Tafsir Surat Al-Fil, ayat 1-5
أَلَمْ
تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (1) أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ
فِي تَضْلِيلٍ (2) وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (3) تَرْمِيهِمْ
بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (4) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (5)
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana
Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah. Bukankah Dia telah menjadikan
tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? dan Dia mengirimkan
kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu
(berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun
yang dimakan (ulat).
Ini mempakan nikmat yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada kaum Quraisy,
karena Allah telah menyelamatkan mereka dari serangan tentara bergajah, yang
sejak semula telah bertekad akan merobohkan Ka'bah dan meratakannya dengan tanah
hingga tiada bekas-bekasnya lagi. Maka Allah memusnahkan mereka dan menjadikan
mereka kalah serta usaha mereka menjadi sia-sia, begitu pula tiada hasilnya dari
kerja mereka; Allah mengusir mereka dengan cara yang buruk dan akibat yang
mengecewakan.
Mereka adalah kaum Nasrani, dan agama mereka saat itu lebih mirip keadaannya
dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy, yaitu menyembah berhala.
Peristiwa ini terjadi sebagai irhas dan pendahuluan bagi akan diutus-Nya
Rasulullah Saw. Karena sesungguhnya di tahun itu Nabi Muhammad —menurut pendapat
yang terkenal— dilahirkan. Dan seakan-akan takdir Allah Swt. telah menetapkan
bahwa hai golongan orang-orang Quraisy, Kami menolong kalian bukanlah karena
kalian lebih baik daripada orang-orang Habsyah itu, tetapi karena memelihara
Baitul 'Atiq yang akan Kami muliakan, Kami agungkan, dan Kami hormati dengan
diutusnya seorang nabi yang ummi, yaitu Muhammad Saw. penutup para nabi.
Berikut ini adalah kisah tentara bergajah secara ringkas, padat, tetapi
mendekati kebenaran. Dalam kisah orang-orang yang dimasukkan di dalam parit
berapi telah disebutkan bahwa Zu Nuwas, raja terakhir orang-orang Himyar yang
musyrik; dialah orang yang membunuh kaum Nasrani dengan memasukkan mereka ke
dalam parit yang berapi, jumlah mereka yang dibunuh olehnya kurang lebih ada dua
puluh ribu orang. Tiada seorang pun dari mereka yang selamat kecuali Daus yang
dijuluki dengan panggilan Zu Sa'labain.
Daus melarikan diri dan meminta pertolongan kepada Kaisar raja di negeri
Syam, yang juga seagama dengannya, yaitu pemeluk agama Nasrani. Maka Kaisar
berkirim surat perintah kepada Raja Najasyi di negeri Habsyah, mengingat letak
geografis Habsyah lebih dekat ke negeri Yaman.
Maka Raja Najasyi mengirimkan dua orang panglima perangnya— yaitu Aryat dan
Abrahah ibnus Sabah Abu Yaksum— dengan membawa pasukan yang sangat banyak
jumlahnya. Maka mereka memasuki negeri Yaman dan mereka merajalela di
kota-kotanya, lalu merebut kerajaan negeri Yaman dari tangan orang-orang Himyar,
sedangkan Zu Nuwas sendiri tewas karena tenggelam di laut.
Dan Habsyah menjadikan negeri Yaman sebagai negeri yang berdiri sendiri di
bawah pimpinan kedua panglima tersebut, yaitu Aryat dan Abrahah. Lalu keduanya
berselisih pendapat mengenai siapa di antara keduanya yang berhak menjadi raja
di negeri Yaman; keduanya berupaya menjatuhkan yang lainnya. Pada akhirnya salah
satu pihak berkata kepada pihak lawannya, "Kita tidak perlu mengorbankan
prajurit yang tidak berdosa di antara kita, lebih baik kita perang tanding saja
antara aku dan kamu. Maka barang siapa yang dapat mengalahkan lawannya dan
berhasil membunuhnya, dialah yang berhak menjadi raja di negeri ini." Pihak
lainnya menyetujui usul ini, akhirnya keduanya bertanding dalam suatu ajang
perang yang di belakang masing-masing pihak ada parit.
Di suatu kesempatan Aryat berhasil menebaskan pedangnya dan mengenai hidung
dan mulut Abrahah, dan hampir saja membelah wajahnya. Maka Atudah maula (bekas
budak) Abrahah membela majikannya dan menyerang Aryat serta berhasil
membunuhnya. Maka Abrahah diusung dari arena itu dalam keadaan terluka, lalu
lukanya diobati hingga akhirnya ia sembuh; setelah itu ia sendirilah yang
memimpin tentara Habsyah di negeri Yaman.
Raja Najasyi (Negus) berkirim surat kepadanya, yang isinya mencela
perbuatannya itu dan mengancamnya serta bersumpah bahwa dirinya benar-benar akan
menginjak-injak negeri Yaman dan membelah ubun-ubunnya. Maka Abrahah membalas
suratnya dengan nada memohon belas kasihan dan berdiplomasi, seraya mengirimkan
hadiah-hadiah, cindera mata, dan kantong yang berisikan tanah negeri Yaman serta
potongan rambut ubun-ubunnya. Semuanya itu ia kirimkan bersama kurirnya untuk
disampaikan kepada Raja Najasyi.
Di dalam suratnya Abrahah mengatakan, "Hendaklah Anda (raja) menginjak-injak
tanah ini untuk menunaikan sumpah Anda, dan inilah potongan rambut ubun-ubunku
kuserahkan kepadamu." Ketika hal tersebut sampai di pangkuan Raja Najasyi,
ternyata ia terpikat dengan cara yang dilakukan Abrahah, dan akhirnya ia puas
dan mendukung apa yang dilakukan oleh Abrahah. Dan dalam suratnya itu Abrahah
menjanjikan kepada Najasyi bahwa dirinya akan membangun sebuah gereja di tanah
Yaman atas nama Raja Najasyi, yang belum pernah ada suatu gereja pun dibangun
sebesar itu.
Maka Abrahah membangun sebuah gereja yang sangat besar di kota San'a,
bangunannya tinggi sekali lagi dipenuhi dengan berbagai ukiran dan pahatan;
orang-orang Arab menamainya Al-Qulais. Disebut demikian karena
bangunannya tinggi sekali, hingga membuat qalansuwah (peci) orang yang
memandangnya hampir saja terjatuh dari kepalanya, mengingat puncaknya tinggi
sekali.
Kemudian Abrahah menginstruksikan kepada Asyram agar memalingkan para
peziarah dari kalangan orang-orang Arab untuk mengunjunginya sebagaimana Ka'bah
di Mekah dikunjungi mereka. Dan Abrahah memerintahkan kepada Asyram supaya
menyerukan pengumuman ini di seluruh kerajaannya. Maka orang-orang Arab
keturunan 'Adnan dan Qahtan tidak suka dengan hal tersebut, dan orang-orang
Quraisy sangat marah karenanya, hingga sebagian dari mereka ada yang bertekad
membuat kerusuhan di dalamnya. Dia masuk dengan diam-diam ke dalamnya di malam
hari, lalu menimbulkan peristiwa yang menggemparkan di dalamnya, setelah itu ia
lari pulang ke Hijaz.
Ketika para pelayan gereja melihat peristiwa tersebut, mereka melaporkan
kepada rajanya (yaitu Abrahah) dan mengatakan kepadanya bahwa sesungguhnya yang
melakukan peristiwa tersebut tiada lain adalah kaki tangan orang-orang Quraisy,
karena mereka marah dan tidak suka dengan adanya gereja ini yang dianggap
menyaingi kepunyaan mereka. Maka Abrahah bersumpah bahwa dirinya benar-benar
akan menuju ke Ka'bah di Mekah dan benar-benar akan menghancurkannya batu demi
batu hingga rata dengan tanah.
Muqatil ibnu Sulaiman menyebutkan bahwa ada seorang pemuda dari kalangan
Quraisy memasuki gereja besar di Yaman itu, lalu ia membakarnya, sedangkan di
hari itu cuaca sangat panas, maka dengan mudahnya gereja itu terbakar hingga
ambruk. Karena peristiwa itulah Abrahah bersiap-siap menghimpun bala tentaranya
dalam jumlah yang sangat besar. Lalu ia berangkat dengan pasukannya itu dengan
maksud agar tiada seorang pun yang dapat menghalang-halangi niatnya. Selain dari
itu ia membawa seekor gajah yang besarnya tak terperikan, diberi nama Mahmud;
gajah tersebut sengaja dikirim oleh Raja Najasyi kepadanya untuk tujuan
tersebut. Bahkan menurut pendapat lain, selain gajah Mahmud itu ada delapan
gajah lainnya; dan menurut pendapat yang lainnya lagi dua belas ekor gajah;
hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Gajah tersebut akan dijadikan sebagai sarana untuk merobohkan Ka'bah,
misalnya mengikat semua sisi Ka'bah dengan rantai, lalu mengikatkannya pada
leher gajah, maka gajah akan menariknya dan tembok Ka'bah akan runtuh sekaligus
dalam waktu yang singkat.
Ketika orang-orang Arab mendengar keberangkatan Abrahah dengan pasukannya
yang bergajah itu, maka mereka merasakan adanya bahaya yang amat besar akan
menimpa diri mereka. Dan mereka merasakan bahwa sudah merupakan keharusan bagi
mereka membela Bait mereka dan mengusir orang-orang yang bermaksud jahat
terhadapnya.
Maka bangkitlah seorang lelaki dari kalangan penduduk Yaman yang terhormat
dan terbilang sebagai pemimpin mereka untuk mengadakan perlawanan terhadap
Abrahah. Orang tersebut bernama Zu Nafar, maka ia menyerukan kepada kaumnya dan
orang-orang Arab lainnya untuk memerangi Abrahah dan berjihad melawannya demi
membela Baitullah, karena Abrahah bermaksud akan merobohkannya dan meratakannya
dengan tanah.
Seruannya itu mendapat sambutan yang hangat dari mereka, lalu mereka
berperang melawan Abrahah dipimpin oleh Zu Nafar, tetapi pada akhirnya Zu Nafar
kalah. Ini tiada lain karena kehendak Allah Swt. yang bertujuan akan memuliakan
Baitullah dan mengagungkannya. Zu Nafar ditawan, tetapi Abrahah memaafkannya dan
membawanya pergi bersama ke Mekah.
Dan ketika perjalanan Abrahah sampai di tanah orang-orang Khas'am, ia
dihalangi oleh Nufail ibnu Habib Al-Khas'ami bersama kaumnya, yang memeranginya
selama dua bulan. Tetapi pada akhirnya Abrahah berhasil mengalahkan mereka dan
menawan Nufail ibnu Habib; pada mulanya Abrahah bermaksud membunuhnya, kemudian
ia memaafkannya dan membawanya serta ke Mekah sebagai penunjuk jalannya di
negeri Hijaz.
Ketika perjalanan Abrahah sampai di dekat Taif, maka para penduduk Taif
datang menyambutnya dan bersikap diplomatis dengannya karena takut dengan rumah
peribadatan mereka yang mereka beri nama Al-Lata, karenanya Abrahah menghormati
mereka. Dan mereka mengirimkan Abu Rigal untuk pergi bersamanya sebagai penunjuk
jalan.
Ketika perjalanan Abrahah sampai di Al-Magmas —yaitu di suatu tempat yang
terletak tidak jauh dari Mekkah— ia turun beristirahat, sedangkan bala
tentaranya merampas semua ternak penduduk Mekah dan sekitarnya atas perintah
Abrahah sendiri. Dan di antara ternak unta yang dirampas terdapat dua ratus ekor
unta milik Abdul Muttalib. Dan tersebutlah orang yang diserahi oleh Abrahah
untuk memimpin perampasan ternak itu adalah komandan pasukan terdepannya yang
dikenal dengan nama Al-Aswad ibnu Maqsud, lalu ia dikecam oleh sebagian bangsa
Arab melalui bait-bait syairnya, menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu
Ishaq.
Abrahah mengirimkan Hannatah Al-Himyari ke Mekah dan memerintahkan kepadanya
supaya kembali membawa orang Quraisy yang paling terhormat. Dan Abrahah
menyampaikan kepadanya bahwa dia datang bukan untuk memerangi kamu, terkecuali
jika kamu menghalang-halanginya dari Baitullah. Maka datanglah Hannatah ke
Mekah, lalu ditunjukkan kepadanya rumah Abdul Muttalib ibnu Hasyim, lalu ia
menyampaikan kepadanya apa yang dikatakan oleh Abrahah. Maka Abdul Muttalib
mengatakan kepadanya, "Demi Allah, kami tidak berniat untuk memeranginya, juga
kami tidak mempunyai kekuatan untuk itu. Ini adalah Baitullah yang disucikan dan
merupakan bait (rumah) kekasih-Nya, yaitu Ibrahim. Maka jika Dia
mempertahankannya, sudah wajar karena ia adalah rumah-Nya yang disucikan. Dan
jika Dia membiarkan antara bait-Nya. dan Abrahah, maka tiada kemampuan bagi kami
untuk mempertahankannya."
Hannatah berkata kepada Abdul Muttalib, "Kalau begitu, marilah engkau pergi
bersamaku untuk menemuinya." Maka Abdul Muttalib berangkat bersama Hannatah. Dan
ketika Abrahah melihat Abdul Muttalib, ia terkejut melihat penampilan Abdul
Muttalib yang tinggi lagi berwibawa dan tampan. Maka ia menghormatinya, dan ia
turun dari singgasananya, lalu duduk bersama Abdul Muttalib di hamparan
permadani.
Abrahah berkata kepada juru terjemahnya untuk mengatakan kepada Abdul
Muttalib mengenai keperluannya hingga datang menghadap kepadanya. Abdul Muttalib
berkata kepada juru terjemah Abrahah, "Sesungguhnya aku datang untuk keperluanku
sendiri, yaitu sudilah kiranya sang raja (Abrahah) menyerahkan kepadanya dua
ratus ekor unta miliknya yang telah dirampasnya."
Abrahah terkejut dan mengatakan kepada juru terjemahnya bahwa katakanlah
kepadanya, "Sesungguhnya pada mulanya ketika aku melihatmu, aku merasa kagum
dengan penampilan dan wibawamu. Tetapi setelah engkau berbicara kepadaku,
kesanku menjadi sebaliknya; apakah engkau berbicara kepadaku hanya mengenai dua
ratus ekor unta yang telah kurampas darimu? Sedangkan engkau meninggalkan
bait-mu yang merupakan agamamu dan agama nenek moyangmu, padahal aku datang
untuk merobohkannya, lalu mengapa engkau tidak berbicara kepadaku
mengenainya?"
Abdul Muttalib menjawab, "Sesungguhnya aku adalah pemilik unta itu dan
sesungguhnya bait itu mempunyai Pemiliknya sendiri yang akan membelanya."
Abrahah berkata, "Dia tidak akan dapat mencegahku dari merobohkannya." Abdul
Muttalib berkata, "'Kalau begitu, terserah Anda."
Menurut suatu pendapat, sesungguhnya bersama Abdul Muttalib terdapat
segolongan orang-orang terhormat dari kalangan orang-orang Arab. Mereka
menawarkan kepada Abrahah sepertiga dari harta Tihamah dengan syarat Abrahah
mengurungkan niatnya dari menghancurkan Ka'bah. Tetapi Abrahah menolak tawaran
mereka dan mengembalikan kepada Abdul Muttalib dua ratus ekor untanya.
Abdul Muttalib kembali ke Mekah dan menemui orang-orang Quraisy, lalu
memerintahkan kepada mereka agar keluar dari Mekah dan berlindung di atas
puncak-puncak bukitnya karena takut akan serangan bala tentara Abrahah. Setelah
itu Abdul Muttalib pergi ke Ka'bah dan memegang pegangan pintu Ka'bah, sedangkan
di belakangnya ikut beberapa orang dari kaum Quraisy. Mereka semuanya berdoa
kepada Allah dan memohoh pertolongan kepada-Nya dari serangan Abrahah dan bala
tentaranya.
Abdul Muttalib dalam doanya itu mengatakan seraya memegang pegangan pintu
Ka'bah:
لاهُمَّ
إنَّ المرء يمـ ...
نَعُ رَحْلَه فامْنع حِلالَك ...
لَا
يغلبنَّ صَلِيبُهم ...
ومحَالُهم غَدْوًا مِحَالك ...
Ya Allah, sesungguhnya seseorang itu
diharuskan membela ternak unta miliknya, maka belalah kepemilikan-Mu.
Janganlah sekali-kali Engkau biarkan
salib dan kekuasaan mereka selamanya menang atas tempat-Mu ini.
Setelah itu Abdul Muttalib melepaskan pegangan pintu Ka'bah, lalu ia bersama
orang-orang Quraisy lainnya keluar menuju ke daerah perbukitan, berlindungdi
puncak-puncaknya. Demikianlah menurut Ibnu Ishaq.
Muqatil ibnu Sulaiman menyebutkan bahwa mereka meninggalkan di dekat
Baitullah seratus ekor unta budnah yang telah dikalungi (untuk dikurbankan),
dengan tujuan mudah-mudahan sebagian tentara Abrahah ada yang berani
mengganggunya dan menyembelih sebagiannya tanpa hak, maka akibatnya Allah akan
menghukum mereka.
Dan pada pagi harinya Abrahah bersiap-siap untuk memasuki kota Mekah, lalu
menyiapkan gajahnya yang diberi nama Mahmud dan ia menyiapkan pula bala
tentaranya. Setelah semuanya siap, maka mereka mengarahkan gajahnya menuju ke
arah Mekah, tetapi sebelum itu Nufail ibnu Habib datang dan berdiri di dekat
gajah, lalu berkata, "Hai Mahmud, duduklah kamu dan kembalilah dengan penuh
kesadaran menuju ke tempat asal kedatanganmu, karena sesungguhnya engkau berada
di negeri Allah yang disucikan," setelah itu melepaskan telinga gajah Mahmud,
yang dipeganginya saat ia membisikinya.
Maka gajah itu duduk, dan Nufail lari dengan kencangnya menuju ke daerah
perbukitan dan berlindung di puncaknya. Mereka memukuli gajah itu supaya
berdiri, akan tetapi gajah itu membangkang dan tidak mau berdiri. Lalu mereka
memukul kepalanya dengan palu agar bangkit, dan mereka masukkan tongkat mereka
ke bagian lubang telinganya, menariknya dengan tujuan agar mau berdiri, tetapi
gajah itu tetap menolak. Kemudian mereka mengarahkannya ke negeri Yaman, dan
ternyata tanpa sulit gajah itu bangkit dengan sendirinya, lalu berlari kecil
menuju ke arah itu. Kemudian mereka mencoba untuk mengarahkannya ke negeri Syam,
dan gajah itu menuruti perintahnya; mereka coba mengarahkannya ke timur, maka
gajah itu mengikuti perintah. Tetapi bila diarahkan ke Mekah, gajah itu diam dan
duduk.
Dan Allah mengirimkan kepada mereka sejumlah besar burung dari arah laut yang
bentuknya seperti burung walet dan burung balsan; tiap-tiap ekor membawa tiga
buah batu. Satu diparuhnya dan yang dua dipegang oleh masing-masing dari kedua
kakinya; batu itu sebesar kacang humsh dan kacang 'adas. Tiada
seorang pun dari mereka yang terkena batu itu melainkan pasti binasa, tetapi
tidak seluruhnya terkena batu itu.
Akhirnya mereka melarikan diri dan lari tunggang langgang ke arah semula
mereka datang seraya mencari Nufail ibnu Habib untuk menunjukkan kepada mereka
jalan pulangnya. Sedangkan Nufail berada di atas bukit bersama orang-orang
Quraisy dan orang-orang Arab Hijaz lainnya, menyaksikan apa yang ditimpakan oleh
Allah Swt. kepada tentara bergajah itu sebagai azab dari-Nya. Dan ketika
menyaksikan pemandangan itu Nufail berkata:
أينَ
المَفَرُّ? والإلهُ الطَّالب والأشرمُ المغلوبُ غَيْرُ الْغَالِبْ
Ke manakah tempat untuk berlari dari
kejaran Tuhan yang mengejar; Asyram kalah dan tidak menang.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Nufail ibnu Habib dalam kesempatan itu
mengumandangkan bait-bait syair yang berbunyi,
أَلَا
حُييت عَنا يَا رُدَينا ...
نَعمْنا كُم مَعَ الأصبَاح عَينَا ...
رُدَينةُ
لَوْ رَأَيْتِ -وَلَا تَرَيْه ...
لَدَى جَنْب الْمُحَصَّبِ -مَا رَأينَا ...
إِذًا
لَعَذَرتني وَحَمَدت أمْري ...
وَلَم تَأْسَيْ عَلَى مَا فَاتَ بَيْنَا ...
حَمِدتُ
اللَّهَ إِذْ أبصَرتُ طَيْرًا ...
وَخفْتُ حَجارة تُلقَى عَلَينا ...
فَكُلّ
الْقَوْمِ يَسألُ عَن نُفَيل ...
كَأنَّ عليَ للحُبْشَان دَينَا! ...
"Mengapa engkau tidak menghormati
kami dan agama kami, maka kami akan menghormati kedatanganmu dengan penghormatan
yang luar biasa.
Demi suatu agama yang seandainya
engkau melihat sebagaimana yang kami lihat di dekat Al-Muhassib, tetapi ternyata
engkau tidak melihatnya.
Jika engkau melihatnya, tentulah
engkau memaafkanku dan memuji tindakanku, dan engkau tidak akan mengalami
kekecewaan dari apa yang telah terlewatkan di antara kita.
Aku memuji kepada Allah ketika melihat
kedatangan burung-burung, dan aku menjadi takut akan tertimpa oleh batu-batu
yang dijatuhkannya.
Maka semua kaum (tentara Habsyah)
mencari-cari Nufail, seakan-akan aku mempunyai utang kepada tentara Habsyah
itu."
Al-Waqidi meriwayatkan berikut sanadnya, bahwa mereka bersiap-siap untuk
memasuki Mekah dan gajahnya telah mereka persiapkan pula, tetapi manakala mereka
mengarahkannya ke salah satu tujuan dari tujuan yang lain, maka gajah itu mau
bergerak. Dan jika mereka arahkan gajahnya menuju ke kota suci Mekah, tiba-tiba
ia duduk dan mengeluarkan suaranya (menolak). Lalu Abrahah memaksa pawang gajah
dan membentaknya, bahkan memukulinya supaya ia memaksa gajah agar mau masuk ke
kota Mekah; mereka memakan waktu yang cukup lama untuk itu.
Sedangkan Abdul Muttalib dan segolongan orang dari para pemuka penduduk Mekah
—antara lain Mut'im ibnu Adiy, Amr ibnu Aid ibnu Imran ibnu Makhzum, dan Mas'ud
ibnu Amr As-Saqafi— berada di Gua Hira menyaksikan apa yang dilakukan oleh
tentara Habsyah itu, dan apa yang dialami mereka dengan gajahnya yang
membangkang itu; kisahnya sangat ajaib dan aneh.
Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah mengirimkan
kepada tentara habsyah yang bergajah itu burung Ababil, gelombang demi gelombang
yang warna bulunya kuning, lebih kecil daripada merpati, sedangkan kakinya
berwarna merah; tiap-tiap burung membawa tiga buah batu kerikil. Lalu iringan
burung-burung itu tiba dan berputar di atas mereka, kemudian menimpakan
batu-batu itu kepada mereka hingga mereka binasa.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa tentara Habsyah datang dengan membawa
dua ekor gajah; adapun gajah Mahmud hanya mendekam dan tidak mau bangkit,
sedangkan gajah lainnya memberanikan dirinya dan akhirnya ia terkena batu
itu.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa mereka membawa banyak gajah, sedangkan
gajah Mahmud adalah kendaraan raja mereka, Mahmud mendekam dengan tujuan agar
gajah lainnya mengikuti jejaknya. Dan ternyata di antara kumpulan gajah yang
mereka bawa ada seekor gajah yang memberanikan dirinya melangkah, maka ia
tertimpa batu dan binasa hingga gajah lainnya kabur melarikan diri.
Ata ibnu Yasar dan lain-lainnya mengatakan bahwa tentara bergajah itu tidak
semuanya binasa oleh azab seketika itu juga, bahkan di antara mereka ada yang
segera mati, dan di antaranya ada yang tubuhnya rontok anggota demi anggota
dalam pelariannya, yang pada akhirnya binasa juga. Sedangkan Abrahah termasuk
dari mereka yang tubuhnya rontok anggota demi anggota, hingga akhirnya mati di
tanah orang-orang Khas'am.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa lalu mereka melarikan diri, sedangkan anggota
tubuh mereka rontok satu demi satu, dan di setiap jalan mereka mati
bergelimpangan. Sedangkan Abrahah, tubuhnya terkena oleh batu itu, lalu mereka
membawanya lari bersama mereka, dan tubuhnya rontok sedikit demi sedikit, hingga
sampailah mereka bersamanya di San'a, sedangkan keadaan Abrahah seperti anak
burung yang baru menetas. Dan Abrahah masih belum mati kecuali setelah dadanya
terbelah dan jantungnya keluar; demikianlah menurut sahibul hikayat.
Muqatil ibnu Sulaiman menceritakan bahwa orang-orang Quraisy memperoleh harta
yang banyak dari jarahan harta benda pasukan Abrahah itu, sehingga disebutkan
bahwa pada hari itu Abdul Muttalib mendapat emas yang jumlahnya dapat memenuhi
suatu galian sumur.
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'kub ibnu Utbah yang
menceritakan kepadanya bahwa penyakit cacar dan lepra di tanah Arab mula-mula
terjadi pada tahun itu. Dan bahwa pahitnya buah harmal, hanzal, dan 'usr
dirasakan sejak tahun itu. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ikrimah melalui
jalur yang jayyid.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Allah Swt. berkehendak mengutus Nabi
Muhammad Saw., maka termasuk di antara karunia dan nikmat yang dilimpahkan-Nya
kepada kaum Quraisy ialah terusirnya tentara Habsyah dari mereka, demi menjaga
tetapnya kekuasaan dan masa keemasan mereka (Quraisy). Untuk itulah maka
disebutkan oleh firman-Nya:
{أَلَمْ
تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي
تَضْلِيلٍ وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ
سِجِّيلٍ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ}
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap
tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk
menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang
berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang
terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daunyang dimakan ulat.
(Al-Fil: 1-5)
Dan juga firman-Nya:
لِإِيلافِ
قُرَيْشٍ إِيلافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتاءِ وَالصَّيْفِ فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هذَا
الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian
pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik
rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan
lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (Quraisy: 1-4)
Yakni agar tiada sesuatu pun yang mengubah keadaan mereka dari kebiasaannya,
yang hal tersebut tiada lain karena Allah berkehendak baik terhadap mereka,
sekiranya mereka mensyukurinya.
Ibnu Hisyam mengatakan bahwa ababil artinya berbondong-bondong, dalam bahasa
Arab kata ini tidak ada bentuk tunggalnya. Ibnu Hisyam mengatakan pula bahwa
adapun makna sijjil, menurut apa yang telah dikatakan oleh Yunus An-Nahwi
dan Abu Ubaidah, makna yang dimaksud menurut orang Arab ialah yang sangat
keras.
Ibnu Hisyam mengatakan bahwa sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa keduanya
merupakan kata yang berasal dari bahasa Persia, lalu oleh orang Arab dijadikan
menjadi satu. Sesungguhnya yang dimaksud tiada lain sama dengan batu dan tanah
liat. Ulama tafsir itu mengatakan bahwa batu-batu tersebut berasal dari kedua
jenis itu, yakni batu dan tanah Hat.
Ibnu Hasyim mengatakah bahwa al-'asfu artinya daun tanaman yang belum
diketam, bentuk tunggalnya adalah 'asfah; demikianlah menurut apa yang
dikemukakan oleh Ibnu Hasyim.
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Amir, dari Zurr, dari Abdullah
dan Abu Salamah ibnu Abdur Rahman sehubungan dengan makna firman-Nya: burung
yang berbondong-bondong. (Al-Fil: 3) Maksudnya, yang bergelombang-gelombang.
Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sebagian
darinya mengiringi sebagian yang lainnya.
Al-Hasan Al-Basri dan Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ababil
ialah yang banyak jumlahnya. Mujahid mengatakan bahwa ababil artinya yang
berpencar, berturut-turut, lagi berbondong-bondong.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ababil ialah
berpencar-pencar, ada yang datang dari arah ini dan arah itu, yakni mendatangi
mereka dari segala penjuru.
Al-Kisa-i mengatakan bahwa ia pernah mendengar sebagian ulama Nahwu
mengatakan bahwa bentuk tunggal ababil ialah ibil.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdul A'la, telah
menceritakan kepadaku Daud, dari Ishaq ibnu Abdullah ibnul Haris ibnu Naufal
yang mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: dan Dia
mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. (Al-Fil: 3) Yaitu
berkelompok-kelompok seperti ternak unta yang dilepas bebas.
Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami
Waki', dari Ibnu Aun, dari Ibnu Sirin, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang
berbondong-bondong. (Al-Fil: 3) Maksudnya, burung-burung yang mempunyai
belalai seperti gajah dan cakar-cakar yang seperti kaki anjing.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu ibrahim,
telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Husain,
dari Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya: burung yang
berbondong-bondong. (Al-Fil: 3) Burung-burung itu berwarna hijau keluar dari
laut, kepalanya seperti kepala serigala.
Telah menceritakan pula kepada kami ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Ubaid ibnu
Umair sehubungan dengan makna firman-Nya: burung yang berbondong-bondong.
(Al-Fil: 3) Yakni burung yang muncul dari laut yang paruh dan kedua cakarnya
semuanya berwarna hitam; semua sanad riwayat di atas berpredikat sahih.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa burung itu berwarna hijau, sedangkan
paruhnya berwarna kuning. Burung-burung itu silih berganti menyerang mereka.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Ata, bahwa burung ababil itu
bentuknya serupa dengan burung garuda yang dikenal di daerah Magrib. Demikianlah
menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari mereka.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah
menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Muhammad ibnu Abu Syaibah, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari
Ubaid ibnu Umair yang mengatakan bahwa ketika Allah berkehendak akan
membinasakan tentara bergajah, maka Dia mengirimkan kepada mereka pasukan burung
yang dikeluarkan dari laut yang gesitnya sama dengan burung walet. Tiap ekor
burung membawa tiga buah batu yang terbagi pada paruhnya satu buah dan pada
masing-masing kedua kakinya satu buah.
Burung-burung itu datang berbaris bersaf-saf di atas mereka, lalu
mengeluarkan suaranya dan menjatuhkan batu-batu yang ada pada paruh dan kedua
kakinya. Maka tiada sebuah batu pun yang menimpa kepala seseorang dari mereka
melainkan tembus sampai ke duburnya, dan tidak sekali-kali batu itu mengenai
sesuatu dari tubuh seseorang dari mereka melainkan tembus ke bagian lainnya.
Allah mengirimkan pula angin yang kencang sehingga menambah kencang jatuhnya
batu-batuan itu hingga semuanya binasa.
As-Saddi telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa batu-batuan
dari sijjil, makna yang dimaksud ialah tanah liat yang telah berubah menjadi
batu. Hal ini disebutkan keterangannya di atas dan tidak perlu diulangi
lagi.
Firman Allah Swt.:
{فَجَعَلَهُمْ
كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ}
Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
(Al-Fil: 5)
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah pakan hewan
ternak yang dikenal oleh bahasa pasaran dengan istilah habur. Menurut
riwayat lain dari'Sa'id, disebutkan daun tanaman gandum. Diriwayatkan pula
darinya al-’asfu artinya pakan ternak yang telah digerogoti oleh ulat
dedaunannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri. Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas, bahwa al-’asfu artinya kulit ari biji gandum.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa al-’asfu artinya daun tanaman dan daun sayuran
bilamana telah dimakan oleh ternak, maka kelihatan hanya tangkainya saja. Makna
yang dimaksud ialah bahwa Allah Swt. membinasakan mereka dan menghancurkan
mereka serta menjadikan mereka 'senjata makan tuan' dengan penuh kedongkolan.
Tiada suatu kebaikan pun yang mereka peroleh, dan sebagian besar dari mereka
binasa, serta tiada yang pulang melainkan dalam keadaan terluka parah,
sebagaimanayang dialami oleh raja mereka (yaitu Abrahah). Sesungguhnya dadanya
terbelah dan jantungnya kelihatan ketika ia sampai di san'a, lalu ia sempat
menceritakan kepada penduduk San'a apa yang telah menimpa diri mereka, setelah
itu ia mati. Kemudian tampuk pemerintahan negeri Yaman dipegang oleh anak
Abrahah yang bernama Yaksum, setelah itu saudaranya yang bernama Masruq ibnu
Abrahah.
Kemudian Saif ibnu Zi Yazin Al-Himyari berangkat menemui Kisra (Raja Persia)
dan meminta bantuan kepadanya untuk menghadapi tentara Habsyah. Maka Kisra
mengabulkan permintaannya dan menyerahkan kepadanya sebagian dari tentaranya
yang berperang bersama Saif ibnu Zi Yazin. Maka Allah mengembalikan kepada
mereka kerajaan yang dahulu dimiliki oleh nenek moyang mereka berikut semua
kekuasaannya. Kemudian berdatanganlah kepadanya delegasi-delegasi dari
orang-orang Arab, mengucapkan selamat atas kemenangannya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu
Abu Bukair, dari Amrah binti Abdur Rahman ibnu As'ad ibnu Zurarah, dari Aisyah
yang mengatakan bahwa sesungguhnya ia sempat melihat bekas pawang gajah dan
pemegang kendalinya di Mekah dalam keadaan telah tuna netra lagi cacat, tak
dapat berjalan, dan meminta-minta (menjadi pengemis). Al-Waqidi telah
meriwayatkan hal yang semisal dari Aisyah. Dan Al-Waqidi telah meriwayatkan dari
Asma binti Abu Bakar yang telah mengatakan bahwa kedua bekas pawang gajah itu
dalam keadaan cacat parah, meminta-minta kepada orang di Asaf dan Na'ilah,
tempat orang-orang musyrik menyembelih sembelihan mereka.
Menurut hemat saya, nama pemegang kendali gajah Abrahah bernama Anis.
Al-Hafiz Abu Na'im di dalam kitabnya yang berjudul Dala'ilun Nubuwwah
telah meriwayatkan melalui jalur Ibnu Wahb, dari Ibnu Lahi'ah, dari Aqil ibnu
Khalid, dari Usman ibnul Mugirah, kisah tentang tentara bergajah ini; tetapi
tidak disebutkan bahwa Abrahah datang dari Yaman, melainkan dia hanya mengutus
pasukannya yang dipimpin oleh seorang lelaki bernama Syamir ibnu Maqshud, jumlah
pasukannya kurang lebih dua puluh ribu orang personil. Disebutkan pula bahwa
burung ababil datang menyerang mereka di malam hari, dan pada pagi harinya
mereka semuanya tewas. Konteks kisah ini aneh sekali, sekalipun Abu Na'im telah
menguatkannya di atas riwayat yang lain.
Menurut riwayat yang benar, Abrahah Al-Asyram Al-Habsyi datang ke Mekah
sebagaimana yang ditunjukkan oleh konteks riwayat yang lainnya dan juga yang
disebutkan dalam syair orang-orang dahulu. Hal yang sama telah disebutkan dalam
riwayat yang bersumberkan dari Ibnu Lahi'ah, dari Al-Aswad, dari Urwah, bahwa
Abrahah mengirimkan Al-Aswad ibnu Maqsud bersama sejumlah besar pasukannya di
sertai dengan gajah, tetapi tidak disebutkan bahwa Abrahah sendiri ikut dalam
misi tersebut. Menurut pendapat yang benar, Abrahah pun memang ikut datang dalam
misi itu, barangkali Ibnu Maqsud berada di barisan pasukan yang terdepan; hanya
Allah-lah Yang Maha Mengetahui kebenarannya.
Ibnu Ishaq meriwayatkan sebagian dari syair-syair yang dikatakan oleh
orang-orang Arab berkenaan dengan kisah tentara bergajah ini; di antara lain ia
mengutip syair Abdullah ibnuz Zaba'ri yang menyebutkan,
تَنَكَّلُوا
عَنْ بَطْنِ مَكَّةَ إِنَّهَا ...
كانتْ قَدِيمًا لَا يُرَام حَريمها ...
لَمْ
تُخلَق الشِّعرَى لَيَالِيَ حُرّمتْ ...
إِذْ لَا عزيزَ مِنَ الْأَنَامِ يَرُومها ...
سَائِلْ
أميرَ الْجَيْشِ عَنْهَا مَا رَأى? ...
فلسوفَ يُنبي الْجَاهِلِينَ عَلَيْمُهَا ...
ستونَ
أَلْفًا لَمْ يَؤُوبُوا أرَضهم ...
بَلْ لَمْ يَعِشْ بَعْدَ الِإْيَابِ سَقِيمُهَا ...
كانتْ
بِهَا عادٌ وجُرْهُم قَبْلَهَمُ ...
واللهُ مِنْ فَوْقِ الْعِبَادِ يُقيمها
"Mereka takut terhadap lembah Mekah,
karena sejak masa dahulu tiada yang berani melanggar kesuciannya, bintang syi'ra
masih belum diciptakan di malam-malam ia disucikan.
Karena tiada seorang pun yang mengaku
dirinya perkasa, berani mengotori kesuciannya.
Bila ada orang yang bertanya tentang
kisah panglima pasukan apa yang telah dialaminya dari tanah suci itu, maka akan
diceritakan kepadanya oleh orang yang mengetahuinya.
Enam puluh ribu pasukan tidak pernah
kembali ke tempat tinggal mereka, bahkan tidak dapat hidup lama orang yang sakit
dari mereka sesudah kepulangannya.
Sebelum mereka terdapat kaum 'Ad dan
Jurhum di dekatnya dan kekuasaan Allah berada di atas hamba-hamba-Nya, Dialah
yang menjaga kesuciannya."
Abu Qais ibnu Aslat Al-Ansari Al-Madani mengatakan dalam bait-bait syairnya
yaitu,
وَمِنْ
صُنْعه يَوْمَ فِيلِ الحُبُو ...
شِ، إِذْ كُلُّ مَا بَعَثُوه رَزَمْ ...
مَحَاجِنُهُمْ
تَحْتَ أَقْرَابِهِ ...
وَقَدْ شَرَموا أَنْفَهُ فَانْخَرَمْ ...
وَقَدْ
جَعَلُوا سَوْطَهُ مِغْوَلًا ...
إِذَا يَمَّمُوه قَفَاه كُليم ...
فَسوَّل
أَدْبَرَ أَدْرَاجِهِ ...
وَقَدْ بَاءَ بِالظُّلْمِ مَنْ كَانَ ثمَّ ...
فَأَرْسَلَ
مِنْ فَوْقِهِمْ حَاصِبًا ...
يَلُفهُم مثْلَ لَفُ القزُم ...
تَحُثُّ
عَلَى الصَّبر أحبارُهم ...
وَقَد ثأجُوا كَثؤاج الغَنَم ...
"Dan di antara apa yang diperbuat
oleh-Nya di hari tentara bergajah Habsyah telah terbuktikan, karena setiap orang
yang dikirimkan oleh mereka dikalahkan.
Tameng-tameng mereka berada di bawah
qirbah wadah minum mereka, sedangkan mereka dalam keadaan terhina lagi terluka.
Pada mulanya kekuatan mereka
menakutkan, di saat mereka menuju kepadanya dengan penuh keangkuhan.
Tetapi pada akhirnya pemimpin mereka
lari tunggang langgang kembali ke tempat asal datangnya, semua orang yang ikut
dengannya di tempat itu adalah orang yang aniaya.
Maka dikirimkanlah kepada mereka dari
atas mereka hujan batu kerikil, yang menghancurleburkan mereka.
Meskipun para pendeta mereka
memerintahkan kepada pasukannya untuk bersabar, tetapi mereka menjerit-jerit
bagaikan embikan kambing yang terancam bahaya."
Abus-Silt ibnu Rabi'ah As-Saqafi mengatakan bahwa telah dinukil dari Umayah
ibnu Abus-Silt ibnu Rabi'ah bait-bait syair yang berbunyi,
إِنَّ
آيَاتِ رَبِّنا بَاقياتٌ ...
مَا يُمَاري فيهنَّ إِلَّا الكفورُ ...
خُلِقَ
الليلُ والنهارُ فَكُلّ ...
مستبينٌ حسابُه مَقْدُورُ ...
ثمَّ
يَجْلُو النَّهارَ ربٌ رحيمٌ ...
بِمَهَاةٍ شُعَاعها منشورُ ...
حُبِسَ
الفيلُ بالمُغمَّس حَتَّى ...
صَارَ يَحْبُو، كَأَنَّهُ معقورُ ...
لَازِمًا
حلقُه الجرانَ كَمَا قُطِّر ...
مِنْ ظَهْر كَبْكَب مَحدُورُ ...
حَوله
مِنْ مُلُوك كِندةَ أبطالُ ...
ملاويثُ فِي الحُرُوب صُقُورُ ...
خَلَّفُوه
ثُمَّ ابذَعرّوا جَميعًا، ...
كُلَّهم عَظْمُ سَاقِهِ مَكْسُورُ ...
كُلّ
دِينٍ يَومَ القِيَامة عندَ الـ ...
له إِلَّا دِينُ الحَنِيفَة بورُ ...
"Sesungguhnya di antara tanda-tanda
kekuasaan Tuhan kami yang masih tetap ada dan tiada yang mengingkarinya selain
hanya orang yang benar-benar pengingkar kebenaran,
(yaitu) adanya malam dan siang hari,
semua orang memahami perhitungannya yang telah ditetapkan dengan jelas.
Kemudian Tuhan Yang Maha Penyayang
menjadikan siang hari terang benderang dengan sinar mentarinya yang menyeluruh.
Dialah Yang telah menahan pasukan
bergajah di Magmas, hingga gajah itu merangkak seakan-akan seperti tak berdaya,
ia hanya diam mendekam sekalipun punggungnya dipukuli bertubi-tubi dengan
kerasnya.
Di sekitarnya terdapat raja-raja
Kindah yang disegani dan menjadi para pendekar dalam medan perang, semuanya
menentang niatnya.
Kemudian mereka semuanya terkejut
karena semua pasukan bergajah itu patah dan binasa.
Setiap agama kelak di hari kiamat di
hadapan Allah akan ditolak dan sia-sia kecuali agama yang hanif
(Islam)."
Dalam pembahasan yang lalu pada tafsir surat Al-Fath telah disebutkan bahwa
di hari perjanjian Hudaibiyah ketika Rasulullah Saw. berada di atas lereng yang
darinya dapat ditempuh jalan menuju ke tempat orang-orang Quraisy, unta beliau
mendekam, lalu mereka menghardiknya, tetapi unta kendaraan beliau Saw. tetap
menolak. Maka mereka mengatakan bahwa Qaswa (nama unta milik Nabi Saw.) mogok.
Maka Rasulullah Saw. bersabda:
«مَا
خَلَأَتِ الْقَصْوَاءُ وَمَا ذَاكَ لَهَا بِخُلُقٍ وَلَكِنْ حَبَسَهَا حَابِسُ
الْفِيلِ- ثُمَّ قَالَ- وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَسْأَلُونِي الْيَوْمَ
خُطَّةً يُعَظِّمُونَ فِيهَا حُرُمَاتِ اللَّهِ إِلَّا أَجَبْتُهُمْ
إِلَيْهَا»
Qaswa tidak mogok, karena mogok bukan merupakan pembawaannya, tetapi ia
ditahan oleh Tuhan Yang telah menahan pasukan bergajah. Kemudian Rasulullah
Saw. melanjutkan sabdanya: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman
kekuasaan-Nya, tidaklah mereka meminta kepadaku hari ini suatu rencana yang di
dalamnya terkandung penghormatan kepada hal-hal yang disucikan oleh Allah
melainkan aku akan menyetujuinya.
Setelah itu beliau Saw. menghardik untanya, maka untanya bangkit dan
meneruskan perjalannya. Hadis ini termasuk hadis-hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari secara munfarid (tunggal).
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda di hari
jatuhnya kota Mekah:
«إِنَّ
اللَّهَ حَبْسَ عَنْ مَكَّةَ الْفِيلَ وَسَلَّطَ عَلَيْهَا رَسُولَهُ
وَالْمُؤْمِنِينَ، وَإِنَّهُ قَدْ عادت حرمتها اليوم كحرمتها بالأمس ألا فليبلغ
الشاهد الغائب»
Sesungguhnya Allah telah menahan pasukan bergajah dari Mekah, dan
menguasakannya kepada Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan sesungguhnya kini
telah kembali kesuciannya pada hari ini juga, sebagaimana kesuciannya di waktu
sebelumnya. Ingatlah, hendaklah orang yang hadir menyampaikannya kepada orang
yang tidak hadir.
Demikianlah akhir tafsir surat
Al-Fil, segala puji bagi Allah atas limpahan karunia-Nya.