Tafsir Surat Al-Hujurat, ayat 1-3
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (1) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلا تَجْهَرُوا
لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ
وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ (2) إِنَّ الَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَ
رَسُولِ اللَّهِ أُولَئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى
لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ (3) }
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata
kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya
tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.
Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka
itulah orang-orang yang telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa. Bagi
mereka ampunan dan pahala yang besar.
Melalui ayat-ayat ini Allah Swt. mengajarkan etika sopan santun kepada
hamba-hamba-Nya yang beriman dalam bergaul dengan Rasulullah Saw. Yaitu
hendaknya mereka menghormati, memuliakan, dan mengagungkan beliau Saw. Untuk itu
Allah Swt. berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1)
Maksudnya, janganlah kalian tergesa-gesa dalam segala sesuatu di hadapannya,
yakni janganlah kamu melakukannya sebelum dia, bahkan hendaknyalah kamu
mengikuti kepadanya dalam segala urusan.
Dan termasuk ke dalam pengertian umum etika yang diperintahkan Allah ini
adalah hadis Mu'az r.a. ketika ia diutus oleh Nabi Saw. ke negeri Yaman.
"بِمَ
تَحْكُمُ؟ " قَالَ: بِكِتَابِ اللَّهِ. قَالَ: "فَإِنْ لَمْ تَجِدْ؟ " قَالَ:
بِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ. قَالَ: "فَإِنْ لَمْ تَجِدْ؟ " قَالَ: أَجْتَهِدُ
رَأْيِي، فَضَرَبَ فِي صَدْرِهِ وَقَالَ: "الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رسولَ
رسولِ اللَّهِ، لِمَا يَرْضَى رَسُولُ اللَّهِ".
Nabi Saw. bertanya kepadanya, "Dengan apa engkau putuskan hukum?"
Mu'az menjawab, "Dengan Kitabullah" Rasul Saw. bertanya, "Kalau tidak
kamu temukan?" Mu'az menjawab, "Dengan sunnah Rasul." Rasul Saw. bertanya,
"Jika tidak kamu temukan." Mu'az menjawab, "Aku akan berijtihad sendiri."
Maka Rasul Saw. mengusap dadanya seraya bersabda: Segala puji bagi Allah yang
telah membimbing utusan Rasulullah kepada apa yang diridai oleh
Rasulullah.
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah telah
meriwayatkan hadis ini pula.
Kaitannya dengan pembahasan ini ialah Mu'az menangguhkan pendapat dan
ijtihadnya sendiri sesudah Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Sekiranya dia
mendahulukan ijtihadnya sebelum mencari sumber dalil dari keduanya, tentulah dia
termasuk orang yang mendahului Allah dan Rasul-Nya.
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan
makna firman-Nya: Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya.
(Al-Hujurat: 1) Yakni janganlah kamu katakan hal yang bertentangan dengan
Kitabullah dan sunnah.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa mereka (para sahabat)
dilarang berbicara di saat Rasulullah Saw. sedang berbicara.
Mujahid mengatakan, "Janganlah kamu meminta fatwa kepada Rasulullah Saw.
tentang suatu perkara, sebelum Allah Swt. menyelesaikannya melalui lisannya."
Ad-Dahhak mengatakan, "Janganlah kamu memutuskan suatu urusan yang menyangkut
hukum syariat agama kalian sebelum Allah dan Rasul-Nya memutuskannya."
Sufyan As'-Sauri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt:
Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1) baik dalam
ucapan maupun perbuatan.
Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1) Yaitu
janganlah kamu berdoa sebelum imam berdoa.
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa ada beberapa orang
yang mengatakan, "Seandainya saja diturunkan mengenai hal anu dan anu.
Seandainya saja hal anu dibenarkan. Maka Allah Swt. tidak menyukai hal tersebut;
karena hal tersebut berarti sama dengan mendahului."
{وَاتَّقُوا
اللَّهَ}
dan bertakwalah kepada Allah. (Al-Hujurat: 1)
dengan mengerjakan semua apa yang diperintahkan-Nya kepada kalian.
{إِنَّ
اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Al-Hujurat:
1)
Yakni Dia mendengar semua ucapan kalian dan mengetahui semua niat kalian.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ
النَّبِيِّ}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih
dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2)
Ini merupakan etika lainnya yang melaluinya Allah mendidik hamba-hamba-Nya
yang beriman agar mereka jangan meninggikan suaranya di hadapan Nabi Saw. lebih
tinggi daripada suaranya. Menurut suatu riwayat, ayat ini diturunkan berkenaan
dengan dua orang syekh, yakni Abu Bakar dan Umar.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Busrah ibnu Safwan
Al-Lakhami, telah menceritakan kepada kami Nafi' ibnu Umar, dari Ibnu Abu
Mulaikah yang mengatakan bahwa hampir saja kedua orang yang terbaik binasa
(yaitu Abu Bakar dan Umar) karena keduanya meninggikan suaranya di hadapan Nabi
Saw. di saat datang kepada beliau kafilah Bani Tamim. Lalu salah seorang dari
keduanya berisyarat kepada Al-Aqra' ibnu Habis r.a. saudara lelaki Bani
Mujasyi', sedangkan yang lain berisyarat kepada lelaki lainnya. Nafi' mengatakan
bahwa dia tidak ingat lagi nama lelaki itu. Maka Abu Bakar berkata, "Engkau ini
tidak lain kecuali bersikap berbeda denganku." Umar menjawab, "Aku tidak berniat
berbeda denganmu." Maka suara keduanya kuat sekali memperdebatkan hal tersebut,
lalu sehubungan dengan peristiwa itu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara
Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana
kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak
hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. (Al-Hujurat:
2)
Ibnuz Zubair r.a. mengatakan bahwa sesudah turunnya ayat ini Umar r.a. tidak
berani lagi angkat bicara di hadapan Rasulullah Saw. melainkan mendengarnya
lebih dahulu sampai mengerti. Akan tetapi, Ibnuz Zubair tidak menyebutkan dari
ayahnya tentang Abu Bakar r.a. Hadis ini diriwayatkan secara tunggal oleh Imam
Muslim.
Kemudian Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu
Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij, telah
menceritakan kepadaku Ibnu Abu Mulaikah, bahwa Abdullah ibnuz Zubair r.a. pernah
menceritakan kepadanya bahwa pernah datang iringan kafilah dari Bani Tamim
kepada Nabi Saw. Maka Abu Bakar r a berkata, "Angkatlah Al-Qa'qa' ibnu Ma'bad
sebagai pemimpin mereka " Dan Umar r.a. berkata, "Angkatlah Al-Aqra' ibnu Habis
sebagai pemimpin mereka." Maka Abu Bakar r.a. berkata, "Tiada lain tujuanmu
hanya menentangku." Umar berkata, "Aku tidak bermaksud menentangmu." Akhirnya
keduanya perang mulut hingga suara mereka gaduh di hadapan Nabi Saw. Maka
turunlah firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu.
mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1) sampai dengan firman Allah
Swt.: Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka.
(Al-Hujurat: 5), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari dalam kitab tafsirnya
secara munfarid dengan sanad yang sama.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan dalam kitab musnadnya, telah
menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Ishaq
ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Umar, dari Mukhariq,
dari Tariq ibnu Syihab, dari Abu Bakar As-Siddiq r.a. yang mengatakan bahwa
ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2)
Aku (Abu Bakar) berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah, aku tidak akan berbicara
lagi kepadamu melainkan dengan suara yang rendah (pelan).
Husain ibnu Umar sekalipun predikatnya daif, tetapi hadis ini telah
kami kemukakan pula melalui riwayat Abdur Rahman ibnu Auf dan Abu Hurairah r.a.
dengan lafaz yang semisal; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Abdur Rahman
ibnu Auf dan Abu Hurairah pun telah mengatakan hal yang semisal; hanya Allah-lah
Yang Maha Mengetahui.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah,
telah menceritakan kepada kami Azar ibnu Sa'd, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Anas, dari Anas ibnu Malik
r.a., bahwa Nabi Saw. kehilangan Sabit ibnu Qais r.a. Maka seorang lelaki
berkata, "Wahai Rasulullah, saya mengetahui di mana ia berada." Lalu lelaki itu
mendatanginya, dan menjumpainya di rumahnya sedang menundukkan kepalanya. Maka
lelaki itu bertanya kepadanya, "Mengapa kamu?" Ia menjawab, bahwa dirinya celaka
karena telah meninggikan suaranya di hadapan Nabi Saw. lebih dari suara Nabi
Saw. Dan ia beranggapan bahwa amal baiknya telah dihapuskan, maka dia termasuk
ahli neraka. Lelaki itu kembali kepada Nabi Saw. dan menceritakan kepada beliau
apa yang dikatakan oleh orang yang dicarinya itu, bahwa dia telah mengatakan anu
dan anu. Musa ibnu Anas melanjutkan kisahnya. bahwa lalu felaki itu kembali
menemuinya seraya membawa benta gemb.ra dan Nabi Saw. yang telah bersabda:
"اذْهَبْ
إِلَيْهِ فَقُلْ لَهُ: إِنَّكَ لَسْتَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، وَلَكِنَّكَ مِنْ
أَهْلِ الْجَنَّةِ"
Kembalilah kamu kepadanya dan katakanlah kepadanya, "Sesungguhnya engkau
bukan ahli neraka, tetapi engkau adalah termasuk ahli surga.”
Imam Bukhari meriwayatkannya melalui jalur ini secara tunggal.
Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Hasyim telah
menceritakan kepada kami Sulaiman Ibnul Mughirah, dari Sabit, dari Anas Ibnu
Malik r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman
Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu
lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2) sampai dengan firman-Nya:
sedangkan kamu tidak menyadari. (Al-Hujurat: 2) Tersebutlah bahwa Sabit
ibnu Qais ibnu Syammas seorang yang memiliki suara yang keras. Maka ia
berkata, "Akulah yang sering meninggikan suaraku diatas suara Rasulullah Saw.
Maka aku termasuk ahli neraka, Semua amalku dihapus." Lalu ia duduk di tempat
tinggal keluarganya dengan hati yang sedih dan tidak mau keluar lagi. Maka
Rasulullah Saw. merasa kehilangan dia, lalu sebagian orang berangkat menemuinya
di rumahnya. Mereka berkata kepadanya bahwa Rasulullah Saw. merasa kehilangan
dia, dan mereka menanyakan mengenai penyebabnya. Sabit ibnu Qais menjawab,
"Akulah orang yang sering meninggikan suaraku di atas suara Nabi Saw. dan aku
sering berkata dengan suara yang keras kepada beliau; maka semua amalku
dihapuskan dan aku termasuk ahli neraka." Lalu mereka kembali kepada Nabi Saw
dan menceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan olehSabit ibnu Qais. Maka
Nabi Saw. bersabda:
"لَا
بَلْ هُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ"
Tidak, bahkan dia termasuk penghuni surga.
Anas r.a. mengatakan, "Sejak saat itu kami melihatnya berjalan di antara
kami, sedangkan kami mengetahui bahwa dia termasuk ahli surga. Ketika Perang
Yamamah terjadi, kami mengalami tekanan dari pihak musuh hingga terpukul mundur.
Maka datanglah Sabit ibnu Qais ibnu Syammas dalam keadaan telah memakai kapur
barus dan mengenakan kain kafan lalu berkata, "Alangkah buruknya apa yang
dianjurkan oleh teman-teman kalian," Kemudian ia maju ke barisan musuh dan
memerangi mereka hingga ia gugur sebagai syuhada, semoga Allah melimpahkan
rida-Nya kepadanya.
Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah,
telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa telah menceritakan kepada kami
Hammad ibnu Salamah, dari Sabit Al-Bannani, dari Anas ibnu malik r.a. yang
mengatakan bahwa setelah ayat berikut diturunkan, yaitu firman Allah Swt.:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari
suara Nabi. (Al-Hujurat: 2), hingga akhir ayat. Sabit r.a. mengurung diri di
dalam rumahnya, dan mengatakan "Aku termasuk ahli neraka," dan ia tidak lagi mau
keluar menemui Nabi Saw Maka Nabi Saw. bertanya kepada Sa'd ibnu Mu'az, "Hai Abu
Amr ke mana Sabit, apakah dia sakit?" Sa'd r.a. menjawab, "Dia memang
tetanggaku, tetapi aku tidak mengetahui bahwa dia sedang sakit." Lalu Sa'd r.a.
mendatanginya dan menceritakan kepadanya perkataan Rasulullah Saw. Maka Sabit
r.a. mengatakan, "Ayat ini telah diturunkan, dan seperti yang telah kamu ketahui
bahwa aku adalah orang yang paling tinggi nada suaranya di antara kalian
melebihi suara Nabi Saw. Karena itu, aku adalah ahli neraka." Sa'd r.a.
menceritakan kepada Nabi Saw. apa yang dikatakan oleh Sabit itu. Maka Rasulullah
Saw. bersabda: Tidak, bahkan dia termasuk ahli surga.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari Ahmad ibnu Sa'id Ad-Darimi, dari
Hayyan ibnu Hilal, dari Sulaiman ibnul Mugirah dengan sanad yang sama- tetapi di
dalam riwayat ini tidak disebutkan nama Sa'd ibnu Mu'az r a Telah diriwayatkan
pula dari Qatn ibnu Basyir, dari Ja'far ibnu Sulaiman, dari Sabit, dari Anas
r.a. hal yang semisal; Imam Muslim menyebutkan bahwa di dalam riwayatnya ini
tidak disebutkan Sa'd ibnu Mu'az r.a. Disebutkan bahwa telah menceritakan
kepadaku Hudah ibnu Abdul Ala Al-Asadi, telah menceritakan kepada kami
Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar ayahnya bercerita dari Anas
r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan (Al-Hujurat ayat 2), lalu
disebutkan hal yang semisal, tetapi tidak disebutkan nama Sa'd ibnu Mu'az.
Ditambahkan pula bahwa kami menyaksikannya berjalan di antara kami dan kami
beranggapan bahwa dia termasuk ahli surga. Ketiga jalur periwayatan ini berbeda
dengan riwayat Hammad ibnu Salamah yang diriwayatkannya secara munfarid
(tunggal) dan yang di dalamnya disebutkan nama Sa'd ibnu Mu'az r.a.
Menurut pendapat yang benar, di saat turunnya ayat ini Sa'd ibnu Mu'ai r.a.
tidak ada lagi. Dia telah gugur beberapa hari sesudah perang dengan Bani
Quraizah karena luka yang dideritanya, yaitu pada tahun lima Hijriah. Sedangkan
ayat ini diturunkan berkenaan dengan delegasi Bani Tamim. Dan menurut riwayat
yang mutawatir, para ulama menyebutkan bahwa peristiwa ini terjadi pada
tahun sembilan Hijriah. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Abu
Sabit ibnu Sabit ibnu Qais ibnu Syammas, telah menceritakan kepadaku pamanku
Ismail ibnu Muhammad ibnu Sabit ibnu Qais ibnu Syammas, dari ayahnya yang
mengatakan bahwa setelah ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Janganlah
kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata
kepadanya dengan suara keras. (Al-Hujurat: 2) Maka Sabit ibnu Qais r.a.
duduk di pinggir jalan seraya menangis. Lalu lewatlah kepadanya Asim ibnu Addi,
dari Bani Ajlan dan bertanya kepadanya, "Mengapa engkau menangis, hai Sabit?"
Sabit r.a. menjawab, "Ayat inilah yang membuat aku takut, bilamana ia diturunkan
berkenaan dengan diriku, karena aku adalah orang yang tinggi suaranya." Asim
ibnu Addi r.a. melanjutkan perjalanannya menemui Rasulullah Saw. Tangisan Sabit
semakin menjadi-jadi, lalu ia mendatangi istrinya (Jamilah binti Abdullah ibnu
Ubay ibnu Salul) dan berkata, "Jika aku masuk kamarku, maka gemboklah pintunya
dari luar dengan paku." Maka istrinya melaksanakan apa yang diperintahkan
suaminya itu, lalu Sabit berkata, "Aku tidak akan keluar hingga Allah mewafatkan
diriku atau Rasulullah Saw. meridaiku."
Asim r.a. datang kepada Rasulullah Saw., lalu menceritakan kepadanya apa yang
dialami oleh Sabit. Maka beliau Saw. bersabda, "Pergilah kepadanya dan
undanglah dia untuk datang kepadaku." Asim r.a. datang ke tempat ia menemui
Sabit, tetapi ia tidak menjumpainya. Lalu ia datang ke rumah keluarga Sabit, dan
ia menjumpainya berada di dalam kamar sedang mengunci dirinya, lalu ia berkata
kepadanya bahwa Rasulullah Saw. memanggilnya. Maka Sabit berkata, "Patahkan saja
kuncinya."
Lalu keduanya berangkat menuju rumah Nabi Saw. Sesampainya di hadapan Nabi
Saw., beliau bertanya kepadanya, "Apakah yang menyebabkan kamu menangis, hai
Sabit?" Sabit menjawab, "Saya orang yang tinggi suaranya, dan saya merasa
khawatir bila ayat ini diturunkan berkenaan dengan diri saya," maksudnya adalah
firman Allah Swt.: Janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi,
dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras. (Al-Hujurat: 2)
Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya: Tidakkah kamu puas bila kamu hidup dalam
keadaan terpuji, gugur sebagai syuhada, dan masuk ke dalam surga? Lalu Sabit
menjawab, "Aku rela dengan berita gembira dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, dan aku
tidak akan meninggikan suaraku lagi selamanya lebih dari suara Rasulullah Saw."
Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang
merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah
diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. (Al-Hujurat: 3), hingga akhir
ayat.
Kisah ini telah diriwayatkan bukan hanya oleh seorang dari kalangan Tabi'in.
Allah Swt. telah melarang orang-orang mukmin meninggikan suaranya di hadapan
Rasulullah Saw. Telah diriwayatkan pula kepada kami dari Amirul Mu’minin Umar
ibnul Khattab r.a. bahwa ia mendengar suara dua orang lelaki di dalam Masjid
Nabawi sedang bertengkar hingga suara keduanya tinggi dan gaduh. Maka datanglah
Umar, lalu berkata, "Tahukah kamu berdua, di manakah kamu berada?" Kemudian Umar
r.a. bertanya pula, "Dari manakah kamu berdua?" Keduanya menjawab, "Dari Taif"
Maka Umar berkata, "Seandainya kamu berdua dari kalangan penduduk Madinah,
tentulah aku pukuli kamu berdua sampai kesakitan."
Para ulama mengatakan bahwa makruh meninggikan suara di hadapan kuburan Nabi
Saw. sebagaimana hal tersebut dimakruhkan saat beliau Saw. masih hidup. Karena
sesungguhnya beliau Saw. tetap dimuliakan, baik semasa hidupnya maupun sesudah
wafatnya untuk selamanya.
Kemudian Allah Swt. melarang orang-orang mukmin berbicara kepadanya dengan
suara yang keras sebagaimana seseorang berbicara dengan temannya, bahkan dia
harus bersikap tenang, menghormati, dan memuliakannya saat berbicara kepada
beliau Saw. dan tentunya dengan suara yang tidak keras. Karena itulah Allah Swt.
menyebutkan dalam firman-Nya:
{وَلا
تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ}
dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana
kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain.
(Al-Hujurat: 2)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
{لَا
تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ
بَعْضًا}
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan
sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). (An-Nur: 63)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{أَنْ
تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ}
supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.
(Al-Hujurat: 2)
Yakni sesungguhnya Kami melarang kalian meninggikan suara di hadapan Nabi
Saw. lebih dari suaranya tiada lain karena dikhawatirkan beliau akan marah, yang
karenanya Allah pun marah disebabkan kemarahannya. Dan karenanya maka dihapuslah
amal baik orang yang membuatnya marah, sedangkan dia tidak menyadarinya.
Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis sahih yang menyebutkan:
"إِنَّ
الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلقي لَهَا
بَالا يُكْتَبُ لَهُ بِهَا الْجَنَّةُ. وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَط اللَّهِ لَا يُلقي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي
النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ السموات وَالْأَرْضِ"
Sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang diridai
Allah Swt., sedangkan dia tidak menyadarinya, hingga ditetapkan baginya surga
karenanya. Dan sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang
dimurkai Allah Swt. tanpa ia sadari, hingga menjerumuskan dirinya ke dalam
neraka karenanya, lebih jauh dari jarak antara langit dan bumi.
Kemudian Allah Swt. menganjurkan kepada orang-orang mukmin agar merendahkan
suaranya di hadapan Nabi Saw. Allah memberi mereka semangat dan bimbingan serta
anjuran kepada mereka untuk melakukannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ
الَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ أُولَئِكَ الَّذِينَ
امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى}
Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah,
mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk
bertakwa. (Al-Hujurat: 3)
Yakni diasah untuk bertakwa dan menjadikannya sebagai ahli dan tempat untuk
takwa, sehingga takwa benar-benar meresap ke dalam hati sanubarinya.
{لَهُمْ
مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ}
Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. (Al-Hujurat: 3)
Imam Ahmad mengatakan di dalam Kitab Zuhud-nya, telah menceritakan
kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mansur,
dari Mujahid yang mengatakan bahwa ia pernah berkirim surat kepada Khalifah Umar
r.a. yang isinya sebagai berikut: "Wahai Amirul Mu’minin, seseorang tidak
berselera terhadap maksiat dan tidak mempunyai keinginan untuk melakukannya;
apakah dia lebih utama daripada seseorang yang ingin melakukan maksiat, tetapi
dia tidak mengerjakannya?" Maka Khalifah Umar r.a. menjawab, bahwa sesungguhnya
orang-orang yang ingin melakukan maksiat, tetapi mereka tidak
mengerjakannya.
{أُولَئِكَ
الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ
عَظِيمٌ}
mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk
bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. (Al-Hujurat:
3)