Tafsir Surat Al Mu’minun, ayat 57-61
{إِنَّ
الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ (57) وَالَّذِينَ هُمْ
بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ (58) وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ
(59) وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى
رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ (60) أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا
سَابِقُونَ (61) }
Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati
karena takut (azab) Tuhan mereka, dan
orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang
tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun), dan
orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang
takut, sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itu
bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang
segera memperolehnya.
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ
الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ}
Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab)
Tuhan mereka. (Al Mu’minun: 57)
Yakni keadaan mereka yang selalu mengerjakan perbuatan yang baik dan beriman
serta mengamalkan perbuatan yang saleh, juga mereka takut kepada Allah dan
selalu dicekam oleh rasa khawatir akan tertimpa tipu daya Allah. Seperti yang
dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri, bahwa sesungguhnya orang mukmin itu
menggabungkan dalam dirinya kebaikan dan rasa takut kepada Allah. Dan
sesungguhnya orang munafik itu menggabungkan dalam dirinya keburukan dan merasa
aman dari azab Allah.
{وَالَّذِينَ
هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ}
dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka. (Al
Mu’minun: 58)
Maksudnya, mereka beriman kepada ayat-ayat (tanda-tanda)-Nya, baik yang
bersifat alami maupun yang bersifat hukum syar'i, seperti yang disebutkan di
dalam firman Allah Swt. yang menceritakan tentang Maryam a.s.:
{وَصَدَّقَتْ
بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ}
dan dia membenarkan kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya. (At-Tahrim:
12)
Yaitu Maryam merasa yakin bahwa sesungguhnya apa yang terjadi pada dirinya
(mengandung tanpa suami) tiada lain merupakan takdir dan keputusan Allah dan
syariat yang telah drtetapkan-Nya. Syariat Allah itu jika berupa perintah,
berarti subyeknya disukai dan diridai-Nya. Dan jika berupa larangan, berarti
subyeknya dibenci dan ditolak-Nya. Dan jika kebaikan, berarti subyeknya adalah
perkara yang hak. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَالَّذِينَ
هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ}
Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka
(sesuatu apa pun). (Al Mu’minun: 59)
Yakni mereka tidak menyembah se(ain-Nya bersama Dia, melainkan mengesakan-Nya
dan mengamalkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, bergantung kepada-Nya
segala sesuatu, tidak beristri, dan tidak beranak, dan bahwa Dia tiada tandingan
dan tiada yang menyamai-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ
يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ
رَاجِعُونَ}
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati
yang takut, sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. (Al
Mu’minun: 60)
Yaitu mereka mengasihkan pemberiannya dengan rasa takut dan malu bila tidak
diterima, yang hal ini bersumber dari perasaan takut mereka bila diri mereka
dinilai oleh Allah telah berlaku sembrono terhadap persyaratan memberi.
Hal seperti ini termasuk ke dalam Bab "Bersikap Hati-hati dan Merasa Takut
kepada Allah." Seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ آدَمَ، حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ مِغْوَل، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ سَعِيدِ بْنِ وَهْبٍ، عَنْ عَائِشَةَ؛ أَنَّهَا قَالَتْ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، {وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ} ،
هُوَ الَّذِي يَسْرِقُ وَيَزْنِي وَيَشْرَبُ الْخَمْرَ، وَهُوَ يَخَافُ اللَّهَ
عَزَّ وَجَلَّ؟ قَالَ: "لَا يَا بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ، يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ،
وَلَكِنَّهُ الَّذِي يُصَلِّي وَيَصُومُ وَيَتَصَدَّقُ، وَهُوَ يَخَافُ اللَّهَ
عَزَّ وَجَلَّ".
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada
kami Malik ibnu Magul, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sa'id
ibnu Wahb, dari Aisyah yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai
Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan “orang-orang yang mengerjakan
perbuatan mereka, sedangkan hati mereka takut” itu adalah orang yang
mencuri, berzina, dan minum khamr dalam keadaan takut kepada Allah?" Rasulullah
Saw. menjawab: Tidak, hai anak perempuan As-Siddiq. Tetapi dia adalah orang
yang salat, puasa, dan bersedekah, sedangkan ia takut kepada Allah Swt.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Abu Hatim melalui
hadis Malik ibnu Magul, dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
"لَا
يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ، وَلَكِنَّهُمُ الَّذِينَ يُصَلُّونَ وَيَصُومُونَ
وَيَتَصَدَّقُونَ، وَهُمْ يَخَافُونَ أَلَّا يُقْبَلَ مِنْهُمْ، {أُولَئِكَ
يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ}
Tidak, hai anak perempuan As-Siddiq. Tetapi mereka adalah orang-orang yang
salat, puasa, dan bersedekah, sedangkan hati mereka merasa takut tidak diterima
amalnya. mereka itu bersegera mendapat kebaikan-kebaikan. (Al Mu’minun:
61)
Imam Turmuzi mengatakan, telah diriwayatkan melalui hadis Abdur Rahman ibnu
Sa'id, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. hal yang semisal.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi,
dan Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan tafsir ayat ini.
Ulama lain ada yang membaca ayat ini dengan bacaan berikut yang artinya:
"وَالَّذِينَ
يَأْتُونَ مَا أَتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ"
Dan orang-orang yang mengerjakan amal perbuatan mereka dengan hati yang
takut (tidak akan diterima oleh Allah amalannya).
Hal ini telah diriwayatkan secara marfu' dari Nabi Saw. bahwa beliau
Saw. pernah membacanya dengan bacaan tersebut.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah
menceritakan kepada kami Sakhr ibnu Juwariyah, telah menceritakan kepada kami
Ismail Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Abu Khalaf, maula Bani Jumah,
bahwa ia masuk bersama Ubaid ibnu Umair ke dalam rumah Siti Aisyah r.a. Maka
Siti Aisyah r.a. menyambut keduanya dengan ucapan Marhaban, "Selamat datang
dengan Abu Asim, mengapa engkau lama sekali tidak berkunjung kepadaku, apakah
ada sesuatu halangan?" Ia menjawab, "Saya khawatir akan membosankan bila terlalu
sering." Siti Aisyah berkata, "Jangan kamu berbuat begitu lagi." Aku (Ubaid ibnu
Umar) berkata, "Saya datang kepadamu untuk menanyakan tentang suatu ayat dari
Kitabullah, bagaimanakah bacaan Rasulullah Saw. Terhadapnya?" Siti Aisyah
bertanya, "Ayat yang mana?" Saya menjawab bahwa ayat tersebut adalah firman
Allah Swt.: Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan.
(Al Mu’minun: 60) dan firman-Nya: Dan orang-orang yang mengerjakan amal
perbuatan mereka. Siti Aisyah r.a. bertanya, "Manakah di antara dua bacaan
itu yang kamu sukai?" Saya menjawab, "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam
genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya salah satu di antara keduanya memang lebih
saya sukai daripada dunia ini atau dunia dan seisinya," Siti Aisyah bertanya,
"Manakah yang kamu sukai?" Saya membacakan firman-Nya: Dan orang-orang yang
mengerjakan amal perbuatan mereka. Siti Aisyah r.a. menjawab, "Aku bersaksi
bahwa Rasulullah Saw. memang membacanya seperti itu, dan memang ayat itu
diturunkan dengan bacaan seperti itu, tetapi dialeknya memang berbeda-beda."
Di dalam sanad hadis ini terdapat Ismail ibnu Muslim Al-Makki, sedangkan ia
orangnya daif dalam periwayatan hadis. Akan tetapi, qiraat yang pertama
yang dianut oleh jumhur ulama sab'ah dan lain-lainnya adalah pendapat yang lebih
kuat, karena di dalam firman selanjutnya disebutkan:
{أُولَئِكَ
يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ}
mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah
orang-orang yang segera memperolehnya. (Al Mu’minun: 61)
Disebutkan bahwa Allah menjadikan mereka termasuk orang-orang yang bersegera
mendapat kebaikan-kebaikan. S
eandainya makna yang dimaksud adalah seperti qiraat yang lainnya, tentulah
kelanjutannya tidak disebutkan seperti itu, melainkan Minal Muqtasidin
atau Muqsirin yang artinya orang-orang yang pertengahan atau
orang-orang yang membatasi dirinya. Hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui.