Tafsir Surat Ar-Rahman, ayat 62-78
{وَمِنْ
دُونِهِمَا جَنَّتَانِ (62) فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (63)
مُدْهَامَّتَانِ (64) فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (65) فِيهِمَا
عَيْنَانِ نَضَّاخَتَانِ (66) فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (67)
فِيهِمَا فَاكِهَةٌ وَنَخْلٌ وَرُمَّانٌ (68) فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا
تُكَذِّبَانِ (69) فِيهِنَّ خَيْرَاتٌ حِسَانٌ (70) فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا
تُكَذِّبَانِ (71) حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ (72) فَبِأَيِّ آلاءِ
رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (73) لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلا جَانٌّ
(74) فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (75) مُتَّكِئِينَ عَلَى رَفْرَفٍ
خُضْرٍ وَعَبْقَرِيٍّ حِسَانٍ (76) فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (77)
تَبَارَكَ اسْمُ رَبِّكَ ذِي الْجَلالِ وَالإكْرَامِ (78) }
Dan selain dari dua surga itu ada dua surga lagi. Maka nikmat Tuhan kamu yang
manakah yang kamu dustakan9 Kedua surga itu (kelihatan) hijau
tua warnanya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam
kedua surga itu ada dua mata air yang memancar. Maka nikmat Tuhan kamu yang
manakah yang kamu dustakan? Di dalam keduanya ada (macam-macam)
buah-buahan dan kurma serta delima. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang
kamu dustakan? Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik
lagi cantik-cantik. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam
rumah. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Mereka tidak
pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang
menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Maka nikmat Tuhan kamu yang
manakah yang kamu dustakan? Mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau dan
permadani-per madani yang indah. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan? Mahaagung nama Tuhanmu Yang Mempunyai kebesaran dan
karunia.
Kedua surga ini selain dari kedua surga yang telah disebutkan sebelumnya,
tetapi kelas, keutamaan, dan kedudukannya masih berada di bawah kedua surga yang
sebelumnya, berdasarkan nas Al-Qur'an, yaitu firman Allah Swt.:
{وَمِنْ
دُونِهِمَا جَنَّتَانِ}
Dan selain dari dua surga itu ada dua surga lagi. (Ar-Rahman: 62)
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan dalam suatu hadis bahwa ada dua
surga yang semua wadah dan segala sesuatunya dari emas. dan dua surga yang semua
wadah dan segala sesuatunya dari perak. Kedua surga yang pertama bagi kaum
Muqarrabin, sedangkan kedua surga lainnya bagi Ashabul Yamin. Abu Musa
mengatakan bahwa dua surga dari emas bagi kaum Muqarrabin dan dua surga dari
perak bagi Ashabul Yamin.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan selain dari
dua surga itu ada dua surga lagi. (Ar-Rahman: 62) Yakni dua surga yang
tingkatannya berada di bawah kedua surga yang sebelumnya.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa kedua surga yang terakhir berada di bawah kedua
surga yang pertama dalam hal keutamaannya.
Dalil yang menunjukkan kemuliaan kedua surga yang pertama di atas kedua surga
yang lainnya dapat ditinjau dari berbagai alasan, yang salah satunya ialah bahwa
Allah Swt. menyebutkan gambaran tentang kedua surga yang pertama sebelum kedua
surga yang terakhir ini, dan pendahuluan ini mengandung pengertian lebih
dipentingkan. Kemudian disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمِنْ
دُونِهِمَا جَنَّتَانِ}
Dan selain dari dua surga itu ada dua surga lagi. (Ar-Rahman: 62)
Ini jelas menunjukkan kemuliaan dan ketinggian yang diprioritaskan melebihi
yang berikutnya. Pada kedua surga yang pertama disebutkan oleh firman-Nya:
{ذَوَاتَا
أَفْنَانٍ}
kedua surga itu mempunyai aneka pepohonan dan buah-buahan. (Ar-Rahman:
48)
Sedangkan dalam kedua surga yang ini disebutkan oleh firman-Nya:
{مُدْهَامَّتَان}
kedua surga itu (kelihatan) hijau tua warnanya. (Ar-Rahman: 64)
Yakni kelihatan hitam karena kuatnya pengairan.
Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: kedua surga itu
(kelihatan) hijau tua warnanya. (Ar-Rahman: 64) Yaitu tampak
kehitam-hitaman karena hijaunya yang terlalu tua berkat kuatnya pengairan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Ata
ibnus Sa-ib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: kedua surga itu (kelihatan) hijau tua warnanya.
(Ar-Rahman: 64) Yakni tampak hijau.
Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Abu Ayub Al-Ansari, Abdullah
ibnuz Zubair, Abdullah ibnu Abu Aufa, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, dan Mujahid
menurut salah satu riwayat darinya; juga Atiyyah Al-Aufi, Al-Hasan Al-Basri,
Yahya ibnu Rafi', dan Sufyan As-Sauri.
Muhammad ibnu Ka'b mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kedua
surga itu (kelihatan) hijau tua warnanya. (Ar-Rahman: 64) Maksudnya,
kedua surga itu dipenuhi dengan hijau-hijauan.
Qatadah mengatakan bahwa kedua surga itu kelihatan hijau berkat pengairannya
lagi lembut-lembut. Dan ini tidak diragukan lagi menunjukkan suburnya
dahan-dahannya yang rindang: sebagian darinya seakan-akan menyatu dengan
sebagian yang lain.
Dalam kedua surga yang pertama disebutkan:
{فِيهِمَا
عَيْنَانِ تَجْرِيَانِ}
Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir.
(Ar-Rahman: 50)
Dan dalam kedua surga yang kedua disebutkan oleh firman-Nya:
فِيهِمَا
عَيْنَانِ نَضَّاخَتَانِ
Di dalam kedua surga itu ada dua mata air yang memancar. (Ar-Rahman:
66)
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna
naddakhatan ialah yang memancar, dan pengertian mengalir lebih kuat
daripada memancar.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa makna naddakhatan ialah yang penuh airnya
dan tidak pernah berkurang. Dan dalam kedua surga yang pertama disebutkan oleh
firman-Nya:
{فِيهِمَا
مِنْ كُلِّ فَاكِهَةٍ زَوْجَانِ}
Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang
berpasang-pasangan. (Ar-Rahman: 52)
Sedangkan dalam kedua surga yang kedua disebutkan oleh firman-Nya:
{فِيهِمَا
فَاكِهَةٌ وَنَخْلٌ وَرُمَّانٌ}
Di dalam keduanya ada (macam-macam) buah-buahan dan kurma serta
delima. (Ar-Rahman: 68)
Dan tidak diragukan lagi bahwa pada yang pertama terdapat pengertian yang
lebih luas dan lebih banyak mengandung jenis dan macamnya buah-buahan daripada
lafaz buah-buahan yang disebutkan pada surga yang kedua. Karena itu, pada yang
kedua diungkapkan dengan bentuk nakirah dalam konteks isbat yang
pengertiannya tidak luas. Karena itulah maka lafaz:
{وَنَخْلٌ
وَرُمَّانٌ}
dan kurma serta delima. (Ar-Rahman: 68)
bukanlah termasuk ke dalam Bab "Ataf Khas pada Umum," menurut apa yang
ditetapkan oleh Imam Bukhari dan lain-lainnya. Dan bahwa sesungguhnya kurma dan
delima disebutkan secara tersendiri mengingat kemuliaan yang dimiliki oleh
keduanya melebihi buah lainnya.
قَالَ
عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ الْحَمِيدِ، حَدَّثَنَا
حُصَيْنُ بْنُ عُمَرَ، حَدَّثَنَا مُخَارِقٌ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ، عَنْ
عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ: جَاءَ أُنَاسٌ مِنَ الْيَهُودِ إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: يَا مُحَمَّدُ، أَفِي
الْجَنَّةِ فَاكِهَةٌ؟ قَالَ: "نَعَمْ، فِيهَا فَاكِهَةٌ وَنَخْلٌ وَرُمَّانٌ".
قَالُوا: أَفَيَأْكَلُونَ كَمَا يَأْكُلُونَ فِي الدُّنْيَا؟ قَالَ: "نَعَمْ
وَأَضْعَافٌ". قَالُوا: فَيَقْضُونَ الْحَوَائِجَ؟ قَالَ: "لَا وَلَكِنَّهُمْ
يَعْرَقُونَ وَيَرْشَحُونَ، فَيُذْهِبُ اللَّهُ مَا فِي بطونهم من
أذى"
Abdu ibnu Humaid mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdul
Hamid, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Umar, telah menceritakan
kepada kami Mukhariq, dariTariq ibnu Sahl, dari Syihab, dari Umar ibnul Khattab
yang menceritakan bahwa pernah beberapa orang Yahudi datang kepada Rasulullah
Saw., lalu mereka bertanya, "Hai Muhammad, apakah di dalam surga terdapat
buah-buahan?" Rasulullah Saw. menjawab: Ya. di dalam surga terdapat
buah-buahan, dan buah kurma serta buah delima. Mereka bertanya, "Apakah
mereka (penghuni surga) makan sebagaimana penduduk dunia makan?" Rasulullah Saw.
menjawab: Ya. dan berkali-kali lipat banyaknya. Mereka bertanya, "Kalau
begitu, mereka menunaikan hajatnya pula (buang air besar dan air kecil)?"
Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, tetapi mereka hanya berkeringat dan
beringus, maka Allah melenyapkan gangguan yang ada pada perut mereka.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Dakin. telah menceritakan kepada kami
Sufyan, dari Hammad, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa kurma surga dedaunannya adalah pakaian ahli surga dan darinya perhiasan
mereka dibuat; dedaunannya adalah emas yang merah, dan batangnya adalah zamrud
hijau, sedangkan buahnya lebih manis daripada madu dan lebih lembut daripada
mentega serta tidak berbiji.
وَحَدَّثَنَا
أَبِي: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ -هُوَ ابْنُ
سَلَمَةَ-عَنْ أَبِي هَارُونَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "نَظَرْتُ إِلَى الْجَنَّةِ
فَإِذَا الرُّمَّانَةُ مِنْ رُمَّانِهَا كَمِثْلِ الْبَعِيرِ
المُقْتَب"
Telah menceritakan pula kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami
Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Abu
Harun, dari Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Aku melihat surga dan ternyata buah delimanya besar-besar seperti
unta.
*******************
Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
{فِيهِنَّ
خَيْرَاتٌ حِسَانٌ}
Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi
cantik-cantik. (Ar-Rahman: 70)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah banyak bidadari yang
baik-baik lagi cantik-cantik di dalam surga, menurut Qatadah.
Menurut pendapat yang lain, khairat adalah bentuk jamak dari
khairah artinya wanita yang saleh, baik akhlaknya serta cantik rupanya,
menurut jumhur ulama.
Telah diriwayatkan pula secara marfu' dari Ummu Salamah sebuah hadis
lain yang akan kami kemukakan di dalam tafsir surat Al-Waqi'ah nanti, yang
antara lain menyebutkan bahwa bidadari-bidadari itu bernyanyi seraya mengatakan,
"Kami adalah wanita-wanita yang baik-baik lagi cantik-cantik, kami diciptakan
untuk suami-suami yang mulia." Karena itulah maka ada sebagian ulama yang
membacanya dengan bacaan memakai tasydid pada lafaz ya-nya, hingga
menjadi khayyiratun, bukan khairatun. Di dalam surga-surga itu ada
bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik. Maka nikmat Tuhan kamu yang
manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 70-71)
*******************
Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya:
{حُورٌ
مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ}
(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah.
(Ar-Rahman: 72)
Sedangkan dalam kedua surga yang pertama disebutkan oleh firman-Nya:
{فِيهِنَّ
قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ}
Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan
pandangannya. (Ar-Rahman: 56)
Dan tidak diragukan lagi bahwa wanita yang menundukkan pandangannya dengan
penuh ketaatan dan kesadaran lebih utama daripada wanita yang menundukkan
pandangannya dengan paksa, walaupun semuanya bercadar.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abdullah
Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan, dari Jabir, dari
Al-Qasim ibnu Abu Buzzah, dari Abu Ubaid, dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas'ud
yang mengatakan bahwa sesungguhnya bagi setiap orang muslim, seorang bidadari
dan bagi seorang bidadari ada kemahnya tersendiri, dan bagi tiap kemah ada empat
buah pintunya yang setiap harinya ada hadiah yang masuk melaluinya, kiriman, dan
penghormatan untuk yang menghuninya. Padahal sebelum itu tidak diperlukan lagi
adanya hiburan, tidak memerlukan lagi keinginan, dan tidak memerlukan lagi
wewangian serta dupa. Kecantikan bidadari itu sama dengan mutiara yang
tersimpan.
Sehubungan dengan firman-Nya:
{فِي
الْخِيَامِ}
dalam rumah. (Ar-Rahman: 72)
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ،
حَدَّثَنَا أَبُو عِمْرَانَ الْجَوْنِيُّ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ قَيْسٍ، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم قال:
"إِنَّ فِي الْجَنَّةِ خَيْمَةً مِنْ لُؤْلُؤَةٍ مُجَوَّفَةٍ، عَرْضُهَا سِتُّونَ
مِيلًا فِي كُلِّ زَاوِيَةٍ مِنْهَا أهلٌ مَا يَرون الْآخَرِينَ، يَطُوفُ
عَلَيْهِمُ الْمُؤْمِنُونَ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul
Musanna. telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abdussamad, telah
menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Juni, dari Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu
Qais, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya di
dalam surga terdapat kemah (rumah) yang terbuat dari mutiara yang
dilubangi, besarnya sama dengan jarak enam puluh mil, pada tiap-tiap sudut kemah
itu ada penghuninya (penghuninya .yakni para bidadari) yang satu sama
lainnya tidak saling melihat, dan orang-orang mukmin berkeliling menggilir
mereka.
Imam Bukhari telah meriwayatkannya pula melalui hadis Abu Imran dengan sanad
yang sama, dan disebutkan bahwa luas kemah itu adalah tiga puluh mil.
وَأَخْرَجَهُ
مُسْلِمٌ مِنْ حَدِيثِ أَبِي عِمْرَانَ، بِهِ. وَلَفْظُهُ: "إِنَّ لِلْمُؤْمِنِ فِي
الْجَنَّةِ لَخَيْمَةً مِنْ لُؤْلُؤَةٍ وَاحِدَةٍ مُجَوَّفَةٍ، طُولُهَا ستون
ميلا لِلْمُؤْمِنِ
فِيهَا أَهْلٌ يَطُوفُ عَلَيْهِمُ الْمُؤْمِنُ، فَلَا يَرَى بَعْضُهُمْ
بَعْضًا"
Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui hadis Abu Imran dengan sanad
yang sama yang teksnya berbunyi seperti berikut: Sesungguhnya bagi seorang
mukmin ada sebuah kemah di dalam surga terbuat dari sebuah mutiara yang
dilubangi, panjangnya enam puluh mil, di dalamnya ia mempunyai banyak istri yang
ia gillir, mereka dan sebagian dari mereka tidak dapat melihat sebagian yang
lainnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Abur
Rabi', telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada
kami Ma'mar, dari Qatadah, telah menceritakan kepadaku Khulaid Al-Asri, dari Abu
Darda yang mengatakan bahwa kemah (di dalam surga) itu terbuat dari sebuah
mutiara, yang padanya terdapat tujuh buah pintu terbuat dari intan.
Telah menceritakan pula kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami
Isa ibnu Abu Fatimah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Hisyam, dari
Muhammad ibnul Musanna, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah Swt.:
(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit di dalam kemah-kemah.
(Ar-Rahman: 72) Yakni kemah dari mutiara, di dalam surga terdapat kemah dari
sebuah mutiara, dan satu buah mutiara besarnya sama dengan empat farsakh
persegi, padanya terdapat empat ribu buah pintu terbuat dari emas.
قَالَ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ: أَخْبَرَنَا عَمْرٌو أَنَّ دَرَّاجا أَبَا السَّمح
حَدَّثَهُ، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: "أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً الَّذِي
لَهُ ثَمَانُونَ أَلْفَ خَادِمٍ، وَاثْنَتَانِ وَسَبْعُونَ زَوْجَةً، وَتُنْصَبُ
لَهُ قُبَّةٌ مِنْ لُؤْلُؤٍ وَزَبَرْجَدٍ وَيَاقُوتٍ، كَمَا بَيْنَ الْجَابِيَةِ
وَصَنْعَاءَ".
Abdullah ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr, bahwa
Darij alias Abus Samah pernah menceritakan kepadanya dari Abul Hais'am, dari Abu
Sa'id, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Rumah yang paling sederhana bagi
penduduk surga adalah rumah yang mempunyai delapan puluh ribu pelayan, tujuh
puluh dua orang istri, dan dibuatkan baginya sebuah kubah (kemah) dari
mutiara, zabarjad, dan yaqut yang besarnya sama dengan jarak antara Al-Jabiyah
dan San 'a.
Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini melalui Amr ibnul Haris dengan sanad yang
sama.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَمْ
يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلا جَانٌّ}
Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka
(penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh
jin. (Ar-Rahman: 74)
Tafsir ayat ini telah disebutkan sebelumnya karena mempunyai makna yang sama,
hanya saja pada gambaran yang pertama ditambahkan oleh firman-Nya mengenai sifat
bidadari-bidadari itu, bahwa mereka:
{كَأَنَّهُنَّ
الْيَاقُوتُ وَالْمَرْجَانُ. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا
تُكَذِّبَانِ}
Seakan-akan bidadari itu permata yaqut dan marjan. Maka nikmat Tuhan kamu
yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 58-59)
Adapun firman Allah Swt.:
{مُتَّكِئِينَ
عَلَى رَفْرَفٍ خُضْرٍ وَعَبْقَرِيٍّ حِسَانٍ}
Mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau dan permadani-permadani
yang indah. (Ar-Rahman: 76)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud
dengan rafraf' ialah seprei-seprei.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah,
Ad-Dahhak, dan lain-lainnya, yaitu seprei (cover).
Al-Ala ibnu Zaid mengatakan bahwa rafraf ialah kain seprei atau
cover untuk melapisi dipan dalam bentuk yang menjuntai.
Asim Al-Juhdari telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau. (Ar-Rahman: 76) Yakni
bantal-bantal.
Pendapat ini dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri dalam suatu riwayat yang
bersumber darinya.
Abu Daud At-Tayalisi telah meriwayatkan dari Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari
Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka bertelekan pada
bantal-bantal yang hijau (Ar-Rahman: 76) Bahwa yang dimaksud dengan
rafraf ialah taman-taman surga.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَعَبْقَرِيٍّ
حِسَانٍ}
dan permadani-permadani yang indah. (Ar-Rahman: 76)
Ibnu Abbas, Qatadah, Ad-Dahhak, dan As-Saddi mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah permadani-permadani. Menurut Sa'id ibnu Jubair, artinya permadani
yang sangat baik. Dan menurut Mujahid Al-Abqari artinya sutra.
Al-Hasan Al-Basri pernah ditanya tentang makna firman-Nya: dan
permadani-permadani yang indah. (Ar-Rahman: 76) Maka ia menjawab, "Itu
adalah hamparan ahli surga, celakalah kalian, carilah ia." Dan menurut riwayat
lain yang bersumber dari Al-Hasan yaitu sarana. Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa
permadani itu ada yang berwarna merah, kuning, dan hijau. Al-Ala ibnu Zaid
pernah ditanya tentang makna 'abqari, maka ia menjawab bahwa al-
abqari adalah permadani yang berada di atas hamparan.
Abu Hirzah alias Ya'qub ibnu Mujahid mengatakan bahwa al-'abqari
adalah suatu jenis dari pakaian ahli surga, tiada seorang pun yang
mengenalnya. Abul Aliyah mengatakan bahwa 'abqari ialah hamparan yang
tipis. Al-Qaisi mengatakan bahwa abqari adalah tiap-tiap pakaian yang
dihiasi dengan bordiran, menurut orang Arab. Abu Ubaidah mengatakan, nama
'abqari dinisbatkan kepada nama tempat yang membuat bordiran kain.
Imam Khalil ibnu Ahmad mengatakan bahwa segala sesuatu yang sangat berharga,
baik berupa benda maupun manusia yang genius, dinamakan orang Arab dengan
sebutan abqari. Sebagai dalilnya ialah antara lain sabda Nabi Saw.
tentang Umar r.a.:
"فَلَمْ
أَرَ عَبْقَرِيًّا يَفْرِي فَرِيَّهُ"
Aku belum pernah melihat seorang genius yang begitu cemerlang (selain
dari Umar).
Pada garis besarnya semua pendapat di atas menunjukkan bahwa gambaran tentang
kedua surga yang pertama lebih tinggi dan lebih mulia daripada yang dimiliki
oleh kedua surga berikutnya. Karena sesungguhnya sehubungan dengan kedua surga
yang pertama, Allah Swt. telah berfirman:
{مُتَّكِئِينَ
عَلَى فُرُشٍ بَطَائِنُهَا مِنْ إِسْتَبْرَقٍ}
Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra.
(Ar-Rahman: 54)
Allah Swt. hanya menyebutkan sifat bagian dalamnya saja, tidak menyebutkan
sifat bagian luarnya, karena sudah dianggap cukup hanya dengan menyebutkan
kemewahan bagian dalamnya, yang sudah barang tentu bagian luarnya tidak
terperikan keindahan dan kemewahannya. Dan sifat ini diakhiri dengan firman-Nya
yang menyebutkan:
{هَلْ
جَزَاءُ الإحْسَانِ إِلا الإحْسَانُ}
Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). (Ar-Rahman:
60)
Para penghuninya disebutkan sebagai orang-orang yang ihsan; dan ini
merupakan predikat yang tertinggi, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis
Jibril, tatkala dia bertanya kepada Nabi Saw. tentang Islam, lalu
iman, kemudian ihsan. Demikianlah segi-segi keutamaan yang
dimiliki oleh kedua surga yang pertama atas kedua surga berikutnya. Dan kita
memohon kepada Allah Swt. semoga Dia menjadikan kita termasuk penghuni-penghuni
kedua surga yang pertama.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{تَبَارَكَ
اسْمُ رَبِّكَ ذِي الْجَلالِ وَالإكْرَامِ}
Mahaagung nama Tuhanmu Yang Mempunyai kebesaran dan karunia.
(Ar-Rahman: 78)
Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa Dia berhak untuk diagungkan dan
karenanya tidak boleh durhaka terhadap-Nya. Dia Mahamulia dan karena itu Dia
berhak untuk disembah. Dia berhak untuk disyukuri semua nikmat-Nya, maka tidak
boleh diingkari, dan Dia berhak untuk selalu diingat dan tidak boleh
dilupakan.
Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Yang Mempunyai
kebesaran dan karunia. (Ar-Rahman: 78) Yakni Yang mempunyai keagungan dan
kebesaran.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ ثَابِتِ بْنِ ثَوْبَانَ، عَنْ عُمَيْرِ بْنِ هَانِئٍ، عَنْ أَبِي
الْعَذْرَاءِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أجِدّوا اللَّهَ يَغْفِرْ لَكُمْ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Daud, telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sabit ibnu Sauban, dari Umair ibnu
Hani', dari Abul Azra, dari Abu Darda yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Agungkanlah Allah, niscaya kalian akan diberi ampunan.
Dalam hadis lain disebutkan:
"إِنَّ
مِنْ إِجْلَالِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ، وَذِي
السُّلْطَانِ، وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرِ الْغَالِي فِيهِ وَلَا الْجَافِي
عَنْهُ"
Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah ialah memuliakan orang muslim
yang beruban (berusia lanjut), penguasa, dan orang yang hafal Al-Qur’an,
tetapi tidak mempunyai (pemahaman) yang berlebihan padanya dan tidak pula
(berpemahaman) yang menjauh darinya.
قَالَ
الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا أَبُو يُوسُفَ الْجِيزِيُّ، حَدَّثَنَا
مُؤَمَّلُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ
الطَّوِيلُ، عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم قَالَ:
"أَلِظُّوا بِيَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ"
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Yusuf
Al-Harbi, telah menceritakan kepada kami Mu'ammal ibnu Ismail, telah
menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Humaid At-Tawil,
dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Kobarkanlah (dirimu
dengan banyak membaca) Ya Zal Jalali Wal Ikram (Ya Tuhan Yang mempunyai
keagungan dan karunia).
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Mahmud ibnu Gailan,
dari Mu-ammal ibnu Ismail, dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama.
Kemudian Abu Ya'la mengatakan bahwa dalam sanad ini Mu-ammal melakukan
kekeliruan, sanad ini garib dan tidak dikenal. Sesungguhnya hadis ini
hanya diriwayatkan dari Hammad ibnu Salamah, dari Humaid, dari Al-Hasan dan Nabi
Saw.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ حَسَّانَ الْمَقْدِسِيِّ، عَنْ
رَبِيعَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وسلم يقول: "أَلِظُّوا بِذِي الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ishaq,
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, dari Yahya ibnu Hassan
Al-Maqdisi, dari Rabi'ah ibnu Amir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda: Kobarkanlah (dirimu) dengan (membaca)
YaZal Jalali Wal Ikram (Ya Tuhan Yang mempunyai kebesaran dan
karunia).
Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnul Mubarak dengan sanad
yang sama.
Al-Jauhari mengatakan bahwa makna Aliza Fulanun bi Fulanin artinya si
Fulan selalu menetapi si Fulan. Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa makna hadis ini
ialah bacalah selalu kalimati ini. Al-ilzaz artinya mendesak.
Menurut hemat kami, kedua pengertian tersebut berdekatan dengan yang lainnya,
hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Kesimpulannya ialah anjuran untuk
terus-menerus membaca kalimah ini dan menetapinya serta memohon dengan mendesak
dengan menyebutkan asma Allah ini.
Di dalam kitab Sahih Muslim dan kitab keempat sunan telah disebutkan
melalui hadis Abdullah ibnul Haris, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. apabila telah bersalam dari salatnya tidak segera duduk
melainkan sesudah membaca doa berikut:
"اللَّهُمَّ
أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ
وَالْإِكْرَامِ"
Ya Allah, Engkau Maha Sejahtera dan dari Engkaulah semua kesejahteraan,
Mahasuci Engkau, wahai Tuhan Yang mempunyai kebesaran dan karunia.
Segala puji bagi Allah dan semua karunia dari-Nya, demikianlah akhir tafsir
surat Ar-Rahman.
آخِرُ
تَفْسِيرِ سُورَةِ الرَّحْمَنِ، وَلِلَّهِ الحمد [والمنة]