Tafsir Surat Ash-Shaffat, ayat 50-61
{فَأَقْبَلَ
بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ (50) قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ إِنِّي كَانَ
لِي قَرِينٌ (51) يَقُولُ أَئِنَّكَ لَمِنَ الْمُصَدِّقِينَ (52) أَئِذَا مِتْنَا
وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَدِينُونَ (53) قَالَ هَلْ أَنْتُمْ
مُطَّلِعُونَ (54) فَاطَّلَعَ فَرَآهُ فِي سَوَاءِ الْجَحِيمِ (55) قَالَ تَاللَّهِ
إِنْ كِدْتَ لَتُرْدِينِ (56) وَلَوْلا نِعْمَةُ رَبِّي لَكُنْتُ مِنَ
الْمُحْضَرِينَ (57) أَفَمَا نَحْنُ بِمَيِّتِينَ (58) إِلا مَوْتَتَنَا الأولَى
وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ (59) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (60)
لِمِثْلِ هَذَا فَلْيَعْمَلِ الْعَامِلُونَ (61) }
Lalu sebagian mereka menghadap kepada
sebagian yang lain sambil bercakap-cakap. Berkatalah salah seorang di antara
mereka, "Sesungguhnya aku dahulu (di
dunia) mempunyai seorang teman, yang berkata, 'Apakah kamu sungguh-sungguh
termasuk orang-orang yang membenarkan (hari berbangkit)? Apakah bila kita
telah mati dan kita telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya
kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?’ Berkata
pulalah ia, 'Maukah kamu meninjau (temanku itu)?’ Maka ia meninjaunya,
lalu ia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka menyala-nyala. Ia berkata
(pula), 'Demi Allah, sesungguhnya kamu benar-benar hampir mencelakakanku.
Jikalau tidaklah karena nikmat Tuhanku, pastilah aku termasuk orang-orang yang
diseret (ke neraka). Maka apakah kita tidak akan mati, melainkan hanya
kematian kita yang pertama saja (di dunia), dan kita tidak akan disiksa
(di akhirat ini)? Sesungguhnya ini benar-benar kemenangan yang besar.
Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang
bekerja'.”
Allah Swt. menceritakan perihal ahli surga, bahwa sebagian dari mereka
berhadapan dengan sebagian yang lain sambil saling bertanya (bercakap-cakap).
Mereka memperbincangkan kehidupan mereka sewaktu di dunia dan penderitaan mereka
sewaktu di dunia. Yang demikian itu merupakan salah satu topik pembicaraan
mereka di tempat mereka minum-minum dan berkumpul serta bergaul dengan ahli
surga lainnya, sambil duduk di atas tahta-tahta kebesaran. Sedangkan para
pelayan berada di sekitar mereka menyuguhkan kebaikan yang besar kepada mereka
berupa berbagai macam makanan, minuman, pakaian, dan lain sebagainya yang belum
pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga (beritanya), dan
belum pernah terdetik di hati seorang manusia pun.
{قَالَ
قَائِلٌ مِنْهُمْ إِنِّي كَانَ لِي قَرِينٌ}
Berkatalah salah seorang di antara mereka, "Sesungguhnya aku dahulu
(di dunia) mempunyai seorang teman." (Ash-Shaffat: 51)
Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan qarin ialah setan.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., bahwa yang dimaksud adalah
teman yang musyrik, dia menjadi teman orang mukmin ketika di dunianya.
Tidak ada pertentangan antara pendapat Mujahid dan Ibnu Abbas, karena
sesungguhnya setan itu adakalanya dari makhluk jin yang suka menggoda jiwa
manusia, adakalanya pula dari kalangan manusia sendiri yang dapat berkomunikasi
dengannya. Kedua qarin itu saling bantu.
Allah Swt. berfirman:
{يُوحِي
بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا}
sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan
yang indah-indah untuk menipu (manusia). (Al-An'am: 112)
Masing-masing dari qarin tersebut selalu menggoda, sebagaimana yang
disebutkan oleh firman-Nya:
مِنْ
شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ. الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ. مِنَ
الْجِنَّةِ وَالنَّاس
dari kejahatan (bisikan) setan yang bisa bersembunyi, yang
membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia dari (golongan) jin
dan manusia. (An-Nas: 4-6)
Karena itulah disebutkan dalam surat ini oleh firman-Nya:
{قَالَ
قَائِلٌ مِنْهُمْ إِنِّي كَانَ لِي قَرِينٌ. يَقُولُ أَئِنَّكَ لَمِنَ
الْمُصَدِّقِينَ}
Berkatalah salah seorang di antara mereka, "Sesungguhnya aku dahulu
(di dunia) mempunyai seorang teman, yang berkata, 'Apakah kamu
sungguh-sungguh termasuk orang-orang yang membenarkan (hari berbangkit)'?"
(Ash-Shaffat: 51-52)
Yakni apakah engkau percaya dengan adanya hari berbangkit dan hari
penghisaban serta hari pembalasan. Dia mengatakannya dengan nada heran, tidak
percaya, dan menganggap mustahil, serta ingkar terhadapnya.
{أَئِذَا
مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَدِينُونَ}
Apakah bila kita telah mati dan kita telah menjadi tanah dan tulang
belulang, apakah sesungguhnya kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk
diberi pembalasan? (Ash-Shaffat: 53)
Mujahid dan As-Saddi mengatakan, "Benar-benar akan dihisab."
Ibnu Abbas r.a. dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan, "Benar-benar
akan mendapat pembalasan dari amal perbuatan kita.''
Kedua makna tersebut sahih.
**********
Firman Allah Swt.:
{قَالَ
هَلْ أَنْتُمْ مُطَّلِعُونَ}
Berkata pulalah ia, "Maukah kamu meninjau (temanku itu)?”
(Ash-Shaffat: 54)
Yakni menengoknya.
Kalimat ini dikatakan oleh orang mukmin kepada teman-temannya sesama penghuni
surga.
{فَاطَّلَعَ
فَرَآهُ فِي سَوَاءِ الْجَحِيمِ}
Maka ia meninjaunya, lalu dia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka
menyala-nyala. (Ash-Shaffat: 54)
Ibnu Abbas r.a., Sa'id ibnu Jubair, Khulaid Al-Asri, Qatadah, As-Saddi, dan
Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah berada di
tengah-tengah neraka Jahim.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, makna yang dimaksud ialah berada di
tengah-tengah neraka seakan-akan rupanya seperti bintang yang menyala-nyala
(karena terbakar api neraka).
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa orang mukmin itu
menengok temannya, maka ia melihat batok-batok kepala teman-teman kafirnya yang
ada di neraka mendidih.
Telah diceritakan pula kepada kami bahwa Ka'bul Ahbar pernah mengatakan,
"Sesungguhnya di dalam surga terdapat jendela pengintai. Apabila seorang ahli
surga hendak melihat keadaan musuhnya di neraka, maka ia melongokkan
pandangannya melalui jendela itu ke arah neraka. Karena itu, makin bertambahlah
rasa syukurnya."
{قَالَ
تَاللَّهِ إِنْ كِدْتَ لَتُرْدِينِ}
Ia berkata (pula), "Demi Allah, sesungguhnya kamu benar-benar
hampir mencelakakanku.” (Ash-Shaffat: 56)
Orang mukmin berkata kepada orang kafir (yang ada di dalam neraka), "Demi
Allah, engkau hampir saja mencelakakan diriku sekiranya aku menuruti
kehendakmu."
{وَلَوْلا
نِعْمَةُ رَبِّي لَكُنْتُ مِنَ الْمُحْضَرِينَ}
Jikalau tidaklah karena nikmat Tuhanku, pastilah aku termasuk orang-orang
yang diseret (ke neraka). (Ash-Shaffat: 57)
Yakni sekiranya bukan karena karunia dari Allah, tentulah aku menjadi orang
yang senasib denganmu berada di tengah-tengah neraka Jahim, tempat kamu berada
dan diseret bersamamu ke dalam azab neraka. Tetapi berkat karunia dan rahmat-Nya
kepadaku, maka Dia memberiku petunjuk kepada iman dan membimbingku ke jalan
mengesakan Dia.
{وَمَا
كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ}
Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak
memberi petunjuk kepada kami. (Al-A'raf: 43)
********
Adapun firman Allah Swt.:
{أَفَمَا
نَحْنُ بِمَيِّتِينَ. إِلا مَوْتَتَنَا الأولَى وَمَا نَحْنُ
بِمُعَذَّبِينَ}
Maka apakah kita tidak akan mati, melainkan hanya kematian kita yang
pertama saja (di dunia), dan kita tidak akan disiksa (di akhirat
ini)? (Ash-Shaffat: 58-59)
Ini merupakan kata-kata dari orang mukmin yang merasa kagum dengan pemberian
Allah kepada dirinya berupa kehidupan yang kekal di dalam surga dan bertempat di
tempat yang terhormat tanpa mati dan tanpa azab. Karena itu, disebutkan oleh
firman Allah Swt. selanjutnya:
{إِنَّ
هَذَا لَهُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ}
Sesungguhnya ini benar-benar kemenangan yang besar (Ash-Shaffat:
60)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah
Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar Al-Adni, telah
menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa
Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya kepada penduduk
surga: (Dikatakan kepada mereka), "Makan dan minumlah dengan enak sebagai
balasan dari apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Tur: 19) Bahwa yang dimaksud
dengan Hani-an ialah tidak akan mati lagi di dalam surga. Dan saat itu
berkatalah penghuni surga, sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya: Maka
apakah kita tidak akan mati, melainkan hanya kematian kita yang pertama saja
(di dunia), dan kita tidak akan disiksa (di akhirat ini)?
(Ash-Shaffat: 58-59)
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, mereka mengetahui bahwa pemutus semua
kenikmatan adalah maut. Karena itu, mereka mengatakan: Maka apakah kita tidak
akan mati, melainkan hanya kematian kita yang pertama saja (di dunia),
dan kita tidak akan disiksa (di akhirat ini)? (Ash-Shaffat: 58-59). Lalu
dikatakan kepada mereka bahwa mereka tidak akan mati lagi. Maka mereka menjawab:
Sesungguhnya ini benar-benar kemenangan yang besar. (Ash-Shaffat: 60)
**********
Adapun firman Allah Swt.:
{لِمِثْلِ
هَذَا فَلْيَعْمَلِ الْعَامِلُونَ}
Untuk kemenangan seperti ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja.
(Ash-Shaffat: 61)
Qatadah mengatakan bahwa ini merupakan perkataan penduduk surga.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ini adalah perkataan Allah Swt. yang artinya
'untuk meraih kenikmatan dan kemenangan seperti ini hendaklah orang-orang di
dunia berusaha agar mereka dapat meraihnya kelak di akhirat.'
Mereka mengetengahkan sebuah kisah tentang dua orang lelaki dari kaum Bani
Israil yang keduanya terikat dalam suatu perseroan usaha. Kisah keduanya
berkaitan dengan keumuman makna surat Ash-Shaffat ini.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu
Ibrahim ibnu Habib ibnusy Syahid, telah menceritakan kepada kami Attab ibnu
Basyir, dari Khasif, dari Furat ibnu Sa'labah An-Nahrani sehubungan dengan makna
firman-Nya: Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) mempunyai seorang
teman. (Ash-Shaffat: 51); Di masa dahulu ada dua orang lelaki yang terikat
dalam suatu perseroan. Keduanya berhasil menghimpun dana sebanyak delapan ribu
dinar. Salah seorang dari keduanya mempunyai profesi, sedangkan yang lainnya
tidak; pada akhirnya orang yang mempunyai profesi berkata kepada teman
seperseroannya yang tidak mempunyai profesi, "Kamu tidak mempunyai profesi, maka
tiada pilihan lain bagiku kecuali memecatmu dari perseroan dan memberikan hakmu
yang ada pada perseroan ini." Akhirnya keduanya berbagi harta, lalu perseroan
keduanya bubar. Kemudian lelaki yang berprofesi membeli sebuah rumah dengan
harga seribu dinar. Rumah itu adalah milik seorang raja yang telah mati. Lalu ia
mengundang teman bekas seperseroannya itu, lalu memperlihatkan rumah yang baru
dibeli itu kepadanya seraya berkata kepadanya, "Bagaimanakah pendapatmu tentang
rumah yang baru saya beli dengan harga seribu dinar ini?" Ia menjawab, "Alangkah
indah dan mewahnya." Setelah keluar, ia berkata, "Ya Allah, sesungguhnya temanku
ini telah membeli sebuah rumah dengan harga seribu dinar, dan sesungguhnya aku
memohon kepada-Mu sebuah rumah di surga," lalu ia menyedekahkan uangnya sebanyak
seribu dinar. Setelah itu ia tinggal selama masa yang dikehendaki oleh Allah
Swt. Kemudian lelaki yang mempunyai pekerjaan kawin dengan seorang wanita dengan
mahar sebanyak seribu dinar, dan ia mengundang temannya itu ke perjamuan
pernikahannya. Setelah temannya datang, ia berkata, "Sesungguhnya saya telah
mengawini wanita ini dengan maskawin seribu dinar." Temannya menjawab, "Alangkah
cantiknya dia." Setelah pergi, ia berkata, "Ya Allah, sesungguhnya temanku baru
saja mengawini seorang wanita dengan maskawin seribu dinar, dan sesungguhnya aku
memohon kepada-Mu seorang wanita dari bidadari yang bermata jeli," lalu ia
menyedekahkan uangnya sebanyak seribu dinar. Dan ia tinggal selama masa yang
dikehendaki oleh Allah Swt. Kemudian lelaki yang berprofesi itu membeli dua buah
kebun seharga dua ribu dinar, lalu memanggil temannya dan memperlihatkan kedua
kebun itu kepadanya seraya berkata, "Sesungguhnya aku telah membeli dua kebun
ini seharga dua ribu dinar." Maka ia menjawab, "Alangkah indahnya kebun itu."
Setelah ia keluar dari temannya itu, berkatalah ia, "Ya Allah, sesungguhnya
temanku telah membeli dua kebun seharga dua ribu dinar, dan aku momohon
kepada-Mu dua buah kebun di surga," lalu ia menyedekahkan uangnya yang tinggal
dua ribu dinar itu. Setelah itu malaikat maut datang kepada kedua lelaki
tersebut dan mencabut nyawa keduanya, lalu ia membawa pergi lelaki yang
bersedekah itu dan memasukkannya ke dalam sebuah rumah yang membuatnya kagum.
Tiba-tiba di dalamnya ada seorang wanita yang karena cantiknya sehingga bagian
bawahnya bersinar terang, kemudian memasukkannya ke dalam dua buah kebun dan
dianugerahkan kepadanya sesuatu yang hanya Allah sajalah yang mengetahuinya.
Perawi mengatakan bahwa alangkah miripnya apa yang disebutkan dalam ayat ini
dengan perihal lelaki yang disebutkan dalam riwayat ini.
Selanjutnya malaikat berkata, "Sesungguhnya rumah ini adalah untukmu, begitu
pula kedua kebun ini dan wanita cantik itu." Maka lelaki itu berkata, bahwa
sesungguhnya dahulu ia pernah mempunyai seorang teman yang mengatakan kepadanya:
Apakah kamu sungguh-sungguh termasuk orang-orang yang membenarkan?
(Ash-Shaffat: 52) Dikatakan kepadanya bahwa temannya itu berada di dalam
neraka Jahim. Berkatalah ia, "Maukah kamu meninjau (temanku itu)?"
Maka ia meninjaunya, lalu dia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka
menyala-nyala. (Ash-Shaffat: 54-55) Maka pada saat itu ia berkata: Demi
Allah, sesungguhnya kamu benar-benar hampir mencelakakanku. Jikalau tidaklah
karena nikmat Tuhanku, pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret (ke
neraka). (Ash-Shaffat: 56-57)
Ibnu Jarir selanjutnya mengatakan bahwa riwayat ini memperkuat orang yang
membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
"أَئِنَّكَ
لَمِنَ المُصَّدّقِينَ"
Orang-orang yang menyedekahkan (hartamu). (Ash-Shaffat: 52)
dengan bacaan memakai tasydid, yaitu al-musaddiqin (bukan
al-musdiqin, yang artinya membenarkan hari berbangkit)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu
Arafah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abdur Rahman Al-Abar, telah
menceritakan kepada kami Abu Hafs yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya
kepada Ismail As-Saddi tentang makna ayat berikut, yaitu firrnan-Nya:
Berkatalah seorang di antara mereka, "Sesungguhnya aku dahulu (di dunia)
mempunyai seorang teman, yang berkata Apakah kamu sungguh-sungguh termasuk
orang-orang yang menyedekahkan (hartamu)-?” (Ash-Shaffat: 51-52)
" Ismail As-Saddi berkata, "Mengapa kamu tanyakan hal ini-" Aku menjawab, "Aku
tadi baru saja membacanya, maka aku ingin menanyakan maknanya kepadamu." Ismail
As-Saddi berkata dengan nada tegas, menyuruhnya agar mencamkan kisah berikut.
Yaitu bahwa dahulu di kalangan kaum Bani Israil terdapat dua orang yang
berkongsi; salah seorangnya mukmin, sedangkan yang lainnya kafir. Akhirnya
perseroan keduanya bubar, dan modal mereka ada enam ribu dinar; maka
masing-masing orang mendapat tiga ribu dinar. Keduanya berpisah dan tinggal
dalam jarak masa yang dikehendaki oleh Allah, lalu keduanya bersua. Maka yang
kafir bertanya kepada yang mukmin, "Apakah yang telah engkau lakukan dengan
hartamu? Apakah engkau tanamkan pada sesuatu ataukah engkau mengembangkannya
dalam perniagaan?" Orang yang mukmin berkata kepadanya, "Tidak, lalu apakah yang
telah engkau lakukan dengan hartamu?" Si kafir menjawab, "Kugunakan seribu dinar
untuk membeli tanah, kebun kurma, buah-buahan, dan mata air." Orang mukmin
bertanya, "Benarkah engkau lakukan itu?" Si kafir menjawab, "Ya." Orang yang
mukmin pulang, dan pada malam harinya ia melakukan salat selama apa yang
dikehendaki oleh Allah Swt. Setelah menyelesaikan salatnya ia mengambil seribu
dinar dan meletakkannya di hadapannya, kemudian berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya
si Fulan —yakni temannya yang kafir— telah membeli sebidang tanah, sebuah kebun
kurma dan buah-buahan serta mata air dengan harga seribu dinar, yang bila ia
mati di kemudian hari ditinggalkannya. Ya Allah, sesungguhnya aku membeli
dari-Mu dengan seribu dinar ini sebidang tanah di surga, kebun kurma, dan
buah-buahan serta mata airnya." Pada keesokan harinya ia bagi-bagikan uang
seribu dinar itu kepada kaum fakir miskin. Setelah beberapa waktu berselang
menurut apa yang dikehendaki oleh Allah, keduanya bersua kembali, dan si kafir
bertanya kepada si mukmin; "Apakah yang telah engkau lakukan dengan hartamu,
apakah engkau tanamkan pada sesuatu, ataukah engkau kembangkan dalam berdagang?"
Si mukmin menjawab, "Tidak. Tetapi kamu, apakah yang telah kamu lakukan terhadap
hartamu?" Si kafir menjawab, "Hartaku makin banyak dan sangat berat kulakukan
pengurusan dan pembiayaannya, maka kubeli seorang budak seharga seribu dinar,
lalu kutugaskan untuk bekerja mengurusnya untuk kepentinganku." Si mukmin
bertanya, "Engkau benar lakukan hal itu?" Si kafir menjawab, "Ya." Si mukmin
pulang. Ketika malam hari tiba, ia salat selama yang dikehendaki oleh Allah Swt.
Setelah selesai, ia mengambil seribu dinar. lalu diletakkannya di hadapannya,
kemudian berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya si Fulan —temannya yang kafir itu—
telah membeli seorang budak dengan harga seribu dinar, budak yang ada di dunia
ini, yang di kemudian hari bila ia mati pasti budak itu ditinggalkannya; atau
bila budak itu mati, maka ia ditinggalkan oleh budaknya. Ya Allah, sesungguhnya
aku ingin membeli dari-Mu dengan seribu dinar ini budak yang ada di dalam
surga." Kemudian pada keesokan harinya ia bagi-bagikan uangnya itu kepada kaum
fakir miskin. Selang beberapa lama kemudian menurut apa yang dikehendaki oleh
Allah Swt., keduanya bersua kembali. Maka si kafir bertanya kepada si mukmin,
"Apakah yang telah engkau lakukan dengan hartamu, apakah engkau tanamkan pada
sesuatu ataukah engkau kembangkan dengan berdagang?" Si mukmin menjawab, "Tidak,
lalu apakah yang telah engkau lakukan dengan hartamu itu?" Si kafir menjawab,
"Sebenarnya semua urusanku telah sempurna, terkecuali suatu hal, yaitu si
Fulanah ditinggal mati oleh suaminya. Lalu kulamar dia dengan seribu dinar, maka
dia datang kepadaku sebagai istri dengan membawa seribu dinar dan kelipatannya
yang sama jumlahnya (dari hasil warisannya)." Si mukmin bertanya, "Apakah kamu
memang lakukan hal itu?" Si kafir menjawab, "Ya." Si mukmin pulang. Dan pada
malam harinya ia mengerjakan salat selama yang dikehendaki oleh Allah. Setelah
selesai dari salatnya ia mengambil seribu dinar yang terakhir dari hartanya,
lalu diletakkannya di hadapannya seraya berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya si Fulan
—temannya yang kafir itu—telah mengawini salah seorang wanita di dunia ini
dengan maskawin seribu dinar, yang bila ia mati istrinya itu ditinggalkannya,
atau bila ia mati di kemudian hari istrinya itu membiarkannya. Ya Allah,
sesungguhnya aku melamar kepada-Mu dengan seribu dinar ini bidadari yang bermata
jeli di surga." Pada keesokan harinya ia membagi-bagikan hartanya itu kepada
kaum fakir miskin. Pada akhirnya si mukmin itu tidak memiliki harta sedikit pun.
Lalu ia mengenakan baju gamis dari katun dan jubah dari kain bulu. Selanjutnya
ia mengambil cangkul, lalu disandangnya di pundaknya dengan maksud akan menjadi
tukang gali yang upahnya nanti untuk biaya hidupnya. Ia didatangi oleh seorang
lelaki yang berkata kepadanya, "Hai hamba Allah, maukah engkau menjadi buruh
bulananku sebagai tukang pemelihara hewan ternakku, engkau beri makan
hewan-hewanku itu dan engkau bersihkan kandangnya setiap harinya?" Si mukmin
menjawab, "Saya setuju dan akan saya lakukan pekerjaan itu." Si mukmin itu
bekerja padanya dengan gajian bulanan sebagai tukang mengurusi ternak lelaki
tersebut. Sedangkan pemilik ternak itu setiap harinya selalu mengontrol hasil
pekerjaannya dengan memeriksa ternak-ternaknya. Apabila ia melihat ada seekor
hewan yang kelihatan kurus, maka ia pegang kepala si mukmin itu, lalu
mencekiknya dengan kuat seraya berkata kepadanya, "Rupanya tadi malam kamu curi
gandum makanannya!" Mengalami nasib yang sangat menyakitkan karena bekerja pada
lelaki tersebut, akhirnya si mukmin berkata, "Aku akan mendatangi bekas teman
seperseroanku yang kafir itu, dan aku benar-benar akan bekerja padanya dengan
harapan semoga ia mau memberiku makan setiap hari dan memberiku pakaian yang
kukenakan ini bila telah rusak." Maka berangkatlah ia menuju rumah temannya yang
kafir itu. Ketika sampai di tempatnya ia mencari-cari temannya itu, ternyata
terdapat sebuah bangunan seperti istana yang tinggi menjulang ke langit, dan di
sekitar gedung itu terdapat banyak penjaga pintunya. Lalu ia berkata kepada
mereka, "Mintakanlah izin masuk kepada pemilik gedung ini untukku, karena
sesungguhnya jika kalian sampaikan hal ini kepadanya pasti dia gembira." Mereka
menjawab, "Jika kamu benar, pergilah dan tidurlah (menginaplah) di dekat pintu
ini, maka pada pagi harinya kamu akan bersua dengannya." Maka si mukmin itu
pergi dan menggelarkan separoh dari pakaiannya untuk alas tidurnya, sedangkan
separo yang lain ia gunakan untuk menutupi tubuhnya, lalu ia tidur di tempat
tersebut. Pada pagi harinya temannya yang kafir itu keluar. Ketika si kafir
melihatnya, ia langsung mengenalnya, lalu ia turun dari kendaraannya dan
menjabat tangannya seraya berkata kepadanya, "Mengapa tidak engkau lakukan
terhadap hartamu itu seperti yang aku lakukan terhadap hartaku?" Si mukmin
menjawab, "Memang benar." Si kafir berkata, "Inilah keadaanku dan itulah
keadaanmu." Si mukmin menjawab, "Memang benar." Si kafir bertanya, "Ceritakanlah
kepadaku apakah yang telah engkau lakukan terhadap hartamu?" Ia menjawab,
"Janganlah engkau menanyakan hal itu kepada diriku." Si kafir bertanya, "Lalu
apakah gerangan yang mendorongmu datang kepadaku?" Si mukmin menjawab, "Aku
datang kepadamu untuk bekerja di lahanmu ini dengan imbalan engkau beri aku
makan setiap harinya dan pakaian seperti ini bila apa yang kupakai ini telah
rusak." Si kafir berkata, "Tidak, tetapi aku akan menempatkanmu pada pekerjaan
yang lebih baik daripada apa yang kamu katakan itu. Dan kamu jangan berharap aku
melakukanmu dengan baik sebelum kamu ceritakan kepadaku apa yang telah engkau
lakukan terhadap hartamu itu." Si mukmin menjawab, "Aku mengutangkannya." Si
kafir bertanya, "Kepada siapa?" Si mukmin menjawab, "Kepada Yang Mahakaya lagi
Maha Memenuhi janji-Nya." Si kafir bertanya, "Siapakah dia?" Si mukmin menjawab,
"Allah." Saat itu si kafir masih dalam keadaan menjabat tangannya, lalu mencabut
tangannya dan berkata, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya. "Apakah kamu
sungguh-sungguh termasuk orang-orang yang membenarkan (hari berbangkit)?
Apakah bila kita telah mati dan kita telah menjadi tanah dan tulang belulang,
apakah sesungguhnya kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi
pembalasan?" (Ash-Shaffat: 52-53) - Menurut As-Saddi, madinima
artinya dihisab (untuk diberi pembalasan)- Akhirnya si kafir itu pergi
meninggalkannya. Setelah si mukmin melihat si kafir itu bersikap demikian
terhadapnya tanpa memberi harapan, maka ia pulang dan tidak menggangu si kafir
lagi. Si mukmin hidup sengsara selama suatu masa, dan si kafir hidup mewah dalam
suatu masa. Pada hari kiamat nanti manakala Allah telah memasukkan orang mukmin
itu ke dalam surga, ia merasa terkejut dengan adanya lahan dan kebun kurma serta
buah-buahan dan mata air. Maka ia bertanya, "Kepunyaan siapakah ini?" Dikatakan
kepadanya, "Ini semua adalah milikmu." Ia berkata, "Subhanallah", apakah
keutamaan amalku sampai kepada tingkatan yang membuatku mendapat pahala seperti
ini?" Ia berjalan lagi di dalam surga itu, dan ternyata ia menjumpai banyak
budak yang jumlahnya tidak terhitung, lalu ia bertanya, "Untuk siapakah
budak-budak ini?" Dikatakan kepadanya," Mereka adalah untukmu." Ia berkata,
Subhanallah, apakah keutamaan amalku sampai kepada tingkatan yang
menyebabkan aku mendapat pahala seperti ini?" Kemudian ia berjalan lagi,
tiba-tiba ia menjumpai sebuah kubah yang terbuat dari yaqut merah yang berongga,
di dalamnya terdapat bidadari-bidadari yang cantik-cantik lagi bermata jeli.
Lalu ia bertanya, 'Untuk siapakah ini?" Dikatakan kepadanya, "Semuanya itu
adalah untukmu. Ia berkata "Subhanallah, apakah keutamaan amalku sampai
ke tingkatan ini yang menjadikan diriku mendapat balasan seperti ini? Kemudian
ia teringat temannya yang kafir itu, lalu berkata: Sesungguhnya aku dahulu
(di dunia) mempunyai seorang teman, yang berkata, "Apakah kamu
sungguh-sungguh termasuk orang-orang yang membenarkan (hari berbangkit)'
Apakah bila kita telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang
apakah sesungguhnya kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi
pembalasan?" (Ash-Shaffat: 51-52) Surga berada di tempat yang tinggi, dan
neraka berada di tempat yang paling bawah. Lalu Allah memperlihatkan kepadanya
temannya itu berada di tengah-tengah neraka di antara penghuni neraka lainnya.
Ketika orang mukmin itu melihatnya, ia langsung mengenalnya dan berkata: Demi
Allah, sesungguhnya kamu benar-benar hampir mencelakakanku. Jikalau tidaklah
karena nikmat Tuhanku pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret (ke
neraka). Maka apakah kita tidak akan mati, melainkan hanya kematian kita yang
pertama saja (di dunia), dan kita tidak akan disiksa (di akhirat
ini)? Sesungguhnya ini benar-benar kemenangan yang besar. Untuk kemenangan
serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja. (Ash-Shaffat: 56-61)
Yakni mengerjakan amal perbuatan yang semisal untuk meraih pahala tersebut.
Kemudian orang mukmin itu teringat akan penderitaan yang telah dia alami semasa
hidup di dunia. Maka sepanjang ingatannya tiada suatu penderitaan di dunia pun
yang telah dilaluinya lebih keras bila dibandingkan dengan penderitaan saat
mati.