Tafsir Surat Adz-Dzariyat, ayat 1-4

{وَالذَّارِيَاتِ ذَرْوًا (1) فَالْحَامِلاتِ وِقْرًا (2) فَالْجَارِيَاتِ يُسْرًا (3) فَالْمُقَسِّمَاتِ أَمْرًا (4) إِنَّمَا تُوعَدُونَ لَصَادِقٌ (5) وَإِنَّ الدِّينَ لَوَاقِعٌ (6) وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْحُبُكِ (7) إِنَّكُمْ لَفِي قَوْلٍ مُخْتَلِفٍ (8) يُؤْفَكُ عَنْهُ مَنْ أُفِكَ (9) قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ (10) الَّذِينَ هُمْ فِي غَمْرَةٍ سَاهُونَ (11) يَسْأَلُونَ أَيَّانَ يَوْمُ الدِّينِ (12) يَوْمَ هُمْ عَلَى النَّارِ يُفْتَنُونَ (13) ذُوقُوا فِتْنَتَكُمْ هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ (14) }
Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan sekuat-kuatnya dan awan yang mengandung hujan, dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah, dan (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan, sesungguhnya apa yang dijanjikan Kepaadamu pasti benar dan sesungguhnya (hari) pembalasan pasti terjadi. Demi Langit yang mempunyai jalan-jalan, sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan. Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan lagi lalai, mereka bertanya, "Bilakah hari pembalasan itu?” (Hari pembalasan itu ialah) pada hari ketika mereka diazab di atas api neraka. (Dikatakan kepada mereka).”Rasakanlah azabmu itu. Inilah azab yang dahulu kamu minta supaya disegerakan.”
Syu'bah ibnul Hajjaj telah meriwayatkan dari Sammak, dari Khalid ibnu Ur'urah bahwa ia pernah mendengar Ali r.a. Syu'bah juga telah meriwayatkan pula dari Al-Qasim ibnu Abu Buzzah, dari Abut Tufail bahwa ia pernah mendengar Ali r.a. dan telah diriwayatkan pula melalui berbagai alur dari Amirul Mu’minin Ali ibnu Abu Talib r.a. Disebutkan bahwa ia menaiki mimbar di Kufah lalu berkata, "Tidaklah kalian bertanya kepadaku tentang suatu ayat di dalam Kitabullah dan tidak pula dari sunnah Rasulullah melainkan aku ceritakan kepada kalian tentangnya." Maka berdirilah Ibnul Kawa, lalu bertanya, "Hai Amirul Mu’minin, apakah makna firman Allah Swt.: 'Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan sekuat-kuatnya' (Adz-Dzariyat: 1)?" Maka Ali r.a. menjawab, "Makna yang dimaksud adalah angin." Ibnul Kawa menanyakan tentang makna firman selanjutnya: dan awan yang mengandung hujan. (Adz-Dzariyat: 2) Ali r.a. menjawab, bahwa yang dimaksud adalah awan. Lalu Ibnul Kawa bertanya lagi tentang makna firman-Nya: dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah. (Adz-Dzariyat: 3) Ali r.a. menjawab, bahwa yang dimaksud adalah kapal-kapal. Ibnul Kawa bertanya lagi mengenai firman-Nya: (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan (Az-Zariyaf : 4) Maka Ali r.a. mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah malaikat-malaikat yang ditugaskan untuk itu.
Hal yang semisal telah diriwayatkan dalam sebuah hadis yang marfu'.
Untuk itu Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Hani', telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Salam Al-Attar, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Sabrah, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Sabig At-Tamimi datang kepada Umar ibnul Khattab r.a., lalu bertanya, "Hai Amirul Mu’minin, ceritakanlah kepadaku tentang makna az-zariyati zarwa." Maka Umar r.a. menjawab, "Itu adalah angin yang bertiup kencang. Seandainya aku tidak mendengar Rasulullah Saw. mengatakannya, tentulah aku tidak akan mengatakannya." Sabig bertanya, "Maka ceritakanlah kepadaku makna al-mugassimati amra." Umar r.a. menjawab, "Yang dimaksud adalah malaikat-malaikat. Seandainya aku tidak mendengar Rasulullah Saw. mengatakannya, tentulah aku tidak akan mengatakannya." Sabig At-Tamimi kembali bertanya, "Ceritakanlah kepadaku tentang makna al-jariyati yusra." Maka Umar r.a. menjawab, "Makna yang dimaksud ialah kapal-kapal. Seandainya aku tidak pernah mendengar Rasulullah Saw. mengatakannya, tentulah aku tidak berani mengatakannya." Kemudian Khalifah Umar memerintahkan agar Sabig dihukum dera. Maka ia didera sebanyak seratus kali, lalu disekap di dalam sebuah rumah. Setelah sembuh dari luka deranya, ia dipanggil lagi dan dihukum dera lagi, lalu dinaikkan ke atas unta, dan Umar r.a. berkirim surat kepada Abu Musa Al-Asy'ari r.a. yang isinya mengatakan, "Laranglah orang-orang duduk bersamanya dalam suatu majelis." Sanksi itu terus-menerus diberlakukan atas dirinya. Akhirnya Sabig datang kepada Abu Musa r.a., lalu bersumpah dengan sumpah berat bahwa dia tidak merasa sakit hati atas apa yang telah dialaminya itu. Maka Abu Musa r.a. berkirim surat kepada Umar r.a. memberitakan hal tersebut. Umar r.a. membalas suratnya itu dengan mengatakan, "Menurut hemat saya, tiadalah dia sekarang melainkan benar dalam pengakuannya. Maka biarkanlah dia bergaul dengan orang-orang dalam majelis mereka."
Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan bahwa Abu Bakar ibnu Abu Sabrah orangnya daif, dan Sa'id ibnu Salam bukan termasuk ahli hadis. Menurut hemat saya, hadis ini dinilai daif dari segi ke-marfu '-annya, dan yang paling mendekati kepada kebenaran hadis ini mauquf hanya sampai pada Umar r.a. Karena sesungguhnya kisah Sabig ibnu Asal ini cukup terkenal, dan sesungguhnya Khalifah Umar r.a. memerintahkan agar Sabig didera karena Sabig dalam pertanyaannya itu kelihatan seperti orang yang mengingkarinya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Al-Hafiz Ibnu Asakir telah mengetengahkan kisah ini di dalam biografi Sabig secara panjang lebar.
Hal yang sama ditafsirkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim tidak mengetengahkan riwayat lain kecuali hanya ini.
Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan az-zariyat ialah angin yang kencang seperti pendapat yang pertama, karena yang dimaksud dengan hamilat ialah awan yang juga sama dengan pendapat yang pertama, karena awan mengandung air. Seperti yang dikatakan oleh Zaid ibnu Amr ibnu Nufail, seorang penyair, dalam salah satu bait syairnya:
وَأسْلَمْتُ نَفْسي لمَنْ أسْلَمَتْ ... لَهُ المزْنُ تَحْمِلُ عَذْبا زُلالا
Dan aku berserah diri kepada Tuhan yang berserah diri kepada-Nya awan yang membawa air yang tawar.
Adapun jariyat, maka pendapat yang terkenal dari jumhur ulama menyebutkan seperti pendapat di atas, yaitu kapal-kapal yang berlayar dengan mudah di atas permukaan air. Menurut sebagian dari mereka, yang dimaksud adalah bintang-bintang yang beredar pada garis edarnya masing-masing. Demikian itu agar ungkapan ini dimaksudkan bertingkat-tingkat dimulai dari yang paling bawah, kemudian berakhir di yang paling atas. Dengan kata lain, angin di atasnya terdapat awan, dan bintang-bintang di atas kesemuanya itu, dan yang lebih atas lagi ialah para malaikat yang ditugaskan untuk membagi-bagi urusan; mereka turun dengan membawa perintah-perintah Allah, baik yang berupa syariat ataupun yang berupa urusan alam. Ungkapan ini merupakan qasam atau sumpah dari Allah Swt. yang menunjukkan akan kepastian terjadinya hari kembali (hari kiamat). Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
{إِنَّمَا تُوعَدُونَ لَصَادِقٌ}
sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar. (Adz-Dzariyat: 5)
Yakni berita yang benar dan pasti terjadi.
{وَإِنَّ الدِّينَ لَوَاقِعٌ}
dan sesungguhnya (hari) pembalasan itu pasti terjadi. (Adz-Dzariyat: 6)
Yang dimaksud dengan ad-din ialah hari pembalasan, bahwa hari tersebut benar-benar akan terjadi dan pasti terjadinya. Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْحُبُكِ}
Demi langit yang mempunyai jalan-jalan. (Adz-Dzariyat: 7)
Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah langit yang mempunyai keindahan, kemegahan, dan kerapian. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abu Malik, Abu Saleh, As-Saddi, Qatadah, Atiyyah Al-Aufi, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan lain-lainnya.
Ad-Dahhak dan Al-Minhal ibnu Amr serta selain keduanya mengatakan bahwa perihalnya sama dengan bergelombang atau beriaknya air, pasir, dan tanam-tanaman manakala diterpa oleh angin; maka sebagian darinya membentuk alur dengan sebagian yang lain alur demi alur, dan inilah yang dimaksud dengan al-hubuk.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّة، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ أَنَّهُ قَالَ: "إِنَّ مِنْ وَرَائِكُمُ الْكَذَّابَ الْمُضِلَّ، وَإِنَّ رَأْسَهُ مِنْ وَرَائِهِ حُبُك حُبُك" يَعْنِي بِالْحُبُكِ: الْجُعُودَةَ
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abu Qilabah, dari seorang lelaki sahabat Nabi Saw., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya di belakang kalian akan ada seorang pendusta lagi penyesat, dan sesungguhnya (rambut) kepalanya dari belakang (kelihatan) berombak-ombak. Yakni keriting.
Abu Saleh mengatakan, artinya yang mempunyai ikatan yang erat. Dan menurut Khasif, zatul hubuk artinya yang mempunyai kerapian. Al-Hasan ibnu Abul Hasan Al-Basri mengatakan bahwa yang dimaksud dengan zatul hubuk adalah yang mempunyai ikatan dengan bintang-bintang.
Qatadah telah meriwayatkan dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ma'dan ibnu Abu Talhah, dari Amr Al-Bakkali, dari Abdullah ibnu Amr r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi langit yang mempunyai jalan-jalan. (Adz-Dzariyat: 7) Yakni langit yang ketujuh, seakan-akan —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— yang dimaksudkan adalah langit yang padanya terdapat bintang-bintang yang tetap (tidak bergerak), yang menurut kebanyakan ulama ahli falak berada di cakrawala yang kedelapan di atas cakrawala yang ketujuh; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Semua pendapat yang disebutkan di atas merujuk kepada satu hal, yaitu menggambarkan tentang keindahan dan kemegahannya, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas r.a. bahwa termasuk keindahan langit ialah ketinggiannya, pemandangannya yang transparan, kokoh bangunannya, luas cakrawalanya, lagi kelihatan cantik dalam kemegahannya dihiasi dengan bintang-bintang yang tetap dan yang beredar, serta dihiasi dengan matahari, rembulan, dan bintang-bintang yang bercahaya gemerlapan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّكُمْ لَفِي قَوْلٍ مُخْتَلِفٍ}
sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat. (Adz-Dzariyat: 8)
Yaitu sesungguhnya kalian hai orang-orang musyrik yang mendustakan rasul-rasul- benar-benar dalam keadaan berselisih, kacau, tidak rukun, dan tidak bersatu.
Menurut Qatadah, makna ayat ini ialah bahwa sesungguhnya kalian benar-benar berada dalam kekacauan pendapat antara membenarkan dan mendustakan Al-Qur'an.
{يُؤْفَكُ عَنْهُ مَنْ أُفِكَ}
dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan. (Adz-Dzariyat: 9)
Yakni sesungguhnya yang termakan hanyalah orang yang memang dirinya ditakdirkan sesat. Mengingat yang dikatakan adalah hal yang batil, dan yang termakan olehnya hanyalah orang yang memang ditakdirkan sesat lagi tidak punya pengertian. Seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:
{فَإِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ بِفَاتِنِينَ إِلا مَنْ هُوَ صَالِ الْجَحِيمِ}
Maka sesungguhnya kamu dan apa-apa yang kamu sembah itu, sekali-kali tidak dapat menyesatkan (seseorang) terhadap Allah, kecuali orang-orang yang akan masuk neraka yang menyala-nyala. (Ash-Shaffat: 161-163)
Ibnu Abbas r.a. dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan. (Adz-Dzariyat: 9) Yakni disesatkan darinya orang yang disesatkan.
Mujahid mengatakan: dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan. (Adz-Dzariyat: 9) Yakni dijauhkan darinya orang yang dijauhkan.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa dipalingkan dari Al-Qur'an orang yang mendustakannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ}
Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta. (Al-Zariyat: 10)
Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kharras ialah orang yang pendusta. Ungkapan ini merupakan tamsil, sama dengan apa yang terdapat di dalam surat Abasa, yaitu:
{قُتِلَ الإنْسَانُ مَا أَكْفَرَهُ}
Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya? ('Abasa: 17)
Al-kharrasun adalah orang-orang yang mengatakan bahwa kami tidak akan dibangkitkan, mereka tidak mempercayai adanya hari berbangkit.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta. (Adz-Dzariyat: 10) Artinya, terkutuklah orang-orang yang ragu-ragu.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mu'az r.a. dalam khotbahnya, bahwa binasalah orang­-orang yang ragu-ragu.
Qatadah mengatakan bahwa kharrasun artinya orang-orang yang lalai dan berprasangka buruk.
*******************
Firman Allah Swt.:
{الَّذِينَ هُمْ فِي غَمْرَةٍ سَاهُونَ}
(yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan lagi lalai. (Adz-Dzariyat: 11)
Ibnu Abbas r.a. dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah orang-orang yang tenggelam dalam kekafiran, keraguan, kelalaian, dan kealpaannya.
{يَسْأَلُونَ أَيَّانَ يَوْمُ الدِّينِ}
mereka bertanya, "Bilakah hari pembalasan itu?” (Adz-Dzariyat: 12)
Sesungguhnya mereka menanyakan hal ini hanyalah semata-mata karena ketidakpercayaan mereka dengan adanya hari pembalasan itu. Mereka mendustakannya, mengingkarinya, meragukannya, dan menganggapnya mustahil.
Firman Allah Swt.:
{يَوْمَ هُمْ عَلَى النَّارِ يُفْتَنُونَ}
(Hari pembalasan itu ialah) pada hari ketika mereka diazab di atas api neraka. (Adz-Dzariyat: 13)
Ibnu Abbas, Mujahid, dan Al-Hasan serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna yuftanuna ialah mereka diazab, sebagaimana emas dibakar dalam api (kemasan).
Jamaah lainnya —seperti Mujahid, Ikrimah, Ibrahim An-Nakha'i, Zaid ibnu Aslam, dan Sufyan As-Sauri— mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka dibakar.
{ذُوقُوا فِتْنَتَكُمْ}
(Dikatakan kepada mereka), "Rasakanlah azabmu itu. (Adz-Dzariyat: 14)
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah rasakanlah siksaan yang membakar kalian ini. Sedangkan selain Mujahid mengatakan rasakanlah azab ini.
{هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ}
Inilah azab yang dahulu kamu minta supaya disegerakan. (Adz-Dzariyat: 14)
Dikatakan hal ini kepada mereka sebagai kecaman, cemoohan, dan penghinaan terhadap mereka. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Popular posts from this blog

Tafsir Surat Al-'Alaq, ayat 1-5

Keajaiban Terapi Ruqyah

Tafsir Surat Al Mu’minun, ayat 99-100