menurutku ialah bahwa pada suatu hari Mu'awiyah mendengar sahabat Ibnu
Abbas menceritakan hadis ini. Lalu Mu'awiyah mengingkarinya sehubungan dengan
peristiwa orang Qibti yang menceritakan rahasia Musa di hadapan Fir'aun tentang
peristiwa pembunuhan tersebut. Mu'awiyah mengatakan, '"Mana mungkin si orang
Qibti itu yang membeberkan rahasia Musa, padahal dia tidak mengetahui peristiwa
itu dan dia tidak ada di tempat saat kejadiannya selain orang Bani Israil dan
orang Qibti yang dibunuh oleh Musa."
Maka Ibnu Abbas marah, lalu menarik tangan Mu'awiyah dan membawanya pergi
menuju ke rumah Sa'd ibnu Malik Az-Zuhri. Lalu Ibnu Abbas berkata kepadanya,
"Hai Abu Ishaq (nama panggilan Sa'd), apakah engkau masih ingat hari ketika
Rasulullah Saw. menceritakan kepada kita tentang kisah pembunuhan yang dilakukan
oleh Musa terhadap salah seorang dari keluarga Fir'aun, juga kisah tentang
seorang Bani Israil yang membeberkan rahasia Musa di hadapan seorang keluarga
Fir'aun lainnya?"
Sa'd ibnu Malik Az-Zuhri menjawab bahwa sesungguhnya orang yang membeberkan
rahasia pembunuhan yang dilakukan oleh Musa adalah seorang dari keluarga Fir'aun
lainnya yang telah mendengar rahasia kejadian itu dari seorang Bani Israil yang
sedang bertengkar dengannya, sedangkan orang tersebutlah yang terlibat dalam
peristiwa itu ."
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam
kitab Sunanul Kubra-nya. Abu Ja'far ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim telah
mengetengahkan hadis ini di dalam kitab tafsirnya masing-masing melalui hadis
Yazid ibnu Harun dengan sanad yang sama. Hadis ini mauquf hanya sampai
pada Ibnu Abbas. yakni merupakan perkataan Ibnu Abbas. Dan tiada yang
marfu' dari hadis ini kecuali hanya sebagian kecil saja. Seakan-akan
kisah ini diterima oleh Ibnu Abbas dari Ka'bul Ahbar dan termasuk salah satu
dari kisah israiliyat yang boleh dinukil, atau barangkali bukan dari kisah
israiliyat. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Saya pernah mendengar guru kami (yaitu Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-mazi)
mengatakan hal yang sama.