Tafsir Surat Al-Fath, ayat 25-26

{هُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْهَدْيَ مَعْكُوفًا أَنْ يَبْلُغَ مَحِلَّهُ وَلَوْلا رِجَالٌ مُؤْمِنُونَ وَنِسَاءٌ مُؤْمِنَاتٌ لَمْ تَعْلَمُوهُمْ أَنْ تَطَئُوهُمْ فَتُصِيبَكُمْ مِنْهُمْ مَعَرَّةٌ بِغَيْرِ عِلْمٍ لِيُدْخِلَ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ لَوْ تَزَيَّلُوا لَعَذَّبْنَا الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (25) إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنزلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا (26) }
Merekalah orang-orang yang kafir yang menghalangi kamu dari (masuk) Masjidil Haram dan menghalangi hewan korban sampai ke tempat (penyembelihannya. Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu kesusahan tanpa pengetahuanmu (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka). Supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Sekiranya mereka tidak bercampur baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih. Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliah, lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Allah Swt. berfirman, menceritakan keadaan orang-orang kafir dari kalangan kaum musyrik Quraisy dan orang-orang yang mendukung mereka yang memusuhi Rasulullah Saw.:
{هُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا}
Merekalah orang-orang yang kafir (Al-Fath' 25)
Hanya merekalah orang-orang kafir yang sejati, bukan selain mereka.
{وَصَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ}
yang menghalangi kamu dari (masuk) Masjidil Haram. (Al-Fath: 25)
padahal kalian lebih berhak terhadap Masjidil Haram, lagi pula kalian adalah ahlinya.
وَالْهَدْيَ مَعْكُوفًا أَنْ يَبْلُغَ مَحِلَّهُ}
dan menghalangi hewan korban sampai ke tempat (penyembelihan)nya. (Al-Fath: 25)
Yakni mereka menghalang-halangi hewan korban untuk sampai ke tempat penyembelihannya; hal ini merupakan sikap mereka yang melampaui batas dan menunjukkan keingkaran mereka. Hewan korban yang dibawa oleh Nabi Saw. terdiri dari tujuh puluh ekor unta, seperti yang akan dijelaskan nanti.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلَوْلا رِجَالٌ مُؤْمِنُونَ وَنِسَاءٌ مُؤْمِنَاتٌ}
Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin. (Al-Fath: 25)
yang ada di kalangan orang-orang musyrik Mekah, tetapi mereka menyembunyikan keimanannya dari mata orang-orang musyrik yang ada di sekitarnya karena takut akan keselamatan diri mereka dari kekejaman kaumnya. Seandainya tidak ada mereka, tentulah Kami akan menguasakan mereka kepada kalian, hingga kalian dapat membunuh mereka dan memusnahkan mereka sampai keakar-akarnya. Akan tetapi, mengingat di kalangan mereka terdapat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan yang tidak engkau ketahui mereka bila terjadi pertempuran, karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
{لَمْ تَعْلَمُوهُمْ أَنْ تَطَئُوهُمْ فَتُصِيبَكُمْ مِنْهُمْ مَعَرَّةٌ}
yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesusahan. (Al-Fath: 25)
Yakni merasa berdosa dan menanggung denda.
{بِغَيْرِ عِلْمٍ لِيُدْخِلَ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ}
tanpa pengetahuanmu (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka). Supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. (Al-Fath: 25)
Yaitu Allah menangguhkan hukuman-Nya terhadap mereka (orang-orang musyrik) demi menyelamatkan sebagian dari orang-orang mukmin yang ada di kalangan mereka; dan agar sebagian besar dari mereka sadar, lalu memeluk agama Islam. Dalam firman berikutnya disebutkan:
{لَوْ تَزَيَّلُوا}
Sekiranya mereka tidak bercampur baur. (Al-Fath: 25)
Yakni sekiranya orang-orang kafir terpisahkan dari orang-orang mukmin yang ada di kalangan mereka.
{لَعَذَّبْنَا الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا}
tentulah Kami akan-mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih. (Al-Fath: 25)
Maksudnya, tentulah Kami menguasakan mereka kepada kalian dan tentulah kalian dapat membunuh mereka hingga keakar-akarnya.
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanba' alias Rauh ibnul Faraj, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abu Ibad Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Sa'd mau la Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Hajar ibnu Khalaf yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa ia pernah mendengar Junaid ibnu Subai' mengatakan bahwa ia memerangi Rasulullah Saw. pada permulaan siang hari dalam keadaan kafir, tetapi di petang harinya ia berperang dengan Rasulullah Saw. dalam keadaan muslim. Berkenaan dengan kamilah ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin. (Al-Fath: 25) Junaid ibnu Subai' melanjutkan, "Kami saat itu terdiri dari sembilan orang, tujuh orang laki-laki dan dua orang wanita."
Kemudian ImamTabrani meriwayatkannya pula melalui jalur lain dari Muhammad ibnu Abbad Al-Makki dengan sanad yang sama, hanya dalam riwayat ini disebutkan dari Abu Jum'ah Junaid ibnu Subai', lalu disebutkan hal yang semisal. Tetapi menurut riwayat yang benar, dia adalah Abu Ja'far Habib ibnu Siba'.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya melalui hadis Hajar ibnu Khalaf dengan sanad yang sama. Dalam riwayatnya disebutkan pula, "Kami berjumlah tiga orang laki-laki dan sembilan orang wanita, dan berkenaan dengan kamilah ayat ini diturunkan," yaitu firman-Nya: Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin. (Al-Fath: 25)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Bukhari, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Usman ibnu Jabalah, dari Abu Hamzah, dari Ata, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan firman Allah Swt.: Sekiranya mereka tidak bercampur baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih. (Al-Fath: 25) Yakni sekiranya orang-orang kafir itu memisahkan diri dari orang-orang mukmin, tentulah Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih, yaitu kaum mukmin akan membunuh mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ}
Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliah. (Al-Fath: 26)
Demikian itu terjadi ketika mereka menolak jika dituliskan Bismillahir Rahmanir Rahim, dan mereka menolak pula bila dituliskan dalam perjanjian tersebut, "Ini adalah janji yang disetujui oleh Muhammad utusan Allah."
{فَأَنزلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى}
lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa. (Al-Fath: 26)
Yang dimaksud dengan kalimat takwa ialah la ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), seperti yang disebutkan oleh Ibnu Jarir dan Abdullah ibnu Imam Ahmad, bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Quza'ah Abu Ali Al-Basri, telah men­ceritakan kepada kami Sufyan ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Saur, dari ayahnya, dari At-Tufail (yakni Ibnu Ubay ibnu Ka'b), dari ayahnya, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya:
{وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى}
dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa (Al-Fath-26)
Bahwa yang dimaksud adalah ucapan, "La ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah)."
Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dari Al-Hasan ibnu Quza'ah; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya melainkan hanya melalui hadis Hasan ibnu Quza'ah. Aku pernah menanyakan hadis ini kepada Abu Zar'ah, ternyata dia pun tidak mengenalnya melainkan hanya melalui jalur ini.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ الرَّمَادِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنِي اللَّيْثُ، حَدَّثَنِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ خَالِدٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ أَخْبَرَهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَمَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَقَدْ عَصَمَ مِنِّي مَالَهُ وَنَفْسَهُ إِلَّا بحقه، وحسابه على الله"، وأنزل الله في كِتَابِهِ، وَذَكَرَ قَوْمًا فَقَالَ: {إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ} [الصَّافَّاتِ: 35] ، وَقَالَ اللَّهُ جَلَّ ثَنَاؤُهُ: {وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا} وَهِيَ: "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ"، فَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا وَاسْتَكْبَرَ عَنْهَا الْمُشْرِكُونَ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ، وَكَاتَبَهُمْ رسول الله صلى الله عليه وسلم على قَضِيَّةِ الْمُدَّةِ..
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepadaku Lais, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Khalid, dari Abu Syihab, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa Abu Hurairah r.a. pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan, "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah.” Maka barang siapa yang mau mengucapkan kalimah ini, berarti dia telah memelihara harta dan jiwanya dariku terkecuali berdasarkan alasan yang hak, sedangkan perhitungannya ada pada Allah Swt. Allah Swt. telah menurunkan di dalam Kitab-Nya berkaitan dengan perihal suatu kaum: Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, "La ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), " mereka menyombongkan diri. (Ash-Shaffat: 35) Adapun firman Allah Swt.: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. (Al-Fath: 26) Yakni kalimat La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah). Ternyata orang-orang musyrik itu bersikap sombong terhadapnya, dan bersikap sombong pula mereka pada hari Hudaibiyah terhadap kalimah tersebut. Maka Rasulullah Saw. menyetujui perjanjian tersebut dalam batas waktu tertentu.
Hal yang semisal dengan tambahan ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui hadis Az-Zuhri. Tetapi makna lahiriahnya menunjukkan bahwa tambahan ini merupakan perkataan Az-Zuhri sendiri yang disisipkan ke dalam hadis; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kalimat takwa ialah ikhlas. Ala ibnu Abu Rabah mengatakan bahwa kalimah tersebut adalah, 'Tidak ada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji dan Dia atas segala sesuatu Mahakuasa'.
Hal yang semisal telah dikatakan oleh Yunus ibnu Bukair, dari Ibnu Ishaq, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dan Al-Miswar. dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa. (Al-Fath: 26) Bahwa yang dimaksud adalah, 'Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya'.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari Ababah ibnu Rib'i, dari Ali r.a. sehubungan dengan firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa (Al-Fath: 26); Yakni kalimat, 'Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, dan Allah Mahabesar'.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Umar r.a.
Ah ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. mengenai firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa (Al-Fath-26) Bahwa yang dimaksud ialah kesaksian yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, kalimat ini adalah puncak dari semua ketakwaan.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa (Al-Fath 26) Bahwa yang dimaksud adalah kalimat 'Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah' dan berjihad di jalan-Nya.
Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa kalimat yang dimaksud ialah 'Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad utusan Allah'.
Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Az-Zuhri sehubungan dengan firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa. (Al-Fath: 26) Bahwa yang dimaksud adalah Bismillahir Rahmanir Rahim.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa. (Al-Fath: 26) Kalimat yang dimaksud ialah 'Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah'.
*******************
{وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا}
dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. (Al-Fath: 26)
Yakni orang-orang muslimlah yang lebih berhak dan mereka adalah pemiliknya.
{وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا}
Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Fath: 26)
Allah Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat kebaikan dan siapa yang berhak mendapat keburukan.
Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Syababah ibnu Siwar, dari Abu Razin, dari Abdullah ibnul Ala, dan Bisyr ibnu Abdullah, dari Ubay ibnu Ka'b r.a., bahwa ia membaca firman Allah Swt.: Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliah. (Al-Fath: 26) Lalu ia mengatakan, "Seandainya kalian bersikap sombong seperti kesombongan mereka (orang-orang Jahiliah), niscaya Masjidil Haram menjadi rusak." Ketika ucapan itu terdengar oleh Umar r.a., maka Umar bersikap keras terhadapnya. Maka Ubay ibnu Ka'b r.a. berkata, "Sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa aku sering masuk menemui Rasulullah Saw., maka beliau mengajariku apa yang telah diajarkan oleh Allah kepadanya." Umar ibnul Khattab r.a. berkata, "Tidak, engkau adalah seorang lelaki yang mempunyai ilmu (kitab Taurat) dan Al-Qur'an, maka bacalah dan ajarkanlah apa yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepadamu."
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar, dari Az-Zuhri, dari Urwah ibnu Zubair, dari Al-Miswar ibnu Makhramah dan Marwan ibnul Hakam, keduanya mengatakan bahwa Rasulullah Saw. berangkat dengan tujuan ziarah ke Baitullah bukan untuk perang, dan beliau membawa serta hewan hadyu sebanyak tujuh puluh ekor unta. Sedangkan jumlah orang saat itu tujuh ratus orang; setiap ekor unta untuk korban sepuluh orang. Ketika sampai di Asfan, beliau bersua dengan Bisyr ibnu Sufyan Al-Ka'bi. Lalu Sufyan berkata, "Wahai Rasulullah, orang-orang Quraisy telah mendengar keberangkatanmu, maka mereka telah keluar bersama pasukannya dan mereka mengenakan pakaian dari kulit macan tutul, mereka telah bersumpah bahwa engkau tidak boleh memasukinya dengan paksa selamanya. Dan Khalid ibnul Walid ada bersama pasukan berkuda mereka dan menjadi pemimpinnya menuju ke Kura'ul Gaim." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Celakalah orang-orang Quraisy, nafsu peperangan telah membakar mereka, kerugian apakah yang dialami mereka bila mereka membiarkan aku dan semua orang? Jika mereka mendapatkan kemenangan dariku, itulah yang mereka kehendaki. Dan jika Allah Swt. menjadikan aku menang atas mereka, maka mereka dapat masuk ke dalam agama Islam, sedangkan hak mereka terpenuhi. Jika mereka tidak melakukannya, mereka bisa saja perang karena mereka memiliki kekuatan; lalu apakah yang dikehendaki mereka. Demi Allah, aku tetap terus menerus berjihad melawan mereka demi membela apa yang dipercayakan oleh Allah kepadaku, hingga Allah memenangkan diriku atau roh ini terpisah dari tubuhnya." Selanjutnya Rasulullah Saw. memerintahkan kepada kaum muslim untuk bergerak dan mereka menempuh jalan ke arah kanan melalui celah Al-Himd yang terusannya menuju keSanyatul Mirar dan Hudaibiyah, jalan yang rendah menuju ke Mekah. Maka Nabi Saw. membawa pasukan kaum muslim melalui jalan tersebut. Ketika pasukan berkuda kaum Quraisy melihat debu pasukan kaum muslim telah menyimpang dari jalurnya, maka mereka lari kembali bergabung dengan kaum Quraisy. Dan Rasulullah Saw. keluar dari celah itu hingga ketika menempuh jalan Sanyatul Mirar, unta kendaraannya berhenti dan mendekam. Maka orang-orang (kaum muslim) mengatakan bahwa unta Nabi Saw. mogok. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Unta ini tidak mogok karena sikap ini bukanlah wataknya, tetapi ia ditahan oleh Tuhan yang pernah menahan tentara bergajah yang (akan menyerang) Mekah. Demi Allah, tidaklah kaum Quraisy di hari ini menyeruku kepada suatu rencana yang mengandung silaturahmi melainkan aku akan menyetujui rencana itu. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Turunlah kamu sekalian!" Mereka mengatakan, "Wahai Rasulullah, di lembah ini tidak ada air untuk minum kita semua." Maka Rasulullah Saw. mengeluarkan sebuah anak panah dari wadah anak panahnya, dan memberikannya kepada seseorang dari sahabatnya. Orang tersebut turun ke dalam salah satu sumur yang ada di tempat itu yang telah kering, lalu ia menancapkan anak panah tersebut ke dalamnya. Maka dengan serta merta memancarlah air dengan derasnya, hingga dapat mencukupi semua orang. Setelah Rasulullah Saw. merasa tenang, tiba-tiba datanglah Badil ibnu Warqa bersama sejumlah orang dari Bani Khuza'ah, maka Rasulullah Saw. berkata kepada mereka seperti yang beliau katakan kepada Bisyr ibnu Sufyan. Akhirnya mereka kembali kepada kaum Quraisy dan mengatakan, "Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian benar-benar terlalu tergesa-gesa dalam menilai Muhammad. Dia datang bukan untuk perang, melainkan datang untuk menziarahi Baitullah ini dan mengagungkan kedudukannya." Akan tetapi, orang-orang Quraisy tidak mempercayainya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Az-Zuhri telah mengatakan bahwa Bani Khuza'ah dikenal di kalangan mereka (Quraisy) sebagai orang-orang yang bersikap oposisi. Mereka bersikap mengharapkan kebaikan bagi Rasulullah Saw., baik dari mereka yang musyrik maupun yang telah Islam. Mereka sama sekali tidak pernah menyembunyikan suatu berita pun yang terjadi di Mekah terhadap Rasulullah Saw. Maka orang-orang Quraisy mengatakan, "Jika memang dia datang hanya untuk itu, demi Allah, dia tidak akan memasuki kota kami dengan paksa selama-lamanya, dan orang-orang Arab pun tidak akan membicarakannya." Kemudian mereka (kaum Quraisy) mengirim salah seorang Bani Amr ibnu Lu'ay, yaitu Mukarriz ibnu Hafs. Ketika Rasulullah Saw. melihatnya, bersabdalah beliau, "Orang ini adalah lelaki yang ingkarjanji." Ketika Mukarriz sampai di hadapan Rasulullah Saw., maka beliau berbicara terus terang kepadanya seperti pembicaraan beliau kepada teman-temannya. Lalu Mukarriz kembali kepada kaum Quraisy dan menceritakan kepada mereka apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah Saw. kepadanya. Lalu kaum Quraisy mengutus kepada Nabi Saw. Al-Hulais ibnu Alqamah Al-Kannani yang saat itu menjadi pemimpin orang-orang Habsyah. Ketika Rasulullah Saw. melihatnya, maka bersabdalah beliau: Orang ini dari kaum yang bertuhan, maka giringkanlah hewan-hewan hadyu itu! Ketika Al-Hulais melihat hewan-hewan kurban bergerak menuju ke arahnya dari tengah lembah yang semuanya telah diberi kalung tanda hadyu, sedangkan hewan-hewan hadyu itu telah memakan bulunya sendiri karena lamanya ditahan di tempat tersebut, maka kembalilah Al-Hulais kepada orang-orang Quraisy tanpa menemui Rasulullah Saw. karena merasa percaya dengan pemandangan yang dilihatnya. Lalu Al-Hulais berkata kepada kaum Quraisy, "Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya aku telah melihat suatu pemandangan yang tidak memperkenankan bagi kamu sekalian menahan hewan-hewan hadyu yang telah diberi kalung pertanda korban untuk sampai ke tempatnya, sebab hewan-hewan hadyu itu telah memakan bulunya sendiri karena terlalu lama di tahan dari tempat yang sebenarnya."
Mereka (Quraisy) berkata, "Duduklah kamu, sesungguhnya kamu ini hanyalah seorang Badui yang tidak mempunyai pengetahuan." Maka mereka mengutus kepada Rasulullah Saw. Urwah ibnu Mas'ud As-Saqafi. Urwah berkata kepada orang-orang Quraisy, "Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya aku telah melihat apa yang dialami oleh orang-orang yang kalian utus kepada Muhammad, semuanya kembali dengan mendapat perlakuan yang kasar dan perkataan yang buruk. Dan kalian telah mengetahui bahwa kalian bagiku adalah orang tua dan aku bagaikan anak kalian. Dan sesungguhnya aku telah mendengar apa yang telah dialami oleh kalian. Maka aku mengumpulkan orang-orang yang taat kepadaku dari kaumku, lalu aku datang kepada kalian untuk mendukung kalian dengan segala kemampuanku." Mereka menjawab, "Kamu benar, engkau bukanlah orang yang dicurigai di kalangan kami."
Urwah berangkat hingga sampailah di hadapan Rasulullah Saw., lalu ia duduk di hadapan beliau dan berkata, "Hai Muhammad, sesungguhnya aku telah mengumpulkan orang-orang Habsyah, lalu aku datangkan mereka ke hadapanmu untuk menyampaikan tugasnya. Sesungguhnya orang-orang Quraisy telah keluar dengan semua kekuatannya, mereka mengenakan kulit macan tutul, mereka telah bersumpah kepada Allah bahwa engkau tidak boleh masuk ke kota mereka dengan paksa selamanya. Dan demi Allah, seakan-akan aku melihat mereka dapat memukulmu mundur besok."
Saat itu Abu Bakar r.a. sedang duduk di belakang Rasulullah Saw., maka ia menjawab, "Isaplah itil Lata (mu), apakah kami akan membiarkan beliau terpukul mundur?" Urwah bertanya, "Hai Muhammad, siapakah orang ini?" Rasulullah Saw. menjawab, "Dia adalah anak Abu Quhafah."
Urwah berkata, "Demi Allah, sekiranya tidak ada perjanjian pakta antara engkau dan aku, tentulah aku akan membalasmu. Tetapi biarlah dan sebagai jawabannya adalah ini," lalu ia memegang jenggot Rasulullah Saw. Sedangkan Al-Mugirah ibnu Syu'bah r.a. berdiri di samping Rasulullah Saw. memegang besi. Lalu ia gunakan besi itu untuk memukul tangan Urwah (agar jangan memegang jenggot Rasulullah Saw.), seraya berkata, "Tahanlah tanganmu dari jenggot Rasulullah, jangan sampai jenggot beliau tersentuh olehmu." Urwah berkata, "Celakalah engkau, alangkah kasar dan kerasnya sikapmu."
Menyaksikan hal itu Rasulullah Saw. tersenyum, lalu Urwah bertanya, "Hai Muhammad, siapakah orang ini?" Rasulullah Saw. menjawab, "Dia adalah anak saudaramu, Al-Mugirah ibnu Syu'bah." Urwah berkata, "Celakalah engkau, kamu ini adalah anak baru kemarin sore."
Maka Rasulullah Saw. berbicara dengan Urwah dengan pembicaraan yang sama seperti yang beliau katakan kepada teman-temannya (utusan Quraisy sebelumnya), dan beliau Saw. menceritakan kepadanya bahwa kedatangannya kali ini bukan untuk tujuan berperang.
Maka Urwah bangkit meninggalkan Rasulullah Saw., sedangkan ia telah menyaksikan apa yang telah dilakukan oleh para sahabat kepada beliau Saw. Tidak sekali-kali Nabi Saw. berwudu, melainkan mereka berebutan mengambil sisanya; dan tidak sekali-kali beliau meludah, melainkan mereka berebutan mengambilnya; dan tidaklah rontok sehelai rambut pun dari rambut beliau, melainkan mereka mengambilnya.
Maka kembalilah Urwah kepada orang-orang Quraisy, lalu berkata kepada mereka: Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya aku telah datang kepada Kisra dalam kerajaannya, dan aku telah datang pula kepada Kaisar dan Najasyi dalam kerajaannya. Akan tetapi, demi Allah, aku belum pernah melihat suatu kerajaan pun yang semisal dengan apa yang dimiliki oleh Muhammad terhadap sahabat-sahabatnya. Sesungguhnya aku telah menyaksikan suatu kaum (yakni para sahabat) yang tidak akan menyerahkan dia karena sesuatu untuk selamanya. Maka persetanlah dengan pendapat kalian.
Az-Zuhri melanjutkan kisahnya, bahwa sebelum itu Rasulullah Saw. telah mengirimkan Khirasy ibnu Umayyah Al-Khuza'i ke Mekah yang berangkat dengan memakai unta kendaraan beliau yang diberi nama Sa'lab. Ketika ia memasuki kota Mekah, orang-orang Quraisy menyembelih unta kendaraannya dan hampir saja mereka membunuh Khirasy. Tetapi orang-orang Habsyah menahan mereka dan memulangkan Khirasy kepada Rasulullah Saw.
Maka Rasulullah Saw. memanggil Umar r.a. dengan maksud akan menjadikannya sebagai utusan beliau Saw. ke Mekah. Tetapi Umar berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku merasa khawatir akan keselamatanku dalam menghadapi orang-orang Quraisy. Karena di Mekah tiada seorang pun dari kalangan Bani Addi yang dapat melindungiku. Dan orang-orang Quraisy telah mengetahui betapa permusuhanku terhadap mereka dan kekasaranku terhadap mereka. Tetapi aku akan menunjukkan kepadamu seseorang yang lebih mereka hormati daripada diriku, dialah Usman ibnu Affan r.a."
Maka Rasulullah Saw. memanggil Usman dan menjadikannya sebagai utusan beliau Saw. (ke Mekah) untuk memberitahukan kepada penduduknya bahwa beliau datang bukan untuk memerangi siapa pun, melainkan datang untuk menziarahi Baitullah dan menghormati kesuciannya.
Usman r.a. berangkat, dan ketika sampai di Mekah ia disambut oleh Aban ibnu Sa'id ibnul Ash, lalu Aban turun dari unta kendaraannya dan menaiki unta kendaraan Usman r.a. yang diboncengnya sebagai pertanda bahwa dia melindunginya hingga Usman dapat menyampaikan pesan dari Rasulullah Saw.
Usman r.a. berangkat menemui Abu Sufyan dan para pembesar Quraisy, lalu ia menyampaikan kepada mereka pesan yang diamanatkan oleh Rasulullah Saw. kepadanya. Maka mereka berkata, "Jika kamu menghendaki, kamu boleh melakukan tawaf di Baitullah." Tetapi Usman menjawab, "Aku tidak mau melakukannya sebelum Rasulullah Saw. tawaf padanya.'Akhirnya Usman r.a. ditahan oleh kaum Quraisy hingga ia tidak dapat kembali. Tetapi lain halnya dengan berita yang sampai kepada Rasulullah Saw. Berita itu menyebutkan bahwa Usman r.a. telah dibunuh.
Muhammad mengatakan, Az-Zuhri telah menceritakan kepadanya bahwa orang-orang Quraisy mengirimkan Suhail ibnu Amr dengan membawa pesan, "Datangilah Muhammad, dan adakanlah gencatan senjata dengannya, tetapi janganlah kamu bersikap lunak dalam perjanjian itu terkecuali jika dia mau kembali meninggalkan kita tahun ini. Demi Allah, ini agar tidak dijadikan buah bibir orang-orang Arab bahwa dia memasuki Mekah dengan paksa."
Maka Suhail ibnu Amr datang menemui Rasulullah Saw. Ketika beliau melihat kedatangannya, maka bersabdalah beliau: Dengan menjadikan lelaki ini sebagai utusan mereka, berarti mereka menghendaki perdamaian.
Setelah Suhail ibnu Amr sampai ke hadapan Rasulullah Saw., Maka keduanya berbicara dalam waktu yang cukup lama, masing-masing pihak saling mengemukakan pendapatnya hingga terjadilah kesepakatan di antara keduanya untuk mengadakan perdamaian dan gencatan senjata.
Ketika perkaranya hanya tinggal menuangkan kesepakatan itu ke dalam surat yang tertulis, Umar ibnul Khattab r.a. melompat dan menuju kepada Abu Bakar r.a., lalu berkata, "Hai Abu Bakar, bukankah beliau adalah utusan Allah, bukankah kita adalah kaum muslim, dan bukankah mereka adalah kaum musyrik?" Abu Bakar menjawab, "Benar." Umar bertanya, "Lalu mengapa kita mengalah dalam membela agama kita?" Abu Bakar r.a. berkata, "Tetaplah kamu dengan apa yang diputuskan oleh beliau, karena sesungguhnya aku bersaksi bahwa beliau adalah utusan Allah." Maka Umar berkata, "Aku pun bersaksi pula."
Kemudian Umar datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, bukankah kita kaum muslim dan bukankah mereka adalah kaum musyrik?" Rasulullah Saw. bersabda, "Benar." Umar berkata, "Lalu mengapa kita mengalah dalam membela agama kita?" Rasulullah Saw. bersabda: Aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, aku tidak akan menentang perintah-Nya dan Dia tidak akan menyia-nyiakan diriku.
Kemudian Umar r.a. berkata bahwa dirinya masih tetap puasa dan salat serta sedekah dan memerdekakan budak karena merasa bersalah dengan apa yang pernah dia ucapkan di hari itu, sehingga ia selalu berharap semoga urusan ini menjadi baik.
Kemudian Rasulullah Saw. memanggil Ali ibnu AbuTalib r.a., lalu bersabda kepadanya: Tulislah "Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang ".
Tetapi Suhail berkata, "Aku tidak mengenal istilah itu, tetapi tulislah "Dengan nama Engkau, ya Allah". Rasulullah Saw. bersabda: Tulislah "Dengan nama-Mu ya Allah, ini adalah perjanjian damai yang disetujui oleh Muhammad Rasulullah ".
Tetapi Suhail ibnu Amr kembali memotong, "Sekiranya aku mengakui bahwa engkau adalah utusan Allah, tentulah aku tidak memerangimu. Tetapi tulislah ini adalah perjanjian damai yang disetujui oleh Muhammad ibnu Abdullah dan Suhail ibnu Amr untuk mengadakan gencatan senjata selama sepuluh tahun'." Orang-orang merasa aman di masa tersebut dan sebagian dari mereka menahan diri terhadap sebagian yang lain. Dan bahwa orang yang datang kepada Rasulullah Saw. dari kalangan teman-temannya untuk bergabung bersama beliau, tetapi tanpa izin dari walinya, maka Rasulullah Saw. harus memulangkannya. Dan barang siapa dari kalangan orang-orang yang bersama Rasulullah Saw. datang kepada kaum Quraisy, mereka tidak boleh memulangkannya kepada beliau. Dan bahwa di antara kedua belah pihak terdapat juri yang tidak memihak, dan bahwa tidak ada rantai dan tidak ada pula belenggu (yakni tawan-menawan).
Tersebutlah bahwa di antara salah satu persyaratan yang tertuang di dalam naskah perjanjian itu ialah bahwa barang siapa yang menginginkan masuk ke dalam ikatan dan janji Muhammad Saw., ia boleh masuk ke dalamnya. Dan barang siapa yang ingin masuk ke dalam ikatan dan janji orang-orang Quraisy, ia boleh masuk ke dalamnya. Maka berlompatanlah Bani Khuza'ah, lalu mereka mengatakan, "Kami ingin dimasukkan ke dalam ikatan dan janji Rasulullah Saw." Dan Bani Bakar berlompatan pula, lalu mengatakan, "Kami ingin dimasukkan ke dalam ikatan dan janji Quraisy. Dan engkau tahun ini harus pulang meninggalkan kami, engkau tidak boleh masuk Mekah. Apabila tahun depan tiba, kami memberikan kesempatan kepadamu dan kamu bersama sahabat-sahabatmu boleh memasukinya dan tinggal di dalamnya selama tiga hari; engkau boleh membawa senjata, tetapi tidak boleh memasukinya melainkan senjatamu harus disarungkan."
Ketika Rasulullah Saw. sedang mengurus naskah perjanjian itu, tiba-tiba datanglah kepadanya Abu Jandal ibnu Suhail ibnu Amr dalam keadaan dirantai, dia telah melarikan diri untuk bergabung dengan Rasulullah Saw.
Sebelumnya sahabat-sahabat Rasulullah Saw. saat mereka berangkat dari Madinah tidak ragu lagi terhadap kemenangan yang bakal mereka raih atas kota Mekah, karena mimpi yang telah dialami oleh Rasulullah Saw. mengenai hal tersebut. Tetapi manakala mereka menyaksikan kenyataan yang mereka alami -yaitu ditandatanganinya Perjanjian Hudaibiyah, lalu kembali pulang, serta beban yang ditanggung oleh Rasulullah Saw. menghadapi kenyataan ini- maka mereka pun mengalami benturan yang amat keras hingga hampir saja mereka binasa karenanya.
Ketika Suhail melihat Abu Jandal (yakni anaknya), maka ia langsung menuju kepadanya dan menampar mukanya, lalu berkata, "Hai Muhammad, perjanjian ini telah disepakati antara aku dan kamu sebelum kedatangan orang ini." Rasulullah Saw. menjawab, "Engkau benar." Lalu Suhail bangkit dan menarik kerah bajunya dan menyeretnya untuk ikut bersamanya pulang ke Mekah.
Maka Abu Jandal berseru dengan sekuat suaranya mengatakan, "Hai orang-orang muslim, apakah kalian membiarkan aku pulang ke tempat orang-orang musyrik, maka mereka akan berupaya untuk mengembalikanku kepada agama mereka."
Kaum muslim makin bertambah buruk keadaannya menyaksikan kejadian ini setelah apa yang mereka alami. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai Abu Jandal, bersabarlah dan harapkanlah pahala dari Allah, karena sesungguhnya Allah Swt. pasti akan memberikan jalan keluar bagi dirimu, juga bagi kaum du'afa (muslim yang ada di Mekah) yang bersamamu. Sesungguhnya kami telah menandatangani perjanjian damai antara kami dan mereka. Maka kami berikan kepada mereka apa yang tertuangkan dalam perjanjian tersebut sebagaimana mereka pun memberi kepada kami. Dan sesungguhnya kami tidak akan mengkhianati mereka dalam perjanjian ini.
Maka melompatlah Umar menuju kepada Abu Jandal, lalu ia berjalan seiring dengan Abu Jandal, bersebelahan dengannya. Lalu Umar berkata, "Bersabarlah, hai Abu Jandal. Sesungguhnya mereka hanyalah orang-orang musyrik, dan sesungguhnya darah seseorang dari mereka tiada lain sama dengan darah seekor anjing." Umar berkata demikian seraya mendekatkan pangkal pedang yang disandangnya kearah Abu Jandal, dengan harapan semoga saja Abu Jandal mau menghunus pedangnya itu, lalu menebaskannya kepada ayahnya. Akan tetapi, ternyata dia masih sayang dengan ayahnya. Akhirnya masalah itu selesai dan berjalan dengan mulus, perjanjian perdamaian dan gencatan senjata telah ditandatangani.
Sebenarnya Rasulullah Saw. harus sudah berada di tanah suci, tetapi ternyata beliau masih juga berada di luar tanah suci. Lalu Rasulullah Saw. bangkit dan bersabda: Hai manusia, sembelihlah hewan kurban itu dan bercukurlah kalian!
Tetapi tiada seorang pun yang bangkit, lalu beliau Saw. mengulangi seruannya, tetapi masih juga belum ada seorang pun yang bangkit, kemudian beliau mengulanginya lagi dan masih juga tidak mendapat sambutan. Akhirnya beliau masuk ke dalam kemah Ummu Salamah r.a., lalu bertanya, "Hai Ummu Salamah, apakah gerangan yang terjadi pada orang-orang itu?" Ummu Salamah menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka telah mengalami tekanan seperti yang engkau saksikan sendiri. Maka jangan sekali-kali engkau berbicara dengan seseorang pun dari mereka, tetapi bangkitlah engkau menuju ke hewan kurbanmu di tempatnya, lalu sembelihlah ia dan bercukurlah. Seandainya engkau lakukan hal itu, pastilah mereka akan mengikuti jejakmu."
Maka Rasulullah Saw. keluar dan tidak berbicara dengan seorang pun hingga sampailah ditempat hewan kurbannya. Kemudian ia sembelih hewan kurban itu, lalu duduk dan bercukur.
Menyaksikan hal itu, maka orang-orang menyembelih kurbannya masing-masing dan mereka pun bercukur pula meniru perbuatan Rasulullah Saw. Ketika mereka dalam perjalanan pulangnya sampai di tengah-tengah perjalanan antara Mekah dan Madinah, maka turunlah surat Al-Fath.
Demikianlah pula hadis yang diketengahkan oleh Imam Ahmad melalui jalur yang sama, dan hal yang sama telah diriwayatkan oleh Yunus ibnu Bukairdan Ziad Al-Bakka'i, dari Abu Ishaq dengan lafazyangsemisal.
Hadis yang semisal telah diriwayatkan pula oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri dengan sanad yang semisal, tetapi dalam riwayatnya ini banyak terdapat hal yang garib.
Imam Bukhari rahimahullah di dalam kitab sahihnya telah meriwayatkannya pula hadis ini dengan pengetengahan yang cukup baik lagi panjang disertai dengan beberapa tambahan yang baik. Untuk itu ia mengatakan di dalam Kitabusy Syurut bagian dari kitab sahihnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepadaku Ma'mar, telah menceritakan kepadaku Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Urwah ibnuz Zubair, dari Al-Miswar ibnu Makhramah dan Marwan ibnul Hakam yang hadis masing-masing dari keduanya membenarkan hadis lainnya. Keduanya mengatakan bahwa Rasulullah Saw. keluar dari Hudaibiyah bersama beberapa ratus orang sahabatnya. Dan ketika sampai di Zul Hulaifah, beliau mengalungi hewan kurbannya dan memberinya tanda, lalu berniat ihram dari Zul Hulaifah untuk umrah. Sebelum itu Rasulullah Saw. mengirimkan mata-mata dari Bani Khuza'ah, lalu beliau meneruskan perjalanannya. Ketika beliau sampai di Gadirul Asytat, mata-mata beliau datang membawa berita bahwa sesungguhnya orang-orang Quraisy telah menghimpun pasukan yang banyak untuk menghadapi beliau. Mereka telah mengumpulkan pasukan dari Habsyah, mereka akan memerangi dan menghalang-halangi beliau untuk dapat sampai ke Baitullah. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai manusia, kemukakanlah pendapat kalian kepadaku, bagaimanakah menurutmu bila kita serang anak-anak dan kaum wanita orang-orang yang hendak menghalang-halangi kita dari Baitullah itu. Menurut lafaz lain disebutkan: Bagaimanakah pendapat kalian jika kita serang anak-anak dan kaum wanita orang-orang yang membantu mereka itu. Jika datang menyerang kita, berarti Allah telah menakdirkan kita dapat mematahkan tulang punggung kaum musyrik; dan jika tidak, berarti kita biarkan mereka dalam keadaan duka cita. Dan menurut lafaz yang lainnya lagi disebutkan: Dan Jika mereka duduk di tempat mereka, berarti mereka duduk dalam keadaan tegang, payah, dan sedih; dan jika mereka selamat, berarti Allah Swt. telah mematahkan tulang punggung kaum musyrik. Ataukah kalian berpendapat sebaiknya kita terus menuju ke Baitullah; maka barang siapa yang menghalang-halangi kita, kita bunuh dia.
Lalu Abu Bakar r.a. berkata, "Wahai Rasulullah, engkau keluar dengan tujuan untuk menziarahi Baitullah ini dan bukan untuk membunuh seseorang pun dan bukan pula untuk memeranginya. Maka teruskanlah langkahmu menuju ke Baitullah, dan barang siapa yang mencoba menghalang-halangi kita dari Baitullah, kita bunuh dia."
Menurut lafaz yang lain, Abu Bakar r.a. mengatakan, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui, sesungguhnya kita datang hanya untuk umrah dan kita datang bukan untuk memerangi seseorang. Tetapi siapa pun yang menghalang-halangi kita dari Baitullah, maka akan kita bunuh dia." Maka Nabi Saw. bersabda:  Kalau begitu, berangkatlah kalian semua. Menurut lafaz yang lain menyebutkan: Maka berangkatlah kalian dengan menyebut nama Allah. Ketika mereka berada di tengah perjalanan, Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya Khalid ibnul Walid telah muncul memimpin pasukan berkuda Quraisy, maka ambillah jalan ke arah kanan.
Demi Allah Khalid bin Walid tidak menyadari taktik ini. Hingga manakala pasukan berkuda itu melihat kepulan debu pasukan kaum muslim yang membelok ke arah kanan, maka Khalid bin Walid kembali ke Mekkah memberi peringatan kepada orang-orang Quraisy.
Nabi SAW melanjutkan perjalannya, Hingga manakala beliau sampai disuatu tempat yang mereka turuni tiba-tiba unta kendaraan beliau berhenti dan mendekam. Maka orang-orang pun mengatakan “Husy, husy” untuk membangunkannya tetapi kendaraan Nabi SAW tetap mogok. Lalu mereka berkata “Qaswa (Unta kendaraan Nabi SAW) mogok tidak mau meneruskan perjalanan”. Maka Nabi SAW bersabda : Qaswa tidak mogok, karena itu bukanlah kebiasaannya, tetapi ia ditahan oleh Tuhan yang pernah menahan pasukan bergajah.  Kemudian Nabi Saw. melanjutkan sabdanya: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, tidaklah mereka meminta kepadaku suatu rencana yang isinya mengandung penghormatan kepada tanah suci Allah, melainkan aku menyetujui rencana mereka itu.
Lalu beliau menghardik unta kendaraannya dan bangkitlah unta kendaraan beliau dan meneruskan perjalanannya bersama mereka, hingga sampailah Nabi Saw. dan kaum muslim di perbatasan Hudaibiyah yang palingjauh, tepatnya di dekat sebuah sumur yang minim airnya, lalu orang-orang memberi minum hewan kendaraan mereka dan tidak lama kemudian air sumur itu pun habis dan kering. Lalu diadukan kepada Rasulullah Saw. bahwa mereka kehausan, maka beliau Saw. mencabut sebuah anak panah dari wadahnya, lalu beliau memerintahkan agar mereka menancapkan anak panah itu ke dalam sumur tersebut. Maka demi Allah, setelah anak panah itu ditancapkan ke dalam sumur itu, air sumur itu terus mengalir untuk mereka hingga mereka meninggalkannya.
Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah Badil ibnu Warqa Al-Khuza'i bersama serombongan orang dari kaumnya Bani Khuza'ah; mereka adalah juru penengah dari kalangan ahli Tihamah dan selalu mengharapkan kebaikan bagi Rasulullah Saw. Lalu Badil berkata, "Sesungguhnya aku tinggalkan Ka'b ibnu Lu'ay dan Amir ibnu Lu'ay sedang beristirahat di mata air Hudaibiyah, mereka membawa pasukan yang besar jumlahnya, mereka siap hendak memerangimu dan menghalang-halangimu dari Baitullah Maka Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya kami datang bukan untuk memerangi seseorang. Kami datang hanyalah untuk mengerjakan ibadah umrah. Dan sesungguhnya orang-orang Quraisy telah mengalami peperangan berkali-kali hingga perang melemahkan mereka dan menimpakan kerugian yang besar kepada mereka. Untuk itu bila mereka menghendaki agar aku memberikan masa tangguh kepada mereka, aku dapat memenuhinya, tetapi hendaknya mereka membiarkan antara aku dan orang-orang dengan bebas. Dan jika mereka menghendaki ingin masuk bersama orang-orang (ke dalam agama Islam), mereka dapat melakukannya; dan jika mereka tetap tidak mau masuk Islam, maka keamanan mereka tetap terpelihara. Tetapi jika mereka menolak semua usulanku ini, maka demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, aku benar-benar akan memerangi mereka demi membela urusanku ini hingga nyawa meregang badan, atau perintah Allah Swt. terlaksana."
Badil mengatakan, "Aku akan menyampaikan kepada mereka apa yang kamu usulkan itu." Lalu berangkatlah Badil (pulang). Ketika sampai kepada kaum Quraisy, Badil mengatakan, "Sesungguhnya kami baru datang dari lelaki ini (maksudnya Nabi Saw.), dan kami telah mendengarnya mengemukakan suatu usulan. Maka jika kalian ingin mendengarkannya, aku akan mengemukakannya kepada kalian."
Orang-orang yang pendek akalnya dari kalangan Quraisy mengatakan, "Kami tidak perlu mendengar sesuatu pun dari beritamu itu." Dan orang-orang yang berakal panjang dari mereka mengatakan, "Coba ceritakanlah apa yang telah engkau dengar darinya."
Badil mengatakan, "Aku mendengarnya mengatakan anu dan anu," dan Badil menceritakan kepada mereka semua apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah Saw.
Maka Urwah ibnu Mas'ud berdiri, lalu bertanya, "Hai kaum, bukankah kalian kuanggap sebagai orang tua?" Mereka menjawab, "Benar." Urwah bertanya, "Bukankah aku ini seperti anak kalian?" Mereka menjawab, "Benar." Urwah berkata, "Apakah kalian mencurigaiku?" Mereka menjawab, "Tidak."
Urwah berkata, "Bukankah kalian telah mengetahui bahwa aku telah menyerukan kepada penduduk Hukaz untuk berpihak kepada kalian, tetapi setelah mereka menolak seruanku, maka aku datang kepada kalian dengan kaumku, anak-anakku, dan orang-orang yang taat kepadaku?" Mereka menjawab, "Benar."
Urwah berkata, "Sesungguhnya orang ini (Nabi Saw.) telah menawarkan kepada kalian suatu rencana yang baik, maka terimalah rencana itu, dan biarkanlah aku yang akan datang kepadanya (sebagai wakil kalian)." Mereka berkata, "Kalau begitu, datangilah dia."
Lalu Urwah berbicara kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw. mengucapkan kepadanya perkataan seperti yang telah beliau katakan kepada Badil ibnu Warqa. Maka saat itu juga Urwah berkata, "Hai Muhammad, bagaimanakah pendapatmu jika engkau bermaksud membinasakan kaummu sendiri. Apakah engkau pernah mendengar seseorang Arab membinasakan kaumnya sebelum kaummu? Dan jika engkau adalah orang yang kedua, maka sesungguhnya aku -demi Allah-akan melihat banyak orang yang akan lari meninggalkanmu.
Maka Abu Bakar r.a. memotong pembicaraannya dengan mengatakan, "Isaplah itil Lata (berhala sembahan mereka), apakah engkau kira kami akan lari dan meninggalkannya?" Urwah bertanya, "Siapakah orang ini?" Mereka menjawab, "Abu Bakar." Urwah berkata, "Ingatlah, demi Allah, seandainya engkau belum pernah berjasa kepadaku, tentulah akan kubalas makianmu itu."
Lalu Urwah berbicara dengan Nabi Saw., dan setiap kali Urwah berbicara kepada Nabi Saw., ia memegang jenggot Nabi Saw. Akan tetapi, saat itu Al-Mugirah ibnu Syu'bah r.a. berdiri di dekat kepala Nabi Saw. seraya memegang pedang dan Nabi Saw. memakai pelindung kepala (dari anyaman besi); dan setiap kali Urwah hendak memegang jenggot Nabi Saw., Al-Mugirah memukul tangannya dengan pangkal pedang seraya berkata, "Jauhkanlah tanganmu dari jenggot Rasulullah." Lalu Urwah mendongakkan kepalanya dan bertanya, "Siapakah orang ini?" Nabi Saw. menjawab, "Al-Mugirah ibnu Syu'bah." Urwah berkata, "Hai pengkhianat, aku akan membalas perbuatan khianatmu."
Dahulu di masa Jahiliah Al-Mugirah menemani suatu kaum, tetapi ia bunuh mereka dan ia ambil harta mereka, lalu ia datang dan masuk Islam. Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya, "Adapun jika kamu masuk Islam, akan saya terima. Tetapi mengenai harta, aku tidak ikut campur dengannya."
Kemudian Urwah melihat semua sahabat Rasulullah Saw. dengan mata yang terbelalak karena keheranan. Sebab demi Allah, tidak sekali-kali Rasulullah Saw. mengeluarkan dahaknya melainkan dahaknya itu diterima telapak tangan seseorang dari mereka, lalu mengusapkan dahak (air ludah) itu ke wajah dan kulitnya. Apabila beliau memerintahkan kepada mereka suatu perintah, mereka berebutan untuk mengerjakannya. Dan apabila beliau berwudu, hampir saja mereka saling baku hantam karena merebut sisa air wudunya. Apabila beliau berbicara, maka mereka merendahkan suaranya (yakni diam mendengarkan sabdanya), dan mereka tidak berani menatap pandangan mereka ke arah Nabi Saw. karena menghormatinya.
Urwah kembali kepada teman-temannya, lalu berkata kepada mereka, "Hai kaum, demi Tuhan, aku pernah menjadi delegasi ke berbagai raja. Aku pernah diutus menghadap kepada Kisra, Kaisar, dan Najasyi. Tetapi demi Allah, aku belum pernah melihat seorang raja pun yang diagungkan oleh teman-temannya seperti yang dilakukan oleh sahabat-sahabat Muhammad terhadap Muhammad. Demi Allah, jika dia meludah, tiada lain ludahnya itu diterima oleh telapak tangan seseorang dari mereka, lalu ia gunakan ludah itu untuk mengusap wajah dan kulit tubuhnya (karena ludah Rasulullah Saw. baunya sangat harum). Apabila dia memerintahkan sesuatu kepada mereka, maka mereka berebutan untuk melaksanakan­nya. Dan apabila ia berwudu, maka hampir saja mereka baku hantam memperebutkan sisanya. Apabila dia berbicara di hadapan mereka, maka mereka merendahkan suaranya, dan mereka tidak berani manatap wajahnya karena mengagungkannya. Dan sesungguhnya dia telah menawarkan suatu rencana kepada kalian, yaitu rencana yang baik, maka sebaiknya kalian terima."
Maka berkatalah seseorang dari mereka dari kalangan Bani Kinanah, "Biarkanlah aku yang akan datang kepadanya." Mereka menjawab, "Datangilah dia." Ketika lelaki itu telah tampak kedatangannya di mata Rasulullah Saw., maka beliau bersabda: Dia adalah Fulan, dia berasal dari kaum yang menghormati hewan kurban, maka giringlah hewan-hewan kurban itu agar kelihatan olehnya. Al-Mugirah ibnu Syu'bah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menggiring hewan kurban dan kaum muslim berpapasan dengannya seraya mengucapkan talbiyah. Ketika lelaki itu menyaksikan pemandangan tersebut, berkatalah ia, "Subhdnallah, tidaklah pantas bila mereka dihalang-halangi untuk sampai ke Baitullah:'
Ketika ia kembali kepada teman-temannya, ia berkata, "Aku telah menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri hewan-hewan kurban telah dikalungi dan diberi tanda, maka menurut hemat saya tidaklah pantas bila mereka dihalang-halangi dari Baitullah." Maka berdirilah seseorang dari mereka yang dikenal dengan nama Mukarriz ibnu Hafs, lalu ia mengatakan, "Biarkanlah aku yang akan datang kepadanya." Mereka berkata, "Datangilah dia olehmu." Ketika ia tampak oleh Nabi Saw. dan para sahabatnya, maka berkatalah beliau Saw.: Orang ini adalah Mukarriz, seorang lelaki yang pendurhaka.
Lalu Mukarriz berbicara dengan Nabi Saw. Dan ketika dia sedang berbicara, tiba-tiba datanglah Suhail ibnu Amr.
Ma'mar menceritakan, telah menceritakan kepadaku Ayyub, dari Ikrimah yang telah mengatakan bahwa ketika Suhail datang, Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya telah dimudahkan bagi kalian urusan kalian ini.
Ma'mar mengatakan bahwa Az-Zuhri telah menyebutkan dalam hadis yang dikemukakannya, bahwa lalu datanglah Suhail dan berkata, "Marilah kita tuangkan perjanjian antara kami dan kamu ke dalam suatu naskah perjanjian." Maka Nabi Saw. memanggil Ali r.a. dan memerintahkan kepadanya: Tulislah "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang".
Tetapi Suhail memotong dan mengatakan, "Ar-Rahman (Tuhan Yang Maha Pemurah) demi Allah, aku tidak mengerti apa maksudnya, tetapi sebaiknya tulislah 'Dengan menyebut nama Engkau ya Allah' seperti biasanya kamu pakai." Maka kaum muslim menjawab, "Dem. Allah kami tidak mau menulisnya kecuali dengan 'Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang'." Maka Nabi Saw. menengah-nengahi ketegangan itu melalui sabdanya: Tulislah "Dengan menyebut nama Engkau, ya Allah, " kemudian beliau melanjutkan sabdanya, "Ini adalah perjanjian yang telah disetujui oleh Muhammad utusan Allah.” Suhail kembali memprotes, "Demi Allah, seandainya kami mengetahui bahwa engkau adalah utusan Allah, tentulah kami tidak menghalang-halangi engkau untuk sampai ke Baitullah, dan tentu kami pun tidak akan memerangimu, tetapi sebaiknya tulislah 'Muhammad Ibnu Abdullah'."
Maka Rasulullah Saw. bersabda: Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar utusan Allah, sekalipun kalian mendustakanku. Tulislah Muhammad ibnu Abdullah.
Az-Zuhri mengatakan bahwa demikian itu karena Rasulullah Saw. telah bersabda sebelumnya: Demi Allah tidaklah mereka meminta kepadaku suatu rencana yang di dalamnya mereka muliakan syiar-syiar Allah yang suci, melainkan aku memberikannya kepada mereka (yakni menyetujuinya).
Maka Nabi Saw. berkata kepada Suhail, "Dengan syarat hendaklah kalian biarkan antara kami dan Baitullah karena kami akan melakukan tawaf padanya." Suhail menjawab, "Demi Allah, demi mencegah agar orang-orang Arab jangan membicarakan bahwa kami ditekan, tetapi sebaiknya hal itu dilakukan untuk tahun depan (yakni bukan tahun itu)."
Suhail mengajukan syarat, "Dan syarat lainnya ialah tiada seorang pun dari kami yang datang kepadamu, sekalipun dia memeluk agamamu, melainkan engkau harus mengembalikannya (memulangkannya) kepada kami." Maka kaum muslim berkata, "Subhdnalldh, mana mungkin dia dikembalikan kepada orang-orang musyrik, sedangkan dia datang dalam keadaan muslim."
Ketika mereka sedang dalam keadaan tawar menawar, tiba-tiba datanglah Abu Jandal ibnu Suhail ibnu Amr dalam keadaan terbelenggu dengan rantai. Dia telah melarikan diri dari Mekah melalui jalan yang terendah, hingga sampailah ia di hadapan kaum muslim. Maka Suhail berkata, "Hai Muhammad, ini adalah orang yang mula-mula termasuk ke dalam perjanjian yang harus engkau tunaikan kepadaku untuk mengembalikannya kepadaku." Maka Nabi Saw. berkata, "Kita masih belum menyelesaikan naskah perjanjian ini."
Suhail ibnu Amr berkata, "Kalau begitu, demi Tuhan, aku tidak mau berdamai denganmu atas sesuatu pun selamanya." Maka Nabi Saw. mendesak, "Kalau begitu, perbolehkanlah dia demi untukku." Abu Sufyan menjawab, "Aku tidak akan membolehkan hal itu bagimu." Nabi Saw. mendesak lagi, "Tidak, biarkanlah dia untukku." Abu Sufyan bersikeras, "Aku tidak akan membiarkannya diambil olehmu." Mukarriz mengatakan, "Ya, kalau kami memperbolehkan engkau untuk mengambilnya." Abu Jandal berkata, "Hai orang-orang muslim, apakah aku akan dikembalikan kepada orang-orang musyrik, padahal aku datang sebagai seorang muslim, tidaklah kalian lihat apa yang telah kualami?" Tersebutlah bahwa Abu Jandal selama itu disiksa dengan siksaan yang berat karena membela agama Allah Swt.
Umar r.a. mengatakan bahwa lalu ia mendatangi Nabi Saw. dan berkata kepadanya, "Bukankah engkau Nabi Allah yang sebenarnya?" Nabi Saw. menjawab, "Benar." Aku (Umar) bertanya, "Bukankah kita berada di pihak yang benar dan musuh kita berada di pihak yang batil?"
Rasulullah Saw. menjawab, "Benar." Aku bertanya, "Maka mengapa kita mengalah dalam membela agama kita?" Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya aku adalah utusan Allah, dan aku tidak akan mendurhakai perintah-Nya, Dia pasti akan menolongku.
Umar bertanya, "Bukankah engkau telah mengatakan kepada kami bahwa kita akan datang ke Baitullah dan melakukan tawaf padanya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Benar, tetapi apakah aku mengatakan kepadamu bahwa kita akan mendatanginya tahun ini?" Umar menjawab, "Tidak." Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya engkau akan mendatanginya dan akan tawaf padanya."
Umar melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia datang kepada Abu Bakar dan mengatakan kepadanya, "Hai Abu Bakar, bukankah dia adalah Nabi Allah yang sebenarnya?" Abu Bakar menjawab, "Benar." Umar bertanya, "Bukankah kita di pihak yang benar dan musuh kita di pihak yang batil?" Abu Bakar menjawab, "Benar." Umar bertanya, "Lalu mengapa kita mengalah dalam membela agama kita?"
Abu Bakar merasa kesal, lalu berkata, "Hai lelaki (maksudnya Umar), sesungguhnya beliau adalah utusan Allah dan beliau tidak akan mendurhakai Tuhannya. Dia pasti akan menolongnya, maka terimalah apa yang telah ditetapkannya. Demi Allah, sesungguhnya dia berada pada keputusan yang benar."
Umar berkata, "Bukankah dia telah berbicara kepada kita bahwa kita akan mendatangi Baitullah dan melakukan tawaf padanya?" Abu Bakar menjawab, "Benar." Abu Bakar balik bertanya, "Apakah beliau mengatakan kepadamu bahwa kita akan mendatanginya tahun ini?" Umar menjawab, "Tidak." Abu Bakar berkata, "Maka sesungguhnya engkau pasti akan mendatanginya dan melakukan tawaf padanya."
Az-Zuhri menceritakan, Umar r.a. mengatakan bahwa karena peristiwa tersebut ia melakukan banyak amal kebaikan (untuk melebur dosanya karena ia merasa berdosa dengan kata-katanya itu kepada Nabi Saw.).
Setelah usai dari penandatanganan naskah gencatan senjata itu, Rasulullah Saw. bersabda kepada para sahabatnya: Bangkitlah kalian dan sembelihlah (hewan kurban kalian), kemudian bercukurlah.
Umar r.a. menceritakan bahwa demi Allah, tiada seorang pun dari mereka yang bangkit melaksanakannya, hingga Nabi Saw. mengulangi sabdanya sebanyak tiga kali. Ketika beliau Saw. melihat tiada seorang pun dari mereka yang melakukannya, maka masuklah beliau ke dalam kemah Ummu Salamah r.a., lalu menceritakan kepadanya apa yang dilakukan oleh kaum muslim terhadap perintahnya. Ummu Salamah r.a. bertanya kepada beliau Saw., "Hai Nabi Allah, apakah engkau menginginkan agar hal tersebut terlaksana? Sekarang keluarlah dan janganlah engkau berkata sepatah kata pun kepada seseorang dari mereka sebelum engkau menyembelih kurbanmu dan kamu panggil tukang cukurmu untuk mencukurmu."
Maka Rasulullah Saw. keluar dan tidak berbicara kepada seseorang pun dari mereka hingga melakukan apa yang telah disarankan oleh Ummu Salamah itu. Beliau menyembelih hewan kurbannya, lalu memanggil tukang cukurnya. Maka tukang cukur mencukur rambut beliau Saw.
Ketika mereka melihat hal tersebut, maka bangkitlah mereka menuju ke tempat hewan kurban masing-masing, lalu mereka menyembelihnya dan sebagian dari mereka mencukur sebagian yang lain secara bergantian, hingga sebagian dari mereka hampir saja membunuh sebagian yang lainnya karena kesusahan.
Kemudian datanglah menghadap kepada Rasulullah Saw. wanita-wanita mukmin, dan Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan beriman. (Al-Mumtahanah: 10) Sampai dengan firman-Nya: pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir. (Al-Mumtahanah: 10)
Maka Umar menceraikan dua orang istrinya pada hari itu juga, yang keduanya masih tetap dalam kemusyrikannya. Kemudian salah seorangnya dikawini oleh Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan, sedangkan yang lainnya dikawini oleh Safwan ibnu Umayyah.
Kemudian Nabi Saw. kembali ke Madinah, lalu beliau kedatangan Abu Busair, seorang lelaki dari kalangan Quraisy yang telah masuk Islam. Maka orang-orang Quraisy mengirimkan utusannya yang terdiri dari dua orang lelaki untuk memulangkannya. Lalu mereka berkata, "Kami menuntut janj i yang telah engkau berikan kepada kami." Maka Nabi Saw. menyerahkan Abu Busair kepada kedua lelaki utusan Cmraisy itu yang segera membawanya pulang. Dan ketika keduanya sampai di Zul Hulaifah, mereka bertiga turun dan beristirahat untuk memakan buah kurma bekal mereka.
Abu Busair berkata kepada salah seorang dari keduanya, "Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar melihat pedangmu ini, hai Fulan, sangat bagus." Maka lelaki lainnya menghunus pedangnya dan mengatakan, "Benar, demi Tuhan, aku telah mencobanya. Ternyata pedang itu benar-benar bagus." Abu Busair berkata, "Bolehkah aku lihat pedangmu itu?" Maka lelaki itu memberikan pedangnya kepada Abu Busair, dan dengan segera dan cepat Abu Busair memukulkan pedang itu kepada pemiliknya hingga mati seketika itu juga, sedangkan lelaki yang lainnya melarikan diri dan sampai di Madinah, lalu ia berlari memasuki masjid, maka Rasulullah Saw. bersabda saat melihat kedatangannya, "Sesungguhnya orang ini telah mengalami peristiwa yang menakutkan." Setelah sampai di hadapan Nabi Saw., lelaki itu berkata, "Demi Tuhan, temanku telah dibunuh, dan aku pun akan dibunuhnya pula."
Tidak lama kemudian datanglah Abu Busair, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah, sungguh Allah telah melunaskan tanggunganmu, engkau telah mengembalikan aku kepada mereka, kemudian Allah menyelamatkan diriku dari mereka." Nabi Saw. bersabda, "Celakalah dia, dia menyalakan api peperangan, sekiranya saja dia bersama seseorang lagi." Ketika Abu Busair mendengar sabda Nabi Saw. yang demikian, maka dia mengetahui bahwa beliau pasti akan mengembalikannya kepada mereka.
Maka Abu Busair keluar (melarikan diri) hingga sampai di tepi laut, dan Abu Jandal ibnu Suhail melarikan diri pula dari mereka, lalu bergabung bersama Abu Busair. Maka sejak saat itu tidak sekali-kali ada seseorang lelaki dari Quraisy yang telah Islam melarikan diri melainkan ia bergabung bersama dengan Abu Busair, hingga terbentuklah segerombolan orang-orang. Maka demi Allah, tidak sekali-kali mereka mendengar akan ada kafilah Quraisy yang keluar menuju negeri Syam, melainkan mereka rampok dan mereka bunuh orang-orangnya serta mereka jarah harta bendanya.
Mengalami gangguan ini orang-orang Quraisy kewalahan, lalu mereka mengirimkan utusan kepada Rasulullah Saw. seraya meminta kepadanya demi nama Allah dan pertalian kekeluargaan agar sudilah Nabi Saw. mengirimkan utusan kepada gerombolan Abu Busair itu supaya menghentikan kegiatan mereka. Bahwa barang siapa dari mereka yang kembali pulang , maka keamanannya akan dijamin. Lalu Nabi Saw. mengirimkan utusan kepada mereka, dan Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan menahan tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah. (Al-Fath: 24) sampai dengan firman-Nya: (yaitu) kesombongan Jahiliah. (Al-Fath: 26)
Tersebutlah pula bahwa kesombongan mereka ialah tidak mau mengakui bahwa Muhammad itu utusan Allah, dan tidak mau mengakui bahwa Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, dan mereka menghalang-halangi kaum muslim untuk dapat sampai ke Baitullah.
Demikianlah menurut apa yang diketengahkan oleh Imam Bukhari dalam bab ini. Ia telah mengetengahkannya pula di dalam kitab tafsir, pada Bab "Umrah Hudaibiyah" dan Bab "Haji" serta bab-bab lainnya melalui hadis Ma'mar dan Sufyan ibnu Uyaynah, keduanya menerima hadis ini dari Az-Zuhri dengan teks yang sama.
Tetapi di bagian yang lain disebutkan dari Az-Zuhri, dari Urwah ibnu Marwan dan Al-Miswar, dari beberapa orang sahabat Nabi hal yang semisal dengan hadis di atas; dan riwayat ini lebih mendekati kepada kebenaran; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Imam Bukhari tidak mengetengahkan hadis ini sepanjang apa yang tertera di dalam kitab ini; antara teks yang dikemukakannya dengan teks yang dikemukakan oleh ibnu Ishaq terdapat perbedaan di beberapa bagian. Tetapi padanya terdapat banyak keterangan yang bermanfaat. Karena itulah maka sebaiknya dihimpunkan dengan apa yang tertera dalam kitab ini, sebab itulah maka keduanya dikemukakan. Hanya kepada Allah-lah memohon pertolongan dan hanya kepada-Nya-lah bertawakal, tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Imam Bukhari mengatakan di dalam Kitab Tafsir, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq As-Sulami, telah menceritakan kepada kami Ya'la, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Siyah, dari Habib ibnu Abu Sabit yang menceritakan bahwa ia pernah datang kepada Abu Wa'il untuk bertanya kepadanya. Maka Abu Wa'il bercerita, 'Ketika kami berada di Siffin, ada seorang lelaki berkata, 'Tidakkah engkau lihat orang-orang yang menyeru (kita) kepada KitabullahT Maka Ali r.a. menjawab, 'Ya.' Sahl ibnu Hanif mengatakan, 'Salahkanlah diri kalian sendiri, sesungguhnya ketika kami berada di hari Hudaibiyah —yakni Perjanjian Hudaibiyah yang dilakukan antara Nabi Saw. dengan kaum musyrik— seandainya kami memilih berperang, niscaya kami akan berperang.' Maka datanglah Umar r.a., lalu bertanya, 'Bukankah kita berada di pihak yang benar dan mereka berada di pihak yang batil? Bukankah orang-orang yang gugur dari kalangan kita dimasukkan ke dalam surga dan orang-orang yang gugur dari kalangan mereka dimasukkan ke dalam neraka?' Nabi Saw. menjawab, 'Benar.' Umar bertanya, 'Lalu mengapa kita harus mengalah dalam membela agama kita, lalu kita kembali (ke Madinah), padahal Allah masih belum memutuskan (kemenangan) di antara kita?' Rasulullah Saw. menjawab: Hai Ibnul Khattab, sesungguhnya aku adalah utusan Allah, Allah selamanya tidak akan menyia-nyiakan diriku.
Maka Umar mundur dengan hati yang tidak puas, dan ia tidak tahan, lalu datanglah ia kepada Abu Bakar r.a. dan berkata kepadanya, 'Hai Abu Bakar, bukankah kita berada di pihak yang benar dan mereka berada di pihak yang batil?' Abu Bakar menjawab, 'Hai Ibnul Khattab, sesungguhnya dia adalah utusan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan selamanya,' lalu turunlah surat Al-Fath."
Imam Bukhari telah meriwayatkan pula hadis ini di tempat yang lain, juga Imam Muslim serta Imam Nasai melalui berbagai jalur yang lain dari Abu Wa'il alias Sufyan ibnu Salamah, dari Sahl ibnu Hanif dengan sanad yang sama. Dan menurut sebagian lafaznya, disebutkan bahwa Sahl ibnu Hanif mengatakan, "Hai manusia, curigailah pendapat (usulan) itu, karena sesungguhnya ketika di hari peristiwa yang dialami oleh Abu Jandal, seandainya aku mempunyai kekuatan untuk mengembalikan kepada Rasulullah Saw. akan urusannya, tentulah aku akan mengembalikannya." Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa lalu turunlah surat Al-Fath, maka Rasulullah Saw. memanggil Umar ibnul Khattab dan membacakan surat itu kepadanya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Sabit, dari Anas r.a. y ang menceritakan bahwa sesungguhnya orang-orang Quraisy berdamai dengan Nabi Saw. dan di kalangan mereka terdapat Suhail ibnu Amr. Maka Nabi Saw. memerintahkan kepada Ali r.a.: Tulislah 'Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang'.
Sahl memotong, "Kami tidak mengenal apakah Bismillahir Rahmanir Rahim itu, tetapi tulislah 'Dengan nama Engkau ya Allah'." Rasulullah Saw. bersabda lagi: Tulislah dari Muhammad utusan Allah. Suhail kembali memprotes, "Seandainya kami meyakini bahwa engkau adalah utusan Allah, tentulah kami mengikutimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu."
Maka Nabi Saw. memerintahkan (kepada Ali r.a.): Tulislah 'Dari Muhammad putra Abdullah'. Lalu mereka (orang-orang musyrik) membebankan syarat-syarat kepada Nabi Saw yang isinya ialah bahwa orang yang datang dan kalangan kamu maka kami akan mengembalikannya kepadamu; dan orang yang datang kepadamu dari kami, kalian harus mengembalikannya kepada kami. Ali bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kami harus menulisnya?" Nabi Saw. bersabda: Ya, sesungguhnya orang yang pergi kepada mereka dari kalangan kami, maka semoga Allah menjauhkannya.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini melalui Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Ikrimah ibnu Ammar yang mengatakan bahwa Sammak pernah menceritakan kepadanya dan Abdullah ibnu Abbas r a yang menceritakan bahwa ketika golongan orang-orang Haruriyah mengadakan pemberontakan, mereka memisahkan dirinya. Maka kukatakan kepada mereka, bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. di hari Hudaibiyah berdamai dengan kaum musyrik. Lalu beliau Saw. bersabda kepada Ali r.a.: hai Ali, tulislah 'Ini adalah perjanjian damai yang dilakukan oleh Muhammad utusan Allah'. Orang-orang musyrik menyanggah, "Seandainya kami meyakini bahwa engkau adalah utusan Allah, tentulah kami tidak akan memerangimu." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Ali, hapuslah. Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku adalah utusan-Mu. Hapuskanlah, hai Ali, dan tulislah 'Ini adalah perjanjian damai yang dilakukan oleh Muhammad putra Abdullah'." Ibnu Abbas melanjutkan, "Demi Allah, sungguh Rasulullah lebih baik daripada Ali dan beliau telah menghapus kedudukan dirinya dalam tulisan itu, tetapi penghapusan itu tidaklah melenyapkan kenabiannya. Apakah golongan Haruriyah itu termasuk ke dalam perumpamaan ini?" Mereka menjawab, "Ya."
Abu Daud telah meriwayatkan hadis ini melalui Ikrimah ibnu Ammar Al-Yamami dengan lafaz yang semisal. Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Yahya ibnu Adam, dari Zuhair ibnu Harb, dari Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Al-Hakam, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. di hari Hudaibiyah telah menyembelih tujuh puluh ekor unta, yang antara lain terdapat unta jantan milik Abu Jahal. Ketika hewan kurban tersebut dihalang-halangi untuk dapat sampai ke Baitullah, maka unta-unta itu mengeluarkan suara rintihannya sebagaimana suara rintihan rindu kepada anak-anaknya.

Popular posts from this blog

Tafsir Surat Al-'Alaq, ayat 1-5

Keajaiban Terapi Ruqyah

Tafsir Surat Al Mu’minun, ayat 99-100