Tafsir Surat Al-Furqan, ayat 63-67
{وَعِبَادُ 
الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ 
الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا (63) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا 
وَقِيَامًا (64) وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ 
إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (65) إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا 
(66) وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ 
بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (67) }
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang 
yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati; dan apabila orang-orang jahil 
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui 
malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang 
berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab Jahanam dari kami. Sesungguhnya azabnya 
itu adalah kehinaan yang kekal.” Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat 
menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan 
(harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir; dan 
adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
Berikut ini adalah sifat-sifat hamba-hamba Allah Yang beriman, yaitu:
{الَّذِينَ 
يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا}
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati. (Al-Furqan: 
63)
Yaitu dengan langkah yang tenang dan anggun, tidak sombong, dan tidak angkuh. 
Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلا 
تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا}
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong. (Al-Isra: 
37), hingga akhir ayat.
Cara jalan mereka tidak sombong, tidak angkuh, tidak jahat, dan tidak 
takabur. Tetapi makna yang dimaksud bukanlah orang-orang mukmin itu berjalan 
dengan langkah seperti orang sakit, karena dibuat-buat dan pamer. Karena 
sesungguhnya penghulu anak Adam (yakni Nabi Saw.) apabila berjalan seakan-akan 
sedang turun dari tempat yang tinggi (yakni dengan langkah yang tepat) 
seakan-akan bumi melipatkan diri untuknya.
Sebagian ulama Salaf memakruhkan berjalan dengan langkah yang lemah dan 
dibuat-buat, sehingga diriwayatkan dari Umar bahwa ia melihat seorang pemuda 
berjalan pelan-pelan. Maka ia bertanya, "Mengapa kamu berjalan pelan? Apakah 
kamu sedang sakit?" Pemuda itu menjawab, "Tidak, wahai Amirul Mu-minin." Maka 
Umar memukulnya dengan cambuk dan memerintahkan kepadanya agar berjalan dengan 
langkah yang kuat.
Makna yang dimaksud dengan haunan dalam ayat ini ialah rendah hati dan 
anggun, seperti yang disebutkan dalam sabda Rasulullah Saw.:
"إِذَا 
أَتَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَلَا تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ تَسْعَوْنَ، وَأْتُوهَا 
وَعَلَيْكُمُ السِّكِينَةُ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلَّوْا، وَمَا فَاتَكُمْ 
فَأَتِمُّوا"
Apabila kalian mendatangi (tempat) salat (masjid), janganlah 
kalian mendatanginya dengan berlari kecil, tetapi berjalanlah dengan langkah 
yang tenang. Apa yang kalian jumpai dari salat itu, kerjakanlah; dan apa yang 
kamu tertinggal darinya, maka sempurnakanlah.
Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Umar ibnul 
Mukhtar, dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna finnan-Nya: Dan 
hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah. (Al-Furqan: 63), hingga akhir ayat. 
Bahwa orang-orang mukmin adalah orang-orang yang rendah hati demi Allah, 
pendengaran dan penglihatan serta semua anggota tubuh mereka menampilkan sikap 
yang rendah hati; sehingga orang yang jahil menduga mereka sebagai orang yang 
sakit, padahal mereka sama sekali tidak sakit. Sesungguhnya mereka adalah 
orang-orang yang sehat, tetapi hati mereka dipenuhi oleh rasa takut kepada 
Allah, tidak seperti selain mereka; dan mereka tidak menyukai dunia karena 
pengetahuan mereka tentang akhirat. Maka mereka mengatakan dalam doanya, "Segala 
puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami." Ingatlah, demi 
Allah, kesusahan mereka tidaklah seperti kesusahan manusia. Tiada sesuatu pun 
yang menjadi dambaan mereka selain dari memohon surga. Sesungguhnya mereka 
menangis karena takut terhadap neraka. Sesungguhnya barang siapa yang tidak 
berbelasungkawa dengan belasungkawa Allah, maka jiwanya akan dicabut 
meninggalkan dunia dalam keadaan kecewa. Dan barang siapa yang tidak melihat 
nikmat Allah selain hanya pada makanan atau minuman, maka sesungguhnya amalnya 
akan sedikit dan azabnya akan datang menimpanya. 
****
Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا 
خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا}
dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata 
yang baik. (Al-Furqan: 63)
Yaitu apabila orang-orang jahil menilai mereka sebagai orang-orang yang 
kurang akalnya yang diungkapkannya kepada mereka dengan kata-kata yang buruk, 
maka mereka tidak membalasnya dengan hal yang semisal, melainkan memaafkan, dan 
tidaklah mereka mengatakan perkataan kecuali yang baik-baik. Seperti yang 
dilakukan oleh Rasulullah Saw.; semakin orang jahil bersikap keras, maka semakin 
pemaaf dan penyantun pula sikap beliau. Dan seperti yang disebutkan oleh firman 
Allah Swt. dalam ayat yang lain:
{وَإِذَا 
سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ}
Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka 
berpaling darinya. (Al-Qasas: 55)
قَالَ 
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، 
عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي خَالِدٍ الْوَالِبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ 
مُقَرّن المُزَني قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 
[وَسَبَّ رجلٌ رَجُلًا عِنْدَهُ، قَالَ: فَجَعَلَ الرَّجُلُ الْمَسْبُوبُ يَقُولُ: 
عَلَيْكَ السَّلَامُ. قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ 
وَسَلَّمَ: "أَمَا] إِنَّ مَلِكًا بَيْنَكُمَا يَذُبُّ عَنْكَ، كُلَّمَا شَتَمَكَ 
هَذَا قَالَ لَهُ: بَلْ أَنْتَ وَأَنْتَ أَحَقُّ بِهِ. وَإِذَا قَالَ لَهُ: 
عَلَيْكَ السَّلَامُ، قَالَ: لَا بَلْ عَلَيْكَ، وَأَنْتَ أَحَقُّ بِهِ. 
"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah 
menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Al-A'masy, dari Abu Khalid Al-Walibi, 
dari An-Nu'man ibnu Muqarrin Al-Muzani yang mengatakan bahwa pada suatu hari ada 
seorang lelaki mencaci maki lelaki lainnya di hadapan Rasulullah Saw., lalu 
orang yang dicaci mengatakan, "'Alaikas salam (semoga engkau selamat)." 
Maka Rasulullah Saw. bersabda: Ingatlah, sesungguhnya ada malaikat di antara 
kamu berdua yang membelamu. Setiap kali orang itu mencacimu, malaikat itu 
berkata, "Bahkan kamulah yang berhak, kamulah yang berhak dicaci.”Dan apabila 
kamu katakan kepadanya, " 'Alaikas salam," maka malaikat itu berkata, "Tidak, 
dia tidak berhak mendapatkannya, engkaulah yang berhak mendapatkannya.”
Sanad hadis berpredikat hasan, tetapi mereka tidak mengetengahkannya. 
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka mengucapkan 
kata-kata yang baik. (Al-Furqan: 63) Mereka mengucapkan kata-kata yang 
mengandung petunjuk. 
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa mereka menjawab dengan kata-kata yang 
baik. 
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, mereka mengatakan, "Salamun 'alaikum 
(semoga keselamatan terlimpahkan kepada kalian)." 
Jika mereka dinilai sebagai orang yang kurang akalnya, maka mereka bersabar. 
Mereka tetap bergaul dengan hamba-hamba Allah di siang harinya dan bersabar 
terhadap apa pun yang mereka dengar. Kemudian disebutkan bahwa pada malam 
harinya mereka melakukan ibadah. 
****
Allah Swt. berfirman:
{وَالَّذِينَ 
يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا}
Dan orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk 
Tuhan mereka. (Al-Furqan: 64)
Yakni mengerjakan ketaatan dan beribadah kepada-Nya, seperti yang disebutkan 
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{كَانُوا 
قَلِيلا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالأسْحَارِ هُمْ 
يَسْتَغْفِرُونَ}
Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan di akhir-akhir malam mereka 
memohon ampun (kepada Allah). (Az-Zariyat: 17-18)
تَتَجَافَى 
جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya. (As-Sajdah: 16), hingga 
akhir ayat.
Dan firman Allah Swt.:
{أَمَّنْ 
هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو 
رَحْمَةَ رَبِّهِ}
ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan 
berdiri, sedangkan ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat 
Tuhannya? (Az-Zumar: 9), hingga akhir ayat.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَالَّذِينَ 
يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ 
غَرَامًا}
Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahanam dari 
kami. Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.” (Al-Furqan: 
65)
Yaitu tetap dan abadi. Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair sehubungan 
dengan makna garaman ini, melalui salah satu bait syairnya:
إنْ 
يُعَذّب يَكُنْ غَرَامًا، وَإِنْ يُعْـ ... 
طِ جَزِيلَا فَإِنَّهُ لَا يُبَالي ...
Jika dia (orang yang disanjung penyair) 
menyiksa, maka siksaannya terus-menerus lagi tetap; dan jika dia memberi 
dengan pemberian yang banyak, ia tidak peduli (berapa pun 
banyaknya).
Al-Hasan telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya 
azab Jahanam itu adalah kebinasaan yang kekal. (Al-Furqan: 65) Segala 
sesuatu yang menimpa anak Adam, lalu lenyap darinya, tidak dapat dikatakan 
garam. Sesungguhnya pengertian garam itu tiada lain bagi sesuatu 
yang kekal selagi ada bumi dan langit. 
Hal yang sama dikatakan oleh Sulaiman At-Taimi. 
Muhammad ibnu Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: 
sesungguhnya azab Jahanam itu adalah kebinasaan yang kekal. (Al-Furqan: 
65) Yakni mereka tidak merasakan nikmat hidup di dunia ini. Sesungguhnya Allah 
Swt. menanyakan kepada orang-orang kafir tentang nikmat (yang telah 
dikaruniakan-Nya kepada mereka). Mereka tidak dapat mempertanggungjawabkannya 
kepada Allah. Maka Allah menghukum mereka, lalu memasukkan mereka ke dalam 
neraka.
*****
{إِنَّهَا 
سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا}
Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. 
(Al-Furqan: 66)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah 
menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnur Rabi', telah menceritakan kepada kami 
Abul Ahwas, dari Al-A'masy, dari Malik ibnul Haris yang mengatakan bahwa apabila 
seseorang dilemparkan ke dalam neraka, maka ia terjatuh ke dalamnya. Dan apabila 
sampai pada salah satu pintunya, dikatakan kepadanya, "Tetaplah di tempatmu, 
kamu akan diberi jamuan terlebih dahulu." Maka ia diberi minum racun ular hitam 
dan kalajengking. Perawi mengatakan bahwa lalu kulit, rambut, urat, dan 
otot-ototnya pecah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah 
menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnur Rabi', telah menceritakan kepada kami 
Abul Ahwas, dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Ubaid ibnu Umair yang mengatakan, 
"Sesungguhnya di dalam neraka benar-benar terdapat sumur-sumur yang di dalamnya 
terdapat ular-ular yang besarnya seperti unta, dan kalajengking-kalajengking 
yang besarnya seperti begal yang besar. Apabila ahli neraka dilemparkan ke dalam 
neraka, maka ular-ular dan kalajengking-kalajengking itu keluar dari tempat 
persembunyiannya menuju kepada mereka, lalu menggigit dan mematuki kulit dan 
rambut mereka sehingga daging mereka sampai ke telapak kaki tersayat. Dan 
apabila ular-ular dan kalajengking-kalajengking itu merasakan panasnya neraka, 
maka mereka kembali ke tempatnya.
قَالَ 
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا سَلَّامٌ 
-يَعْنِي ابْنَ مِسْكِينٍ -عَنْ أَبِي ظِلَالٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ -رَضِيَ 
اللَّهُ عَنْهُ -عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ 
عَبْدًا فِي جَهَنَّمَ لِيُنَادِي أَلْفَ سَنَةٍ: يَا حَنَّانُ، يَا مَنَّانُ. 
فَيَقُولُ اللَّهُ لِجِبْرِيلَ: اذْهَبْ فَآتِنِي بِعَبْدِي هَذَا. فَيَنْطَلِقُ 
جِبْرِيلُ فَيَجِدُ أَهْلَ النَّارِ مُنكبين يَبْكُونَ، فَيَرْجِعُ إِلَى رَبِّهِ 
عَزَّ وَجَلَّ فَيُخْبِرُهُ، فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: آتِنِي بِهِ 
فَإِنَّهُ فِي مَكَانِ كَذَا وَكَذَا. فَيَجِيءُ بِهِ فَيُوقِفُهُ عَلَى رَبِّهِ 
عَزَّ وَجَلَّ، فَيَقُولُ لَهُ: يَا عَبْدِي، كَيْفَ وَجَدْتَ مَكَانَكَ 
وَمَقِيلَكَ؟ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ شَرَّ مَكَانٍ، شَرَّ مَقِيلٍ. فَيَقُولُ: 
رُدُّوا عَبْدِي. فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، مَا كُنْتُ أَرْجُو إِذْ أَخْرَجَتْنِي 
مِنْهَا أَنْ تَرُدَّنِي فِيهَا! فَيَقُولُ: دَعَوْا عَبْدِي
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa, 
tela' menceritakan kepada kami Salam ibnu Miskin, dari Abu Zhalali, dari Anas 
ibnu Malik r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya ada seorang 
hamba di dalam neraka Jahanam berseru selama seribu tahun dengan mengucapkan, 
"Ya hannan Ya Mannan " (Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih, wahai Tuhan Yang 
Maha Pemberi anugerah). Maka Allah Swt. berfirman kepada Jibril, "Pergilah 
kamu dan bawalah hamba-Ku itu.” Jibril berangkat, dan ia menjumpai ahli neraka 
dalam keadaan terjungkal seraya menangis. Lalu Jibril kembali menghadap kepada 
Tuhannya, dan menceritakan kepada-Nya apa yang telah dilihatnya. Allah Swt. 
berfirman, "Bawalah dia kepada-Ku, sesungguhnya dia berada di tempat anu.” Maka 
Jibril membawa orang tersebut dan memberdirikannya di hadapan Allah Swt. Allah 
berfirman, "Hai hamba-Ku, bagaimanakah kamu jumpai tempat tinggal dan tempat 
peristirahatanmu?” Si hamba menjawab, "Wahai Tuhanku, benar benar tempat yang 
buruk dan tempat peristirahatan yang buruk.” Maka Allah Swt. berfirman, 
"Kembalikanlah hamba-Ku (ke tempatnya).” Si hamba berkata, "Wahai 
Tuhanku, setelah Engkau keluarkan daku dari neraka, daku sama sekali tidak 
berharap untuk dikembalikan kepadanya.” Maka Allah Swt. berfirman, "Biarkanlah 
hamba-Ku.”
*****
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ 
إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا}
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak 
berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir. (Al-Furqan: 67)
Yakni mereka tidak menghambur-hamburkan hartanya dalam berinfak lebih dari 
apa yang diperlukan, tidak pula kikir terhadap keluarganya yang berakibat 
mengurangi hak keluarga dan kebutuhan keluarga tidak tercukupi. Tetapi mereka 
membelanjakan hartanya dengan pembelanjaan yang seimbang dan selektif serta 
pertengahan. Sebaik-baik perkara ialah yang dilakukan secara pertengahan, yakni 
tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir.
{وَكَانَ 
بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا}
dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang 
demikian. (Al-Furqan: 67)
Seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلا 
تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا}
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah 
kamu terlalu mengulurkannya. (Al-Isra: 29), hingga akhir ayat.
قَالَ 
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عِصَامُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ 
بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ الْغَسَّانِيُّ، عَنْ ضَمْرَة، عَنْ أَبِي 
الدَّرْدَاءِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مِنْ 
فِقْهِ الرَّجُلِ رِفْقُهُ فِي مَعِيشَتِهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Isham ibnu Khalid, 
telah menceritakan kepadaku Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu Abu Tamim Al-Gassani, 
dari Damrah, dari Abu Darda, dari Nabi Saw. yang telah mengatakan: Seorang 
lelaki yang bijak ialah yang berlaku ekonomis dalam penghidupannya.
Akan tetapi, mereka (Ahlus Sunan) tidak ada yang mengetengahkannya. 
قَالَ 
[الْإِمَامُ] أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ الْحَدَّادُ، 
حَدَّثَنَا سُكَين  بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ العَبْدي، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ 
الهَجَري عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ 
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا عَالَ مَنِ 
اقْتَصَدَ"
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah 
Al-Haddad, telah menceritakan kepada kami Miskin ibnu Abdul Aziz Al-Abdi, telah 
menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu 
Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seseorang yang 
berlaku ekonomis tidak akan miskin.
Mereka (Ahlus Sunan) tidak ada yang mengetengahkan hadis ini.
قَالَ 
الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى، 
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَيْمُونٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ  بْنُ 
حَكِيمٍ، عَنْ مُسْلِمِ بْنِ حَبِيبٍ، عَنْ بِلَالٍ -يَعْنِي الْعَبْسِيَّ -عَنْ 
حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "مَا 
أَحْسَنَ الْقَصْدَ فِي الْغِنَى، وَأَحْسَنَ الْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ، وَأَحْسَنَ 
الْقَصْدَ فِي الْعِبَادَةِ"
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad 
ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Maimun, 
telah menceritakan kepada kami Sa'd ibnu Hakim, dari Muslim ibnu Habib, dari 
Bilal Al-Absi, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah 
bersabda: Betapa baiknya sikap ekonomis dalam keadaan berkecukupan, dan 
betapa baiknya sikap ekonomis dalam keadaan fakir, dan betapa baiknya sikap 
ekonomis (pertengahan) dalam (hal) ibadah.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa ia tidak mengetahui hadis ini melainkan 
hanya melalui hadis Huzaifah r.a.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa membelanjakan harta dijalan Allah tidak 
ada batas berlebih-lebihan. Iyas ibnu Mu'awiyah mengatakan bahwa hal yang 
melampaui perintah Allah adalah perbuatan berlebih-lebihan. Selain dia 
mengatakan bahwa berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta itu bila digunakan 
untuk berbuat durhaka kepada Allah Swt.: