Tafsir Surat An-Nur, ayat 36-38
{فِي
بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ
فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ (36) رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا
بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ
يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأبْصَارُ (37) لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ
أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ
يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ (38) }
Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang
telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada
waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan
tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingati Allah, dan (dari) mendirikan salat, dan (dari)
membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu)
hati dan penglihatan menjadi guncang. (Mereka mengerjakan yang demikian
itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah
karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya tanpa batas.
Setelah membuat misal tentang kalbu orang mukmin dan menjelaskan tentang
hidayah dan ilmu yang terkandung di dalamnya, yang semuanya itu diumpamakan
dengan lentera yang berada di dalam kaca yang jernih, sedangkan bahan bakarnya
adalah minyak yang baik. Yang hal tersebut dapat diserupakan dengan lentera
besar. Kemudian Allah menyebutkan tentang tempatnya yang layak, yaitu
masjid-masjid. Masjid-masjid merupakan bagian dari kawasan bumi yang paling
disukai oleh Allah Swt. Masjid-masjid merupakan rumah-rumah Allah yang di
dalamnya Dia disembah dan diesakan. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{فِي
بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ}
Di dalam masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan.
(An-Nur: 36)
Yakni telah diperintahkan oleh Allah agar dirawat dan dibersihkan dari
kekotoran, omongan yang tidak ada gunanya, juga semua perbuatan yang tidak layak
bagi kesuciannya.
Demikianlah menurut apa yang telah dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini: Di dalam masjid-masjid yang
telah diperintahkan untuk dimuliakan. (An-Nur: 36) Allah melarang dilakukan
percakapan yang tidak ada gunanya di dalam masjid-masjid.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Abu Saleh, Ad-Dahhak, Nafi' ibnu
Jubair, Abu Bakar ibnu Sulaiman ibnu Abu Khaisamah, dan Sufyan ibnu Husain serta
lain-lainnya dari kalangan ulama tafsir.
Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan buyut (rumah-rumah) yang
termaktub dalam ayat adalah masjid-masjid ini yang Allah Swt. memerintahkan agar
dibangun, diramaikan, dimuliakan, dan disucikan. Telah diriwayatkan kepada
kami, Ka'b pernah mengatakan bahwa termaktub di dalam kitab Taurat,
"Sesungguhnya rumah-rumah-Ku di bumi ini adalah masjid-masjid. Dan sesungguhnya
barang siapa yang berwudu dengan baik, lalu mengunjungi-Ku di rumah (masjid)-Ku,
Aku akan menghormatinya, dan sudah merupakan suatu keharusan bagi orang yang
dikunjungi untuk menghormati orang yang mengunjunginya." Diriwayatkan oleh
Abdur Rahman ibnu Abu Hatim di dalam kitab tafsirnya.
Mengenai masalah membangun masjid-masjid, menghormatinya, memuliakannya, dan
memberinya wewangian serta dupa, banyak disebutkan oleh hadis-hadis. Pembahasan
mengenai hal ini ditulis secara terpisah, dan saya telah menulis pembahasan
mengenainya dalam suatu juz secara rinci; segala puji bagi Allah dan semua
karunia dari-Nya. Dan dengan pertolongan dari Allah akan kami kemukakan beberapa
petikan dari kandungan kitab tersebut, seperti yang disebutkan berikut:
Diriwayatkan dari Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan r.a. yang mengatakan bahwa
ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"مَنْ
بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللَّهِ، بَنَى اللَّهُ لَهُ مَثْلَهُ فِي
الْجَنَّةِ".
Barang siapa yang membangun masjid karena mengharapkan rida Allah, maka
Allah akan membangunkan untuknya hal yang semisal di dalam surga.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahih
masing-masing.
Telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah melalui Umar ibnul Khattab r.a. yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"مَنْ
بَنَى مَسْجِدًا يُذْكَرُ فِيهِ اسْمُ اللَّهِ، بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي
الْجَنَّةِ"
Barang siapa yang membangun sebuah masjid yang di dalamnya disebut-sebut
nama Allah, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di dalam
surga.
Dalam kitab Imam Nasai disebutkan hal yang semisal melalui Amr ibnu Anbasah;
hadis-hadis mengenai hal ini banyak sekali.
Telah diriwayatkan melalui Siti Aisyah r.a. yang telah mengatakan:
أَمْرَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبِنَاءِ الْمَسَاجِدِ فِي
الدور، وأن تنظف وَتُطَيَّبَ
Rasulullah Saw. telah memerintahkan kita untuk membangun masjid di
perkampungan, masjid-masjid itu agar selalu dibersihkan dan diberi
wewangian.
Hadis riwayat Imam Ahmad dan Ahlus Sunan kecuali Imam Nasai. Telah
diriwayatkan hal yang semisal oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Daud melalui Samurah
ibnu Jundub.
Imam Bukhari mengatakan bahwa Khalifah Umar pernah berkata, "Bangunlah
tempat-tempat ibadah buat manusia, dan janganlah kalian mengecatnya dengan warna
merah atau kuning karena akan berakibat mengganggu kekhusyukan ibadah
mereka."
Ibnu Majah telah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا
سَاءَ عملُ قَوْمٍ قَطُّ إِلَّا زَخْرَفُوا مَسَاجِدَهُمْ"
Tidak sekali-kali amal perbuatan suatu kaum dinilai buruk, melainkan
(bila mereka) menghiasi masjid-masjid mereka.
Tetapi di dalam sanad hadis ini terkandung kelemahan.
Imam Abu Daud telah meriwayatkan melalui Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا
أمِرْتُ بِتَشْيِيدِ الْمَسَاجِدِ"
Aku tidak diperintahkan untuk menghiasi bangunan masjid.
Ibnu Abbas mengatakan yakni menghiasinya dengan hiasan-hiasan sebagaimana
yang dilakukan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani terhadap tempat-tempat
peribadatan mereka.
Diriwayatkan melalui sahabat Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
"لَا
تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِي الْمَسَاجِدِ"
Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum manusia saling bermegah-megahan
dengan masjid-masjid (mereka).
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ahlus Sunan kecuali Imam Turmuzi.
Diriwayatkan melalui Buraidah, bahwa seorang lelaki mengumumkan maklumat
kehilangan di dalam masjid. Ia mengatakan, "Siapakah yang menemukan unta
merah(ku)?" Maka Nabi Saw. bersabda:
"لَا
وَجَدْتَ، إِنَّمَا بُنِيت الْمَسَاجِدُ لِمَا بُنِيَتْ لَهُ".
Semoga kamu tidak menemukan (barang hilangmu). Sesungguhnya
masjid-masjid itu dibangun hanyalah untuk kegunaan yang Sesuai dengan fungsinya
(tempat untuk ibadah).
Hadis riwayat Imam Muslim.
Diriwayatkan dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. melarang melakukan jual beli dan saling
mendendangkan sya'ir di dalam masjid.
Hadis riwayat Imam Ahmad dan Ahlus Sunan. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis
ini hasan.
Abu Hurairah telah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا
رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِدِ، فَقُولُوا: لَا أَرْبَحَ
اللَّهُ تِجَارَتَكَ. وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَنشُد ضَالَّةً فِي الْمَسْجِدِ،
فَقُولُوا: لَا رَدَّ اللَّهُ عَلَيْكَ".
Apabila kalian melihat seseorang melakukan penjualan atau pembelian di
dalam masjid, maka katakanlah oleh kalian, "Semoga Allah tidak menguntungkan
perdaganganmu.” Dan apabila kalian melihat seseorang mempermaklumatkan barang
yang hilang di dalam masjid, maka katakanlah oleh kalian, "Semoga Allah tidak
mengembalikannya kepadamu.”
Hadis riwayat Imam Turmuzi. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan
garib.
Ibnu Majah dan lain-lainnya telah meriwayatkan melalui hadis Ibnu Umar secara
marfu'. Ibnu Umar mengatakah bahwa ada beberapa hal yang tidak layak
dilakukan di dalam masjid; yaitu tidak boleh dijadikan jalan, tidak boleh
menghunus senjata di dalam masjid, tidak boleh merentangkan busur di dalamnya,
tidak boleh menebarkan anak panah di dalamnya, tidak boleh lewat di dalam masjid
dengan membawa daging mentah, tidak boleh melakukan pukulan had di dalam
masjid, tidak boleh melakukan hukum qisas di dalam masjid, dan tidak boleh
menjadikannya sebagai pasar.
Diriwayatkan dari Wasilah ibnul Asqa', dari Rasulullah Saw. yang telah
bersabda:
"جَنِّبوا
الْمَسَاجِدَ صِبْيَانَكُمْ وَمَجَانِينَكُمْ، وَشِرَاءَكُمْ وَبَيْعَكُمْ،
وَخُصُومَاتِكُمْ وَرَفْعَ أَصْوَاتِكُمْ، وَإِقَامَةَ حُدُودِكُمْ وَسَلَّ
سُيُوفِكُمْ، وَاتَّخِذُوا عَلَى أَبْوَابِهَا الْمَطَاهِرَ، وجَمّروها فِي
الجُمَع".
Jauhkanlah masjid-masjid dari anak-anak kecil kalian, orang-orang gila
kalian, jual beli kalian, persengketaan kalian, bersuara keras, menegakkan
hukuman-hukuman had, dan menghunus pedang (senjata di dalamnya). Dan
buatkanlah tempat bersucidi dekat pintu-pintunya, dan berilah dupa di dalamnya
di hari-hari jumat.
Hadis diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah, tetapi hadis ini dan hadis yang
sebelumnya berpredikat lemah.
Adapun mengenai masalah menjadikan masjid sebagai jalan untuk lewat, menurut
sebagian ulama hukumnya makruh, terkecuali jika ada keperluan penting yang tidak
terelakkan lagi melainkan harus melalui masjid. Di dalam sebuah asar disebutkan
bahwa para malaikat benar-benar merasa heran dengan seseorang yang melalui
masjid tanpa melakukan salat di dalamnya.
Adapun mengenai masalah tidak boleh menghunus senjata di dalam masjid, tidak
boleh merentangkan busur, dan menebarkan anak panah, penyebabnya ialah karena
dikhawatirkan mengenai diri orang lain, mengingat banyaknya orang yang melakukan
salat di dalamnya. Karena itulah maka Rasulullah Saw. memerintahkan, apabila
seseorang melalui masjid dengan membawa anak panah, hendaknya ia memegang bagian
ujungnya agar tidak mengenai orang lain, seperti yang telah disebutkan di dalam
hadis sahih.
Adapun mengenai larangan melalui masjid sambil membawa daging mentah,
penyebabnya ialah karena dikhawatirkan adanya darah yang menetes dari daging
mentah itu sehingga mengotori masjid. Sebagaimana wanita yang berhaid dilarang
melalui masjid bila dikhawatirkan darahnya akan mengotori masjid yang
dilaluinya.
Mengenai masalah tidak boleh melakukan eksekusi hukuman had pukulan,
juga had qisas di dalam masjid, karena dikhawatirkan akan keluarnya najis
dari si terhukum atau siterpotong.
Masalah tidak boleh menjadikan masjid sebagai pasar (untuk melakukan
transaksi jual beli) karena adanya larangan melakukan hal tersebut, seperti yang
telah diterangkan sebelum ini dalam sebuah hadis yang menerangkannya. Karena
sesungguhnya masjid itu dibangun hanya untuk menyebut nama Allah dan salat di
dalamnya, sebagaimana yang disebutkan oleh sebuah hadis yang menceritakan
tentang sabda Nabi Saw. kepada seorang Badui yang kencing di suatu sudut masjid,
yaitu:
"إِنَّ
الْمَسَاجِدَ لَمْ تُبْنَ لِهَذَا، إِنَّمَا بُنِيَتْ لِذِكْرِ اللَّهِ
وَالصَّلَاةِ فِيهَا"
Sesungguhnya masjid itu tidak dibangun untuk tujuan seperti itu, melainkan
masjid dibangun untuk menyebut nama Allah dan melakukan salat di
dalamnya.
Kemudian Nabi Saw. memerintahkan agar bekas air kencing orang Badui itu
disiram dengan setimba air.
Dalam hadis yang kedua disebutkan:
"جَنِّبوا
مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ"
Hindarkanlah masjid-masjid kalian dari anak-anak kalian!
Demikian itu karena kesukaan anak-anak bermain-main. Meraka tidak dapat
membedakan antara masjid dan yang lainnya, sedangkan masjid itu bukanlah tempat
untuk bermain-main. Dahulu Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. apabila melihat
anak-anak bermain-main di dalam masjid, ia memukuli mereka dengan cemeti. Dan ia
selalu memeriksa masjid sesudah isya, maka tidak dibiarkannya ada seseorang di
dalamnya.
Dalam teks hadis selanjutnya disebutkan, "(Hindarkanlah pula masj id-masjid
kalian dari) orang-orang gila kalian," yakni mengingat lemahnya akal mereka dan
akan menjadi bahan olok-olokkan orang lain, sehingga berakibat terjadinya
main-main di dalam masjid. Juga karena dikhawatirkan orang-orang gila tersebut
akan mengotori masjid serta melakukan perbuatan-perbuatan lain yang tidak sesuai
dengan kesucian masjid.
Dalam teks berikutnya disebutkan, "Dan (hindarkanlah masjid-masjid kalian
dari) jual beli kalian," seperti yang telah disebutkan di atas yang melarang
melakukan jual beli di dalam masjid.
Yang dimaksud dengan khusumatukum ialah peradilan kalian. Karena itu,
kebanyakan ulama me-was-kan bahwa seorang hakim (kadi) tidak boleh melakukan
suatu proses peradilan di dalam masjid, melainkan harus di tempat lain. Demikian
itu karena dalam suatu peradilan akan banyak terjadi pertengkaran dan kata-kata
yang tidak pantas bagi kesucian masjid. Karena itulah dalam teks hadis
berikutnya disebutkan, "Dan (hindarkanlah masjid kalian dari) suara keras
kalian."
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah,
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu-Sa'id, telah menceritakan kepada kami
Al-Ja'd ibnu Abdur Rahman yang mengatakan, telah menceritakan kepadanya Yazid
ibnu Khasifah, dari As-Sa-ib ibnu Yazid Al-Kindi yang mengatakan, "Ketika aku
sedang berdiri di dalam masjid, maka ada seorang lelaki yang melempar dengan
batu kerikil, lalu aku menoleh dan ternyata orang itu adalah Umar Ibnul
Khattab." Lalu Umar berkata, 'Pergilah dan bawalah ke hadapanku kedua orang itu
(yang sedang bertengkar).' Maka aku membawa kedua orang itu ke hadapannya. Umar
r.a. bertanya, 'Siapakah kamu berdua?' Atau Umar bertanya, 'Dari manakah kamu
berdua?' Keduanya menjawab, 'Kami dari penduduk Ta'if.' Umar berkata,
'Seandainya kamu berdua berasal dari kota ini (Madinah), tentulah aku akan
membuat kamu berdua kesakitan. Kamu berdua mengangkat suaramu keras-keras di
dalam masjid Rasulullah Saw.'."
Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Nasr, dari
Abdullah ibnul Mubarak, dari Syu'bah, dari Sa;id ibnu Ibrahim, dari
ayahnya (yaitu Ibrahim ibnu Abdur Rahman ibnu Auf) yang mengatakan bahwa Umar
mendengar suara keras seorang lelaki di dalam masjid, maka ia berkata, "Tahukah
kamu di manakah kamu berada?" Asar ini pun berpredikat sahih.
Dalam teks berikutnya disebutkan, "Dan (janganlah kalian) melakukan
hukuman-hukuman had kalian, jangan pula kalian menghunus pedang-pedang
kalian (di dalam masjid)." Penjelasan mengenai makna teks ini telah disebutkan
di atas.
Teks hadis yang menyebutkan, "Dan buatkanlah di dekat pintu-pintunya tempat
untuk bersuci." Makna yang dimaksud ialah kamar-kamar kecil yang dapat digunakan
untuk berwudu, juga sebagai tempat buang air besar dan buang air kecil. Dahulu
di dekat masjid Rasulullah terdapat gentong-gentong besar berisikan air yang
mereka gunakan untuk memberi minum hewan kendaraan mereka, untuk minum mereka,
untuk bersuci, berwudu, serta kegunaan lainnya.
Teks hadis yang mengatakan, "Dan berilah dupa di setiap hari Jumat," yakni
berilah masjid bau-bauan yang harum —seperti dupa— pada setiap hari Jumat,
karena banyaknya orang yang datang ke masjid. Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, telah menceritakan kepada
kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Abdullah ibnu Umar, dari Nafi', dari Ibnu
Umar, bahwa Khalifah Umar selalu memberi dupa masjid Rasulullah Saw. setiap hari
Jumat. Sanad asar ini hasan dan tidak mengandung cela.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"صَلَاةُ
الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّف عَلَى صِلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ،
خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا.
Salat seseorang dalam jamaah, pahalanya berkali lipat salat di dalam
rumahnya, dan di dalam pasarnya sebanyak dua puluh lima kali lipat.
Demikian itu karena apabila ia berwudu dengan baik, lalu berangkat ke masjid
tanpa niat lain kecuali hanya melakukan salat di masjid, maka tidaklah ia
melangkah satu kali langkah melainkan ditinggikan baginya pahala satu derajat
dan dihapuskan darinya satu buah dosa. Apabila ia telah menunaikan salatnya,
para malaikat terus-menerus memohonkan ampun baginya selama ia masih berada di
tempat salatnya, "Ya Allah, ampunilah dia dan rahmatilah dia." Dia telah berada
dalam salatnya selagi ia menunggu kedatangan waktu salat itu.
Dalam hadis Imam Daruqutni disebutkan sebuah hadis marfu' yang
mengatakan:
"لَا
صَلَاةَ لِجَارِ الْمَسْجِدِ إِلَّا فِي الْمَسْجِدِ"
Tiada salat (yang sempurna) bagi tetangga masjid kecuali di dalam
masjid.
Di dalam kitab-kitab sunan disebutkan hadis berikut:
"بشِّر
الْمَشَّائِينَ إِلَى الْمَسَاجِدِ فِي الظُّلَمِ بِالنُّورِ التَّامِّ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ"
Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang banyak berjalan kaki
menuju ke masjid di kegelapan (malam) dengan nur (cahaya) yang
sempurna kelak di hari kiamat.
Orang yang hendak memasuki masjid disunatkan melangkahkan kaki kanannya
terlebih dahulu saat memasukinya, lalu mengucapkan doa berikut yang disebutkan
di dalam kitab Sahih Bukhari, melalui Abdullah ibnu Umar r.a., dari
Rasulullah Saw., bahwa beliau Saw. apabila memasuki masjid mengucapkan doa
berikut:
أَعُوذُ
بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيمِ، وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيمِ، مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ"
Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung dan kepada Zat-Nya Yang
Mahamulia, dan kepada Kekuasaan-Nya Yang Mahadahulu dari godaan setan yang
terkutuk.
Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa manakala Ibnu Umar mengucapkan doa ini, ia
mengatakan, "Setan tidak dapat menggodaku sepanjang hari.
Imam Muslim telah meriwayatkan berikut sanadnya melalui Abu Humaid atau Abu
Usaid yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا
دخل أحدكم المسجد فليقل: اللهم افتح لي أبواب رحمتك، وإذا خرج فليقل: اللهم إني
أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ".
Apabila seseorang diantara kalian memasuki masjid, hendaklah ia
mengucapkan, "Ya Allah, bukakanlah untukku semua pintu rahmat-Mu.” Dan apabila
keluar (dari masjid), hendaklah mengucapkan, "Ya Allah, bukakanlah
untukku pintu-pintu karunia-Mu.”
Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui keduanya (Abu Humaid dari Abu Usaid)
dari Nabi Saw.
Abu Hurairah r.a. telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا
دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ، فَلْيُسَلِّمْ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِيَقُلِ: اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.
وَإِذَا خَرَجَ فَلْيُسَلِّمْ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَلِيَقِلِ: اللَّهُمَّ اعْصِمْنِي مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ"
Apabila seseorang di antara kalian memasuki masjid, hendaklah mengucapkan
salam kepada Nabi Saw., lalu mengucapkan, "Ya Allah, bukakanlah bagi semua pintu
rahmat-Mu.” Dan apabila keluar darinya, hendaklah mengucapkan salam kepada Nabi
Saw., lalu mengucapkan, "Ya Allah, peliharalah diriku dari godaan setan yang
terkutuk.”
Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah serta Ibnu Hibban telah meriwayatkan hadis ini
di dalam kitab sahihnya masing-masing.
وَقَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا لَيْث
بْنُ أَبِي سُلَيْمٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَسَنٍ. عَنْ أُمِّهِ فَاطِمَةَ
بِنْتِ حُسَيْنٍ، عَنْ جَدَّتِهَا فَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ صَلَّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَسَلَّمَ، ثُمَّ
قَالَ:"اللَّهُمَّ، اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي، وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ".
وَإِذَا خَرَجَ صَلَّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اللَّهُمَّ،
اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي، وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ فَضْلِكَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim,
telah menceritakan kepada kami Lais ibnu Abu Sulaim, dari Abdullah ibnu Husain,
dari ibunya (yaitu Fatimah binti Husain), dari neneknya (yaitu Fatimah binti
Rasulullah) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bila memasuki masjid terlebih
dahulu membaca salawat dan salam buat dirinya, kemudian mengucapkan doa berikut:
Ya Allah, ampunilah semua dosaku dan bukakanlah untukku semua pintu
rahmat-Mu. Apabila beliau keluar dari masjid, terlebih dahulu mengucapkan
salawat dan salam untuk dirinya, lalu mengucapkan doa berikut:, Ya Allah,
ampunilah semua dosaku dan bukakanlah bagiku semua pintu kemurahan-Mu.
Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan pula hadis ini. Imam
Turmuzi mengatakan bahwa predikat hadis ini hasan, sanadnya tidak
muttasil karena Fatimah binti Husain As-Sugra tidak menjumpai masa
Fatimah Al-Kubra binti Rasulullah Saw.
Semua hadis yang telah kami ketengahkan di atas sengaja kami sajikan dengan
singkat agar tidak bertele-tele, kesemuanya itu termasuk ke dalam pengertian
firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فِي
بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ}
Di dalam masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan.
(An-Nur: 36)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَيُذْكَرَ
فِيهَا اسْمُهُ}
dan disebut nama-Nya di dalamnya. (An-Nur: 36)
Semisal dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَا
بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ}
Hai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki)
masjid. (Al-A'raf: 31)
{وَأَقِيمُوا
وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ
الدِّينَ}
Dan (katakanlah), "Luruskanlah muka (diri) kalian di setiap
salat dan sembahlah Allah dengari mengikhlaskan ketaatan kalian kepada-Nya.
(Al-A'raf: 29)
Dan firman Allah Swt.:
{وَأَنَّ
الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا}
Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. (Al-Jin:
18), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah Swt.: dan disebut nama-Nya di dalamnya. (An-Nur:
36) Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah dibaca kitabnya (Al-Qur'an)
di dalamnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يُسَبِّحُ
لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ}
bertasbih kepada Allah di dalam masjid-masjid itu, pada waktu pagi dan
waktu petang. (An-Nur: 36)
Yakni di waktu-waktu pagi hari dan waktu-waktu petang hari. Al-A'sal
bentuk jamak dari asil yang artinya penghujung siang hari.
Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setiap lafaz
tasbih yang terdapat di dalam Al-Qur'an artinya salat. Ali ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan al-guduwwi ialah salat
subuh, dan yang dimaksud dengan a sal ialah salat asar. Kedua salat ini
merupakan salat yang mula-mula difardukan oleh Allah Swt. Karena itulah maka
Allah Swt. suka menyebutkan keduanya dan menceritakan keutamaan keduanya kepada
hamba-hamba-Nya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan dan Ad-Dahhak. bertasbih
kepada Allah di dalam masjid-masjid itu, pada waktu pagi dan waktu petang.
(An-Nur: 36) Yaitu salat.
Sebagian ulama ahli qiraat membacanya yusabbahu dengan mem-fathah-kan
huruf ba-nya, yakni di-mabni maf'ul-kans dan
di-waqaf-kan dengan waqaf tam pada firman-Nya, "Walasal"
Sedangkan firman berikutnya merupakan kalimat baru, sehingga artinya menjadi
seperti berikut: "Disucikan nama Allah di dalam masjid-masjid pada waktu pagi
dan waktu petang."
*******************
Adapun mengenai firman-Nya:
{رِجَالٌ
لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ}
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula)
oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37)
seakan-akan ia menjadi tafsir dari fa'il (pelaku) yang tidak
disebutkan, seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan seorang
penyair:
لِيُبْكَ
يزيدُ، ضارعٌ لخُصُومة ...
ومُخْتَبطٌ مِمَّا تُطيح الطّوَائحُ ...
Kupenuhi seruanmu, hai Yazid, seorang
yang ganas dan tak pandang bulu dalam menghadapi persengketaan yang timbul dari
keadaan zaman.
Seakan-akan dikatakan, "Siapakah yang membuatnya menangis?" Maka dijawab,
"Ini yang membuatnya menangis." Dan seakan-akan dikatakan, "Siapakah yang
bertasbih kepada Allah di dalam masjid-masjid?" Maka dijawab, "Laki-laki."
Adapun mengenai qiraat ulama yang membacanya yusabbihu, berarti
menjadikannya sebagai fi'il dan fa'il-nya adalah rijalun.
Karena itu tidak baik melakukan waqaf melainkan hanya pada
fa'il-nya, sebab fa'il' merupakan kesempurnaan kalimat yang
sebelumnya.
Penyebut rijalun (yang artinya laki-laki) mengandung pengertian yang
mengisyaratkan kepada tugas mereka yang luhur dan niat serta tekadnya yang
tinggi, yang berkat itu semua mereka menjadi pemakmur masjid-masjid yang
merupakan rumah-rumah Allah di bumi-Nya, sebagai tempat untuk beribadah
kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, mengesakan dan menyucikan-Nya. Sebagaimana
yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ}
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang
telah mereka janjikan kepada Allah. (Al-Ahzab: 23), hingga akhir ayat
Adapun mengenai kaum wanita, maka salat mereka di dalam rumahnya lebih utama
bagi mereka, karena berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud
melalui sahabat Abdullah ibnu Mas'ud r.a., dari Nabi Saw. yang telah
bersabda:
"صَلَاةُ
الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا، وَصَلَاتُهَا
فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا"
Salat wanita di dalam rumahnya lebih utama daripada salatnya di dalam
ruangan tamunya, dan salatnya di dalam kamarnya lebih utama daripada salatnya di
dalam rumahnya.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ غَيْلان، حَدَّثَنَا رِشْدِين،
حَدَّثَنِي عَمْرٌو، عَنْ أَبِي السَّمْحِ، عَنِ السَّائِبِ مَوْلَى أُمِّ سَلَمَةَ
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، -عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "خَيْرُ مَسَاجِدِ النِّسَاءِ [قَعْرُ]
بُيُوتِهِنَّ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Gailan,
telah menceritakan kepada kami Rasyidin, telah menceritakan kepadaku Amr dari
Abu Assamh, dari Assaib mau la Ummu Salamah, dari Ummu Salamah r.a., dari
Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sebaik-baik masjid kaum wanita ialah
bagian dalam rumah mereka.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا هَارُونُ، أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ قَيْسٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُوَيد
الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ عَمَّتِهِ أُمِّ حُمَيْدٍ -امْرَأَةِ أَبِي حُمَيْدٍ
السَّاعِدِيِّ -أَنَّهَا جَاءَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أُحِبُّ الصَّلَاةَ مَعَكَ قَالَ: "قَدْ
عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلَاةَ مَعِي، وَصَلَاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ
مِنْ صَلَاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ، وَصَلَاتُكِ فِي حُجْرَتك خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ
فِي دَارِكِ، وَصَلَاتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِي مَسْجِدِ
قَوْمِكِ، وَصَلَاتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِي
مَسْجِدِي".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun, telah
menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Daud
ibnu Qais, dari Abdullah ibnu Suwaid Al-Ansari, dari bibinya (yaitu Ummu Humaid,
istri Abu Humaid As-Sa'idi), bahwa ia datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya,
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku suka mengerjakan salat bersamamu (Yakni
berjamaah di masjid Rasulullah Saw.)." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Saya
telah mengetahui bahwa engkau menyukai salat bersamaku. Salat kamu
di dalam rumahmu lebih baik daripada salatmu di dalam ruangan tamumu, dan
salatmu di dalam ruangan tamumu lebih baik daripada salatmu di dalam pekarangan
rumahmu, dan salatmu di dalam pekarangan rumahmu lebih baik daripada salatmu di
dalam masjid kaummu, dan salatmu di dalam masjid kaummu lebih baik daripada
salatmu di dalam masjidku.
Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Ummu Humaid memerintahkan agar
dibangunkan sebuah surau khusus buatnya di salah satu bagian rumahnya. Maka ia
selalu mengerjakan salatnya di dalam surau itu hingga meninggal dunia.
Mereka (para ahli hadis) tidak ada yang mengetengahkan hadis ini.
Perlu diingat bahwa seorang wanita diperbolehkan mengikuti salat jamaah
bersama kaum laki-laki, tetapi dengan syarat hendaknya ia tidak mengganggu
seseorang pun dari jamaah kaum laki-laki yang ada dengan menampakkan
perhiasannya atau menebarkan bau wewangiannya. Seperti yang disebutkan di dalam
kitab sahih melalui Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"لَا
تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ"
Janganlah kalian mencegah hamba-hamba wanita Allah dari masjid-masjid
Allah.
Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Menurut riwayat Imam Ahmad dan Imam Abu Daud disebutkan:
"وَبُيُوتُهُنَّ
خَيْرٌ لَهُنَّ"
dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi (salat) mereka.
Menurut riwayat lain disebutkan:
"وَلِيَخْرُجْنَ
وَهُنَّ تَفِلات"
dan hendaklah mereka (kaum wanita) keluar dalam keadaan tidak
memakai wewangian.
Di dalam kitab Sahih Muslim telah disebutkan melalui Zainab (istri
Abdullah ibnu Mas'ud) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda
kepada kami (kaum wanita):
"إِذَا
شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ الْمَسْجِدَ فَلَا تَمَسَّ طِيبًا"
Apabila seseorang di antara kalian mendatangi masjid (untuk salat
berjamaah), janganlah ia memakai wewangian.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Siti Aisyah r.a. yang
menceritakan bahwa dahulu kaum wanita mukmin mengikuti salat subuh bersama
Rasulullah Saw., kemudian mereka pulang dengan menutupi kepala mereka dengan
kain kerudungnya; mereka tidak dikenal karena cuaca masih gelap.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula dari Siti Aisyah r.a. yang
telah mengatakan, "Seandainya Rasulullah Saw. menjumpai masa timbulnya bid'ah
yang dilakukan oleh kaum wanita (sekarang), tentulah beliau melarang mereka
mendatangi masjid-masjid, sebagaimana kaum wanita Bani Israil dilarang
(mendatangi tempat peribadatan mereka di masa lalu)."
*******************
Firman Allah Swt.:
{رِجَالٌ
لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ}
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula)
oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37)
Sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ
ذِكْرِ اللَّهِ}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak
kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. (Al-Munafiqun: 9), hingga
akhir ayat.
Dan firman Allah Swt.:
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ
فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ}
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada
hari Jumat, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah
jual beli. (Al-Jumu'ah: 9), hingga akhir ayat.
Allah Swt. berfirman bahwa tidak dapat menyibukkan mereka dunia dan
kegemerlapannya serta perhiasannya, juga kesenangan melakukan jual beli, dari
mengingati Tuhan mereka Yang telah menciptakan mereka dan Yang memberi mereka
rezeki. Mereka mengetahui bahwa pahala yang ada di sisi Allah lebih baik dan
lebih bermanfaat bagi mereka daripada harta benda yang ada di tangan mereka;
karena harta benda yang ada pada mereka pasti habis, sedangkan pahala yang ada
di sisi Allah kekal. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{لَا
تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ
وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ}
yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual
beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan salat, dan (dari)
membayarkan zakat. (An-Nur: 37)
Yakni mereka lebih mendahulukan ketaatan kepada Allah dan perintah Allah
serta apa yang disukai oleh-Nya:
Hasyim telah meriwayatkan dari Syaiban; ia menceritakan sebuah hadis dari
Ibnu Mas'ud, bahwa ia melihat suatu kaum dari kalangan ahli pasar saat
dikumandangkan seruan untuk menunaikan salat fardu. Maka mereka meninggalkan
jual beli mereka, lalu bangkit menuju tempat salat untuk menunaikan salat. Maka
Abdullah ibnu Mas'ud berkata bahwa mereka termasuk orang-orang yang disebutkan
oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh
perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah.
(An-Nur: 37), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Amr ibnu Dinar Al-Qahramani, dari
Salim, dari Abdullah ibnu Umar r.a., bahwa ketika ia berada di sebuah pasar dan
seruan untuk salat dikumandangkan, maka mereka menutup kios-kios mereka, lalu
masuk ke dalam masjid (untuk menunaikan salat). Maka Ibnu Umar berkata
sehubungan dengan sikap mereka itu, bahwa berkenaan dengan orang-orang seperti
merekalah ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: laki-laki yang tidak
dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingati Allah. (An-Nur: 37)
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu
Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bukair As-San'ani, telah
menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada
kami Abdullah ibnu Bujair, telah menceritakan kepada kami Abu Abdu Rabbihi,
bahwa Abu Darda pernah mengatakan bahwa sesungguhnya ia mangkal di tangga ini
untuk menjajakan barang dagangan, setiap hari ia beroleh keuntungan tiga ratus
dinar, dan setiap hari ia dapat melakukan salat berjamaah di masjid. Kemudian ia
menegaskan bahwa sesungguhnya ia tidak mengatakan bahwa perbuatannya itu tidak
halal, tetapi ia suka bila termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Allah Swt.
di dalam firman-Nya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan
tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37)
Amr ibnu Dinar Al-A'war mengatakan bahwa pada suatu hari ia bersama Salim
ibnu Abdullah menuju ke masjid. Mereka melalui pasar kota Madinah, sedangkan
saat itu mereka sedang bangkit menuju ke tempat salat mereka dan barang dagangan
mereka telah mereka tutupi dengan kain. Salim melihat ke arah barang dagangan
mereka, dan ternyata tiada seorang pun yang menjaganya. Maka Salim membacakan
ayat ini, yaitu firman-Nya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan
dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37)
Kemudian Salim mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah orang-orang
seperti mereka itu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Abul Hasan dan
Ad-Dahhak, bahwa perniagaan dan jual beli tidak melalaikan mereka untuk
mengerjakan salat tepat pada waktunya masing-masing.
Matar Al-Waraq mengatakan, dahulu mereka biasa melakukan jual beli, tetapi
jika seseorang dari mereka mendengar seruan azan sedang timbangannya berada di
tangannya, maka mereka meletakkan timbangannya dan pergi untuk mengerjakan
salat.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya:laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak
(pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37) Yakni dari
mengerjakan salat fardu.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan dan Ar-Rabi' ibnu
Anas. As-Saddi mengatakan makna yang dimaksud ialah tidak melalaikan untuk
mengerjakan salat berjamaah.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, bahwa kesibukan mereka dalam berbisnis tidak
melalaikan mereka untuk menghadiri salat jamaah dan menunaikannya seperti yang
diperintahkan oleh Allah Swt., dan mereka memelihara waktu salat lima waktu
berikut semua hal yang diperintahkan oleh Allah Swt. agar dipelihara oleh mereka
dalam mengerjakan salat lima waktu tersebut.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَخَافُونَ
يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأبْصَارُ}
Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan
penglihatan menjadi guncang. (An-Nur: 37)
Yaitu hari kiamat, yang di hari itu semua hati dan penglihatan guncang karena
kedahsyatannya yang sangat dan kengerian-kengerian yang terjadi padanya. Seperti
yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَأَنْذِرْهُمْ
يَوْمَ الآزِفَةِ}
Berilah mereka peringatan dengan hari peristiwa yang dekat (hari
kiamat). (Al-Mu’min: 18)
{إِنَّمَا
يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأبْصَارُ}
Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada
waktu itu mata (mereka) terbelalak. (Ibrahim: 42)
{وَيُطْعِمُونَ
الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ
لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلا شُكُورًا إِنَّا نَخَافُ مِنْ
رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَلِكَ
الْيَوْمِ وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً وَسُرُورًا وَجَزَاهُمْ بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً
وَحَرِيرًا}
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak
yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepada kalian
hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari
kalian dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan
azab suatu hari yang (di hari itu orang-orang bermuka) masam, penuh
kesulitan (yang datang) dari Tuhan kami. Maka Tuhan memelihara mereka
dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah)
dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran
mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera. (Al-Insan:
8-12)
Dan firman Allah Swt. dalam surat ini:
{لِيَجْزِيَهُمُ
اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا}
supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang
lebih baik daripada yang telah mereka kerjakan. (An-Nur: 38)
Yakni mereka termasuk orang-orang yang diterima amal kebaikannya dan
dimaafkan kesalahan dan keburukannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَيَزِيدُهُمْ
مِنْ فَضْلِهِ}
dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. (An-Nur: 38)
Artinya, Allah menerima dengan baik amal kebaikan mereka dan melipatgandakan
pahalanya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّ
اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ }
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang, walaupun sebesar zarrah.
(An-Nisa: 40), hingga akhir ayat.
{مَنْ
جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا}
Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh
kali lipat amalnya. (Al-An'am: 160)
{مَنْ
ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا}
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah). (Al-Baqarah: 245), hingga akhir
ayat.
{وَاللَّهُ
يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ}
Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.
(Al-Baqarah:261)
Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَاللَّهُ
يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ}
Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.
(An-Nur: 38)
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa disuguhkan kepadanya minuman susu laban,
lalu ia menawarkannya kepada teman-teman sekedudukannya seorang demi seorang.
Ternyata mereka semua tidak mau meminumnya karena mereka sedang berpuasa. Untuk
itu maka Ibnu Mas'ud mengambil wadah susu itu dan meminumnya karena dia sedang
tidak puasa, kemudian ia membaca firman-Nya: Mereka takut kepada suatu hari
yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. (An-Nur:
37)
Imam Nasai dan Imam Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Al-A'masy,
dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Ibnu Mas'ud.
قَالَ
[ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ] أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا سُوَيْد بْنُ
سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِر عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ إِسْحَاقَ،
عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَب عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا جَمَعَ اللَّهُ الْأَوَّلِينَ
وَالْآخَرِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، جَاءَ مُنَادٍ فَنَادَى بِصَوْتٍ يُسمع
الْخَلَائِقَ: سَيَعْلَمُ أهلُ الْجَمْعِ مَنْ أَوْلَى بِالْكَرَمِ، لِيَقُمِ
الَّذِينَ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ.
فَيَقُومُونَ، وَهُمْ قَلِيلٌ، ثُمَّ يُحَاسِبُ سَائِرَ
الْخَلَائِقِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ali
ibnu Misar, dari Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Asma
binti Yazid ibnus Sakan yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Apabila Allah menghimpunkan orang-orang yang pertama dan orang-orang yang
kemudian di hari kiamat, maka datanglah juru penyeru yang mengumandangkan
seruannya dengan suara yang dapat terdengar oleh semua makhluk, maka semua
makhluk yang ada di padang mahsyar itu mengetahui siapakah yang mendapat
kehormatan, "Berdirilah orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan
jual belinya dari mengingati Allah!" Maka berdirilah mereka, sedangkan jumlah
mereka sedikit. Kemudian semua makhluk menjalani hisab.
Imam Tabrani telah meriwayatkan melalui hadis Baqiyyah, dari Isma'il ibnu
Abdullah Al-Kindi, dari Al-A'masy, dari Abu Wa-il, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi
Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: agar Allah menyempurnakan kepada
mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. (Fathir:
30) Bahwa pahala mereka ialah Allah memasukan mereka ke dalam surga, dan Allah
memberikan tambahan dari karunia-Nya kepada mereka, yaitu memberikan izin kepada
mereka untuk memberi syafaat kepada orang-orang yang berhak mendapat syafaat,
yakni kepada orang-orang yang telah berbuat kebaikan kepada mereka sewaktu di
dunia.