Tafsir Surat Luqman, ayat 34
{يَا
بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ
أَوْ فِي السَّمَوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ
لَطِيفٌ خَبِيرٌ (16) يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ
وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ
الأمُورِ (17) وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (18) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (19)
}
(Luqman berkata), "Hai Anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di
dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).
Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. Hai Anakku, dirikanlah
salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan muka dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Inilah nasihat-nasihat yang besar manfaatnya, dikisahkan oleh Allah Swt. dari
apa yang diwasiatkan oleh Luqman, agar manusia mencontohinya dan mengikuti
jejaknya. Untuk itu Allah Swt. menyitir perkataan Luqman:
{يَا
بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ}
Hai Anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji
sawi. (Luqman: 16)
Yakni sesungguhnya perbuatan aniaya atau dosa sekecil apa pun, misalnya
sebesar biji sawi. Menurut sebagian ulama, damir yang terdapat di dalam
firman-Nya, "Innaha," adalah damir sya'n dan kisah (alkisah);
berdasarkan pengertian ini diperbolehkan membaca rafa' lafaz misqal,
tetapi qiraat yang pertama membacanya nasab adalah lebih utama.
Firman Allah Swt.:
{يَأْتِ
بِهَا اللَّهُ}
niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). (Luqman: 16) '
Artinya, Allah pasti menghadirkannya pada hari kiamat di saat neraca amal
perbuatan telah dipasang dan pembalasan amal perbuatan ditunaikan. Jika amal
perbuatan seseorang baik, maka balasannya baik; dan jika amal perbuatan
seseorang buruk, maka balasannya buruk pula, sebagaimana yang disebutkan dalam
firman-Nya:
{وَنَضَعُ
الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا
وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا
حَاسِبِينَ}
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah
dirugikan seseorang barang sedikit pun. (Al-Anbiya: 47), hingga akhir
ayat.
Dan firman Allah Swt.:
{فَمَنْ
يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ * وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ
شَرًّا يَرَهُ}
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan
kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
(Az-Zalzalah: 7-8)
Seandainya zarrah itu berada di dalam tempat yang terlindungi dan tertutup
rapat—yaitu berada di dalam sebuah batu besar, atau terbang melayang di angkasa,
atau terpendam di dalam bumi— sesungguhnya Allah pasti akan mendatangkannya dan
membalasinya. Karena sesungguhnya bagi Allah tiada sesuatu pun yang tersembunyi
barang sebesar zarrah pun, baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi.
Karena itulah disebutkan oleh firman berikutnya:
{إِنَّ
اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ}
Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Luqman: 16)
Yakni Mahahalus pengetahuannya. Maka tiada segala sesuatu yang tersembunyi
bagi-Nya, sekalipun sangat kecil dan sangat lembut.
{خَبِيرٌ}
lagi Maha Mengetahui. (Luqman: 16)
Allah Maha Mengetahui langkah-langkah semut di malam yang gelap gulita.
Sebagian ulama berpendapat bahwa makna yang dimaksud dari firman-Nya:
{فَتَكُنْ
فِي صَخْرَةٍ}
dan berada dalam batu. (Luqman: 16)
Yakni batu yang ada di bumi lapis ke tujuh.
Pendapat ini disebutkan oleh As-Saddi berikut sanadnya yang diduga bersumber
dari Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas dan sejumlah sahabat, jika memang sanadnya
berpredikat sahih. Hal yang sama telah diriwayatkan melalui Atiyyah
Al-Aufi, Abu Malik, As-Sauri, Al-Minhal ibnu Amr, dan lain-lainnya, hanya Allah
Yang Maha Mengetahui. Yang jelas seakan-akan riwayat ini dinukil dari kisah
Israiliyat yang tidak dapat dibenarkan dan tidak pula didustakan.
Menurut makna lahiriah ayat —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— biji zarrah
yang sangat kecil ini seandainya berada di dalam sebuah batu besar, maka
sesungguhnya Allah akan memperlihatkan dan menampakkannya berkat pengetahuan-Nya
Yang Mahahalus. Sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ahmad dalam salah satu
riwayatnya yang menyebutkan:
حَدَّثَنَا
حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا دَراج، عَنْ أَبِي
الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ
يَعْمَلُ فِي صَخْرَةٍ صَمَّاء، لَيْسَ لَهَا بَابٌ وَلَا كوَّة، لَخَرَجَ عَمَلُهُ
لِلنَّاسِ كَائِنًا مَا كَانَ"
telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Daraj, dari Abul Haisam, dari
Abu Sa'id Al-Khudri, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Seandainya
seseorang di antara kalian melakukan amal perbuatan di dalam sebuah batu besar
yang tidak ada pintu dan lubangnya, niscaya amal perbuatannya itu akan
ditampakkan kepada manusia seperti apa adanya.
*************
Kemudian Luqman mengatakan lagi dalam nasihat berikutnya:
{يَا
بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ}
Hai Anakku, dirikanlah salat. (Luqman: 17)
sesuai dengan batasan-batasannya, fardu-fardunya, dan waktu-waktunya.
{وَأْمُرْ
بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ}
dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar. (Luqman: 17)
sesuai dengan kemampuanmu dan menurut kesanggupan kekuatanmu.
{وَاصْبِرْ
عَلَى مَا أَصَابَكَ}
dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. (Luqman: 17)
Perlu kamu ketahui bahwa dalam mengerjakan amar ma'ruf dan nahi munkar
terhadap manusia, pasti kamu akan beroleh gangguan dan perlakuan yang
menyakitkan dari mereka. Karena itulah kamu harus bersabar terhadap gangguan
mereka. Luqman menasihati anaknya untuk bersabar dalam menjalankan perintah
amar ma'ruf dan nahi munkar itu.
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ
ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ}
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah). (Luqman: 17)
Sesungguhnya bersikap sabar dalam menghadapi gangguan manusia benar-benar
termasuk hal yang diwajibkan oleh Allah.
***********
Firman Allah Swt.:
{وَلا
تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ}
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia. (Luqman: 18)
Janganlah kamu memalingkan mukamu saat berbicara dengan orang lain, atau saat
mereka berbicara kepadamu, kamu lakukan itu dengan maksud menganggap mereka
remeh dan bersikap sombong kepada mereka. Akan tetapi, bersikap lemah lembutlah
kamu dan cerahkanlah wajahmu dalam menghadapi mereka. Di dalam sebuah hadis
disebutkan seperti berikut:
"وَلَوْ
أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ وَوَجْهُكَ إِلَيْهِ مُنْبَسِط، وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ
الْإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ المِخيلَة، وَالْمَخِيلَةُ لَا يُحِبُّهَا
اللَّهَ"
sekalipun berupa sikap yang ramah dan wajah yang cerah saat kamu menjumpai
saudaramu. Dan janganlah kamu memanjangkan kainmu, karena sesungguhnya cara
berpakaian seperti itu termasuk sikap sombong yang tidak disukai oleh
Allah.
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia. (Luqman:
18) Yakni janganlah kamu bersikap sombong, menganggap remeh hamba-hamba Allah,
dan kamu palingkan mukamu saat mereka berbicara denganmu. Hal yang sama telah
diriwayatkan dari Al-Aufi dan Ikrimah bersumber dari Ibnu Abbas.
Malik Ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia. (Luqman:
18) Maksudnya, janganlah kamu berbicara dengan memalingkan mukamu. Hal yang sama
telah diriwayatkan dari Mujahid, Ikrimah, Yazid ibnul Asam, Abul Jauza, Sa'id
ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Ibnu Zaid, dan lain-lainnya.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan, makna yang dimaksud ialah membual. Akan
tetapi, yang benar adalah pendapat yang pertama.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa asal kata as-sa'r ialah suatu penyakit
yang bersarang di leher dan bagian kepala unta, dan lama kelamaan dapat
memisahkan leher dari kepalanya. Lalu kata ini dijadikan perumpamaan bagi orang
yang bersikap takabur, sebagaimana yang disebutkan oleh seorang penyair bernama
Amr ibnut Taglabi dalam salah satu bait syairnya:
وَكُنَّا
إذَا الجَبَّارُ صَعّر خَدّه ...
أقَمْنَا لَه مِنْ مَيْلِه فَتَقَوّمَا
Dan adalah kami bila menghadapi orang
sombong yang memalingkan mukanya, maka kami luruskan dia dari kesombongannya
hingga ia kembali ke jalan yang lurus.
Abu Talib telah mengatakan pula dalam salah satu bait syairnya:
وَكُنَّا
قَديمًا لَا نقرُّ ظُلامَة ...
إِذَا مَا ثَنوا صُعْر الرُّؤُوسِ نُقِيمها
Dan dahulu kami tidak pernah
membiarkan suatu perbuatan aniaya pun. Bila mereka mendapat pujian, lalu
bersikap sombong, maka kami meluruskannya.
**********
Firman Allah Swt.:
{وَلا
تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا}
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. (Luqman:
18)
Yaitu dengan langkah yang angkuh, sombong, serta takabur. Janganlah kamu
bersikap demikian, karena Allah pasti akan membencimu. Dalam firman berikutnya
disebutkan:
{إِنَّ
اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ}
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. (Luqman: 18)
Yakni orang yang sombong dan merasa bangga dengan dirinya terhadap orang
lain. Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya hal yang semakna,
yaitu:
{وَلا
تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الأرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ
الْجِبَالَ طُولا}
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena
sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu
tidak akan sampai setinggi gunung. (Al-Isra: 37)
Tafsir ayat ini telah dikemukakan pada pembahasannya.
قَالَ
الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ
اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي لَيْلَى،
حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ عِيسَى، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاس قَالَ: ذُكِرَ الْكِبْرُ
عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشَدَّدَ فِيهِ،
فَقَالَ: "إِنِ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ". فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ
الْقَوْمِ: وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي لِأَغْسِلُ ثِيَابِي
فَيُعْجِبُنِي بَيَاضُهَا، وَيُعْجِبُنِي شِراك نَعْلِي، وعِلاقة سَوْطي، فَقَالَ:
"لَيْسَ ذَلِكَ الْكِبْرُ، إِنَّمَا الْكِبْرُ أَنْ تَسْفه الْحَقَّ وتَغْمِط
النَّاسَ"
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Abdullah Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Imran ibnu Abu Laila, dari Isa, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Sabit
ibnu Qais Syammas yang menceritakan bahwa pada suatu hari disebutkan masalah
takabur di hadapan Rasulullah Saw. Maka beliau memperingatkannya dengan keras
dan bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang-sombong
lagi membanggakan diri.” Maka seorang lelaki dari kaum yang hadir bertanya,
"Demi Allah, wahai Rasulullah, sesungguhnya saya biasa mencuci pakaian saya
karena saya suka dengan warna putihnya. Saya juga suka dengan tali sandal saya
serta tempat gantungan cemeti saya.” Maka beliau Saw. menjawab, "Itu bukan
takabur namanya, sesungguhnya yang dinamakan takabur itu ialah bila kamu
meremehkan perkara yang hak dan merendahkan orang lain.”
Imam Tabrani telah meriwayatkan hal yang semisal melalui jalur lain, yang
mengandung kisah yang cukup panjang, juga tentang gugurnya Sabit serta
wasiatnya.
***********
Firman Allah Swt.:
{وَاقْصِدْ
فِي مَشْيِكَ}
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan. (Luqman: 19)
Maksudnya, berjalanlah kamu dengan langkah yang biasa dan wajar, tidak
terlalu lambat dan tidak terlalu cepat, melainkan pertengahan di antara
keduanya.
Firman Allah Swt.:
{وَاغْضُضْ
مِنْ صَوْتِكَ}
dan lunakkanlah suaramu. (Luqman: 19)
Janganlah kamu berlebihan dalam bicaramu, jangan pula kamu keraskan suaramu
terhadap hal yang tidak ada faedahnya. Karena itulah disebut dalam firman
berikutnya:
{إِنَّ
أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ}
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Luqman: 19)
Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan, sesungguhnya
suara yang paling buruk ialah suara keledai, yakni suara yang keras berlebihan
itu diserupakan dengan suara keledai dalam hal keras dan nada tingginya, selain
itu suara tersebut tidak disukai oleh Allah Swt. Adanya penyerupaan dengan suara
keledai ini menunjukkan bahwa hal tersebut diharamkan dan sangat dicela, karena
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَيْسَ
لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ، الْعَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَقِيءُ ثُمَّ
يَعُودُ فِي قَيْئِهِ"
Tiada pada kita suatu perumpamaan buruk terhadap orang yang mengambil
kembali hibahnya (melainkan) seperti anjing yang muntah, lalu ia memakan
lagi muntahannya.
قَالَ
النَّسَائِيُّ عِنْدَ تَفْسِيرِ هَذِهِ الْآيَةِ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ
سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ رَبِيعَةَ، عَنِ الْأَعْرَجِ،
(9) عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
[أَنَّهُ] قَالَ: "إِذَا سمعتم صياح الديكة فَاسْأَلُوا
اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ، وَإِذَا سَمِعْتُمْ نَهِيقَ الْحَمِيرِ فَتَعَوَّذُوا
بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِنَّهَا رَأَتْ شَيْطَانًا"
Imam Nasai dalam tafsir ayat ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Ja'far ibnu
Rabi'ah, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah
bersabda: Apabila kalian mendengar suara kokokan ayam jago, maka mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Dan apabila kalian mendengar suara
lengkingan keledai, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari gangguan setan,
karena sesungguhnya keledai itu sedang melihat setan.
Jamaah yang lainnya —kecuali Ibnu Majah— telah mengetengahkan hadis ini
melalui berbagai jalur dari Ja'far ibnu Rabi'ah dengan sanad yang sama. Dan di
dalam sebagian teksnya disebutkan kalimat 'di malam hari'. Hanya Allah Yang Maha
Mengetahui.
Itulah wasiat-wasiat yang sangat bermanfaat yang dikisahkan oleh Al-Qur'anul
Karim mengenai Luqmanul Hakim. Telah diriwayatkan pula dari Luqman hikmah-hikmah
dan nasihat-nasihat lainnya yang cukup banyak. Berikut ini akan dikemukakan
sebagian darinya sebagai contoh dan pelajaran.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا ابْنُ إِسْحَاقَ، أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ،
أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، أَخْبَرَنِي نَهْشَل بْنُ مُجَمِّع الضَّبِّيُّ عَنْ
قَزْعَةَ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَخْبَرَنَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ لُقْمَانَ الْحَكِيمَ
كَانَ يَقُولُ: إِنَّ اللَّهَ إِذَا اسْتُودِعَ شَيْئًا حَفِظَهُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, telah
menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Sufyan,
telah menceritakan kepadaku Nahsyal ibnu Majma'ud Dabbi, dari Quza'ah, dari Ibnu
Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bercerita tentang Luqman
kepada para sahabatnya. Beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Luqmanul Hakim
pernah mengatakan bahwa sesungguhnya Allah itu apabila dititipi sesuatu pasti
Dia pelihara.
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ
يُونُسَ، عَنِ الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ مُوسَى بْنِ سُلَيْمَانَ، عَنِ الْقَاسِمِ
[بْنِ مُخَيْمِرة يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ] أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: " قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ
يَعِظُهُ: يَا بُنَيَّ، إِيَّاكَ وَالتَّقَنُّعَ فَإِنَّهُ مَخْوَفَةٌ بِاللَّيْلِ،
مَذَمَّةٌ بِالنَّهَارِ"
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id
Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Al-Auza'i, dari
Musa ibnu Sulaiman, dari Al-Qasim ibnu Mukhaimirah, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Luqmanul Hakim berkata kepada putranya saat ia menasihatinya, "Hai
Anakku, janganlah kamu meminta-minta karena sesungguhnya perbuatan ini
menjadikan ketakutan di malam hari dan kehinaan di siang hari.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Amr ibnu Usman ibnu Damrah, telah menceritakan kepada
kami As-Sari ibnu Yahya yang mengatakan bahwa Luqman pernah mengatakan kepada
anaknya, "Hai Anakku, sesungguhnya hikmah itu dapat menghantarkan orang-orang
miskin kepada kedudukan para raja."
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abdah ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami
Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman Al-Mas'udi, dari Aun
ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Luqman berkata kepada anaknya, "Hai Anakku,
apabila kamu mendatangi tempat berkumpulnya suatu kaum, maka lemparkanlah kepada
mereka anak panah Islam—yakni ucapan salam—, kemudian duduklah di tempat mereka.
Janganlah kamu berbicara sebelum kamu lihat mereka telah berbicara semuanya. Dan
apabila mereka membicarakan tentang zikrullah, maka tangguhkanlah anak panahmu
bersama mereka (yakni jangan kamu pergi meninggalkan mereka). Dan jika ternyata
mereka membicarakan hal selain zikrullah, maka beranjaklah kamu dari mereka dan
bergabunglah dengan kaum yang lain."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Amr ibnu Usman ibnu Sa'id ibnu Kasir ibnu Dinar, telah
menceritakan kepada kami Damrah, dari Hafs ibnu Umar yang menceritakan bahwa
Luqman meletakkan sekantong biji sawi di sisinya, lalu ia menasihati anaknya
dengan suatu nasihat seraya mengeluarkan biji sawinya sebiji demi sebiji hingga
habislah semua biji sawi kantungnya dikeluarkan. Lalu Luqman berkata, "Hai
Anakku, sesungguhnya aku telah menasihatimu dengan suatu nasihat yang seandainya
ditujukan kepada sebuah bukit niscaya bukit itu akan terbelah." Maka saat itu
juga terbelahlah anak Luqman.
قَالَ
أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ الْبَاقِي
المِصِّيصي، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحَرَّانِيُّ،
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الطَّرَائِفِيُّ، حَدَّثَنَا
أَبْيَنُ بْنُ سُفْيَانَ الْمَقْدِسِيُّ، عَنْ خَلِيفَةَ بْنِ سَلَامٍ، عَنْ
عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "اتخذوا السُّودَانَ
فَإِنَّ ثَلَاثَةً مِنْهُمْ مَنْ سَادَاتِ أَهْلِ الْجَنَّةِ: لُقْمَانُ
الْحَكِيمُ، وَالنَّجَاشِيُّ، وَبِلَالٌ الْمُؤَذِّنُ"
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu
Abdul Baqi Al-Masisi, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman
Al-Khuza'i, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abdur Rahman At-Taraifi,
telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Sufyan Al-Maqdisi, dari Khalifah ibnu
Salam, dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Pakailah oleh kalian orang-orang yang
berkulit hitam, karena sesungguhnya ada tiga orang dari kalangan mereka yang
menjadi penghulu ahli surga, yaitu Luqmanul Hakim, An-Najasyi, dan Bilal juru
azan.
Imam Tabrani mengatakan, yang dimaksud dengan orang yang berkulit hitam dalam
hadis ini ialah orang-orang Abesenia.