Tafsir Surat Al-Muddatstsir, ayat 1-10
يَا
أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2) وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3)
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (4) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ (5) وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ
(6) وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ (7) فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ (8) فَذَلِكَ
يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ (9) عَلَى الْكَافِرِينَ غَيْرُ يَسِيرٍ (10)
Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah,
lalu berilah peringatan (kepada manusia) dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu
bersihkanlah, danperbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah! dan janganlah
kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk
(memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah. Apabila ditiup sangkakala, maka waktu
itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak
mudah.
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui hadis Yahya ibnu Abu Kasir,
dari Abu Salamah, dari Jabir; ia pernah mengatakan bahwa ayat Al-Qur'an yang
mula-mula diturunkan adalah firman-Nya: Hai orang yang berkemul
(berselimut). (Al-Muddatstsir:1)
Tetapi jumhur ulama berbeda. Mereka berpendapat bahwa Al-Qur'an yang
mula-mula diturunkan adalah firman Allah Swt.:
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.
(Al-'Alaq:1)
Sebagaimana yang akan diterangkan di tempatnya, insya Allah.
قَالَ
الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ عَلِيُّ بْنُ
الْمُبَارَكِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ قَالَ: سَأَلْتُ أَبَا سَلَمَةَ
بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَوَّلِ مَا نَزَلَ مِنَ الْقُرْآنِ، قَالَ: {يَا
أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ} قُلْتُ: يَقُولُونَ: {اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي
خَلَقَ} ؟ فَقَالَ أَبُو سَلَمَةَ: سَأَلْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ
ذَلِكَ، وقلتُ لَهُ مِثْلَ مَا قلتَ لِي، فَقَالَ جَابِرٌ: لَا أُحَدِّثُكَ إِلَّا
مَا حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"جَاوَرْتُ بحرَاء، فَلَمَّا قَضَيْتُ جِوَارِي هبطتُ فنُوديت فَنَظَرْتُ عَنْ
يَمِينِي فَلَمْ أَرَ شَيْئًا، وَنَظَرْتُ عَنْ شَمَالِي فَلَمْ أَرَ شَيْئًا،
وَنَظَرْتُ أَمَامِي فَلَمْ أَرَ شَيْئًا، وَنَظَرْتُ خَلْفِي فَلَمْ أَرَ شَيْئًا.
فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَرَأَيْتُ شَيْئًا، فَأَتَيْتُ خَدِيجَةَ فَقُلْتُ:
دَثِّرُونِي. وَصُبُّوا عَلَيَّ مَاءً بَارِدًا. قَالَ: فَدَثَّرُونِي وَصَبُّوا
عَلَيَّ مَاءً بَارِدًا قَالَ: فَنَزَلَتْ {يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ
فَأَنْذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ}
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah
menceritakan kepada kami Waki', dari Ali ibnul Mubarak, dari Yahya ibnu Abu
Kasiryang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Salamah ibnu Abdur
Rahman tentang ayat Al-Qur'an yang mula-mula diturunkan. Maka Abu Salamah
menjawab dengan membaca firman-Nya: Hai orang yang berkemul (berselimut).
(Al-Muddatstsir: 1) Aku berkata, bahwa orang-orang menyebutnya: Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. (Al-'Alaq:1) Maka Abu
Salamah menjawab, bahwa ia pernah bertanya kepada Jabir ibnu Abdullah tentang
masalah ini, dan kukatakan kepadanya apa yang telah kamu katakan kepadaku. Lalu
ia menjawab, bahwa ia tidak sekali-kali menceritakan hadis kepadaku melainkan
apa yang pernah dikatakan oleh Rasulullah Saw. kepadanya. Rasulullah Saw.
bersabda, "Aku ber-tahannus di Gua Hira. Setelah aku menyelesaikan
tahannus-ku, lalu aku turun, dan tiba-tiba terdengar ada suara yang memanggilku.
Aku menoleh ke arah kanan dan ternyata tidak melihat apa pun; dan aku menoleh ke
arah kiriku, tetapi ternyata tidak kulihat sesuatu pun; dan aku memandang ke
arah depanku, ternyata tidak ada apa-apa; begitu pula sewaktu aku memandang ke
arah belakangku. Lalu aku mengarahkan pandanganku ke langit, dan ternyata
kulihat sesuatu (yang menakutkan, karena Jibril menampakkan dirinya dalam rupa
aslinya). Maka aku pulang ke rumah Khadijah dan kukatakan kepadanya,
'Selimutilah aku, dan tuangkanlah air dingin ke kepalaku (kompreslah aku)'."
Nabi Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu mereka (keluarga beliau) menyelimuti
diriku dan mengompres kepalaku, maka turunlah firman Allah Swt: Hai orang
yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu
agungkanlah. (Al-Muddatstsir: 1-3)
Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari melalui jalur ini.
Imam Muslim meriwayatkannya melalui jalur Aqil, dari Ibnu Syihab, dari Abu
Salamah yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Jabir ibnu Abdullah,
ia pernah mendengar Rasulullah Saw. menceritakan tentang masa terhentinya wahyu.
Antara lain disebutkan, bahwa ketika aku sedang berjalan, tiba-tiba aku
mendengar suara dari langit, maka aku melihat ke arah langit. Tiba-tiba malaikat
yang pernah datang kepadaku di Hira datang kepadaku duduk di atas sebuah kursi
di antara langit dan bumi, maka aku merasa takut dengannya hingga aku terjatuh
ke tanah. Kemudian aku pulang ke rumah keluargaku dan kukatakan, "Selimutilah
aku, selimutilah aku, selimutilah aku," maka turunlah firman Allah Swt.: Hai
orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan!
(Al-Muddatstsir: 1-2) sampai dengan firman-Nya: dan perbuatan dosa,
tinggalkanlah. (Al-Muddatstsir: 5)
Abu Salamah mengatakan bahwa ar-rijzu artinya penyembahan berhala,
setelah itu wahyu sering datang dan berturut-turut. Konteks hadis inilah yang
dikenal, dan ini memberikan pengertian bahwa sesungguhnya pernah turun wahyu
sebelum itu, karena sabda Nabi Saw. yang mengatakan: maka kulihat malaikat
yang pernah mendatangiku di Hira. Dia adalah Malaikat Jibril yang saat itu
datang kepadanya membawa firman Allah Swt: Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-'Alaq:
1-5)
Sesudah itu terjadi masa fatrah dari wahyu, lalu malaikat itu turun lagi
kepadanya setelah masa fatrah.
Pengertian gabungan kedua hadis tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut,
bahwa wahyu yang mula-mula diturunkan sesudah beberapa lama wahyu tidak turun
adalah surat ini (Al-Muzzammil).
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا
حَجَّاجٌ، حَدَّثَنَا لَيْث، حَدَّثَنَا عُقَيل، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ:
سَمِعْتُ أَبَا سَلَمَةَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يَقُولُ: أَخْبَرَنِي جَابِرُ
بْنُ عَبْدِ اللَّهِ: أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم
يقول: "ثُمَّ فَتَرَ الْوَحْيُ عَنِّي فَتْرَةً، فَبَيْنَا أَنَا أَمْشِي سمعتُ
صَوْتًا مِنَ السَّمَاءِ، فَرَفَعْتُ بَصَرِي قِبَل السَّمَاءِ، فَإِذَا الْمَلَكُ
الَّذِي جَاءَنِي [بِحِرَاءٍ الْآنَ] قَاعِدٌ عَلَى كُرْسِيٍّ بَيْنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ، فَجُثت مِنْهُ فَرَقًا، حَتَّى هَوَيت إِلَى الْأَرْضِ، فَجِئْتُ
أَهْلِي فَقُلْتُ لَهُمْ: زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي. فَزَمَّلُونِي، فَأَنْزَلَ
اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ} ثُمَّ حَمِيَ الْوَحْيُ [بعدُ]
وَتَتَابَعَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah
menceritakan kepada kami Lais, telah menceritakan kepada kami Aqil, dari Ibnu
Syihab yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Salamah ibnu Abdur Rahman
mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Jabir ibnu Abdullah, bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Kemudian wahyu mengalami fatrah
dariku selama satu masa, Dan ketika aku sedang berjalan, kudengar suara dari
langit (memanggilku), maka aku mengarahkan pandanganku ke langit. Tiba-tiba aku
melihat malaikat yang pernah datang kepadaku sedang duduk di atas kursi di
antara langit dan bumi, maka tubuhku gemetar karenanya hingga aku terjatuh ke
tanah. Lalu aku pulang ke rumah keluargaku dan kukatakan kepada mereka,
"Selimutilah aku, selimutilah aku, selimutilah aku.” Maka Allah Swt. menurunkan
firman-Nya, "Hai orang yang berkemul, bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan
Tuhanmu agangkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa
tinggalkanlah.” (Al-Muddatstsir: 1 -5). Kemudian wahyu datang lagi dengan
berturut-turut.
Bukhari dan Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Az-Zuhri dengan sanad
yang sama.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali
ibnu Syu'aib As-Simsar, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Bisyr
Al-Bajali, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'afa ibnu Imran, dari Ibrahim
ibnu Yazid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan,
bahwa sesungguhnya Al-Walid ibnul Mugirah membuat jamuan makan untuk orang-orang
Quraisy. Maka setelah mereka menyantap jamuan itu Al-Walid bertanya kepada
mereka, "Bagaimanakah pendapat kalian dengan lelaki ini (maksudnya Nabi Saw.)?"
Sebagian dari mereka mengatakan seorang penyihir, sebagian yang lain mengatakan
bukan seorang penyihir. Dan sebagian yang lainnya lagi mengatakan seorang tukang
tenung, maka sebagian yang lainnya menjawab bukan seorang tukang tenung.
Sebagian dari mereka ada yang mengatakan seorang penyair, dan sebagian yang
lainnya menjawabnya bukan seorang penyair. Lalu sebagian dari mereka ada yang
mengatakan bahwa bahkan dia adalah seorang penyihir yang belajar (dari
orang-orang dahulu). Akhirnya mereka sepakat menyebutnya sebagai seorang
penyihir yang belajar dari orang-orang dahulu. Ketika berita tersebut sampai
kepada Nabi Saw., maka hati beliau berduka cita dan menundukkan kepalanya serta
menyelimuti dirinya. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Hai orang yang
berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu
agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala)
tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan)
yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah.
(Al-Muddatstsir: 1-7)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{قُمْ
فَأَنْذِرْ}
bangunlah, lalu berilah peringatan! (Al-Muddatstsir: 2)
Yakni berjagalah dengan tekad yang bulat, lalu berilah peringatan kepada
manusia. Dengan demikian, berarti dia dilantik sebagai rasul, sebagaimana dalam
wahyu sebelumnya dia dilantik menjadi nabi.
{وَرَبَّكَ
فَكَبِّرْ}
dan Tuhanmu agungkanlah. (Al-Muddatstsir: 3)
Maksudnya, besarkanlah nama Tuhanmu.
Firman Allah Swt.:
{وَثِيَابَكَ
فَطَهِّرْ}
Dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4)
Al-Ajlah Al-Kindi mengatakan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah
kedatangan seorang lelaki, lalu menanyakan kepadanya tentang makna ayat ini,
yaitu firman Allah Swt.: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir:
4)
Ibnu Abbas menjawab, "Janganlah kamu mengenakannya untuk maksiat dan jangan
pula untuk perbuatan khianat." Kemudian Ibnu Abbas mengatakan, "Tidakkah engkau
pernah mendengar ucapan Gailan ibnu Salamah As-Saqafi dalam salah satu bait
syairnya:
فَإني
بِحَمْدِ اللَّهِ لَا ثوبَ فَاجر ...
لبستُ وَلَا مِنْ غَدْرَة أتَقَنَّعُ
'Dengan memuji kepadaAllah,
sesungguhnya kukenakan pakaianku bukan untuk kedurhakaan, dan bukan pula untuk
menutupi perbuatan khianat'."
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna ayat ini: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Bahwa
menurut kalam orang-orang Arab, artinya membersihkan pakaian. Tetapi menurut
riwayat yang lain dengan sanad yang sama, sucikanlah dirimu dari dosa-dosa.
Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim, Asy-Sya'bi, dan Ata. As-Sauri telah
meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Dari
dosa.
Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i. Mujahid telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah.
(Al-Muddatstsir: 4) Yakni dirimu bukan pakaianmu.
Dan menurut riwayat yang lain dari Mujahid disebutkan bahwa firman-Nya:
dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir. 4) Artinya, perbaikilah
amalmu.
Hal yang sama dikatakan oleh Abu Razin; dan menurut riwayat yang lain, makna
firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Yakni kamu
bukanlah seorang tukang tenung dan bukan pula seorang penyair, maka berpalinglah
kamu dari apa yang mereka katakan.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pakaianmu
bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Yaitu bersihkanlah dari
perbuatan-perbuatan durhaka; dahulu orang-orang Arab mengatakan terhadap seorang
lelaki yang melanggar janjinya dan tidak memenuhinya, bahwa dia adalah seorang
yang kotor pakaiannya. Dan apabila dia menunaikan janjinya, maka dikatakan bahwa
sesungguhnya dia benar-benar orang yang bersih pakaiannya.
Ikrimah dan Ad-Dahhak mengatakan, bahwa janganlah kamu mengenakannya untuk
berbuat maksiat. Dan seorang penyair telah mengatakan:
إِذَا
المرءُ لَمْ يَدْنَس منَ اللُّؤْمِ عِرْضُه ...
فَكُلّ ردَاء يَرْتَديه جَميلُ ...
Apabila seseorang itu tidak mengotori
kehormatannya dengan sifat yang tercela, maka semua pakaian yang dikenakannya
indah.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Maksudnya,
janganlah pakaian yang kamu kenakan dihasilkan dari mata pencaharian yang tidak
baik. Dikatakan pula, "Janganlah kamu kenakan pakaianmu untuk maksiat."
Muhammad ibnu Sirin telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Yakni cucilah dengan air.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa dahulu orang-orang musyrik tidak pernah
membersihkan dirinya. Maka Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk bersuci dan
membersihkan pakaiannya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. Tetapi makna ayat
mencakup semua pendapat yang telah disebutkan, di samping juga kebersihan
(kesucian) hati. Karena sesungguhnya orang-orang Arab menyebut hati dengan
sebutan pakaian, seperti apa yang dikatakan oleh Umru-ul Qais berikut ini:
أفاطمَ
مَهلا بَعْضَ هَذا التَدَلُّل ...
وَإن كُنت قَد أزْمَعْت هَجْري فأجْمِلي ...
وَإن
تَكُ قَد سَ ـاءتك مِنِّي خَليقَةٌ ...
فَسُلّي ثِيَابي مِن ثِيَابِكِ تَنْسُلِ
Hai kekasihku Fatimah, sebentar,
dengarkanlah kata-kataku yang memohon ini; bahwa jika engkau telah bertekad
untuk meninggalkanku, maka lakukanlah dengan baik-baik. Dan jika memang ada
sikapku yang kurang berkenan di hatimu, tanyakanlah kepada hatiku dengan mata
hatimu, maka engkau akan memahaminya.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Artinya. bersihkanlah hati dan
niatmu.
Dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan bahwa
perindahlah akhlakmu.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالرُّجْزَ
فَاهْجُرْ}
dan perbuatan dosa, tinggalkanlah. (Al-Muddatstsir: 5)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud
dengan ar-rijzu ialah berhala, yakni tinggalkanlah penyembahan berhala.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Az-Zuhri, dan Ibnu
Zaid, bahwa sesungguhnya ar-rijzu artinya berhala.
Ibrahim dan Ad-Dahhak telah mengatakan sehbungan dengan makna firman-Nya:
dan perbuatan dosa tinggalkanlah. (Al-Muddatstsir: 5) Yakni tinggalkanlah
perbuatan durhaka.
Pada garis besarnya atas dasar takwil mana pun, makna yang dimaksud bukan
berarti Nabi Saw. Telah melakukan sesuatu dari perbuatan-perbuatan tersebut.
Makna yang dimaksud semisal dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلا تُطِعِ الْكافِرِينَ وَالْمُنافِقِينَ
Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan)
orang-orang kafir dan orang-orang munafik. (Al-Ahzab: 1)
Dan firman Allah Swt.:
وَقالَ
مُوسى لِأَخِيهِ هارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلا تَتَّبِعْ سَبِيلَ
الْمُفْسِدِينَ
Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun, "Gantikanlah aku dalam
(memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan
orang-orang yang membuat kerusakan.” (Al-A'raf: 142)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلا
تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ}
dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih
banyak. (Al-Muddatstsir: 6)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa janganlah kamu memberikan suatu pemberian dengan
maksud agar memperoleh balasan yang lebih banyak darinya. Hal yang sama
dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Ata. Tawus, Abul Ahwas, Ibrahim An-Nakha'i,
Ad-Dahhak, Qatadah, dan As-Saddi serta lain-lainnya. Telah diriwayatkan pula
dari Ibnu Mas'ud, bahwa dia membaca firman-Nya dengan bacaan berikut, "Dan
janganlah kamu merasa memberi dengan banyak."
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa
janganlah kamu merasa beramal banyak kepada Tuhanmu. Hal yang sama dikatakan
oleh Ar-Rabi' ibnu Anas. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Khasif telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman Allah
Swt.: dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang
lebih banyak. (Al-Muddatstsir: 6) Yakni janganlah kamu merasa lemah diri
untuk berbuat banyak kebaikan. Mujahid mengatakan bahwa orang Arab mengatakan
tamannana, artinya merasa lemah diri.
Ibnu Zaid mengatakan, janganlah kamu merasa berjasa dengan kenabianmu
terhadap manusia dengan maksud ingin memperbanyak dari mereka imbalan jasa
berupa duniawi. Keempat pendapat ini yang paling kuat di antaranya adalah yang
pertama; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلِرَبِّكَ
فَاصْبِرْ}
Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah. (Al-Muddatstsir:
7)
Yaitu gunakanlah kesabaranmu dalam menghadapi gangguan mereka sebagai amalmu
karena Allah Swt. Ini menurut Mujahid, Ibrahim An-Nakha'i berpendapat bahwa
bersabarlah kamu terhadap nasibmu karena Allah Swt.
Firman Allah Swt.:
{فَإِذَا
نُقِرَ فِي النَّاقُورِ فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ عَلَى الْكَافِرِينَ
غَيْرُ يَسِيرٍ}
Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari
yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah. (Al-Muddatstsir:
8-10)
Ibnu Abbas, Mujahid, Asy-Sya'bi, Zaid ibnu Aslam, Al-Hasan, Qatadah,
Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Ibnu Zaid telah mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan naqiir ialah sangkakala. Mujahid mengatakan bahwa bentuk
sangkakala itu sama dengan tanduk.
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا أَسْبَاطُ
بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ مُطَرِّف، عَنْ عَطِيَّةَ الْعَوْفِيِّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ:
{فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ} فَقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَيْفَ أَنْعَمُ وَصَاحِبُ الْقَرْنِ قَدِ الْتَقَمَ
الْقَرْنَ وَحَنَى جَبْهَتَهُ، يَنْتَظِرُ مَتَى يُؤْمَرُ فَيَنْفُخُ؟ " فَقَالَ
أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَمَا تَأْمُرُنَا
يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "قُولُوا: حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ،
عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, dari Mutarrif, dari Atiyyah
Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan makna firman-Nya: Apabila
sangkakala ditiup. (Al-Muddatstsir. 8) Rasulullah Saw, bersabda:
Bagaimana aku bisa hidup senang sedangkan malaikat Israfil telah mengulum
sangkakalanya dan mengernyitkan dahinya menunggu bila diperintahkan untuk
meniup? Maka para sahabat Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah yang engkau
anjurkan kepada kami untuk melakukannya, ya Rasulullah?" Rasulullah Saw.
bersabda: Ucapkanlah, 'Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Dia adalah
sebaik-baik Pelindung, dan hanya kepada-Nya kami bertawakal.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Asbat dengan sanad yang
sama. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Ibnu Fudail dan Asbat;
keduanya dari Mutarrif dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya
pula melalui jalur lain dari Al-Aufi, dari Ibnu Abbas dengan sanad yang sama.
Firman Allah Swt.:
{فَذَلِكَ
يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ}
maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit.
(Al-Muddatstsir: 9)
Yakni hari yang sangat keras iagi sangat sulit.
{عَلَى
الْكَافِرِينَ غَيْرُ يَسِيرٍ}
bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah. (Al-Muddatstsir: 10)
Yaitu tidak mudah bagi mereka menjalaninya. Seperti yang disebutkan di dalam
ayat lain melalui firman-Nya:
يَقُولُ
الْكافِرُونَ هَذَا يَوْمٌ عَسِرٌ
Orang-orang kafir berkata, "Ini adalah hari yang berat.” (Al-Qamar:
8)
Telah diriwayatkan kepada kami dari Zurarah ibnu Aufa (kadi kota Basrah)
bahwa ia mengimami mereka salat Subuh, Lalu membaca surat ini. Ketika bacaannya
sampai kepada firman-Nya: Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah
waktu (datangnya) hari yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah.
(Al-Muddatstsir: 8-10) Tiba-tiba ia merintih sekali rintih, Lalu terjungkal
dalam keadaan tidak bernyawa lagi; semoga rahmat Allah tercurahkan
kepadanya.