Tafsir Surat An-Naml, ayat 62
{أَمَّنْ
يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ
الأرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلا مَا تَذَكَّرُونَ (62) }
Atau siapakah yang memperkenankan
(doa) orang yang dalam kesulitan
apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang
menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping
Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu
mengingatnya).
Allah Swt. mengingatkan bahwa hanya Dialah yang diseru di saat manusia
tertimpa musibah, dan Dialah yang dimohon pertolongan-Nya di saat malapetaka
turun menimpa, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِذَا
مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلا
إِيَّاهُ}
Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang
kamu seru kecuali Dia. (Al-Isra': 67)
{ثُمَّ
إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ}
dan bila kamu ditimpa oleh kemudaratan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu
meminta pertolongan. (An-Nahl: 53)
Artinya tiada seorang pun yang dimintai pertolongan oleh orang yang tertimpa
bahaya selain Dia. Tiada pula yang dapat melenyapkan bahaya dari orang yang
tertimpa bahaya kecuali hanya Dia semata.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا وُهَيْب، حَدَّثَنَا خَالِدٌ
الحَذّاء، عَنْ أَبِي تَمِيمَةَ الهُجَيْمي، عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَلْهُجَيْمٍ قَالَ:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِلَامَ تَدْعُو؟ قَالَ: "أَدْعُو إِلَى اللَّهِ
وَحْدَهُ، الَّذِي إِنْ مَسّك ضُرٌّ فَدَعَوْتَهُ كَشَفَ عَنْكَ، وَالَّذِي إِنْ
أضْلَلْت بِأَرْضٍ قَفْر فدعوتَه رَدّ عَلَيْكَ، وَالَّذِي إِنْ أَصَابَتْكَ سَنة
فدعوتَه أنبتَ لَكَ". قَالَ: قُلْتُ: أَوْصِنِي. قَالَ: "لَا تَسُبَّنَّ أَحَدًا،
وَلَا تَزْهَدنّ فِي الْمَعْرُوفِ، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ وَأَنْتَ
مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهَكَ، وَلَوْ أَنْ تُفرغَ مِنْ دَلوك فِي إِنَاءِ
المستقي، وَاتَّزِرْ
إِلَى نِصْفِ السَّاقِ، فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ. وَإِيَّاكَ
وَإِسْبَالَ الْإِزَارِ، فَإِنَّ إِسْبَالَ الْإِزَارِ مِنَ الْمَخِيلَةِ، [وَإِنَّ
اللَّهَ -تَبَارَكَ تَعَالَى -لَا يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ]
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah
menceritakan kepada kami Wuhaib, telah menceritakan kepada kami Khalid Al-Hazza,
dari Abu Tamimah Al-Hujaimi, dari seorang lelaki dan kalangan Bani Balhajim yang
telah menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai
Rasulullah, kepada siapakah engkau mendoa?" Rasulullah Saw. menjawab: Aku
berdoa kepada Allah semata Yang jika kamu tertimpa bahaya lalu kamu berdoa
kepada-Nya, niscaya Dia akan melenyapkannya darimu; dan Dialah Yang jika kamu
tersesat di padang sahara, lalu kamu berdoa (meminta pertolongan
kepada-Nya), niscaya Dia menunjukkan kepadamu jalan pulang; dan Dialah Yang
jika kamu tertimpa paceklik, lalu kamu berdoa (memohon pertolongan
kepada-Nya), niscaya Dia akan menjadikan daerahmu subur. Lalu ia berkata,
"Kalau begitu, berilah saya petunjuk." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Jangan
sekali-kali kamu mencaci seseorang, dan jangan sekali-kali pula kamu kikir
berbuat kebaikan, sekalipun berupa senyuman yang kamu layangkan kepada saudaramu
saat bersua dengannya, dan sekalipun berupa setimba air yang kamu tuangkan dari
embermu kepada orang yang meminta air. Dan pakailah kain sebatas pertengahan
betismu; jika kamu tidak mau, maka boleh sampai ke mata kaki. Dan janganlah kamu
menjulurkan kainmu sampai ke tanah, karena perbuatan ini termasuk kesombongan,
dan sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang bersifat sombong.
Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui jalur lain dengan menyebutkan nama
sahabat yang menghubungkannya langsung kepada Rasulullah Saw.
Untuk itu Imam Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا
عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا يُونُسُ -هُوَ ابْنُ
عُبَيْدٍ -حَدَّثَنَا عُبَيْدَةُ الهُجَيْمي عَنْ أَبِي تَميمَةَ الهُجَيْمي، عَنْ
جَابِرِ بْنِ سُلَيم الهُجَيمي قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُحْتَبٍ بِشَمْلَة، وَقَدْ وَقَعَ هُدْبها عَلَى
قَدَمَيْهِ، فَقُلْتُ: أَيُّكُمْ مُحَمَّدٌ -أَوْ: رَسُولُ اللَّهِ؟ -فَأَوْمَأَ
بِيَدِهِ إِلَى نَفْسِهِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَا مِنْ أَهْلِ
الْبَادِيَةِ، وفِيَّ جَفَاؤُهُمْ، فَأَوْصِنِي. فَقَالَ: "لَا تحقرَنّ مِنَ
الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ وَوَجْهُكَ مُنْبَسط، وَلَوْ
أَنْ تُفْرِغَ مِنْ دَلْوِكَ فِي إِنَاءِ الْمُسْتَقِي، وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمك
بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلَا تَشْتِمْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ، فَإِنَّهُ يَكُونُ
لَكَ أَجْرُهُ وَعَلَيْهِ وزْرُه. وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الْإِزَارِ، فَإِنَّ
إِسْبَالَ الْإِزَارِ مِنَ المَخيلَة، وَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ،
وَلَا تَسُبَّنّ أَحَدًا". قَالَ: فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ أَحَدًا، وَلَا شَاةً
وَلَا بَعِيرًا
telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad
ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Ubaid, telah
menceritakan kepada kami Ubaidah Al-Hujaimi, dari ayahnya, dari Abu Tamimah
Al-Hujaimi, dari Jabir ibnu Salim Al-Hujaimi yang menceritakan bahwa ia datang
kepada Rasulullah Saw. dengan menyandang selimut menutupi tubuhnya, sedangkan
ujung kain selimut itu menyentuh kedua telapak kakinya, lalu ia bertanya,
"Siapakah di antara kamu yang bernama Muhammad?" Maka Rasulullah Saw. berisyarat
menunjuk ke arah dirinya, dan ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya
berasal dari daerah pedalaman, dan di kalangan kami banyak orang yang berwatak
kasar, maka berilah saya pelajaran." Rasulullah Saw. bersabda: Jangat,
sekali-kali kamu meremehkan kebaikan barang sedikit pun, sekalipun berupa
senyuman yang kamu layangkan kepada saudaramu saat bersua dengannya, dan
sekalipun berupa air yang kamu tuangkan dari timbamu ke dalam wadah orang yang
meminta minum. Dan jika ada seseorang mencacimu dengan kekurangan yang
diketahuinya ada pada dirimu, maka janganlah kamu balas mencacinya dengan
kekurangan yang kamu ketahui ada pada dirinya. Maka sesungguhnya kamu akan
beroleh pahala, sedangkan dia akan beroleh dosa. Dan janganlah kamu menjulurkan
kainmu ke tanah, karena sesungguhnya perbuatan itu termasuk kesombongan, dan
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang bersifat sombong. Dan jangan
sekali-kali kamu mencaci seseorang. Ia mengatakan sejak saat itu ia tidak
berani lagi mencaci seorang pun, bahkan kambing dan untanya pun tidak berani ia
caci.
Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur,
dan di antaranya ada jalur yang kuat ada pada keduanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Abdah
ibnu Nuh, dari Umar ibnul Hajj'aj dari Ubaidillah ibnu Abu Saleh yang mengatakan
bahwa Tawus datang kepadanya untuk menjenguk dirinya. Lalu ia berkata kepada
Tawus, "Hai Abu Abdur Rahman, doakanlah kepada Allah untukku." Tawus menjawab,
"Berdoalah untuk dirimu sendiri, karena sesungguhnya Dia memperkenankan doa
orang yang sedang tertimpa musibah."
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa di dalam kitab-kitab terdahulu ia
menjumpai firman Allah Swt. yang menyebutkan, "Demi Keagungan-Ku, sesungguhnya
barang siapa yang berlindung kepadaKu, maka seandainya seluruh langit dan para
penghuninya —juga seluruh bumi beserta penghuninya— berbuat makar (tipu daya)
terhadap dirinya sesungguhnya Aku akan membuatkan baginya jalan selamat dari
makar itu. Barang siapa yang tidak berlindung (meminta pertolongan) kepadaKu,
sesungguhnya Aku akan mengguncangkan tanah yang ada di bawah telapak kakinya
lalu Aku lemparkan dia ke udara dan menyerahkan dia kepada dirinya."
Al-Hafiz ibnu Asakir dalam biografi seorang lelaki yang menjadi guru Abu
Bakar Muhammad ibnu Daud Ad-Dainuri yang dikenal dengan nama Ad-Duqqi seorang
sufi. Muhammad ibnu Daud menceritakan bahwa lelaki itu pernah menyewa hewan
begalnya untuk suatu perjalanan dari Dimasyq ke Zabdani. Dan di suatu hari ada
seorang lelaki ikut menumpang. Mereka berdua melewati jalan biasa; dan ketika
sampai di tengah perjalanan, ada jalan yang sudah tidak terpakai lagi. Lalu
lelaki yang menumpang berkata kepadanya, "Ambillah jalan ini, karena
sesungguhnya ini adalah jalan pintas." Ia berkata, "Apakah tidak ada pilihan
lain bagiku?" Lelaki itu berkata, "Tidak, bahkan jalan inilah yang terdekat ke
tujuan kita." Akhirnya kami terpaksa menempuhnya dan sampailah kami di suatu
tempat yang terjal, padanya terdapat jurang yang dalam, sedangkan di dalam
jurang itu banyak mayat. Kemudian lelaki itu berkata kepadaku (si perawi),
"Tolong tahanlah laju begal ini, karena aku akan turun." Lelaki itu turun dan
menyingsingkan lengan bajunya, lalu mencabut pisaunya dengan tujuan akan
membunuhku, maka aku lari dari hadapannya, tetapi ia mengejarku. Lalu saya
meminta belas kasihan kepadanya dengan menyebut nama Allah, dan saya katakan
kepadanya, "Ambillah begal ini berikut semua muatan yang ada padanya (biarkanlah
aku selamat, jangan kau bunuh)." Lelaki itu menjawab, "Sesungguhnya aku hanya
menginginkan nyawamu." Aku pertakuti dia dengan siksaan Allah (jika membunuhku),
tetapi ia bersikeras ingin membunuhku dan tidak mau menerima nasihatku, akhirnya
aku menyerahkan diri padanya seraya berkata, "Aku mau menyerah asal kamu berikan
sedikit waktu bagiku untuk salat dua rakaat." Ia menjawab, "Segeralah kamu
lakukan." Aku berdiri dan melakukan salat, tetapi Al-Qur'an yang telah kuhafal
tidak ada yang kuingat lagi, tiada satu huruf pun darinya yang terlintas dalam
pikiranku (karena dalam keadaan takut) sehingga aku hanya berdiri kebingungan,
sedangkan orang yang akan membunuhku mengatakan "Cepat sedikit." Dan Allah
menggerakkan lisanku untuk mengucapkan firman-Nya: Atau siapakah yang
memperkenankan doa orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan
yang menghilangkan kesusahan. (An-Naml: 62). Tiba-tiba aku melihat seorang
pengendara kuda datang dari mulut lembah kami berada, sedangkan di tangannya
terpegang sebuah tombak, lalu ia lemparkan tombak itu ke arah lelaki yang akan
membunuhku, dan tombak tersebut tepat mengenai jantung lelaki itu. Akhirnya dia
terjungkal mati seketika itu juga. Lalu aku bergantung pada penunggang kuda itu
seraya bertanya, "Demi Allah, siapakah engkau ini?" Penunggang kuda menjawab,
"Aku adalah utusan Tuhan yang memperkenankan doa orang yang dalam kesulitan
apabila ia berdoa kepada-Nya". Lalu aku mengambil hewan begalku berikut semua
muatannya dan pulang dengan selamat.
Di dalam biografi Fatimah binti Hasan alias Umrau Ahmad Al-Ajaliyyah
disebutkan, ia telah menceritakan bahwa pada suatu hari orang-orang kafir
berhasil memukul mundur pasukan kaum muslim dalam suatu peperangan. Maka
berhentilah seekor kuda yang baik bersama pengendaranya, pengendaranya adalah
salah seorang hartawan dan termasuk orang yang baik-baik. Si empunya kuda
mengatakan, "Celakalah kamu. Mengapa kamu, sesungguhnya aku persiapkan kamu
hanyalah untuk menghadapi hari seperti ini?" Ternyata si kuda dapat menjawab,
"Bagaimana aku tidak mogok, sedangkan kamu sendiri menyerahkan makananku kepada
para perawat kuda, lalu mereka berbuat aniaya terhadapku, mereka tidak memberiku
makan kecuali hanya sedikit." Si empunya kuda berkata seraya berjanji, "Sesudah
hari ini aku berjanji dengan nama Allah, bahwa aku tidak akan memberimu makan
kecuali di dalam ruang makanku (yakni bersamanya)." Maka dengan serta merta kuda
itu kabur dengan cepat membawa lari empunya yang mengendarainya, sehingga ia
selamat. Sejak saat itu si empunya tidak lagi memberinya makan kecuali di dalam
ruang makannya (yakni bersama-sama dengan dia). Kejadian yang dialaminya itu
tenar di kalangan banyak orang sehingga banyak orang yang datang berkunjung
kepadanya untuk mendengar langsung kisah tersebut, sehingga kisahnya sampai ke
telinga Raja Romawi. Maka ia berkata, "Suatu negeri yang terdapat lelaki seperti
dia tidak akan mengalami kekalahan." Maka Raja Romawi membuat suatu tipu
muslihat untuk membawa lelaki itu ke negerinya. Untuk itu ia mengirimkan seorang
lelaki yang telah murtad dari Islamnya dan telah bergabung bersamanya. Ketika
lelaki murtad itu sampai di tempat lelaki tersebut, ia menampakkan bahwa dirinya
telah bertekad untuk masuk Islam kembali dan tidak akan kafir lagi. Ia
berpura-pura benar dalam Islamnya sehingga beroleh kepercayaan dari lelaki yang
diawasinya itu. Pada suatu hari keduanya berjalan-jalan di tepi pantai,
sedangkan lelaki murtad itu telah berjanji dengan seseorang dari pihak Raja
Romawi untuk membantunya guna menangkap lelaki tersebut. Setelah keduanya
berhasil mengikatnya dan membuatnya tak berdaya, lelaki yang ditangkapnya itu
menengadahkan pandangannya ke langit seraya berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya
keduanya telah menipu saya, maka tolonglah saya dari keduanya menurut apa yang
Engkau kehendaki." Maka pada saat itu juga muncullah dua ekor binatang buas,
lalu kedua binatang buas itu menerkam kedua orang tersebut dan membawa pergi
keduanya, sedangkan lelaki itu pulang ke rumahnya dengan selamat.
*****
Firman Allah Swt:
{وَيَجْعَلُكُمْ
خُلَفَاءَ الأرْضِ}
dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi.
(An-Naml: 62)
Yaitu untuk mengganti generasi yang telah berlalu sebelum mereka, dan menjadi
generasi pengganti mereka, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{إِنْ
يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَسْتَخْلِفْ مِنْ بَعْدِكُمْ مَا يَشَاءُ كَمَا
أَنْشَأَكُمْ مِنْ ذُرِّيَّةِ قَوْمٍ آخَرِينَ}
Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan menggantimu dengan
siapa yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia
menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain. (Al-An'am: 133)
{وَهُوَ
الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ
دَرَجَاتٍ}
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat.
(Al-An'am: 165)
{وَإِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ
خَلِيفَةً}
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". (Al-Baqarah: 30)
Yakni suatu kaum yang sebagian dari mereka mengganti sebagian yang lain yang
telah tiada, seperti yang telah dijelaskan di atas. Hal yang sama telah
diungkapkan pula dalam surat ini melalui firman-Nya:
{وَيَجْعَلُكُمْ
خُلَفَاءَ الأرْضِ}
dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi.
(An-Naml: 62)
Yaitu suatu umat sesudah umat yang lain dan suatu generasi sesudah generasi
yang lain, dan suatu kaum sesudah kaum yang lain. Seandainya Allah menghendaki,
bisa saja Dia menjadikan mereka semua dalam waktu yang sama, dan tidak
menjadikan sebagian dari mereka sebagai keturunan dari sebagian yang lain.
Bahkan seandainya Dia menghendaki, tentulah Dia menciptakan mereka semuanya
sekaligus sebagaimana Dia menciptakan Adam dari tanah. Dan seandainya Allah
menghendaki, Dia dapat menjadikan sebagian dari mereka keturunan sebagian yang
lain, tetapi tidak mematikan seorang pun dari mereka agar kematian mereka
bersamaan sekaligus; dan tentulah bumi ini akan penuh sesak dengan mereka,
sebagaimana penghidupan dan mata pencaharian mereka akan menjadi sempit pula;
sebagian dari mereka membahayakan sebagian yang lainnya.
Akan tetapi, hikmah dan takdir Allah telah menetapkan penciptaan mereka dari
satu diri, kemudian membuat mereka banyak dalam jumlah yang tak terhitung, lalu
menyebarkan mereka di bumi ini dan menjadikan mereka generasi demi generasi dan
umat demi umat, sehingga masa keberadaan mereka habis —begitu pula semua makhluk
lainnya— sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. dan sebagaimana
yang telah dihitung dan dijumlahkan secermat-cermatnya oleh-Nya. Kemudian Allah
menjadikan hari kiamat, lalu setiap orang yang beramal ditunaikan balasan amal
perbuatannya, bila hari kiamat telah terjadi. Karena itulah disebutkan oleh
Allah Swt. dalam firman-Nya:
{قَلِيلا
مَا تَذَكَّرُونَ}
Amat sedikitlah kamu mengingatnya. (An-Naml: 62)