Tafsir Surat Al-Hajj, ayat 36
{وَالْبُدْنَ
جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا
اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا
وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ (36) }
Dan telah Kami jadikan untuk kalian unta-unta
itu sebagian dari syiar Allah, kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya,
maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan
berdiri (dan telah terikat). Kemudian
apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah
orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta)
dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu
kepada kalian, mudah-mudahan kamu bersyukur.
Allah Swt. berfirman, menyebutkan karunia-Nya yang telah diberikanNya kepada
hamba-hamba-Nya, yaitu dengan menciptakan ternak unta buat mereka dan
menjadikannya sebagai salah satu dari syiar Allah. Unta itu dijadikan sebagai
hewan kurban yang dihadiahkan kepada Baitullah yang suci, bahkan unta
merupakan hewan kurban yang terbaik, seperti yang disebutkan Allah Swt. dalam
firman-Nya:
{لَا
تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلا الْهَدْيَ وَلا
الْقَلائِدَ وَلا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ} الْآيَةَ
janganlah kalian melanggar syiar-syiar Allah dan jangan melanggar
kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang hadyu
dan binatang-binatang qala’id dan jangan (pula) mengganggu orang-orang
yang menghalangi Baitullah. (Al-Maidah: 2), hingga akhir ayat.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa Ata pernah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan telah Kami jadikan untuk kalian unta-unta itu sebagian dari
syiar-syiar Allah. (Al-Hajj: 36) Bahwa yang dimaksud dengan budnah
ialah sapi dan unta. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Sa'id
ibnul Musayyab, dan Al-Hasan Al-Basri.
Mujahid mengatakan, sesungguhnya al-budnah ialah unta.
Menurut saya, penyebutan budnah ditujukan kepada unta merupakan hal
yang telah disepakati. Mereka pun berselisih pendapat mengenai penyebutan
budnah terhadap sapi; ada dua pendapat di kalangan mereka. Yang paling
sahih di antara kedua pendapat itu mengatakan, bahwa budnah ditujukan
pula kepada sapi menurut syariat, seperti yang disebutkan dalam hadis sahih.
Jumhur ulama berpendapat bahwa seekor budnah cukup untuk kurban tujuh
orang; begitu pula sapi, cukup untuk kurban tujuh orang.
Di dalam kitab Imam Muslim telah disebutkan sebuah hadis melalui riwayat
Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan, "Kami diperintahkan oleh Rasulullah Saw.
untuk melakukan patungan dalam berkurban, seekor unta untuk tujuh orang dan
seekor sapi untuk tujuh orang."
Ishaq ibnu Rahawaih mengatakan, bahwa bahkan seekor sapi atau seekor unta
cukup untuk kurban sepuluh orang. Hal ini telah disebutkan di dalam sebuah hadis
yang terdapat di dalam kitab Musnad Imam Ahmad dan Sunan Nasai
serta kitab-kitab hadis yang lain. Hanya Allah yang mengetahui
kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَكُمْ
فِيهَا خَيْرٌ}
kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya. (Al-Hajj: 36)
Yakni pahala yang banyak di negeri akhirat kelak.
Diriwayatkan dari Sulaiman ibnu Yazid Al-Ka'bi,dari Hisyam ibnu Urwah, dari
ayahnya, dari Siti Aisyah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا
عَمِل ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هِرَاقه
دَمٍ، وَإِنَّهُ لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا
وَأَشْعَارِهَا، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ، قَبْلَ أَنْ
يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ، فطِيبُوا بِهَا نَفْسًا"
Tidaklah seorang anak Adam melakukan suatu amal yang lebih disukai oleh
Allah di Hari Raya Kurban selain dari mengalirkan darah (hewan) kurban.
Sesungguhnya kelak di hari kiamat hewan kurbanku benar-benar datang dengan
tanduk, kuku, dan bulunya; dan sesungguhnya darahnya itu benar-benar diterima di
sisi Allah, sebelum terjatuh ke tanah. Maka berbahagialah kalian dengan kurban
itu.
Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Turmuzi. Imam Turmuzi menilainya
hasan.
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa dahulu Abu Hazim berutang seekor unta untuk
kurban. Ketika ditanyakan kepadanya, "Mengapa kamu berutang dan menggiring hewan
kurban?" Ia menjawab bahwa sesungguhnya ia mendengar Allah Swt. berfirman:
kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya. (Al-Hajj: 36)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"ما
أُنْفِقَتِ الوَرقَ فِي شَيْءٍ أفضلَ مِنْ نَحِيرَةٍ فِي يَوْمِ
عِيدٍ".
Tiada sejumlah uang yang dibelanjakan untuk sesuatu yang lebih utama
selain dari untuk membeli hewan kurban di Hari Raya Kurban.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Daiuqutni di dalam kitab sunannya.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kalian
memperoleh kebaikan yang banyak padanya. (Al-Hajj: 36) Yaitu pahala dan
manfaat-manfaat.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan bahwa pemiliknya boleh mengendarainya dan
memerah air susunya jika ia memerlukannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَاذْكُرُوا
اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ}
maka sebutkanlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam
keadaan berdiri (dan telah terikat). (Al-Hajj: 36)
Diriwayatkan dari Al-Muttalib ibnu Abdullah ibnu Hantab, dari Jabir ibnu
Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah salat bersama Rasulullah Saw. di Hari
Raya Kurban. Setelah bersalam dari salatnya, didatangkan kepada beliau seekor
domba, lalu beliau menyembelihnya seraya mengucapkan:
"بِسْمِ
اللَّهِ وَاللَّهِ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمَّ يُضَحِّ مِنْ
أُمَّتِي".
Dengan menyebut nama Allah, Allah Mahabesar. Ya Allah, domba ini adalah
kurbanku dan kurban orang-orang dari kalangan umatku yang tidak
berkurban.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Ibnu
Abbas, dari Jabir yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengurbankan dua ekor
domba di Hari Raya Kurban, dan beliau mengucapkan kalimat berikut saat
menyembelih keduanya:
"وجهت
وجهي للذي فطر السموات وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا، وَمَا أَنَا مِنَ
الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ. لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ، وَأَنَا أَوَّلُ
الْمُسْلِمِينَ، اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ، وَعَنْ مُحَمَّدٍ وأمته"
Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi dengan
mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Allah. Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah
bagi Allah Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya, dan dengan demikianlah aku
diperintahkan, dan aku adalah orang yang mula-mula berserah diri
(kepada-Nya). Ya Allah, kurban ini dari Engkau, ditujukan kepada Engkau,
dari Muhammad dan umatnya.
Kemudian beliau Saw. menyebut basmalah dan takbir, lalu menyembelihnya.
Diriwayatkan dari Ali ibnul Husain, dari Abu Rafi', bahwa Rasulullah Saw.
apabila hendak berkurban, beliau membeli dua ekor domba yang gemuk-gemuk,
bertanduk, lagi berbulu putih berbelang hitam. Apabila salat dan khotbah telah
beliau jalankan, maka beliau mendatangi salah seekor dari kedua kurbannya,
sedangkan beliau Saw. masih berada di tempat salatnya dalam keadaan berdiri,
lalu menyembelih sendiri kurbannya itu dengan pisau penyembelih seraya
mengucapkan:
"اللَّهُمَّ
هَذَا عَنْ أُمَّتِي جَمِيعِهَا، مَنْ شَهِدَ لَكَ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لِي
بِالْبَلَاغِ". ثُمَّ يُؤتى بِالْآخَرِ فَيَذْبَحُهُ بِنَفْسِهِ، ثُمَّ يَقُولُ:
"هَذَا عَنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ" فيُطعمها جَمِيعًا الْمَسَاكِينَ،
[وَيَأْكُلُ] هُوَ وَأَهْلُهُ مِنْهُمَا.
Ya Allah, kurban ini sebagai ganti dari kurban umatku seluruhnya dari
kalangan orang-orang yang telah bersaksi bahwa Engkau Maha Esa dan bersaksi
bahwa aku sebagai juru penyampai. Kemudian didatangkan lagi domba lainnya,
dan beliau menyembelihnya seraya berkata: Kurban ini dari Muhammad dan
keluarga Muhammad. Maka kedua ekor domba yang telah disembelih itu dagingnya
diberikan kepada semua orang miskin, dan beliau beserta keluarganya ikut memakan
sebagian darinya. Hadis riwayat Imam Ahmad Ibnu Majah.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Zabyan, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian
menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). (Al-Hajj: 36)
Yakni dalam keadaan berdiri pada tiga kakinya, sedangkan kaki kiri depannya
dalam keadaan terikat. Lalu si penyembelih mengucapkan, "Bismillah, Allahu
Akbar, La Ilaha Illallah. Ya Allah, kurban ini dari Engkau, dipersembahkan
kepada Engkau." Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ali ibnu
AbuTalhah dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang semisal.
Lais telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa apabila kaki kiri unta diikat,
maka ia berdiri di atas tiga kakinya. Telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu
Nujaih, dari Mujahid hal yang semisal.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa unta yang akan disembelih diikat salah satu
kakinya sehingga unta berdiri di atas tiga buah kakinya.
Di dalam kitab Sahihain, dari Ibnu Umar, disebutkan bahwa ia
mendatangi seorang lelaki yang mendekamkan untanya dengan maksud akan
menyembelihnya. Maka Ibnu Umar berkata, "Biarkanlah unta itu dalam keadaan
berdiri lagi terikat seperti sunnah (kebiasaan) Abul Qasim (Nabi Muhammad
Saw.)."
Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Rasulullah Saw. dan para sahabatnya bila
menyembelih unta, mereka mengikat kaki kiri depannya, sedangkan unta itu tetap
dalam keadaan berdiri pada ketiga kakinya (yang tidak terikat): hadis
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.
Ibnu Lahi'ah telah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Dinar,
bahwa Salim ibnu Abdullah pernah mengatakan kepada Sulaiman ibnu Abdul Malik,
"Berdirilah kamu pada sisi kanan (unta)mu dan sembelihlah dari sisi kiri
(unta)mu."
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui sahabat Jabir yang
menerangkan tentang gambaran haji wada', yang antara lain disebutkan di dalamnya
bahwa Rasulullah Saw. menyembelih sendiri hewan kurbannya sebanyak tiga ekor
(kambing), sedangkan enam puluh ekor unta kurban lainnya beliau tusuk (pada
tempat penyembelihannya) dengan tombak (bermata lebar) yang ada di
tangannya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah
yang telah mengatakan sehubungan dengan bacaan menurut dialek Ibnu Mas'ud,
"Sawafina," bahwa artinya berdiri dalam keadaan terikat.
Sufyan As-Sauri telah mengatakan dari Mansur, dari Mujahid, bahwa orang yang
membacanya Sawafina artinya dalam keadaan terikat. Dan orang yang
membacanya sawaf artinya menyatukan di antara kedua kaki depannya (dalam
keadaan terikat).
Tawus dan Al-Hasan serta lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan
firman-Nya: maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian
menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). (Al-Hajj: 36)
Yakni tulus ikhlas karena Allah Swt. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh
Malik, dari Az-Zuhri.
Abdur Rahman ibnu Zaid telah mengatakan, Sawafi maksudnya, "Dalam kuburan itu
tidak ada suatu kemusyrikan pun sebagaimana kemusyrikan di masa Jahiliyah buat
berhala-berhala mereka."
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَإِذَا
وَجَبَتْ جُنُوبُهَا}
Kemudian apabila telah roboh (mati). (Al-Hajj: 36)
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna yang dimaksud
ialah hewan kurban itu roboh ke tanah dalam keadaan telah mati.
Pendapat ini merupakan suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas; hal yang
sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Kemudian apabila telah roboh (mati). (Al-Hajj: 36) Yaitu
telah disembelih.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Kemudian apabila telah roboh (mati). (Al-Hajj: 36) Makna yang
dimaksud ialah telah mati.
Pengertian inilah yang dimaksudkan oleh pendapat Ibnu Abbas dan Mujahid,
bahwa sesungguhnya tidak boleh memakan unta yang disembelih kecuali bila telah
nyata kematiannya dan tidak bergerak-gerak lagi.
Di dalam sebuah hadis berpredikat marfu' telah disebutkan:
"وَلَا
تُعجِلُوا النفوسَ أَنْ تَزْهَق"
Janganlah kalian tergesa-gesa mendahului nyawa sebelum (nyata-nyata)
rohnya telah dicabut.
As-Sauri telah meriwayatkannya di dalam kitab Jami -nya melalui Ayyub
dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Qarafisah Al-Hanafi, dari Umar ibnul Khattab,
bahwa ia telah mengatakan hal tersebut. Hal ini dikuatkan oleh hadis Syaddad
ibnu Aus yang ada di dalam kitab Sahih Muslim, yaitu:
"إِنَّ
اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا
القِتْلة، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ ولْيُحدَّ أَحَدُكُمْ
شَفْرَته، ولْيُرِحْ ذَبِيحته"
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik terhadap segala sesuatu.
Maka apabila kalian membunuh, lakukanlah dengan cara yang baik. Dan apabila
kalian menyembelih lakukanlah dengan cara yang baik dan hendaklah seseorang di
antara kalian menajamkan mata pisaunya serta letakkanlah hewan sembelihannya
pada posisi yang enak.
Telah diriwayatkan dari Abu Waqid Al-Lais yang telah mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا
قُطع مِنَ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ، فَهُوَ مَيْتَةٌ"
Bagian apa saja dari hewan yang terpotong dalam keadaan
hidup, maka bagian yang terpotong itu adalah bangkai.
Hadis riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi. Imam Turmuzi
menilainya sahih.
*******************
Firman Allah Swt:
{فَكُلُوا
مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ َ}
maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa
yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.
(Al-Hajj: 36)
Sebagian ulama Salaf mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka
makanlah sebagiannya. (Al-Hajj: 36) bahwa perintah ini menunjukkan hukum
ibahah (perbolehan).
Malik mengatakan, memakan sebagian dari hewan kurban hukumnya dianjurkan
(sunat).
Selain Imam Malik berpendapat wajib, pendapat ini menurut salah satu di
antara pendapat yang ada pada sebagian mazhab Syafii.
Mereka berselisih pendapat tentang pengertian qani' dan mu'tar.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa qani' artinya orang
yang merasa puas dengan pemberianmu, sedangkan ia tetap berada di dalam
rumahnya; dan mu'tar artinya orang yang menyindirmu dan mengisyaratkan
kepadamu agar memberinya sebagian dari hewan kurbanmu, tetapi ia tidak meminta
secara terang-terangan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Muhammad
Ibnu Ka'b Al-Qurazi.
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa qani'
artinya orang yang tidak meminta-minta (padahal ia memerlukannya), sedangkan
mu'tar artinya orang yang meminta. Ini menurut pendapat Qatadah, Ibrahim
An-Nakha'i, dan Mujahid, menurut suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu
Abbas.
Ibnu Abbas, Ikrimah, Zaid ibnu Aslam, Al-Kalbi, Al-Hasan Al-Basri, Muqatil
ibnu Hayyan, dan Malik ibnu Anas mengatakan, al-qani' artinya orang yang
meminta serelanya darimu; sedangkan mu'tar artinya orang yang menyindirmu
dan merendahkan dirinya kepadamu, tetapi tidak meminta. Pendapat ini cukup baik.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, Al-qani' artinya orang yang meminta.
Tidakkah engkau pernah mendengar ucapan Asy-Syammakh dalam salah satu bait
syairnya yang mengatakan:
لَمَالُ
المَرْءِ يُصْلِحُه فَيُغْني ...
مَفَاقِرَه، أَعَفُّ مِنَ القُنُوع
Sungguh harta seseorang dapat
memperbaiki keadaannya, dia menjadi berkecukupan, semua kebutuhannya terpenuhi
karenanya; itu lebih baik daripada meminta-minta.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud dari bait syair ini
ialah harta seseorang itu dapat memberinya kecukupan daripada meminta-minta. Hal
yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid.
Zaid ibnu Aslam mengatakan, qani' artinya orang miskin yang
meminta-minta, mu'tar artinya orang yang jujur lagi lemah dan ia datang
berkunjung kepadamu." Pendapat ini dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid
menurut suatu riwayat dari anaknya yang bersumber darinya.
Mujahid mengatakan pula bahwa qani' ialah tetanggamu yang kaya, yang
dapat melihat segala sesuatu yang masuk ke dalam rumahmu. Dan mu’tar
artinya orang yang mengasingkan dirinya dari keramaian.
Telah diriwayatkan pula dari Mujahid bahwa qani' adalah orang yang
mengharapkan pemberian, sedangkan mu’tar artinya orang yang menampilkan
dirinya saat hewan kurban disembelih, baik ia dari kalangan orang yang mampu
maupun orang yang tidak mampu. Dan telah diriwayatkan dari Ikrimah hal yang
semisal; menurut suatu pendapat dari Ikrimah, qani' artinya penduduk
Mekah.
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa qani' adalah orang
yang meminta, karena qani' artinya orang yang menadahkan tangannya saat
meminta. Sedangkan mu’tar berasal dari i'tira artinya orang yang
menampilkan dirinya untuk makan daging hewan kurban.
Sebagian ulama ada yang berdalihkan ayat ini dalam pendapatnya yang
mengatakan bahwa kurban itu dibagi tiga bagian, sepertiganya untuk pemiliknya
buat dimakan sendiri, sepertiganya lagi dihadiahkan kepada teman-temannya, dan
sepertiga yang terakhir disedekahkan kepada kaum fakir miskin, karena
sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman:
{فَكُلُوا
مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ}
maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa
yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta.
(Al-Hajj: 36)
Di dalam hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada
orang-orang:
"إِنِّي
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ ادِّخَارِ لُحُومِ الْأَضَاحِيِّ فَوْقَ ثَلَاثٍ،
فَكَلُّوا وَادَّخِرُوا مَا بَدَا لَكُمْ"
Sesungguhnya saya pernah melarang kalian menyimpan daging kurban selama
lebih dari tiga hari, sekarang makanlah dan simpanlah selama semau kalian.
Menurut riwayat lain disebutkan:
"فكلوا
وادخروا وتصدقوا"
maka makanlah dan simpanlah serta bersedekahlah.
Menurut riwayat lain disebutkan pula:
"فكلوا
وأطعموا وتصدقوا"
Maka makanlah dan berimakanlah serta bersedekahlah.
Pendapat kedua, bahwa orang yang berkurban memakan separo dan menyedekahkan
separonya lagi, karena berdasarkan firman-Nya yang meyatakan:
{فَكُلُوا
مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ}
Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk
dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj. 28)
Dan berdasarkan hadis yang menyatakan:
"فَكُلُوا
وَادَّخِرُوا وَتَصَدَّقُوا"
Maka makanlah dan simpanlah serta bersedekahlah.
Jika orang yang berkurban memakan seluruh kurbannya, maka menurut suatu
pendapat ia tidak menggantinya barang sedikit pun. Pendapat inilah yang
dikatakan oleh Ibnu Suraij dari kalangan mazhab Syafii.
Sebagian lainnya dari mereka mengatakan bahwa orang yang bersangkutan harus
mengganti semua yang dimakannya, atau yang seharga dengannya.
Menurut pendapat yang lainnya dia harus mengganti separonya, dan menurut
pendapat yang lainnya lagi harus mengganti sepertiganya.
Sedangkan menurut pendapat yang terakhir, ia hanya diharuskan mengganti
sebagian kecil darinya. Pendapat inilah yang terkenal di kalangan mazhab Imam
Syafii.
Adapun mengenai kulit hewan kurban, maka menurut apa yang terdapat di dalam
kitab Musnad Imam Ahmad dari Qatadah ibnun Nu'man dalam hadis mengenai
hewan kurban disebutkan:
"فَكُلُوا
وَتَصَّدَّقُوا، وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا، وَلَا تَبِيعُوهَا"
maka makanlah, bersedekahlah, dan manfaatkanlah kulitnya, janganlah kalian
menjualnya.
Di antara ulama ada yang membolehkan menjualnya, ada pula yang mengatakan
bahwa orang-orang fakir mendapat bagian dari kulit hewan kurban. Hanya Allah-lah
Yang Maha Mengetahui.
Diriwayatkan dari Al-Barra ibnu Azib yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
"إِنَّ
أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ، ثُمَّ نَرْجِعَ
فَنَنْحَرَ. فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا، وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ
الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ [عَجَّلَهُ] لِأَهْلِهِ، لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ
فِي شَيْءٍ"
Sesungguhnya perbuatan yang mula-mula kita lakukan di hari kita sekarang
ini ialah mengerjakan salat (Idul Adha), kemudian kita pulang dan
menyembelih kurban. Barang siapa yang mengerjakannya, berarti dia telah
melakukan hal yang sesuai dengan sunnah kita. Dan barang siapa yang menyembelih
kurbannya sebelum salat (Hari Raya Idul Adha), maka sesungguhnya
sembelihannya itu adalah daging biasa yang ia suguhkan kepada keluarganya, tiada
kaitannya dengan kurban sama sekali.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Karena itulah maka Imam Syafii dan sejumlah ulama mengatakan bahwa
sesungguhnya permulaan waktu menyembelih hewan kurban ialah bila matahari telah
terbit di Hari Raya Kurban serta berlalu waktu yang cukup untuk salat hari raya
dan dua khotbahnya.
Imam Ahmad menambahkan, hendaknya Imam melakukan penyembelihan sesudah itu,
karena berdasarkan hadis yang disebutkan di dalam Sahih Muslim yang
menyebutkan,
وَأَلَّا
تَذْبَحُوا حَتَّى يَذْبَحَ الْإِمَامُ
"Dan janganlah kalian menyembelih kurban sebelum imam menyembelih
kurbannya."
Imam Abu Hanifah mengatakan, "Orang-orang yang tinggal di daerah-daerah
terpencil atau di kampung-kampung pedalaman dan lain sebagainya yang jauh dari
keramaian, diperbolehkan melakukan penyembelihan kurbannya sesudah fajar terbit,
karena tidak disyariatkan mendirikan salat hari raya bagi mereka (menurut
pendapat Imam Abu Hanifah). Adapun orang-orang yang tinggal di daerah-daerah
perkotaan, mereka tidak boleh menyembelih hewan kurbannya sebelum imam usai dari
salatnya." Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Kemudian menurut suatu pendapat, tidak disyariatkan menyembelih kurban
kecuali hanya pada Hari Raya Kurban saja. Menurut pendapat yang lainnya, bagi
penduduk perkotaan penyembelihan dilakukan pada Hari Raya Kurban, karena
mudahnya mendapatkan hewan kurban di kalangan mereka. Adapun bagi penduduk
daerah pedalaman dan kampung-kampung yang jauh, maka menyembelih hewan kurban
dapat dilakukan pada Hari Raya Kurban dan hari-hari Tasyriq sesudahnya; pendapat
ini dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair. Menurut pendapat lain, Hari Raya Kurban
dan satu hari lagi sesudahnya bagi semua orang. Menurut pendapat lainnya lagi,
dua hari sesudahnya selain Hari Raya Kurban; pendapat ini dikatakan oleh Imam
Ahmad.
Menurut pendapat yang lain, Hari Raya Kurban dan tiga hari Tasyriq
sesudahnya. Pendapat ini dikatakan oleh Imam Syafii berdasarkan hadis Jubair
ibnu Mut'im yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"وَأَيَّامُ
التَّشْرِيقِ كُلُّهَا ذَبْحٌ".
Hari-hari Tasyriq semuanya adalah hari penyembelihan kurban.
Imam Ahmad dan Ibnu Hibban meriwayatkannya pula.
Menurut suatu pendapat, sesungguhnya waktu menyembelih kurban itu memanjang
sampai dengan akhir bulan Zul Hhjah. Pendapat ini dikatakan oleh Ibrahim
An-Nakha'i serta Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dan pendapat ini dinilai
garib.
*******************
Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ
سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}
Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian,
mudah-mudahan kalian bersyukur. (Al-Hajj: 36)
Allah Swt. berfirman, bahwa untuk tujuan itulah,
{سَخَّرْنَاهَا
لَكُم}
Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian. (Al-Hajj-36)
Yakni Kami tundukkan unta-unta itu bagi kalian dan Kami jadikan mereka tunduk
patuh kepada kalian. Jika kalian ingin mengendarainya, kalian dapat
mengendarainya; dan jika kalian ingin memerah air susunya, kalian dapat
memerahnya; dan jika kalian ingin dagingnya, kalian dapat menyembelihnya.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{أَوَلَمْ
يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ
لَهَا مَالِكُونَ}
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan
binatang ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan
dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? (Yasin: 71)
sampai dengan firman-Nya:
أَفَلا
يَشْكُرُونَ
Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (Yasin: 73)
Di dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{كَذَلِكَ
سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}
Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian,
mudah-mudahan kalian bersyukur. (Al-Hajj: 36)