Tafsir Surat Yusuf, ayat 110
{حَتَّى
إِذَا اسْتَيْئَسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا جَاءَهُمْ
نَصْرُنَا فَنُجِّيَ مَنْ نَشَاءُ وَلا يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ الْقَوْمِ
الْمُجْرِمِينَ (110) }
Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai
harapan lagi (tentang keimanan mereka)
dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul
itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. Dan
tidak dapat ditolak siksa Kami daripada orang-orang yang berdosa.
Allah Swt. menyebutkan bahwa pertolongan-Nya diturunkan atas rasul-rasul-Nya
semuanya di saat mereka dalam kesempitan dan menunggu pertolongan dari Allah
dalam waktu-waktu yang sangat genting. Ayat ini semakna dengan firman Allah Swt.
dalam ayat lainnya, yaitu:
{وَزُلْزِلُوا
حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا
إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ}
dan diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah
Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan
Allah?” (Al-Baqarah: 214), hingga akhir ayat.
Sehubungan dengan firman Allah Swt.:
{كُذِبُوا}
mereka telah didustakan. (Yusuf: 110)
Ada dua qiraat mengenainya, salah satu membacanya dengan memakai tasydid
sehingga menjadi قَدْ
كُذِّبُوا; qira’at inilah yang dibacakan oleh Siti Aisyah
r.a.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu
Abdullah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, dari Saleh, dari
Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Urwah ibnuz
Zubair, dari Aisyah, bahwa ia pernah bertanya kepada Aisyah tentang firman Allah
Swt.: Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang
keimanan mereka). (Yusuf: 110), hingga akhir ayat. Kuzibu ataukah
kuzzibu! Maka Siti Aisyah menjawab, "Kuzzibu." Urwah berkata,
"Berarti para rasul merasa yakin bahwa kaum mereka telah mendustakan mereka?
Lalu bagaimanakah kedudukan lafaz zan (dugaan)?" Siti Aisyah menjawab,
"Memang, demi umurku, para rasul itu telah yakin akan hal tersebut." Urwah
berkata kepada Aisyah menyitir firman Allah Swt. yang mengatakan: dan telah
meyakini bahwa mereka telah didustakan, (Yusuf: 110) Siti Aisyah berkata,
"Na'uzu Billah, jauh dari kemungkinan rasul-rasul mempunyai dugaan
seperti itu kepada Tuhannya." Urwah berkata, "Lalu apakah yang dimaksud oleh
ayat ini?" Siti Aisyah menjawab bahwa mereka adalah para pengikut rasul-rasul
yang beriman kepada Tuhan mereka dan membenarkan rasul-rasul. Maka ketika
bencana terus-menerus menimpa mereka dan pertolongan dari Allah dirasakan lambat
oleh mereka: sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi.
(Yusuf: 110) . tentang keimanan orang-orang yang mendustakan mereka dari
kalangan kaumnya, dan para rasul menduga bahwa para pengikutnya telah
mendustakan mereka, maka datanglah pertolongan Allah saat itu juga.
Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami
Syu'bah, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami
Urwah; ia berkata kepada Siti Aisyah, "Barangkali ayat ini dibaca kuzibu
tanpa memakai tasydid." Siti Aisyah menjawab, "Ma 'azallah,
jauh dari kemungkinan." Demikianlah menurut Imam Bukhari.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Mulaikah,
bahwa Ibnu Abbas membaca ayat ini dengan bacaan berikut: dan merasa yakin
bahwa mereka telah didustakan. (Yusuf: 110) Yakni dengan bacaan takhfif,
tanpa tasydid. Ibnu Abu Mulaikah (yakni Abdullah) melanjutkan
kisahnya, "Lalu Ibnu Abbas berkata kepadanya bahwa para rasul itu adalah
manusia." Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: sehingga berkatalah
Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan
Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.
(Al-Baqarah: 214)
Ibnu Juraij mengatakan, Ibnu Abu Mulaikah berkata kepadanya bahwa Urwah telah
bercerita kepadanya, dari Siti Aisyah, bahwa Siti Aisyah menentang bacaan
takhfif itu, tidak mau menerimanya, dan berkata, "Tidak sekali-kali Allah
menjanjikan kepada Nabi Muhammad sesuatu hal kecuali Nabi Muhammad merasa yakin
bahwa hal itu pasti terjadi, hingga beliau wafat. Akan tetapi bencana
terus-menerus menimpa para rasul sehingga mereka menduga bahwa orang-orang yang
bersama mereka dari kalangan orang-orang yang beriman telah mendustakan
mereka."
Ibnu Abu Mulaikah mengatakan dalam hadis Urwah, bahwa Siti Aisyah membacanya
kuzzibu dengan tasydid berasal dari masdar takzib.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul
A'la secara qiraat, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan
kepadaku Sulaiman ibnu Bilal, dari Yahya ibnu Sa'id yang mengatakan bahwa
seseorang datang kepada Al-Qasim ibnu Muhammad, lalu berkata, "Sesungguhnya
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi membaca ayat ini dengan bacaan berikut: Sehingga
apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka)
dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan. (Yusuf: 110) Maka
Al-Qasim berkata, "Katakanlah kepadanya dariku bahwa aku telah mendengar Siti
Aisyah —istri Nabi Saw.— membacanya dengan bacaan berikut: Sehingga apabila
para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan
telah meyakini bahwa mereka telah didustakan.' (Yusuf: 110) Yakni
kuzzibu, dan Siti Aisyah mengatakan bahwa para rasul didustakan oleh
pengikut-pengikutnya." Sanad asar ini sahih juga.
Bacaan yang kedua ialah bacaan takhfif tanpa tasydid. Para
ulama berbeda pendapat mengenai tafsirnya.
Ibnu Abbas telah mengatakan seperti yang telah disebutkan di atas. Dan dari
Ibnu Mas'ud — menurut riwayat Sufyan As-Sauri, dari Al-A'masy, dari Abud Duha,
dari Masruq, dari Abdullah— disebutkan bahwa ia (Abdullah ibnu Mas'ud)
membacanya dengan bacaan berikut: Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai
harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka
telah didustakan. (Yusuf: 110) dengan bacaan takhfif tanpa
tasydid. Abdullah mengatakan bahwa inilah bacaan yang makruh.
Demikianlah dari Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud, berbeda dengan apa yang
diriwayatkan oleh perawi lainnya yang bersumber dari keduanya. Yang dari Ibnu
Abbas diriwayatkan oleh Al-A'masy, dari Muslim, dari Ibnu Abbas, disebutkan
sehubungan dengan firman-Nya: Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai
harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka
telah didustakan. (Yusuf: 110) Bahwa setelah para rasul tidak mempunyai
harapan lagi kaumnya akan menaati mereka, dan kaumnya menduga bahwa para rasul
telah berdusta kepada mereka, maka saat itu datanglah pertolongan Allah. lalu
diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. (Yusuf: 110)
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, Imran ibnul Haris
As-Sulami, Abdur Rahman ibnu Mu'awiyah, Ali ibnu AbuTalhah, dan Al-Aufi, dari
Ibnu Abbas dengan lafaz yang semisal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah
menceritakan kepada kami Arim Abun Nu' man, telah menceritakan kepada kami
Hammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan
kepada kami Ibrahim ibnu Abu Hamzah Al-Jazari yang mengatakan bahwa seorang
pemuda dari kabilah Quraisy bertanya kepada Sa'id ibnu Jubair, "Jelaskanlah
kepadaku, hai Abu Abdullah, bagaimana bacaan ayat ini; karena sesungguhnya
apabila bacaanku sampai kepadanya, aku berharap tidak membacanya," yaitu firman
Allah Swt.: Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi
(tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah
didustakan. (Yusuf: 110) Sa'id ibnu Jubair menjawab, "Ya, setelah para rasul
tidak mempunyai harapan lagi bahwa kaumnya membenarkan mereka, dan rasul yang
diutus kepada mereka (kaumnya) menduga bahwa para rasul (terdahulu) telah
didustakan." Maka Ad-Dahhak ibnu Muzahim berkata bahwa ia belum pernah melihat
seorang lelaki seperti hari ini yang mengakui dirinya berilmu, pastilah dia akan
terpesona.”Seandainya aku berangkat ke negeri Yaman untuk keperluan seperti ini,
maka itu masih ringan."
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan pula dari jalur lain yang menyebutkan bahwa
Muslim ibnu Yasar bertanya kepada Sa'id ibnu Jubair tentang hal itu, lalu Sa'id
ibnu Jubair menjawab dengan jawaban tersebut. Lalu Muslim ibnu Yasar bangkit dan
memeluk Sa'id ibnu Jubair dan berkata, "Semoga Allah memberikan pertolongan
kepadamu sebagaimana engkau telah memberikan pertolongan kepadaku." Hal yang
sama telah diriwayatkan oleh beberapa jalur, dari Sa'id ibnu Jubair; bahwa Sa'id
ibnu Jubair menafsirkannya dengan pengertian tersebut. Penafsiran yang sama
telah dikemukakan pula oleh Mujahid ibnu Jabr dan lain-lainnya dari kalangan
ulama Salaf yang bukan hanya seorang, sehingga disebutkan bahwa Mujahid
membacanya dengan bacaan kazabu dengan huruf zal yang
di-fathah-kan. Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, hanya sebagian ulama
yang menafsirkannya dengan qiraat ini mengembalikan damir yang ada dalam
firman-Nya, "Annahum," kepada para pengikut rasul-rasul dari kalangan
kaum mukmin. Di antara ulama lainnya ada yang mengembalikan damir ini
kepada orang-orang kafir dari kalangan umat mereka. Yakni orang-orang kafir itu
menduga bahwa para rasul telah berdusta terhadap janji yang mereka katakan,
yaitu pertolongan Allah akan datang.
Adapun pendapat Ibnu Mas'ud, maka diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang
mengatakan bahwa telah, menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan
kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, dari
Muhammasy ibnu Ziyad Ad-Dabbi, dari Tamim ibnu Hazm yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Abdullah ibnu Mas'ud mengatakan sehubungan dengan ayat ini,
yaitu firman Allah Swt.: Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan
lagi. (Yusuf: 110) Yaitu tentang keimanan kaumnya kepada mereka, dan kaum
mereka —ketika pertolongan Allah datang terlambat— menduga bahwa para rasul itu
dusta. Yakni dengan bacaan takhfif.
Kedua riwayat yang masing-masing dari Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas ditolak oleh
Siti Aisyah. Penolakannya itu dikemukakannya di hadapan orang-orang yang
menafsirkannya dengan tafsiran tersebut. Pendapat Siti Aisyah ini dibela oleh
Ibnu Jarir, dan ia meluruskan pendapat yang terkenal dari jumhur ulama serta
menolak mentah-mentah pendapat lainnya; ia tidak mau menerimanya dan tidak
merestuinya.