Tafsir Surat Al-Ahzab, ayat 53-54
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلا أَنْ يُؤْذَنَ
لَكُمْ إِلَى طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ
فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ
إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ وَاللَّهُ لَا
يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ
وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ وَمَا كَانَ
لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ
بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا (53) إِنْ تُبْدُوا
شَيْئًا أَوْ تُخْفُوهُ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا (54)
}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak
menunggu-nunggu waktu masak (makanannya). Tetapi jika kamu diundang, maka
masuklah; dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang
percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi, lalu Nabi malu
kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu
(menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan)
kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir.
Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh
kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini
istri-istrinya sesudah ia wafat selama-lamanya. Sesungguhnya perbuatan itu
adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. Jika kamu melahirkan sesuatu
atau menyembunyikannya, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala
sesuatu.
Inilah ayat hijab yang di dalamnya terkandung hukum-hukum dan etika-etika
syar’iyyah.
Penurunan ayat ini bertepatan dengan perkataan sahabat Umar ibnul Khattab
r.a., sebagaimana yang telah disebutkan di dalam kitab sahihain yang
bersumber darinya. Disebutkan bahwa Umar pernah berkata, "Aku bersesuaian dengan
Tuhanku dalam tiga perkara, yaitu aku pernah berkata, "Wahai Rasulullah,
sekiranya engkau menjadikan maqam Ibrahim sebagai tempat salat," lalu Allah
menurunkan firman-Nya: Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat.
(Al-Baqarah: 125), Dan aku pernah berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya
istri-istrimu banyak ditemui oleh orang-orang, di antaranya ada yang bertakwa
dan ada yang durhaka (yakni ada yang baik dan ada yang buruk), maka sekiranya
engkau buatkan hijab untuk mereka,' lalu turunlah ayat hijab ini. Dan aku pernah
berkata kepada istri-istri"Nabi Saw. pada saat mereka bersekongkol memprotes
Nabi Saw. karena terdorong oleh rasa cemburu mereka, 'Jika Nabi menceraikan
kalian, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya istri-istri yang
lebih"baik daripada kamu.' Maka turunlah ayat yang menyebutkan hal yang sama,"
yaitu firman-Nya: Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan
memberi ganti kepadanya istri-istri yang lebih baik daripada kamu. '
(At-Tahrim: 5)
Di dalam riwayat Imam Muslim disebutkan pula bahwa Umar mengeluarkan
pendapatnya sehubungan dengan tawanan Perang Badar, dan masalah ini adalah hal
yang keempatnya.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, dari Yahya,
dari Humaid, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Umar ibnul Khattab
berkata, "Wahai Rasulullah, yang masuk menemuimu ada orang yang bertakwa dan ada
pula yang durhaka, maka sebaiknya enkau perintahkan kepada Ummahatul Mu-minin
(semua istrimu) memakai hijab." Maka Allah menurunkan ayat hijab ini. Disebutkan
bahwa penurunan ayat ini bertepatan dengan pagi hari perkawinan Rasulunah Saw.
dengan Zainab binti Jahsy yang perkawinannya dilakukan langsung oleh Allah Swt.
(melalui wahyu-Nya).
Peristiwa ini terjadi pada bulan Zul Qa'dah tahun lima hijriah, menurut
pendapat Qatadah, Al-Waqidi, dan selain keduanya. Tetapi Abu Ubaidah alias
Ma'mar ibnul Musanna dan Khalifah ibnu Khayyat mengatakan bahwa peristiwa itu
terjadi pada tahun tiga hijriah. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Abdullah Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepada kami Mu'tamir ibnu Sulaiman yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya mengatakan bahwa telah menceritakan
kepada kami Abu Mijlaz, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan, "Ketika
Rasulullah Saw. menikahi Zainab binti Jahsy, beliau mengundang sejumlah orang,
lalu menjamu mereka, kemudian mereka bercakap-cakap di majelis itu. Kemudian
kelihatan beliau Saw. hendak bangkit, dan kaum masih duduk-duduk saja. Melihat
keadaan itu beliau terus bangkit. Ketika beliau bangkit, sebagian orang bangkit
pula, tetapi masih ada tiga orang yang tetap duduk. Nabi Saw. datang lagi dan
hendak masuk (ke kamar pengantin), tetapi ternyata masih ada sejumlah orang yang
masih duduk dan belum pergi. Tidak lama kemudian mereka bangkit dan pergi. Lalu
Aku (Anas ibnu Malik) menghadap dan menceritakan kepada Nabi Saw. bahwa kaum
telah pergi. Lalu Nabi Saw. bangkit hendak masuk, dan aku pergi mengikutinya.
Tetapi tiba-tiba beliau menurunkan hijab antara beliau dan aku, lalu turunlah
firman Allah Swt.: 'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki
rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak
menunggu-nunggu waktu masak (makanannya). Tetapi jika kamu diundang, maka
masuklah; dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu' (Al-Ahzab: 53),
hingga akhir ayat."
Imam Bukhari telah meriwayatkannya pula di tempat yang lain, juga Imam Muslim
dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Mu'tamir ibnu Sulaiman dengan sanad
yang sama.
Kemudian Imam Bukhari meriwayatkannya secara tunggal dengan sanad yang sama
melalui hadis Abu Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Anas r.a., lalu disebutkan hal
yang semisal.
حَدَّثَنَا
أَبُو مَعْمَرٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ
صُهَيْبٍ، عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ] قَالَ: بُني [عَلَى] النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِزَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ بِخُبْزٍ وَلَحْمٍ، فأرسلْتُ
عَلَى الطَّعَامِ دَاعِيًا، فَيَجِيءُ قَوْمٌ فَيَأْكُلُونَ وَيَخْرُجُونَ، ثُمَّ
يَجِيءُ قَوْمٌ فَيَأْكُلُونَ وَيَخْرُجُونَ. فدعوتُ حَتَّى مَا أَجِدُ أَحَدًا
أَدْعُوهُ، فَقُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، مَا أَجِدُ أَحَدًا أَدْعُوهُ. قَالَ:
"ارْفَعُوا طَعَامَكُمْ"، وَبَقِيَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ يَتَحَدَّثُونَ فِي الْبَيْتِ،
فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْطَلَقَ إِلَى حُجْرَةِ
عَائِشَةَ، فَقَالَ: "السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ
وَبَرَكَاتُهُ". قَالَتْ: وَعَلَيْكَ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ، كَيْفَ
وَجَدْتَ أَهْلَكَ، بَارَكَ اللَّهُ لَكَ؟ فَتَقَرّى حُجَرَ نِسَائِهِ كُلّهن،
يَقُولُ لَهُنَّ كَمَا يَقُولُ لِعَائِشَةَ، وَيَقُلْنَ لَهُ كَمَا قَالَتْ
عَائِشَةُ. ثُمَّ رَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَإِذَا رَهْطٌ ثَلَاثَةٌ [فِي الْبَيْتِ] يَتَحَدَّثُونَ. وَكَانَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَدِيدَ الْحَيَاءِ، فَخَرَجَ مُنْطَلِقًا
نَحْوَ حُجْرة عَائِشَةَ، فَمَا أَدْرِي أخبرتُه أَمْ أُخْبِرَ أَنَّ الْقَوْمَ
خَرَجُوا؟ فَرَجَعَ حَتَّى إِذَا وَضَعَ رِجْلَهُ فِي أُسْكُفة الْبَابِ دَاخِلَهُ،
وَأُخْرَى خَارِجَهُ، أرْخَى السِّتْرَ بيني وبينه، وأنزلت آية
الحجاب.
Kemudian Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar,
telah menceritakan kepada kami Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Abdul
Aziz ibnu Suhaib, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan, bahwa Nabi Saw. ketika
kawin dengan Zainab binti Jahsy mengadakan jamuan walimah dari makanan roti dan
daging. Lalu aku disuruh untuk mengundang kaum kepada jamuan walimah itu. Maka
datanglah suatu kaum, lalu mereka makan, setelah itu pergi. Kemudian datang pula
kaum yang lain, mereka langsung makan, dan sesudahnya mereka keluar. Aku terus
mengundang orang-orang hingga tidak kutemukan lagi seseorang yang kuundang, lalu
aku berkata kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, semua orang telah
kuundang dan tiada lagi yang tertinggal." Maka beliau Saw. bersabda:
Bereskanlah jamuan kalian. Tetapi masih ada tiga orang yang masih asyik
dalam percakapannya di dalam rumah. Maka Nabi Saw. keluar dan menuju ke kamar
Siti Aisyah r.a., lalu mengucapkan salam: Semoga keselamatan, rahmat Allah,
dan berkah-Nya terlimpahkan kepada kalian, hai Ahlul Bait. Siti Aisyah
menjawab, "Semoga keselamatan dan rahmat Allah terlimpahkan kepadamu.
Bagaimanakah engkau jumpai istri barumu, ya Rasulullah? Semoga Allah
memberkatimu." Lalu beliau Saw. mendatangi tiap-tiap kamar istrinya, semuanya
menjawab jawaban yang sama seperti yang dikatakan oleh Aisyah, dan mengucapkan
kata selamat seperti yang diucapkan oleh Aisyah. Setelah itu Nabi Saw. kembali,
dan ternyata masih ada tiga orang di dalam rumahnya sedang asyik bercakap-cakap.
Nabi Saw. adalah seorang yang pemalu, maka beliau berangkat menuju kamar Siti
Aisyah. Aku (Anas) tidak ingat lagi apakah aku memberitahukan kepadanya ataukah
beliau telah diberi tahu bahwa semua tamu telah pergi, jelasnya beliau kembali;
dan pada saat beliau melangkahkan kakinya di balik pintu bagian dalamnya,
sedangkan kaki yang lainnya masih di luar pintu, tiba-tiba beliau menurunkan
kain penutup yang menghalang-halangi antara aku dan beliau. Dan saat itulah
diturunkan ayat hijab ini.
Kemudian Imam Bukhari meriwayatkannya dari Ishaq ibnu Mansur, dari Abdullah
ibnu Bukair As-Sahmi, dari Humaid, dari Anas dengan lafaz yang semisal. Kemudian
Imam Bukhari mengatakan bahwa ada dua orang perawi yang meriwayatkannya melalui
jalur ini secara tunggal. Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan salah satu
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim secara tunggal melalui hadis Sulaiman
ibnul Mugirah, dari Sabit, dari Anas.
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو الْمُظَفَّرِ، حَدَّثَنَا
جَعْفَرِ بْنِ سُلَيْمَانَ، عَنِ الْجَعْدِ -أَبِي عُثْمَانَ اليَشْكُرِي -عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: أَعْرَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِبَعْضِ نِسَائِهِ، فَصَنَعَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ حَيْسًا ثُمَّ وَضَعَتْهُ
فِي تَوْر، فَقَالَتْ: اذْهَبْ بِهَذَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَقْرِئْهُ مِنِّي السَّلَامَ، وَأَخْبِرْهُ أَنَّ هَذَا
مِنَّا لَهُ قَلِيلٌ -قَالَ أَنَسٌ: وَالنَّاسُ يَوْمَئِذٍ فِي جَهد -فَجِئْتُ بِهِ
فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، بَعَثَتْ بِهَذَا أُمُّ سُلَيم إِلَيْكَ، وَهِيَ
تُقْرِئُكَ السَّلَامَ، وَتَقُولُ: أَخْبِرْهُ أَنَّ هَذَا مِنَّا لَهُ قَلِيلٌ،
فَنَظَرَ إِلَيْهِ ثُمَّ قَالَ: "ضَعْهُ" فوَضَعته فِي نَاحِيَةِ الْبَيْتِ، ثُمَّ
قَالَ: "اذْهَبْ فَادْعُ لِي فُلَانًا وَفُلَانًا". وَسَمَّى رِجَالًا كَثِيرًا،
وَقَالَ: "ومَنْ لقيتَ مِنَ [الْمُسْلِمِينَ". فدعوتُ مَنْ قَالَ لِي، ومَنْ
لَقِيتُ مِنَ] الْمُسْلِمِينَ، فَجِئْتُ وَالْبَيْتُ والصُّفَّة وَالْحُجْرَةُ
مَلأى مِنَ النَّاسِ -فَقُلْتُ: يَا أَبَا عُثْمَانَ، كَمْ كَانُوا؟ فَقَالَ:
كَانُوا زُهَاءَ ثَلَاثِمِائَةٍ -قَالَ أَنَسٌ: فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "جِئْ بِهِ". فجئتُ بِهِ إِلَيْهِ، فَوَضَعَ يَدَهُ
عَلَيْهِ، وَدَعَا وَقَالَ: "مَا شَاءَ اللَّهُ". ثُمَّ قَالَ: "ليتَحَلَّق عَشَرة
عَشَرة، وَلْيُسَمُّوا ، وَلْيَأْكُلْ كُلُّ إِنْسَانٍ مِمَّا يَلِيهِ". فَجَعَلُوا
يُسَمُّونَ وَيَأْكُلُونَ، حَتَّى أَكَلُوا كُلُّهُمْ. فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ارْفَعْهُ". قَالَ: فجئتُ فَأَخَذْتُ التَّورَ
فَمَا أَدْرِي أَهْوَ حِينَ وَضَعْتُ أَكْثَرُ أَمْ حِينَ أَخَذْتُ؟ قَالَ:
وَتَخَلَّفَ رِجَالٌ يَتَحَدَّثُونَ فِي بَيْتِ رَسُولِ اللَّهِ، وزَوجُ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّتِي دَخَلَ بِهَا مَعَهُمْ مُولّية
وَجْهِهَا إِلَى الْحَائِطِ، فَأَطَالُوا الْحَدِيثَ، فَشَقُّوا على رسول الله صلى
الله عليه وسلم، وَكَانَ أَشَدَّ النَّاسِ حَيَاءً -وَلَوْ أُعْلِمُوا كَانَ ذَلِكَ
عَلَيْهِمْ عَزِيزًا -فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَخَرَجَ فَسَلَّمَ عَلَى حُجَره وَعَلَى نِسَائِهِ، فَلَمَّا رَأَوْهُ قَدْ جَاءَ
ظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ ثَقَّلوا عَلَيْهِ، ابْتَدَرُوا الْبَابَ فَخَرَجُوا،
وَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى أَرْخَى
السِّتْرَ، وَدَخَلَ الْبَيْتَ وَأَنَا فِي الْحُجْرَةِ، فَمَكَثَ رسولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِهِ يَسِيرًا، وَأَنْزَلَ اللَّهُ
عَلَيْهِ الْقُرْآنَ، فَخَرَجَ وَهُوَ يَقْرَأُ هَذِهِ الْآيَةَ: {يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ
إِلَى طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا
فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا} إِلَى قَوْلِهِ: {بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا} .
قَالَ أَنَسٌ: فَقَرَأَهُنَّ عَليّ قَبْلَ النَّاسِ، فَأَنَا أحْدثُ الناس بهن
عهدا.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abul Muzaffar, telah menceritakan kepada kami Ja'far
ibnu Sulaiman, dari Al-Ja'id Abu Usman Al-Yasykuri, dari Anas ibnu Malik yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. melakukan malam pertamanya dengan salah
seorang istri barunya. Maka Ummu Sulaim membuat hais (makanan), kemudian
meletakkannya di sebuah baki, lalu berkata, "Bawalah makanan ini kepada
Rasulullah Saw. dan sampaikanlah salamku kepadanya, serta katakanlah kepadanya
bahwa kiriman ini dari kami untuk beliau dengan apa adanya." Anas mengatakan
bahwa saat itu orang-orang sedang dalam keadaan paceklik, lalu aku sampaikan
kiriman tersebut dan kukatakan kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, Ummu Sulaim
mengirimkan hidangan ini kepadamu, dan dia menyampaikan salamnya untukmu seraya
mengatakan bahwa makanan yang apa adanya ini darinya buat engkau." Rasulullah
Saw. melihat kiriman itu, lalu bersabda, "Letakkanlah." Maka makanan itu
kuletakkan di salah satu sudut rumah Nabi Saw. Kemudian beliau Saw. bersabda,
"Undanglah si Fulan dan si Anu," beliau menyebutkan nama beberapa orang
lelaki yang jumlahnya cukup banyak, lalu beliau menambahkan, "Dan undang
pulalah orang muslim yang kamu jumpai." Maka aku sampaikan undangan beliau
kepada orang-orang yang telah beliau sebutkan namanya, juga setiap orang muslim
yang kujumpai. Ketika aku datang, rumah, halaman dan ruangan tamu penuh dengan
orang-orang. Maka aku bertanya, "Hai Abu Usman, berapa orangkah mereka
semuanya?" Abu Usman menjawab, "Kurang lebih ada tiga ratus orang." Sahabat Anas
melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadanya,
"Kemarikanlah makanan itu!" Maka aku datangkan makanan itu kepadanya, dan
beliau meletakkan tangannya di atas makanan tersebut, lalu berdoa dan bersabda,
"Ini adalah kehendak Allah." Kemudian bersabda: Hendaklah tiap sepuluh
orang membuat suatu lingkaran dan hendaklah mereka membaca bismillah, dan
hendaklah setiap orang memakan makanan yang ada didekatnya. Lalu mereka
membaca basmalah dan makan hingga semuanya merasa kenyang. Setelah itu
Rasulullah Saw. bersabda kepadaku, "Angkatlah hidangan itu!" Anas r.a.
melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia mengambil baki yang berisikan makanan itu,
dan ia melihat isinya, tetapi ia tidak ingat lagi apakah saat ia meletakkan
hidangan itu lebih banyak ataukah saat mengambilnya lebih banyak (maksudnya
makanan tersebut kelihatannya masih utuh seperti semula). Anas r.a. melanjutkan
kisahnya, bahwa ada beberapa orang lelaki yang masih asyik dalam percakapannya
di dalam rumah Rasulullah Saw., sedangkan istri Rasulullah Saw. yang baru
dinikahi itu ada bersama mereka, memalingkan wajahnya ke arah tembok. Ternyata
mereka memperpanjang percakapannya. Hal itu membuat Rasulullah Saw. keberatan,
tetapi beliau tidak mau menegur mereka karena beliau adalah orang yang sangat
pemalu. Seandainya diberi tahu, pastilah mereka merasa tidak enak karena sedang
asyik dalam obrolannya. Maka Rasulullah Saw. pergi dan menemui tiap-tiap
istrinya di kamarnya masing-masing, kepada tiap orang dari mereka beliau
mengucapkan salam. Ketika para hadirin yang masih ada melihat Rasulullah Saw.
tiba, mereka baru sadar bahwa diri mereka merepotkan Rsulullah Saw. Karena itu,
mereka segera bangkit menuju pintu, lalu keluar. Rasulullah Saw. datang, lalu
menutupkan kain pintu dan masuk ke dalam kamar, sedangkan aku (Anas) berada di
ruang tamunya. Rasulullah Saw. tinggal di dalam kamarnya sesaat yang tidak lama,
dan Allah menurunkan wahyu Al-Qur'an kepadanya. Setelah itu beliau keluar dari
kamar dan membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi. (Al-Ahzab: 53), hingga
akhir ayat. Sahabat Anas mengatakan bahwa Nabi Saw. terlebih dahulu membacakan
ayat-ayat tersebut kepadaku sebelum orang lain, lalu aku menceritakannya kepada
orang-orang selama suatu masa.
Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui
Qutaibah, dari Ja'far ibnu Sulaiman dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Imam Bukhari meriwayatkannya secara ta'liq di dalam Kitabun Nikah.
Ia mengatakan bahwa Ibrahim ibnu Tuhman telah meriwayatkan hadis ini dari
Al-Ja'd alias Abu Usman, dari Anas, lalu disebutkan hal yang semisal.
Imam Muslim meriwayatkannya pula dari Muhammad ibnu Rafi', dari Abdur Razzaq,
dari Ma'mar, dari Al-Jahd dengan sanad yang sama. Abdullah ibnul Mubarak telah
meriwayatkan hadis ini melalui Syarik, dari Bayan ibnu Bisyr, dari Anas dengan
lafaz yang semisal. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya pula melalui hadis Abu
Nadrah Al-Abdi, dari Anas ibnu Malik dengan lafaz yang semisal, tetapi mereka
tidak ada yang mengetengahkannya melalui jalur ini. Ibnu Jarir meriwayatkannya
melalui hadis Amr ibnu Sa'id dan hadis Az-Zuhri, dari Anas dengan lafaz yang
semisal.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz dan Hasyim ibnul
Qasim. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnul
Mugirah, dari Sabitt, dari Anas yang mengatakan bahwa setelah idah Zainab habis,
Rasulullah Saw. bersabda kepada Zaid (bekas suaminya): Pergilah kamu
kepadanya, dan ceritakanlah kepadanya bahwa aku menyebut-nyebutnya. Zaid
berangkat hingga sampai ke rumah Zainab, saat itu Zainab sedang membuat adonan
roti. Ketika aku melihatnya, terasa dadaku keberatan memandangnya. Lalu
disebutkan hadis selanjutnya seperti yang telah dikemukakan jauh sebelum ini,
pada tafsir firman-Nya: Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap
istrinya (menceraikannya). (Al-Ahzab: 37)
Pada akhir riwayat ini ditambahkan pula bahwa lalu Nabi Saw. menasihati
orang-orang dengan nasihat yang biasa beliau utarakan kepada mereka.
Hasyim dalam hadisnya mengatakan (menyitir firman Allah Swt.): Janganlah
kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan. (Al-Ahzab: 53),
hingga akhir ayat.
Imam Muslim dan Imam Nasai telah mengetengahkannya melalui hadis Ja'far ibnu
Sulaiman dengan sanad yang sama.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Abdur Rahman
anak saudaranya Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku pamanku Abdullah ibnu
Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah
yang mengatakan bahwa istri-istri Nabi Saw. apabila membuang hajat besarnya di
malam hari keluar menuju ke Manasi', yaitu tanah lapang yang luas. Dan Umar r.a.
selalu berkata kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, pakailah hijab buat
istri-istrimu," tetapi Rasulullah Saw. tidak mengindahkannya. Lalu Saudah binti
Zam'ah (istri Rasulullah Saw.) keluar untuk membuang hajat besarnya. Dia adalah
seorang wanita yang berperawakan tinggi, maka Umar menyerunya dengan suara yang
keras, "Kami telah mengenalmu, hai Saudah." Umar melakukan demikian karena
keinginannya yang sangat agar diturunkan wahyu mengenai hijab. Siti Aisyah
melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Allah Swt. menurunkan ayat hijab.
Demikianlah menurut riwayat ini secara apa adanya. Tetapi menurut pendapat
yang terkenal, peristiwa ini terjadi sesudah turunnya ayat hijab, sebagaimana
yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Bukhari, dan Imam Muslim melalui
hadis Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang menceritakan:
خَرَجَتْ
سَوْدَةُ بَعْدَمَا ضُرِبَ الْحِجَابُ لِحَاجَتِهَا، وَكَانَتِ امْرَأَةً جَسيمَةً
لَا تخفَى عَلَى مَنْ يَعْرِفُهَا، فَرَآهَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَقَالَ: يَا
سَوْدَةُ، أَمَا وَاللَّهِ مَا تَخْفَين عَلَيْنَا، فَانْظُرِي كَيْفَ تَخْرُجِينَ؟
قَالَتْ: فَانْكَفَأْتُ رَاجِعَةً، ورسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي بَيْتِي، وَإِنَّهُ لَيَتَعَشَّى، وَفِي يَدِهِ عَرْق، فَدَخَلَتْ
فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي خَرَجْتُ لِبَعْضِ حَاجَتِي، فَقَالَ لِي
عُمَرُ كَذَا وَكَذَا. قَالَتْ: فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ، ثُمَّ رُفعَ عَنْهُ
وَإِنَّ العَرْق فِي يَدِهِ، مَا وَضَعَهُ. فَقَالَ: "إِنَّهُ قَدْ أذنَ لَكُنَّ
أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَاجَتِكُنَّ".
bahwa Saudah keluar untuk suatu keperluannya sesudah diturunkan ayat hijab.
Saudah adalah seorang wanita yang berperawakan besar lagi tinggi, tidak samar
lagi bagi orang yang mengenalnya. Lalu Saudah kelihatan oleh Umar ibnul Khattab,
maka Umar berkata, "Hai Saudah, ingatlah, demi Allah, engkau tidak samar lagi
bagi kami. Karena itu, perhatikanlah dahulu di sekitarmu sebelum kamu keluar."
Maka Saudah kembali lagi ke rumah, saat itu Rasulullah Saw. sedang makan malam
dan sedang memegang daging paha di tangannya. Saudh masuk, lalu berkata, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya saya keluar untuk suatu keperluan, lalu Umar mengatakan
anu dan anu." Siti Aisyah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Allah Swt.
menurunkan wahyu kepada Nabi Saw. Setelah wahyu selesai dan tangan Nabi Saw.
masih keringatan karena beratnya wahyu, beliau bersabda: Sesungguhnya telah
diizinkan bagi kalian (kaum wanita) untuk keluar guna keperluan
kalian.
Lafaz hadis ini menurut apa yang ada pada Imam Bukhari.
********
Firman Allah Swt.:
{لَا
تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ}
Janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi. (Al-Ahzab: 53)
Melalui ayat ini Allah Swt. melarang orang-orang mukmin masuk ke dalam
rumah-rumah Nabi Saw. tanpa izin, tidak sebagaimana biasanya yang mereka lakukan
di masa Jahiliah dan masa permulaan Islam di mana mereka masuk ke rumah-rumah
mereka tanpa izin. Maka Allah merasa cemburu dengan umat ini, lalu Dia
memerintahkan mereka agar meminta izin terlebih dahulu bila mau masuk ke rumah
orang. Hal ini pun merupakan suatu penghormatan dari Allah Swt. terhadap umat
ini. Untuk itulah maka Rasulullah Saw. bersabda:
"إِيَّاكُمْ
وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ"
Jangan sekali-kali kalian masuk menemui wanita.
hingga akhir hadis.
Kemudian dikecualikan dari hal tersebut melalui firman-Nya:
{إِلا
أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ}
kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu
masak (makanannya). (Al-Ahzab: 53)
Mujahid dan Qatadah serta selain keduanya mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah tidak menunggu-nunggu masaknya makanan itu. Dengan kata lain,
janganlah kalian mengintai-intai makanan bila sedang dimasak; sehingga manakala
makanan itu hampir masak, lalu kalian masuk ke rumah (yang mempunyai hajat). Hal
ini termasuk perbuatan yang tidak disukai oleh Allah Swt. dan dicela-Nya. Ayat
ini mengandung dalil yang mengharamkan sikap slamit (jawa, mengharamkan sesuatu
dari orang lain, pent.) yang menurut orang Arab disebut dengan istilah
daifan. Sehubungan dengan topik ini Al-Khatib Al-Bagdadi telah menulis
sebuah kitab tersendiri yang membahas tercelanya sifat ini, lalu dikemukakan
pula sebagian dari kisah-kisah mereka yang berperangai demikian; hal itu tidak
akan dibahas di sini.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَلَكِنْ
إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا}
tetapi jika kamu diundang, maka masuklah; dan bila kamu selesai makan,
keluarlah kamu. (Al-Ahzab: 53)
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui Ibnu Umar r.a. yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا
دَعَا أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيجب، عُرسًا كَانَ أَوْ غَيْرَهُ"
Apabila seseorang di antara kalian mengundang saudaranya untuk suatu
jamuan, hendaklah orang yang diundang memenuhinya, baik undangan pernikahan
ataupun undangan lainnya.
Asal hadis ini terdapat di dalam kitab Sahihain.
Di dalam kitab sahih disebutkan pula sebuah hadis dari Rasulullah Saw. yang
telah bersabda:
"لَوْ
دُعيت إِلَى ذِرَاعٍ لَأَجَبْتُ، وَلَوْ أُهْدِيَ إليَّ كُرَاع لَقَبِلْتُ، فَإِذَا
فَرَغتم مِنَ الَّذِي دُعيتم إِلَيْهِ فَخَفِّفُوا عَنْ أَهْلِ الْمَنْزِلِ،
وَانْتَشَرُوا فِي الْأَرْضِ"
Seandainya aku diundang untuk makan kaki kambing, pastilah aku akan
memenuhinya. Dan seandainya aku dikirimi masakan kikil kambing, tentulah aku
terima. Maka apabila kalian telah selesai dari menyantap jamuan, janganlah
kalian merepotkan pemilik rumah, dan segeralah kalian keluar (dari
rumahnya).
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلا
مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ}
tanpa asyik memperpanjang percakapan. (Al-Ahzab: 53)
Sebagaimana yang dilakukan oleh ketiga orang yang disebutkan oleh hadis di
atas, mereka asyik dengan obrolannya sehingga memberatkan Rasulullah Saw. yang
saat itu menjadi pengantin. Allah Swt. telah berfirman menceritakannya:
{إِنَّ
ذَلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ}
Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi, lalu Nabi malu
kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar). (Al-Ahzab: 53)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah sesungguhnya masuk kalian
ke dalam rumah Nabi Saw. tanpa izin adalah sikap yang memberatkannya dan
membuatnya terganggu. Tetapi beliau Saw. merasa berat untuk menyuruh mereka
keluar, sebab Nabi Saw. adalah seorang yang pemalu, hingga pada akhirnya Allah
Swt. menurunkan ayat yang melarang hal tersebut. Untuk itulah maka disebutkan
dalam firman selanjutnya:
{وَاللَّهُ
لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ}
dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. (Al-Ahzab:
53)
Karena itulah maka Allah Swt. melarang kalian bersikap demikian dan
memperingatkan kalian supaya jangan mengganggu Nabi lagi. Kemudian dalam firman
selanjutnya disebutkan:
{وَإِذَا
سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ}
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka
(istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Al-Ahzab:
53)
Yakni sebagaimana Allah melarang kalian masuk menemui istri-istri Nabi, maka
dilarang pula kalian memandang mereka dalam keadaan bagaimanapun, sekalipun bagi
seseorang di antara kalian ada keperluan yang hendak diambilnya dari mereka. Dia
tidak boleh memandangnya, tidak boleh pula meminta suatu keperluan kepada mereka
melainkan dari balik hijab.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan,
dari Mis'ar, dari Musa ibnu Abu Kasir, dari Mujahid, dari Aisyah yang
menceritakan bahwa pada suatu hari ia makan hais bersama Nabi Saw. di
dalam sebuah mangkuk besar, lalu lewatlah Umar. Maka Nabi Saw. mengundangnya
untuk makan bersama, dan Umar pun makan bersama kami. Jari Umar bersentuhan
dengan jariku (Aisyah), maka Umar berkata, "Alangkah baiknya, atau aduh,
seandainya Nabi Saw. ditaati oleh kalian, niscaya tiada suatu mata pun yang
melihat kalian (istri-istri Nabi Saw.)." Maka turunlah firman-Nya: Cara yang
demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. (Al-Ahzab: 53)
Yakni apa yang telah Kuperintahkan kepada kalian dan apa yang telah Kusyariatkan
kepada kalian tentang berhijab adalah lebih suci dan lebih baik bagi kalian.
****************
Firman Allah Swt.:
{وَمَا
كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ
بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا}
Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak
(pula) mengawini istri-istrinya sesudah ia wafat selama-lamanya.
Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.
(Al-Ahzab: 53)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Hammad, telah menceritakan
kepada kami Mahran, dari Sufyan ibnu Abu Hindun, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati)
Rasulullah. (Al-Ahzab: 53) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
seorang lelaki yang berniat akan mengawini bekas istri Nabi Saw. bila beliau
Saw. sudah tiada. Seorang lelaki bertanya kepada Sufyan, "Apakah dia adalah
Aisyah?" Sufyan menjawab, "Mereka telah menceritakan hal tersebut."
Hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan dan Abdur Rahman ibnu
Zaid ibnu Aslam.
Telah meriwayatkan pula berikut sanadnya dari As-Saddi, bahwa lelaki yang
berniat demikian adalah Talhah ibnu Abdullah r.a. hingga turunlah wahyu yang
mengingatkannya bahwa hal itu diharamkan.
Karena itulah para ulama telah sepakat bahwa setelah Rasulullah Saw. wafat,
maka istri-istrinya haram dikawini oleh orang lain karena mereka bukan saja
sebagai istri-istri beliau di dunia ini, tetapi juga di akhirat, mereka juga
adalah Ummahatul Mu-minin alias ibu-ibu semua kaum mukmin, sebagaimana yang
telah disebutkan sebelumnya.
Para ulama berselisih pendapat sehubungan dengan masalah seorang lelaki yang
sempat kawin dan menggaulinya, lalu menceraikannya semasa Rasulullah Saw. masih
hidup. Maka apakah wanita itu halal bagi lelaki lain untuk dikawininya? Ada dua
pendapat sehubungan dengan masalah ini. Permasalahan keduanya timbul dari
pertanyaan, bahwa apakah hal ini termasuk ke dalam pengertian umum firman-Nya:
sesudah ia wafat. (Al-Ahzab: 53) Ataukah tidak? Adapun mengenai masalah
seseorang yang mengawininya (yakni bekas istri Nabi Saw.), lalu ia
menceraikannya sebelum menggaulinya, maka kami tidak mengetahui apakah dia halal
atau tidak bagi orang lain. Bila keadaannya demikian, masalahnya masih
diperselisihkan. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Musanna,
telah menceritakan kepada kami Abdul Wahab, telah menceritakan kepada kami Daud,
dari Amir, bahwa Nabi Saw. wafat, sedangkan Qailah bintil Asy'as (yakni Ibnu
Qais) berada dalam kepemilikan Nabi Saw. sebagai hamba sahayanya. Sesudah itu
Qailah dikawini oleh Ikrimah ibnu Abu Jahal, maka peristiwa ini sangat
memberatkan hati Abu Bakar. Lalu Umar mengemukakan pendapatnya kepada Abu Bakar,
"Hai Khalifah Rasulullah, sesungguhnya dia (Qailah) bukan termasuk salah seorang
istri Nabi Saw. Sesungguhnya Rasulullah Saw. tidak pernah memilihnya, tidak pula
menghijabnya (memakaikan hijab padanya). Allah telah melepaskan dia dari Nabi
Saw. karena dia pernah murtad mengikut kepada kaumnya." Amir melanjutkan
kisahnya, bahwa setelah mendengar saran dari sahabat Umar itu barulah hati Abu
Bakar r.a. merasa tenang.
Allah Swt. menganggap hal itu termasuk dosa besar dan memperingatkan serta
mengancam pelakunya melalui firman-Nya:
{إِنَّ
ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا}
Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi
Allah. (Al-Ahzab: 53)
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{إِنْ
تُبْدُوا شَيْئًا أَوْ تُخْفُوهُ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيمًا}
Jika kamu melahirkan sesuatu atau menyembunyikannya, maka sesungguhnya
Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzab: 54)
Maksudnya, betapapun hati sanubari kalian menyimpan sesuatu dan
menyembunyikan rahasia, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Karena
sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pengetahuan Allah,
sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَعْلَمُ
خَائِنَةَ الأعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ}
Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang
disembunyikan oleh hati. (Al-Mu-min: 19)