Tafsir Surat Thaha, ayat 45-48
{قَالا
رَبَّنَا إِنَّنَا نَخَافُ أَنْ يَفْرُطَ عَلَيْنَا أَوْ أَنْ يَطْغَى (45) قَالَ
لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى (46) فَأْتِيَاهُ فَقُولا إِنَّا
رَسُولا رَبِّكَ فَأَرْسِلْ مَعَنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلا تُعَذِّبْهُمْ قَدْ
جِئْنَاكَ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكَ وَالسَّلامُ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى (47)
إِنَّا قَدْ أُوحِيَ إِلَيْنَا أَنَّ الْعَذَابَ عَلَى مَنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى
(48) }
dan katakanlah, "Sesungguhnya kami berdua adalah
utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu
menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti
(atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan
keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya
telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas
orang-orang yang mendustakan dan berpaling.”
Allah Swt. menceritakan perihal Musa dan Harun, bahwa keduanya mengadu kepada
Allah Swt. dan memohon perlindungan kepada-Nya:
{إِنَّنَا
نَخَافُ أَنْ يَفْرُطَ عَلَيْنَا أَوْ أَنْ يَطْغَى}
sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan
bertambah melewati batas. (Thaha: 45)
Keduanya bermaksud bahwa keduanya merasa takut jika Fir'aun begitu melihat
keduanya langsung menyiksanya atau menangkap keduanya, lalu menghukumnya.
Sedangkan keduanya tidak berhak untuk mendapat sambutan seperti itu.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa makna farat ialah
segera. Sedangkan menurut Mujahid, Musa dan Harun merasa khawatir bila Fir'aun
menangkap keduanya.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna Yatga dalam
ayat ini ialah menyerang.
{قَالَ
لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى}
Allah berfirman, "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta
kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.” (Thaha: 46)
Maksudnya, janganlah kamu berdua takut kepada Fir'aun sesungguhnya Aku selalu
bersamamu, Aku mendengar pembicaraanmu dan pembicaraannya, dan Aku melihat
tempatmu dan tempatnya, tiada sesuatu pun dari perkara kalian yang samar
bagi-Ku. Dan ketahuilah olehmu berdua bahwa ubun-ubun (roh) Fir'aun berada di
dalam genggaman kekuasaan-Ku.
Maka tidaklah ia berbicara, dan tidak bernafas, tidak pula memukul kecuali
dengan seizin-Ku dan sesudah ada perintah dari-Ku. Aku selalu bersamamu melalui
pemeliharaan-Ku, pertolongan dan dukungan-Ku.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan
kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu
Ubaidah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa ketika Allah mengutus Musa kepada
Fir'aun, Musa bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah yang harus aku katakan?" Allah
berfirman, "Katakanlah, 'Hayya syarahiya'." Al-A'masy menafsirkan kalimat
tersebut dengan terjemahan berikut, "Akulah Yang Hidup sebelum adanya segala
sesuatu, dan Akulah yang hidup sesudah segala sesuatu tiada." Sanad riwayat ini
jayyid, tetapi mengandung sesuatu yang garib.
{فَأْتِيَاهُ
فَقُولا إِنَّا رَسُولا رَبِّكَ}
Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah,
"Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu.” (Thaha: 47)
Dalam hadis yang menceritakan tentang fitnah-fitnah yang diriwayatkan oleh
Ibnu Abbas telah disebutkan bahwa Musa dan Harun tinggal beberapa lama di depan
pintu istana Fir'aun tanpa diberi izin untuk masuk, sesudah itu keduanya
diperbolehkan masuk setelah melewati berbagai macam rintangan yang keras.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan bahwa Musa dan saudaranya Harun
berangkat menemui Fir'aun, lalu keduanya berhenti di depan pintu istana Fir'aun
untuk meminta izin agar keduanya diperbolehkan masuk menemuinya. Keduanya
mengatakan, "Sesungguhnya kami adalah utusan Tuhan semesta alam, maka izinkanlah
kami masuk untuk menemui Fir'aun."
Menurut berita yang sampai kepadaku, keduanya tinggal selama dua tahun pulang
dan pergi ke pintu istana tanpa diberi izin untuk masuk. Tiada seorang pun dari
kalangan penjaga pintu istananya yang berani melapor kepada Fir'aun tentang
kedatangan keduanya.
Sehingga akhirnya masuklah menemui Fir'aun seorang pelawak yang selalu
menghiburnya dan membuatnya tertawa, lalu pelawak itu berkata kepadanya, "Wahai
Raja, sesungguhnya di depan pintu istanamu terdapat seorang lelaki yang
mengatakan kalimat-kalimat yang menakjubkan. Dia menduga bahwa dirinya mempunyai
Tuhan selain engkau yang menyuruhnya untuk menghadap kepadamu." Fir'aun berkata,
meminta ketegasan, "Apakah benar ia telah berada di depan pintu istanaku?" Si
pelawak menjawab, "Ya (tadi saya melihatnya ketika masuk)." Maka Fir'aun berkata
memberikan perintah, "Izinkanlah dia masuk."
Maka masuklah Musa bersama Harun ke dalam istana. Musa saat itu memegang
tongkatnya. Setelah keduanya berdiri di hadapan Fir'aun, Musa berkata membuka
pembicaraan, "Sesungguhnya aku adalah utusan Tuhan semesta alam," maka Fir'aun
mengenalinya.
As-Saddi menceritakan bahwa ketika Musa tiba di negeri Mesir, terlebih dahulu
ia bertamu ke rumah ibunya dan saudaranya, sedangkan keduanya tidak
mengenalinya. Hidangan makan keduanya pada malam itu adalah makanan taf’i,
kemudian keduanya mengenalinya, lalu menyalaminya. Musa berkata kepada
saudaranya, "Hai Harun, sesungguhnya Tuhanku telah memerintahkan kepadaku agar
mendatangi Fir'aun ini, lalu menyerunya untuk menyembah Allah, dan Allah
memerintahkan kepadaku agar kamu membantuku."
Harun menjawab, "Kerjakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu." Maka
keduanya berangkat, saat itu hari telah malam, lalu Musa mengetuk pintu istana
Fir'aun dengan tongkatnya, dan Fir'aun mendengarnya (karena suaranya sangat
keras). Fir'aun sangat marah, lalu berkata, "Siapakah orang yang berani
melakukan perbuatan yang kurang ajar ini terhadap diriku?" Maka para penjaga
pintu istana melaporkan bahwa di depan pintu terdapat seorang lelaki yang gila,
mengatakan bahwa dirinya adalah utusan Allah. Maka Fir'aun memerintahkan agar
Musa dibawa menghadap kepadanya. Setelah Musa berada di hadapan Fir'aun, maka
Musa dan saudaranya (Harun) mengatakan kepada Fir'aun hal-hal yang telah
disebutkan oleh Allah di dalam Kitab-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{قَدْ
جِئْنَاكَ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكَ}
Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas
kerasulan kami) dari Tuhanmu. (Thaha : 47)
Yakni bukti dan mukjizat dari Tuhanmu yang membenarkan kerasulan kami.
{وَالسَّلامُ
عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى}
Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.
(Thaha: 47)
Maksudnya, keselamatan semoga dilimpahkan kepadamu jika kamu mengikuti
petunjuk. Karena itulah ketika Rasulullah Saw. berkirim surat kepada Heraklius
(Kaisar Romawi), di permulaan suratnya beliau menyebutkan:
"بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، مِنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ إِلَى هِرَقْلَ
عَظِيمِ الرُّومِ سَلَامٌ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى. أَمَّا بَعْدُ، [فَإِنِّي
أَدْعُوكَ بِدَعَايَةِ الْإِسْلَامِ] فَأَسْلِمْ تَسْلَمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ
أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ".
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari
Muhammad, utusan Allah, ditujukan kepada Heraklius (pembesar Romawi)
"Kesejahteraan semoga terlimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Amma
Ba'du, sesungguhnya aku mengajakmu kepada seruan Islam, masuk Islamlah, niscaya
engkau selamat. Allah pasti memberimu pahala dua kali lipat.”
Begitu pula ketika Musailamah berkirim surat kepada Rasulullah Saw. yang
teksnya berbunyi seperti berikut, "Dari Musailamah kepada Rasulullah, semoga
keselamatan terlimpahkan kepadamu. Amma Ba'du, sesungguhnya aku
menyaingimu dalam urusan ini. Maka bagimu adalah daerah perkotaan, sedangkan
bagiku adalah daerah perkampungan (pedalaman), tetapi orang-orang Quraisy adalah
kaum yang melampaui batas." Maka Rasulullah Saw. menjawab suratnya yang isinya
seperti berikut:
"مِنْ
مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ إِلَى مُسَيْلِمَةَ الْكَذَّابِ، سَلَامٌ عَلَى مَنِ
اتَّبَعَ الْهُدَى، أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ
يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ"
Dari Muhammad, utusan Allah, ditujukan kepada Musailamah Al-Kazzab, semoga
kesejahteraan terlimpahkan kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk. Amma
Ba'du, sesungguhnya bumi itu adalah milik Allah, Dia mewariskannya
(memberikannya) kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya, dan akibat yang terpuji itu hanyalah bagi orang-orang yang
bertakwa.
Karena itulah Musa dan Harun berkata kepada Fir'aun, seperti yang dikisahkan
oleh Firman-Nya:
{وَالسَّلامُ
عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى * إِنَّا قَدْ أُوحِيَ إِلَيْنَا أَنَّ الْعَذَابَ
عَلَى مَنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى}
Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.
Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan)
atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling. (Thaha: 47-48)
Dengan kata lain, Musa bermaksud bahwa Allah telah menceritakan kepada kami
di antara wahyu yang diturunkan-Nya kepada kami, bahwa azab itu akan ditimpakan
khusus kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling dari
ketaatan kepada-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam
ayat lain melalui firman-Nya:
{فَأَمَّا
مَنْ طَغَى * وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا * فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ
الْمَأْوَى}
Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,
maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). (An-Nazi'at: 37-39)
{فَأَنْذَرْتُكُمْ
نَارًا تَلَظَّى * لَا يَصْلاهَا إِلا الأشْقَى * الَّذِي كَذَّبَ
وَتَوَلَّى}
Maka Kami memperingatkan kalian dengan neraka yang menyala-nyala. Tidak
ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka, yang mendustakan
(kebenaran) dan berpaling (dari iman). (Al-Lail: 14-16)
Dan firman Allah Swt.:
{فَلا
صَدَّقَ وَلا صَلَّى * وَلَكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى}
Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al-Qur'an) dan tidak mau
mengerjakan salat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari
kebenaran). (Al-Qiyamah: 31-32)
Yaitu hatinya mendustakan (Rasul) dan perbuatannya berpaling (dari
kebenaran).