Tafsir Surat Al-Waqi'ah, ayat 63-74
{أَفَرَأَيْتُمْ
مَا تَحْرُثُونَ (63) أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ (64)
لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ (65) إِنَّا
لَمُغْرَمُونَ (66) بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ (67) أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي
تَشْرَبُونَ (68) أَأَنْتُمْ أَنزلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ
الْمُنزلُونَ (69) لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا فَلَوْلا تَشْكُرُونَ (70)
أَفَرَأَيْتُمُ النَّارَ الَّتِي تُورُونَ (71) أَأَنْتُمْ أَنْشَأْتُمْ
شَجَرَتَهَا أَمْ نَحْنُ الْمُنْشِئُونَ (72) نَحْنُ جَعَلْنَاهَا تَذْكِرَةً
وَمَتَاعًا لِلْمُقْوِينَ (73) فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ (74)
}
Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu
tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya7
Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering dan hancur; maka
jadilah kamu heran tercengang. (Sambil
berkata).”Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian, bahkan kami
menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa. Maka terangkanlah kepadaku
tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami
yang menurunkan? Kalau Kami kehendaki, niscya Kami jadikan dia asin, maka
mengapakah kamu tidak bersyukur? Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang
kamu nyalakan (dari gosokan-gosokan kayu). Kamukah yang menjadikan kayu
itu atau Kamikah yang menjadikannya? Kami menjadikan api itu untuk peringatan
dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. Maka bertasbihlah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar.
Firman Allah Swt.:
{أَفَرَأَيْتُمْ
مَا تَحْرُثُونَ}
Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? (Al-Waqi'ah:
63)
Yaitu mencangkul tanah, membajaknya, dan menaburkan benih padanya.
Singkatnya, bertani atau bercocok tanam.
{أَأَنْتُمْ
تَزْرَعُونَهُ}
Kamukah yang menumbuhkannya? (Al-Waqi'ah: 64)
Yakni kaliankah yang menumbuhkannya dari tanah?
{أَمْ
نَحْنُ الزَّارِعُونَ}
ataukah Kami yang menumbuhkannya? (Al-Waqi'ah: 64)
Tidak, bahkan Kamilah yang menetapkannya di tempatnya dan Kamilah yang
menumbuhkannya di dalam tanah.
قَالَ
ابْنُ جَرِيرٍ: وَقَدْ حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ الْوَلِيدِ الْقُرَشِيُّ،
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ أَبِي مُسْلِمٌ الجَرْمي، حَدَّثَنَا مَخْلَدُ بْنُ
الْحُسَيْنِ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَقُولَنَّ: زرعتُ،
وَلَكِنْ قُلْ: حرثتُ" قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: أَلَمْ تَسْمَعْ إِلَى قَوْلِهِ:
{أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ. أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ
الزَّارِعُونَ}
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnul Walid
Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Abu Muslim Al-Jurmi,
telah menceritakan kepada kami Makhlad ibnul Husain, dari Hisyam, dari Muhammad,
dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Jangan sekali-kali kamu katakan, 'aku telah menanam, ' tetapi katakanlah,
'aku telah bertani. Abu Hurairah memberikan komentarnya, bahwa tidakkah
engkau mendengar firman Allah Swt. yang menyebutkan: Maka terangkanlah
kepada-Ku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang
menumbuhkannya? (Al-Waqi'ah: 63-64)
Al-Bazzar telah meriwayatkan hadis ini dari Muhammad ibnu Abdur Rahim, dari
Muslim Al-Jurmi dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami
Hammad, dari Ata, dari Abu Abdur Rahman yang mengatakan, ''Jangan kamu katakan,
'Kami telah bertanam.' Tetapi katakanlah, 'Kami telah bertani'."
Telah diriwayatkan pula dari Hajar Al-Madari, bahwa ia membaca
firman-Nya:Maka terangkanlah kepada-Ku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang
menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya. (Al-Waqi'ah: 63-64) dan
ayat-ayat lainnya yang semakna. Lalu ia mengatakan, "Tidak, Engkaulah yang
melakukan semuanya, ya Tuhanku."
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَوْ
نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا}
Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering dan hancur.
(Al-Waqi'ah: 65)
Yakni Kamilah yang menumbuhkannya dengan belas kasihan dan rahmat Kami, dan
Kami membiarkannya tumbuh untuk kalian sebagai rahmat dari Kami buat kalian; dan
sekiranya Kami menghendaki, bisa saja Kami jadikan ia kering sebelum masa
kemasakan dan musim panennya.
{فَظَلْتُمْ
تَفَكَّهُونَ}
maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi'ah: 65)
Kemudian dijelaskan oleh firman selanjutnya:
{إِنَّا
لَمُغْرَمُونَ. بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ}
(sambil berkata), "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian,
bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.” (Al-Waqi'ah:
66-67)
Yaitu sekiranya Kami jadikan apa yang kamu tanam itu kering, tentulah kamu
merasa heran dan tercengang serta berkata macam-macam. Adakalanya kamu
mengatakan, "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian." Menurut Mujahid
dan Ikrimah disebutkan, "Sesungguhnya kami benar-benar terlalu optimis dengan
harapan kami." Qatadah mengatakan, "Sesungguhnya kami benar-benar tersiksa." Dan
adakalanya kalian mengatakan, "Bahkan kami menjadi orang yang tidak menghasilkan
apa-apa." Mujahid mengatakan pula, "Sesungguhnya kami benar-benar menderita
kerugian lagi terhempas ke dalam keburukan," yakni nasib kita sedang mengalami
kesialan. Demikian pula yang dikatakan oleh Qatadah, yakni harta kita telah
lenyap dan kita tidak mendapat hasil apa pun. Mujahid mengatakan bahwa makna
yang dimaksud ialah bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa,
yakni tidak beruntung.
Ibnu Abbas dan Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka
jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi'ah: 65) Yakni merasa heran terhadap
kenyataan yang ada.
Mujahid mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya: maka jadilah
kamu heran tercengang. (Al-Waqi’ah: 65) Yaitu merasa terkejut dan sedih
terhadap musibah yang menimpa tanam-tanaman kalian. Pengertian ini senada dengan
pendapat yang pertama yaitu merasa heran dengan penyebab yang menimbulkan
musibah pada harta mereka. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka jadilah kamu heran
tercengang. (Al-Waqi’ah: 65) Maksudnya, saling mencela.
Al-Hasan, Qatadah, dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi'ah: 65) Yakni
kalian merasa menyesal, yang adakalanya menyesali biaya yang telah kalian
keluarkan, atau menyesali dosa-dosa yang pernah kalian kerjakan.
Imam Kisa'i mengatakan bahwa tafakkaha termasuk lafaz yang mempunyai
dua arti yang satu sama lainnya bertentangan. Orang-orang Arab mengatakan,
"Tafakkahtu" artinya aku senang, dan tafakkahtu bisa juga
diartikan aku sedih.
*******************
Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
{أَفَرَأَيْتُمُ
الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ. أَأَنْتُمْ أَنزلْتُمُوهُ مِنَ
الْمُزْنِ}
Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang
menurunkannya dari awan. (Al-Waqi'ah: 68-69)
Yang dimaksud dengan al-muzn ialah awan, menurut Ibnu Abbas, Mujahid,
dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
{أَمْ
نَحْنُ الْمُنزلُونَ}
ataukah Kami yang menurunkannya? (Al-Waqi’ah: 69)
Yakni bahkan Kamilah yang menurunkannya.
{لَوْ
نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا}
Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin. (Al-Waqi'ah:
70)
Maksudnya, menjadi asin lagi pahit, tidak layak untuk diminum dan tidak layak
untuk pengairan tanaman.
{فَلَوْلا
تَشْكُرُونَ}
maka mengapakah kamu tidak bersyukur? (Al-Waqi'ah: 70)
Yakni mengapa kalian tidak mensyukuri nikmat Allah kepada kalian karena Dia
telah menurunkannya kepada kalian tawar dan enak diminum?
{لَكُمْ
مِنْهُ شَرَابٌ وَمِنْهُ شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ. يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ
وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ فِي
ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ}
untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan)
tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan
ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun,
kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.
(An-Nahl: 10-11)
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ
مُرَّةَ، حَدَّثَنَا فُضَيل بْنُ مَرْزُوقٍ، عَنْ جَابِرٍ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ،
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّهُ إِذَا شَرِبَ الْمَاءَ
قَالَ: "الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي سَقَانَا عَذْبًا فُرَاتًا بِرَحْمَتِهِ، وَلَمْ
يَجْعَلْهُ مِلْحًا أُجَاجًا بِذُنُوبِنَا"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id ibnu Murrah, telah menceritakan kepada
kami Fudail ibnu Marzuq, dari Jabir, dari Abu Ja'far, dari Nabi Saw., bahwa
beliau apabila usai dari minumnya membaca doa berikut: Segala puji bagi Allah
Yang telah memberi kami minum air yang tawar lagi menyegarkan berkat rahmat-Nya,
dan tidak menjadikannya asin lagi pahit karena dosa-dosa kami.
*******************
Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya:
{أَفَرَأَيْتُمُ
النَّارَ الَّتِي تُورُونَ}
Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan.
(Al-Waqi'ah:71)
Yaitu dengan menggosok-gosokkan kayu yang kamu ambil dari dahan pohon sebagai
pemantik api hingga kalian dapat mengeluarkan api.
{أَأَنْتُمْ
أَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَا أَمْ نَحْنُ الْمُنْشِئُونَ}
Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kami yang menjadikannya?
(Al-Waqi'ah: 72)
Yakni bahkan Kamilah yang menjadikannya mengandung api; bagi orang Arab di
masa lampau ada dua jenis kayu untuk keperluan ini, yaitu kayu Al-Marakh dan
kayu Al-'Ifar. Apabila dari masing-masing ranting keduanya diambil satu batang
yang masih hijau, lalu satu dengan yang lainnya digosokkan, maka dari gesekan
keduanya keluarlah percikan api.
Firman Allah Swt.:
{نَحْنُ
جَعَلْنَاهَا تَذْكِرَةً}
Kami menjadikan api itu untuk peringatan. (Al-Waqi'ah: 73)
Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah untuk
mengingatkan manusia akan api yang maha besar, yaitu api neraka.
Qatadah mengatakan, telah diriwayatkan kepada kami bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda:
"يَا
قَوْمِ، نَارُكُمْ هَذِهِ الَّتِي تُوقِدُونَ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ
نَارِ جَهَنَّمَ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ كَانَتْ لَكَافِيَةٌ! قَالَ:
"قَدْ ضُربت بِالْمَاءِ ضَرْبَتَيْنِ -أَوْ: مَرَّتَيْنِ-حَتَّى يَسْتَنْفِعَ بها
بنو آدم ويدنوا منها"
Hai kaumku, api kalian ini yang kalian nyalakan merupakan satu bagian dari
tujuh puluh bagian api neraka Jahanam. Para sahabat bertanya, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya sebagian kecil darinya saja sudah mencukupi."
Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya (pada mulanya) api itu
dicelup sebanyak dua kali di laut agar dapat dimanfaatkan oleh manusia dan
manusia dapat mendekat kepadanya.
Hadis yang di-mursal-kan oleh Qatadah ini telah diriwayatkan oleh Imam
Ahmad di dalam kitab musnadnya. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي الزِّناد، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ نَارَكُمْ هَذِهِ جُزْءٌ
مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ، وَضُرِبَتْ بِالْبَحْرِ مَرَّتَيْنِ،
وَلَوْلَا ذَلِكَ مَا جَعَلَ اللَّهُ فِيهَا مَنْفَعَةً لِأَحَدٍ"
telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Abuz
Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah. dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Sesungguhnya api kalian ini merupakan sepertujuh puluh dari api neraka
Jahanam, lalu dicelup ke dalam laut sebanyak dua kali. Seandainya tidak dicelup
terlebih dahulu, niscaya Allah tidak menjadikan manfaat pada api itu bagi
seorang pun.
قَالَ
الْإِمَامُ مَالِكٌ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "نَارُ
بَنِي آدَمَ الَّتِي يُوقِدُونَ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ نَارِ
جَهَنَّمَ". فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ كَانَتْ لَكَافِيَةٌ فَقَالَ:
"إِنَّهَا فُضِّلَتْ عَلَيْهَا بِتِسْعَةٍ وَسِتِّينَ جُزْءًا".
Imam Malik telah meriwayatkan dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Api yang digunakan oleh anak
Adam merupakan sepertujuh puluh bagian dari api neraka Jahanam. Para sahabat
bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah itu sudah mencukupi?" Rasulullah Saw.
bersabda: Sesungguhnya api neraka Jahanam itu mempunyai kelebihan atas api
dunia sebanyak enam puluh sembilan kali lipatnya.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini melalui Malik, dan Imam Muslim
meriwayatkannya melalui Abuz Zanad.
وَرَوَاهُ
مُسْلِمٌ، مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ، عَنْ مَعْمَر، عَنْ هَمَّامٍ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، بِهِ. وَفِي لَفْظٍ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ
فُضِّلَت عَلَيْهَا بِتِسْعَةٍ وَسِتِّينَ جُزْءًا كُلُّهُنَّ مِثْلُ
حَرِّهَا".
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari
Hammam, dari Abu Hurairah r.a. dengan lafaz yang sama, dan menurut lafaz yang
lain disebutkan seperti berikut: Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam
genggaman-Nya, sesungguhnya api neraka Jahanam itu melebihi api dunia sebanyak
enam puluh sembilan kali lipatnya, yang masing-masing bagian panasnya
sama.
وَقَالَ
أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرٍو الْخَلَّالُ،
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ الْحِزَامِيُّ، حَدَّثَنَا مَعْن بْنُ
عِيسَى الْقَزَّازُ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ عَمِّهِ أَبِي السُّهَيْلِ، عَنْ أَبِيهِ،
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "أَتُدْرُونَ مَا مَثَلُ نَارِكُمْ هَذِهِ مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ؟ لَهِيَ
أَشَدُّ سَوَادًا مِنْ [دُخَانِ] نَارِكُمْ هَذِهِ بِسَبْعِينَ
ضِعْفًا"
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu
Amr Al-Khallal, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Munzir Al-Hizami,
telah menceritakan kepada kami Ma'an ibnu Isa Al-Qazzaz, dari Malik, dari
pamannya (yaitu Abu Sahl), dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tahukah kamu, seperti apakah
perumpamaan neraka Jahanam itu dibandingkan dengan api kalian ini? Sesungguhnya
api neraka itu jauh lebih hitam (panas) daripada api kalian sebanyak
tujuh puluh kali lipatnya.
Ad-Diya Al-Maqdisi mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan pula oleh Abu
Mus'ab, dari Malik tanpa me-rafa'-kannya. Riwayat ini menurut hemat saya dengan
syarat sahih.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَتَاعًا
لِلْمُقْوِينَ}
dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. (Al-Waqi'ah:
73)
Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak, dan An-Nadr ibnu Arabi mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan muqwin ialah Musafirin, pendapat ini dipilih
oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa termasuk ke dalam pengertian ini ucapan mereka
(orang Arab), uAqwatud dara," artinya aku tinggalkan rumah,
yakni bila dia bepergian dan meninggalkan keluarganya.
Menurut ulama lainnya, makna yang dimaksud ialah orang-orang yang berada di
tengah hutan dan jauh dari keramaian.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa kata al-muqwi dalam
ayat ini artinya orang yang lapar.
Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir.
(Al-Waqi'ah: 73) Yakni bagi orang yang ada di tempat dan orang yang musafir
untuk memasak makanan yang diperlukan memakai api memasaknya. Hal yang semisal
telah diriwayatkan oleh Sufyan, dari Jabir Al-Ju'fi, dari Mujahid.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya, "Al-Muqwin," yakni bagi siapa saja yang memanfaatkannya.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ikrimah. dan tafsir ini bersifat lebih
umum daripada tafsir lainnya. Karena sesungguhnya baik orang yang ada di tempat
maupun orang yang sedang musafir, baik yang kaya maupun yang miskin, semuanya
memerlukan api untuk keperluan memasak, berdiang, dan penerangan serta keperluan
lainnya yang cukup banyak. Kemudian termasuk belas kasihan Allah Swt. kepada
makhluk-Nya yaitu Dia telah menyimpan api dalam batu-batu pemantik dan besi
murni hingga seorang yang musafir dapat membawanya di dalam barang bawaannya dan
dapat dikantongi pada kantong bajunya. Apabila suatu waktu dia memerlukannya di
dalam rumahnya, maka ia tinggal mengeluarkan alat tersebut (pemantik api), lalu
menyalakannya dan menggunakannya untuk keperluan masak, berdiang, dan memanggang
daging serta menjadikannya sebagai penerangan dan dapat pula digunakan untuk
keperluan lainnya. Karena itulah maka disebutkan dalam ayat ini secara khusus,
yaitu orang-orang yang musafir, sekalipun maknanya bersifat umum mencakup semua
orang, baik yang berada di tempat maupun yang berada dalam perjalanannya,
mengingat orang musafir lebih memerlukannya.
Pengertian ini telah ditunjukkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dan Imam Abu Daud melalui Abu Khaddasy alias Hibban ibnu Zaid
Asy-Syar ubi Asy-Syami, dari seorang Muhajirin berasal dari kabilah Qarn, bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda:
"الْمُسْلِمُونَ
شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ: النَّارِ وَالْكَلَأِ وَالْمَاءِ"
Orang-orang muslim itu bersekutu dalam tiga perkara, yaitu api,
penggembalaan, dan air.
Ibnu Majah telah meriwayatkan dengan sanad yang jayyid dari Abu
Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"ثلاثٌ
لَا يُمْنَعْنَ: الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ"
Ada tiga perkara yang tidak boleh dimonopoli, yaitu air, penggembalaan,
dan api.
Ibnu Majah telah meriwayatkannya pula melalui hadis Ibnu Abbas secara
marfu' dengan lafaz yang semisal, tetapi ada tambahannya, yaitu 'dan
harganya'. Akan tetapi, di dalam sanadnya terdapat Abdullah ibnu Khaddasy
ibnu Hausyab. Dia orangnya daif hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَسَبِّحْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ}
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar.
(Al-Waqi'ah: 74)
Yakni yang dengan kekuasaan-Nya Dia telah menciptakan segala sesuatu yang
beraneka ragam lagi kontradiksi. Air yang tawar, enak diminum, lagi sejuk
menyegarkan; seandainya Allah menghendaki, bisa saja Dia menjadikannya berasa
asin lagi pahit, tak enak diminum seperti halnya air laut. Dan Dia menciptakan
api yang panasnya membakar, lalu Dia menjadikan hal tersebut maslahat bagi
hamba-hamba-Nya dan manfaat bagi kehidupan duniawi mereka, yang sekaligus
mengandung peringatan bagi mereka di hari kemudian, yaitu hari mereka
dikembalikan kepada-Nya.