Tafsir Surat Ash-Shaff, ayat 1-4
{سَبَّحَ
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (1)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ
مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3) إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ
مَرْصُوصٌ (4) }
Bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di
langit dan bumi, dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Hai orang-orang
yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan. Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam
barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun
kokoh.
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan tafsir firman Allah Swt. yang
mengawali surat ini dan bukan hanya sekali sehingga tidak perlu diulangi lagi.
Yang dimaksud adalah firman Allah Swt.:
{سَبَّحَ
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ
الْحَكِيمُ}
Bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan bumi; dan Dialah
Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Ash-Shaff: l)
Adapun firman Allah Swt.:
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ}
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tiada kamu
kerjakan. (Ash-Shaff: 2)
Ini merupakan pengingkaran terhadap orang yang menjanjikan sesuatu janji atau
mengatakan sesuatu, lalu ia tidak memenuhinya. Oleh karena itulah maka ada
sebagian dari ulama Salaf yang berpendapat atas dalil ayat ini bahwa diwajibkan
bagi seseorang menunaikan apa yang telah dijanjikannya secara mutlak tanpa
memandang apakah yang dijanjikannya itu berkaitan dengan kewajiban ataukah
tidak. Mereka beralasan pula dengan hadis yang disebutkan di dalam kitab
Sahihain, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"آيَةُ
الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّث كَذَبَ، إِذَا وَعَد أَخْلَفَ، وَإِذَا
اؤْتُمِنَ خَانَ"
Pertanda orang munafik ada tiga, yaitu apabila berjanji ingkar, apabila
berbicara dusta dan apabila dipercaya khianat.
Di dalam hadis lain yang juga dalam kitab sahih disebutkan pula:
"أَرْبَعٌ
مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ وَاحِدَةٌ
مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَة مِنْ نِفَاقٍ حَتَّى يَدَعها"
Ada empat pekerti yang barang siapa menyandang keempat-empatnya, maka dia
adalah munafik militan; dan barang siapa yang menyandang salah satunya, berarti
dalam dirinya terdapat suatu pekerti orang yang munafik sampai dia
meninggalkannya.
Lalu disebutkan yang antara lainnya ialah mengingkari janji. Kami telah
menjelaskan dengan rinci kedua hadis ini di dalam permulaan syarah kitab Imam
Bukhari.
Untuk itulah maka Allah mengukuhkan pengingkaran-Nya terhadap sikap mereka
yang demikian itu melalui firman berikutnya:
{كَبُرَ
مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ}
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang
tiada kamu kerjakan. (Ash-Shaff: 3)
Imam Ahmad dan Imam Abu Daud telah meriwayatkan melalui Abdullah ibnu Amir
ibnu Rabi'ah, yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. datang kepada
keluarganya yang saat itu ia masih anak-anak. Lalu ia pergi untuk bermain-main,
tetapi ibunya memanggilnya, "Hai Abdullah, kemarilah, aku akan memberimu
sesuatu." Rasulullah Saw. bertanya kepada ibunya, "Apakah yang hendak engkau
berikan kepadanya?" Ibunya menjawab, "Kurma," Rasulullah Saw. bersabda:
"أَمَا
إِنَّكِ لَوْ لَمْ تَفْعَلِي كُتِبت عَلَيْكِ كِذْبة"
Ketahuilah, sesungguhnya andaikata engkau tidak memberinya, tentulah akan
dicatat atas dirimu sebagai suatu kedustaan.
Imam Malik rahimahullah berpendapat bahwa apabila janji itu berkaitan
dengan kewajiban terhadap yang dijanjikan, maka sudah menjadi keharusan
penunaiannya. Misalnya ialah seperti seseorang berkata kepada lelaki lain,
"Kawinlah kamu, maka aku akan memberikan nafkah sebanyak anu padamu setiap
harinya!" Kemudian lelaki yang diperintahnya itu kawin, maka orang yang berjanji
demikian kepadanya diwajibkan memberinya apa yang telah ia janjikan kepadanya
selama lelaki itu dalam ikatan perkawinannya. Mengingat masalah ini berkaitan
dengan hak Adami dan berlandaskan pada prinsip mudayaqah.
Jumhur ulama berpendapat bahwa masalah tersebut di atas penunaiannya bersifat
tidak wajib secara mutlak. Dan mereka menakwilkan makna ayat dengan pengertian
bahwa ayat ini diturunkan ketika mereka mengharapkan jihad difardukan atas diri
mereka. Tetapi setelah jihad diwajibkan atas mereka, tiba-tiba sebagian dari
mereka berpaling darinya, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ
وَآتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ
يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقَالُوا رَبَّنَا
لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلا أَخَّرْتَنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ قُلْ
مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى وَلا تُظْلَمُونَ
فَتِيلا أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ
مُشَيَّدَةٍ}
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka,
"Tahanlah tanganmu (dari berperang), laksanakanlah salat dan tunaikanlah
zakat!" Ketika mereka diwajibkan berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka
(golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya
kepada Allah, bahkan lebih takut dari itu. Mereka berkata, "Ya Tuhan kami,
mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan
(kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?" Katakanlah,
"Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk
orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun.” Di mana
saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam
benteng yang tinggi lagi kokoh. (An-Nisa: 77-78)
Dan firman Allah Swt. lainnya yang menyebutkan:
{وَيَقُولُ
الَّذِينَ آمَنُوا لَوْلا نزلَتْ سُورَةٌ فَإِذَا أُنزلَتْ سُورَةٌ مُحْكَمَةٌ
وَذُكِرَ فِيهَا الْقِتَالُ رَأَيْتَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يَنْظُرُونَ
إِلَيْكَ نَظَرَ الْمَغْشِيِّ عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ}
Dan orang-orang yang beriman berkata, "Mengapa tiada diturunkan suatu
surat?” Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan
di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit
dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena
takut mati. (Muhammad: 20), hingga akhir ayat. .
Demikian pula artinya ayat ini menurut apa yang diriwayatkan oleh Ali ibnu
Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai
orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan.
(Ash-Shaff: 2) Dahulu sebelum jihad difardukan, ada segolongan kaum mukmin
yang mengatakan bahwa kami sangat menginginkan sekiranya Allah Swt. menunjukkan
kepada kami amal perbuatan yang paling disukai-Nya, maka kami akan
mengerjakannya. Maka Allah Swt. memberitahukan kepada Nabi-Nya, bahwa amal
perbuatan yang paling disukai ialah beriman kepada-Nya tanpa keraguan, dan
berjihad melawan orang-orang yang mendurhakai-Nya, yaitu mereka yang menentang
keimanan dan tidak mau mengakuinya. Ketika diturunkan perintah berjihad,
sebagian dari kaum mukmin tidak senang dengan perintah ini dan terasa berat
olehnya. Untuk itulah maka Allah Swt. berfirman: Hai orang-orang yang
beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan? (Ash-Shaff:
2) Demikianlah menurut apa yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa orang-orang mukmin mengatakan,
"Seandainya kami mengetahui amal yang paling disukai Allah, tentulah kami akan
mengerjakannya." Maka Allah memberikan petunjuk kepada mereka tentang amal yang
paling disukai oleh-Nya melalui firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur.
(Ash-Shaff: 4) Maka Allah menjelaskan kepada mereka amal tersebut, lalu
mereka diuji dalam Perang Uhud dengan hal tersebut, dan ternyata pada akhirnya
mereka lari ke belakang meninggalkan Nabi Saw. Maka Allah Swt. menurunkan
firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang
tidak kamu perbuat? (Ash-Shaff: 2)
Allah Swt. berfirman bahwa orang yang paling Aku sukai di antara kamu adalah
orang yang berperang di jalan Allah.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan
dengan masalah perang; seseorang lelaki mengatakan, "Aku telah berperang,"
padahal ia tidak ikut perang, dan ia mengatakan, "Aku telah menusukkan
tombakku," padahal ia tidak menggunakannya. Dan ia mengatakan, "Aku telah
memukulkan pedangku," padahal ia tidak menggunakannya. Dan ia mengatakan, "Aku
tetap bertahan dalam medan perang," padahal ia tidak bertahan alias melarikan
diri.
Qatadah dan Ad-Dahhak mengatakan, ayat ini diturunkan untuk mencemoohkan
suatu kaum yang mengatakan bahwa diri mereka telah berperang, memukulkan pedang
mereka dan menusukkan tombak mereka, serta melakukan hal-hal lainnya, padahal
kenyataannya mereka tidak melakukan sesuatu pun dari apa yang telah dikatakannya
itu.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum
dari orang-orang munafik. Mereka menjanjikan kepada kaum muslim bahwa mereka
akan membantunya, tetapi ternyata mereka tidak memenuhi apa yang mereka
janjikan.
Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman
Allah Swt.: mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?
(Ash-Shaff: 2) Bahwa yang dimaksud ialah berjihad.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya:
mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?'(Ash-Shaff: 2)
sampai dengan firman Allah Swt.: seakan-akan mereka seperti suatu bangunan
yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff: 4) Ayat-ayat tersebut diturunkan berkenaan
dengan segolongan orang-orang Ansar yang antara lain ialah Abdullah ibnu
Rawwahah. Mereka mengatakan dalam suatu majelis, "Seandainya kita mengetahui
amal yang paling disukai oleh Allah, niscaya kita akan mengerjakannya, hingga
kita mati," maka Allah menurunkan ayat-ayat tersebut berkenaan dengan mereka.
Akhirnya Abdullah ibnu Rawwahah berkata, "Aku akan terus-menerus berjihad di
jalan Allah hingga titik darah penghabisan." Pada akhirnya ia gugur mati syahid
dalam medan pertempuran.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Farwah ibnu Abul Migra, telah menceritakan kepada kami
Ali ibnu Misar, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Abu Harb ibnu Abul Aswad
Ad-Daili, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Abu Musa mengundang ahli qurra kota
Basrah, maka datanglah kepadanya sebagian dari mereka sebanyak tiga ratus orang,
semuanya hafal Al-Qur'an. Abu Musa berkata, "Kalian adalah ahli qurra kota
Basrah dan orang-orang pilihan mereka." Dan Abu Musa mengatakan bahwa dahulu
kami sering membaca suatu surat yang kami kelompokkan ke dalam surat-surat yang
diawali dengan tasbih, lalu kami ditakdirkan lupa terhadapnya, hanya aku masih
hafal salah satu dari ayatnya yang menyebutkan: Hai orang-orang yang beriman,
mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? (Ash-Shaff: 2) Maka
dibebankanlah ke atas pundak kalian persaksian dan kelak di hari kiamat kalian
akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya.
Untuk itulah maka disebutkan oleh firman Allah Swt.:
{إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ
بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ}
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam
barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun
kokoh. (Ash-Shaff: 4)
Hal ini merupakan pemberitaan dari Allah Swt. yang menyatakan kecintaan-Nya
kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Apabila mereka berbaris dengan teratur
menghadapi musuh-musuh Allah dalam medan pertempuran, mereka berperang di jalan
Allah melawan orang-orang yang kafir terhadap Allah agar kalimah Allah-lah yang
tertinggi dan agama-Nyalah yang menang lagi berada di atas agama-agama
lainnya.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا هُشَيْم،
قَالَ مُجالد أَخْبَرَنَا عَنْ أَبِي الودَّاك، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "ثَلَاثٌ يَضْحَكُ اللَّهُ إِلَيْهِمُ: الرَّجُلُ يَقُومُ مِنَ
اللَّيْلِ، وَالْقَوْمُ إِذَا صَفُّوا لِلصَّلَاةِ، وَالْقَوْمُ إِذَا صَفُّوا
لِلْقِتَالِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah,
telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Mujalid,
dari Abul Waddak, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ada tiga macam orang yang Allah rida kepada
mereka, yaitu seorang yang mengerjakan salat malam hari, dan kaum yang apabila
salat mereka membentuk barisan dengan teratur, serta kaum yang apabila dalam
medan perang mereka membentuk barisan dengan teratur.
Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Mujalid, dari Abul Waddak alias
Jabar ibnu Nauf dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abu Na'im Al-Fadl ibnu Dakin, telah menceritakan kepada
kami Al-Aswad (yakni Ibnu Syaiban), telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu
Abdullah ibnusy Syikhkhir yang mengatakan bahwa Mutharrif pernah mengatakan
bahwa pernah sampai kepadanya sebuah hadis dari Abu Zar sehingga ia ingin bersua
secara langsung dengannya. Lalu ia menemuinya dan bertanya, "Hai Abu Zar, pernah
sampai kepadaku sebuah hadis darimu, maka aku ingin sekali bersua denganmu." Abu
Zar menjawab, "Ayahmu milik Allah, sekarang engkau telah bersua denganku, maka
kemukakanlah maksudmu!" Aku berkata, "Pernah sampai kepadaku suatu hadis darimu
bahwa engkau pernah mengatakan Rasulullah Saw. telah menceritakan kepada kalian
(para sahabat) bahwa Allah murka terhadap tiga macam orang dan menyukai tiga
macam orang lainnya." Abu Zar menjawab, "Benar, janganlah engkau mempunyai
prasangka bahwa aku berdusta terhadap kekasihku (Nabi Saw.)." Aku bertanya,
"Maka siapakah tiga macam orang yang disukai oleh Allah itu?" Abu Zar menjawab,
bahwa seorang lelaki yang berperang di jalan Allah, ia keluar berjihad dengan
mengharapkan rida Allah dan pahala-Nya, lalu berhadapan dengan musuh. Dan kamu
akan menjumpai hal yang membenarkannya di dalam Kitabullah. Kemudian Abu
Zar membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti
suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff: 4) Kemudian disebutkan hal
yang selanjutnya hingga akhir hadis.
Demikianlah hadis ini diketengahkan melalui jalur ini dengan teks seperti
yang disebutkan di atas, tetapi yang dikemukakan di atas adalah ringkasannya.
Imam Turmuzi dan Imam Nasai telah mengetengahkannya melalui hadis Syu'bah,
dari Mansur ibnul Mu'tamir, dari Rib'i ibnu Hirasy, dari Zaid Ibnu Zabyan, dari
Abu Zar dengan teks yang lebih panjang daripada hadis di atas lagi lebih
lengkap. Kami telah mengetengahkannya di tempat yang lain.
Diriwayatkan dari Ka'bul Ahbar. Ia mengatakan bahwa Allah Swt. berfirman
berkenaan dengan berita gembira kedatangan Nabi Muhammad Saw., "Hamba-Ku yang
bertawakal lagi terpilih, bukanlah orang yang keras, bukan pula orang yang
kasar, serta bukan pula orang yang bersuara gaduh di pasar-pasar; dan dia tidak
membalas keburukan dengan keburukan lainnya, tetapi dia memaaf dan mengampuni.
Kelahirannya di Mekah, dan tempat hijrahnya ialah di Tabah (Madinah);
kerajaannya di negeri Syam. Umatnya adalah orang-orang yang banyak memuji Allah,
mereka memuji Allah dalam keadaan apa pun. Dan pada setiap rumah mereka
terdengar suara dengungan seperti dengungan lebah di udara di waktu sahur
(karena membaca Al-Qur'an). Mereka membasuh anggota-anggota tubuhnya (berwudu)
dan gemar mengenakan kain separo badan mereka; saf mereka dalam pertempuran sama
dengan saf mereka dalam salat." Kemudian Ka'bul Ahbar membacakan firman-Nya:
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam
barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun
kokoh. (Ash-Shaff: 4) Mereka adalah kaum yang selalu memperhatikan matahari
(untuk waktu salat mereka), mereka selalu mengerjakan salat di mana pun waktu
salat mereka jumpai sekalipun mereka berada di atas punggung hewan kendaraan.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam
barisan yang teratur. (Ash-Shaff: 4) Bahwa Rasulullah Saw. tidak sekali-kali
berperang melawan musuh melainkan terlebih dahulu mengatur barisan pasukannya
membentuk saf, dan ini merupakan strategi yang diajarkan oleh Allah Swt. kepada
orang-orang mukmin. Dan firman Allah Swt.: seakan-akan mereka seperti suatu
bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff: 4) Yaitu sebagian darinya menempel
dengan sebagian lainnya dalam saf peperangan.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa sebagiannya menempel ketat dengan
sebagian yang lain.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: seakan-akan
mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff: 4) Yakni
kokoh dan tidak rapuh, sebagiannya menempel ketat dengan sebagian yang lain
dalam barisan safnya.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: seakan-akan mereka
seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff: 4) Tidakkah Anda
melihat para pekerja bangunan? Mereka tidak suka bila bangunan yang
dikerjakannya acak-acakan. Demikian pula Allah Swt. tidak suka bila perintah-Nya
diacak-acak. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kaum mukmin untuk
berbaris dengan rapi dalam peperangan mereka dan juga dalam salat mereka, maka
peganglah oleh kalian perintah Allah Swt. ini, karena sesungguhnya perintah ini
akan menjadi pemelihara diri bagi orang yang mengamalkannya. Semua pendapat di
atas di kemukakan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Amr As-Sukuni,
telah menceritakan kepada kamj Baqiyyah ibnul Walid, dari Abu Bakar ibnu Abu
Maryam, dari Yahya ibnu Jabir At-Ta'ir, dari Abu Bahriyyah yang mengatakan bahwa
dahulu mereka tidak suka berperang dengan mengendarai kuda dan mereka lebih suka
berperang dengan jalan kaki karena ada firman Allah Swt. yang mengatakan:
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam
barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh.
(Ash-Shaff: 4)
Dan tersebutlah bahwa Abu Bahriyyah sering mengatakan, "Apabila kalian
melihatku menoleh dalam safku, maka pukullah daguku."