Tafsir Surat Ath-Thur, ayat 1-16
{وَالطُّورِ
(1) وَكِتَابٍ مَسْطُورٍ (2) فِي رَقٍّ مَنْشُورٍ (3) وَالْبَيْتِ الْمَعْمُورِ (4)
وَالسَّقْفِ الْمَرْفُوعِ (5) وَالْبَحْرِ الْمَسْجُورِ (6) إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ
لَوَاقِعٌ (7) مَا لَهُ مِنْ دَافِعٍ (8) يَوْمَ تَمُورُ السَّمَاءُ مَوْرًا (9)
وَتَسِيرُ الْجِبَالُ سَيْرًا (10) فَوَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ (11)
الَّذِينَ هُمْ فِي خَوْضٍ يَلْعَبُونَ (12) يَوْمَ يُدَعُّونَ إِلَى نَارِ
جَهَنَّمَ دَعًّا (13) هَذِهِ النَّارُ الَّتِي كُنْتُمْ بِهَا تُكَذِّبُونَ (14)
أَفَسِحْرٌ هَذَا أَمْ أَنْتُمْ لَا تُبْصِرُونَ (15) اصْلَوْهَا فَاصْبِرُوا أَوْ
لَا تَصْبِرُوا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
(16) }
Demi Bukit, Dan Kitab yang ditulis, pada lembaran yang terbuka, dan demi
Baitul Ma’mur dan atap yang ditinggikan (langit), dan laut yang di dalam
tanahnya ada api, sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi, tidak seorang pun
yang dapat menolaknya, pada hari ketika langit benar-benar berguncang, dan
gunung benar-benar berjalan. Maka kecelakaan yang besarlah di hari itu bagi
orang-orang yang mendustakan, (yaitu) orang-orang yang bermain-main dalam
kebatilan, pada hari mereka didorong ke neraka Jahanam dengan sekuat-kuatnya.
(Dikatakan kepada mereka), "Inilah neraka yang dahulu kamu selalu
mendustakannya.” Maka apakah ini sihir? Ataukah kamu tidak melihat. Masuklah
kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya), maka baik kamu bersabar atau
tidak, sama saja bagimu; kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu
kerjakan.
Allah Swt. bersumpah dengan menyebut beberapa makhluk-Nya yang menunjukkan
akan Kekuasaan-Nya yang besar, bahwa azab-Nya pasti akan menimpa
musuh-musuh-Nya. Dan bahwa tiada seorang pun yang dapat menolak azab itu dari
mereka.
Thur artinya gunung yang mempunyai pohon-pohonan seperti bukit tempat
Allah berbicara langsung kepada Musa a.s. dan pengangkatan Isa menjadi
rasuI-Nya. Bukit atau gunung yang tiada pepohonannya bukan dinamakan Thur,
melainkan dinamakan Jabal.
{وَكِتَابٍ
مَّسْطُورٍ}
dan Kitab yang ditulis. (Ath-Thur: 2)
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud adalah Lauh Mahfuz, dan menurut
pendapat yang lain artinya kitab-kitab yang diturunkan yang tertulis untuk
dibacakan kepada manusia dengan terang-terangan. Karena itulah disebutkan dalam
firman berikutnya:
{فِي
رَقٍّ مَنْشُورٍ وَالْبَيْتِ الْمَعْمُورِ}
pada lembaran yang terbuka, dan demi Baitul Ma'mur. (Ath-Thur:
3-4)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. dalam hadis
Isra-nya sesudah melampaui langit yang ketujuh menceritakan melalui
sabdanya:
"ثُمَّ
رُفِعَ بِي إِلَى الْبَيْتِ الْمَعْمُورِ، وَإِذَا هُوَ يَدْخُلُهُ فِي كُلِّ
يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفًا لَا يَعُودُونَ إِلَيْهِ آخِرَ مَا
عَلَيْهِمْ"
Kemudian aku dinaikkan ke Baitul Ma’mur, dan ternyata Baitul Ma’mur itu
setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu (malaikat) yang tidak
kembali lagi kepadanya sampai yang terakhir dari mereka.
Yakni mereka melakukan ibadah di dalamnya dan tawaf di sekelilingnya
sebagaimana ahli bumi melakukan tawaf di Ka'bah mereka. Demikian pula Baitul
Ma'mur, ia adalah Ka'bah penduduk langit yang ketujuh, karena itulah Nabi Saw.
menjumpai Nabi Ibrahim a.s. Al-Khalil sedang menyandarkan punggungnya di Baitul
Ma'mur. Karena beliau a.s. adalah orang yang membangun Ka'bah di bumi, maka
pahala yang diterimanya adalah dari jenis amal. Letak Baitul Ma'mur itu adalah
lurus di atas Ka'bah; dan pada tiap-tiap langit terdapat Ka'bahnya tersendiri
sebagai tempat mereka melakukan ibadah dan salat dengan menghadap kepadanya.
Ka'bah yang ada di langit yang terdekat dinamakan Baitul Tzzah; hanya Allah-lah
Yang Maha Mengetahui.
وَقَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ،
حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ جَنَاحٍ، عَنِ
الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "فِي السَّمَاءِ السَّابِعَةِ
بَيْتٌ يُقَالُ لَهُ: "الْمَعْمُورُ"؛ بِحِيَالِ الْكَعْبَةِ، وَفِي السَّمَاءِ
الرَّابِعَةِ نَهْرٌ يُقَالُ لَهُ: "الْحَيَوَانُ" يَدْخُلُهُ جِبْرِيلُ كُلَّ
يَوْمٍ، فَيَنْغَمِسُ فِيهِ انْغِمَاسَةً، ثُمَّ يَخْرُجُ فَيَنْتَفِضُ
انْتِفَاضَةً يَخِرُّ عَنْهُ سَبْعُونَ أَلْفَ قَطْرَةٍ، يَخْلُقُ اللَّهُ مِنْ
كُلِّ قَطْرَةٍ مَلَكَا يُؤْمَرُونَ أَنْ يَأْتُوا الْبَيْتَ الْمَعْمُورَ،
فَيُصَلُّوا فِيهِ فَيَفْعَلُونَ، ثُمَّ يَخْرُجُونَ فَلَا يَعُودُونَ إِلَيْهِ
أَبَدًا، وَيُوَلِّي عَلَيْهِمْ أَحَدَهُمْ، يُؤْمَرُ أَنْ يَقِفَ بِهِمْ مِنَ
السَّمَاءِ مَوْقِفًا يُسَبِّحُونَ اللَّهَ فِيهِ إِلَى أَنْ تَقُومَ
السَّاعَةُ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku telah
menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami
Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Janah, dari
Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang
telah bersabda: Pada langit yang ketujuh terdapat sebuah Bait yang dinamakan
Al-Ma’mur lurus di atas Ka'bah. Dan pada langit yang keempat terdapat sebuah
sungai yang dikenal dengan nama Sungai Kehidupan; Malaikat Jibril memasuki
sungai itu setiap harinya dan menyelam di dalamnya sekali selam, kemudian ia
keluar dan mengibaskan sayapnya, maka berhamburanlah darinya sebanyak tujuh
puluh ribu tetes air. Allah menciptakan seorang malaikat dari tiap-tiap
tetesnya, dan mereka diperintahkan untuk mendatangi Baitul Ma'mur, lalu
mengerjakan salat padanya. Maka mereka mengerjakannya, setelah itu mereka keluar
dan tidak kembali lagi padanya selama-lamanya. Dan seorang malaikat dari mereka
diserahi untuk memimpin mereka, kemudian ia diperintahkan untuk membawa mereka
berdiri di suatu tempat di langit untuk melakukan tasbih (menyucikan)
Allah Swt. padanya hingga hari kiamat tiba.
Hadis ini garib sekali, Rauh ibnu Janah meriwayatkannya secara munfarid,
dia adalah seorang Quraisy Al-Umawi, maula mereka adalah Abu Sa'id
Ad-Dimasyqi. Sejumlah jamaah telah menilai hadis ini munkar, antara lain
ialah Al-Juzjani, Al-Uqaili, Al-Hakim, Abu Abdullah An-Naisaburi, dan
lain-lainnya. Imam Hakim mengatakan bahwa tiada dalil asal bagi hadis ini, baik
melalui hadis Abu Hurairah maupun dari Sa'id atau Az-Zuhri.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad ibnus Sirri,
telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Sammak ibnu Harb, dari Khalid
ibnu Ur'urah, bahwa seorang lelaki bertanya kepada sahabat Ali, "Apakah Baitul
Ma'mur itu?" Ali r.a. menjawab, "Ia adalah suatu Bait yang ada di langit
dikenal dengan nama Ad-Darrah. letaknya tepat lurus di atas Ka'bah; kesuciannya
di langit sama dengan kesucian Baitullah yang ada di bumi. Setiap hari
terdapat tujuh puluh ribu malaikat yang mengerjakan salat padanya, kemudian
mereka tidak kembali lagi kepadanya untuk selama-lamanya." Hal yang sama telah
diriwayatkan oleh Syu'bah dan Sufyan As'-Sauri. dari Sammak. Pada riwayat
keduanya disebutkan bahwa orang yang menanyakan hal itu adalah Ibnul Kawa.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Talq ibnu Ganam,
dari Zaidah, dari Asim, dari Ali ibnu Rabi'ah yang menceritakan bahwa Ibnul Kawa
pernah bertanya kepada Ali r.a. tentang Baitul Ma'mur. Maka Ali r.a. menjawab,
"Baitul Ma'mur adalah sebuah masjid yang ada di langit, yang dikenal dengan nama
Ad-Darrah. Setiap hari dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat, kemudian mereka
tidak kembali lagi kepadanya selama-lamanya." Ibnu Jarir telah meriwayatkannya
pula melalui hadis AbutTufail, dari Ali dengan lafaz yang semisal.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Baitul Ma'mur adalah suatu
Baitullah yang terletak berhadapan dengan "Arasy, diramaikan oleh para
malaikat yang melakukan salat di dalamnya setiap harinya sebanyak tujuh puluh
ribu malaikat, kemudian mereka tidak kembali lagi kepadanya. Hal yang sama
dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, dan sejumlah ulama Salaf.
Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Saddi mengatakan, telah diceritakan
kepada kami bahwa Rasulullah Saw. pernah bertanya kepada sahabat-sahabatnya,
"هَلْ
تَدْرُونَ مَا الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ؟ " قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ.
قَالَ: "فَإِنَّهُ مَسْجِدٌ فِي السَّمَاءِ بِحِيَالِ الْكَعْبَةِ، لَوْ خَرَّ
لَخَرَّ عَلَيْهَا، يُصَلَّى فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ، إِذَا
خَرَجُوا مِنْهُ لَمْ يَعُودُوا آخِرَ مَا عَلَيْهِمْ".
"Tahukah kalian, apakah Baitul Ma'mur itu?" Mereka menjawab, "Allah
dan Rasul-Nya lebih mengetahui.'" Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya
Baitul Ma’mur itu adalah sebuah masjid di langit tepat di atas Ka 'bah.
Seandainya terjatuh, niscaya akan menimpa Ka 'bah; ada tujuh puluh ribu malaikat
yang mengerjakan salat di dalamnya. Apabila mereka keluar darinya, mereka tidak
kembali lagi kepadanya hingga yang paling akhir dari mereka.
Lain halnya dengan Ad-Dahhak. ia menduga bahwa yang meramaikannya adalah
sejumlah malaikat yang dikenal dengan nama jin, salah satu kabilah dari iblis;
hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالسَّقْفِ
الْمَرْفُوعِ}
dan atap yang ditinggikan (langit). (Ath-Thur: 5)
Sufyan As'-Sauri, Syu'bah, dan Abul Ahwas telah meriwayatkan dari Sammak,
dari Khalid ibnu Ur'urah, dari Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
atap yang ditinggikan. (Ath-Thur: 5) Yakni langit.
Sufyan mengatakan bahwa lalu Khalid ibnu Ur'urah membaca firman-Nya:
{وَجَعَلْنَا
السَّمَاءَ سَقْفًا مَحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ}
Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedangkan
mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat
padanya. (Al-Anbiya: 32)
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, As-Saddi, Ibnu Juraij, dan
Ibnu Zaid, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah 'Arasy; 'Arasy
adalah atap bagi semua makhluk. Apa yang dikatakannya itu cukup beralasan, dan
ini merupakan salah satu pendapat sama dengan yang lainnya, menurut jumhur
ulama.
Firman Allah Swt.:
{وَالْبَحْرِ
الْمَسْجُورِ}
dan laut yang di dalam tanahnya ada api. (Ath-Thur: 6)
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah perairan yang
ada di bawah 'Arasy, yang darinya Allah Swt. menurunkan hujan yang dapat
menghidupkan semua jasad di dalam kuburnya di hari semua makhluk dikembalikan
(kepada-Nya). Jumhur ulama mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah lautan
ini. Dan mengenai makna firman-Nya, "Al-Masjur" masih diperselisihkan.
Sebagian dari mereka mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah laut itu kelak
di hari kiamat akan dinyalakan menjadi api, seperti pengertian yang terdapat di
dalam firman-Nya:
{وَإِذَا
الْبِحَارُ سُجِّرَتْ}
dan apabila lautan dipanaskan. (At-Takwir: 6)
Yakni dinyalakan sehingga menjadi api yang bergejolak yang meliputi semua
ahlul mauqif (orang-orang yang di Padang Mahsyar).
Sa'id ibnul Musayyab telah meriwayatkan hal ini dari Ali ibnu Abu Talib. Hal
yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dan pendapat yang sama dikatakan
oleh Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair, dan
lain-lainnya.
Al-Ala ibnu Badr mengatakan bahwa sesungguhnya laut itu dikatakan
al-masjur karena airnya tidak dapat diminum dan tidak dapat dijadikan
sebagai pengairan tetumbuhan; hal yang sama terjadi pada semua laut kelak di
hari kiamat.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Al-Ala ibnu Badr.
Diriwiyatkan dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa makna masjur ialah yang
dilepaskan.
Qatadah mengatakan, masjur artinya yang penuh; pendapat inilah yang
dipilih oleh Ibnu Jarir, alasannya ialah karena laut di masa sekarang bukanlah
bahan bakar, melainkan makna yang dimaksud adalah penuh. Menurut pendapat yang
lainnya lagi, makna yang dimaksud ialah kosong.
Al-Asmu'i telah meriwayatkan dari Abu Amr ibnul Ala, dari Zur-Rummah, dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan laut yang di dalam
tanahnya ada api. (Ath-Thur: 6) Bahwa makna yang dimaksud ialah 'dan laut
yang kosong (kering)'; suatu umat keluar untuk mencari air minum, lalu mereka
mengatakan, "Sesungguhnya telaga itu kini telah kering."
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih dalam
Masanidusy Syu'ara.
Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud dengan masjur ialah yang
terhalang dan tercegah dari bumi (daratan) agar jangan memenuhinya karena akan
menenggelamkan para penghuninya.
Demikianlah menurut Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama
dikatakan oleh As-Saddi dan lain-lainnya, hal yang semakna ditunjukkan oleh
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah di dalam kitab
musnadnya. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا
يَزِيدُ، حَدَّثَنَا الْعَوَّامُ، حَدَّثَنِي شَيْخٌ كَانَ مُرَابِطًا بِالسَّاحِلِ
قَالَ: لَقِيتُ أَبَا صَالِحٍ مَوْلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ: حَدَّثَنَا
عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "لَيْسَ مِنْ لَيْلَةٍ إِلَّا وَالْبَحْرُ يُشْرِفُ فِيهَا ثَلَاثَ
مَرَّاتٍ، يَسْتَأْذِنُ اللَّهَ أَنْ يَنْفَضِخَ عَلَيْهِمْ، فَيَكُفُّهُ اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ"
telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami
Al-Awwam, telah menceritakan kepadaku seorang syekh yang berjaga-jaga di pantai,
ia mengatakan bahwa ia pernah bersua dengan Abu Saleh maula Umar ibnul Khattab.
Lalu ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Umar ibnul Khattab, dari
Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Tiada suatu malam pun melainkan laut
muncul padanya sebanyak tiga kali meminta izin kepada Allah Swt. untuk
membanjiri mereka (manusia yang ada di daratan), tetapi Allah Swt.
mencegahnya.
قَالَ
الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْإِسْمَاعِيلِيُّ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ،
عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ رَاهَوَيْهِ، عَنْ يَزِيدَ -وَهُوَ ابْنُ هَارُونَ-عَنِ
الْعَوَّامِ بْنِ حَوْشَبٍ، حَدَّثَنِي شَيْخٌ مُرَابِطٌ قَالَ: خَرَجْتُ لَيْلَةً
لِحَرَسِي لَمْ يَخْرُجْ أَحَدٌ مِنَ الْحَرَسِ غَيْرِي، فَأَتَيْتُ الْمِينَاءَ
فَصَعِدْتُ، فَجَعَلَ يُخَيَّلُ إليَّ أَنَّ الْبَحْرَ يُشْرِفُ يُحَاذِي رُءُوسَ
الْجِبَالِ، فُعِلَ ذَلِكَ مِرَارًا وَأَنَا مُسْتَيْقِظٌ، فَلَقِيتُ أَبَا صَالِحٍ
فَقَالَ: حَدَّثَنَا عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ لَيْلَةٍ إِلَّا وَالْبَحْرُ يُشْرِفُ
ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، يَسْتَأْذِنُ اللَّهَ أَنْ يَنْفَضِخَ عَلَيْهِمْ، فَيَكُفُّهُ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ".
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Ismaili mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Al-Hasan ibnu Sufyan, dari Ishaq ibnu Rahawaih, dari Yazid ibnu Harun, dari
Al-Awam ibnu Hausyab, telah menceritakan kepadaku seorang syekh yang sedang
berjaga-jaga, bahwa di suatu malam ia berjaga di posnya; tiada seorang penjaga
pun yang keluar di malam itu selain dirinya. Lalu ia mendatangi pelabuhan dan
menaiki tempat yang tinggi. Maka diilusikan kepadanya bahwa seakan-akan laut
muncul hingga ketinggiannya menyamai puncak-puncak bukit. Hal itu terjadi selama
berkali-kali, padahal aku dalam keadaan berjaga (tidak tidur). Maka ia menemui
Abu Saleh (dan menanyakan kejadian itu kepadanya), lalu Abu Saleh berkata bahwa
telah menceritakan kepada kami Umar ibnul Khattab, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Tiada suatu malam pun melainkan laut mengalami pasang sebanyak tiga
kali meminta izin kepada Allah Swt. untuk membanjiri (menenggelamkan)
mereka, tetapi Allah Swt. mencegahnya.
Di dalam sanad hadis ini terdapat seorang lelaki yang tidak dikenal lagi
tidak disebutkan namanya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ
عَذَابَ رَبِّكَ لَوَاقِعٌ}
Sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi. (Ath-Thur: 7)
Ini adalah subjek dari sumpah, artinya benar-benar pasti terjadi terhadap
orang-orang kafir. Seperti yang disebutkan dalam ayat selanjutnya:
{مَا
لَهُ مِنْ دَافِعٍ}
tidak seorang pun yang dapat menolaknya. (Ath-Thur: 8)
Yakni tiada seorang pun yang dapat menolak azab itu dari mereka, jika Allah
menghendakinya terhadap mereka.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami
ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Daud, dari Saleh Al-Murri, dari
Ja'far ibnu Zaid Al-Abdi yang mengatakan bahwa Khalifah Umar r.a. keluar di
suatu malam untuk meninjau kota Madinah. Lalu ia melewati rumah seorang muslim
yang secara kebetulan sedang berdiri mengerjakan salatnya, maka Umar r.a.
berhenti mendengarkan bacaannya. Lelaki itu membaca firman-Nya: Demi bukit.
(Ath-Thur: 1) sampai dengan firman Allah Swt.: sesungguhnya azab Tuhanmu
pasti terjadi, tidak seorang pun yang dapat menolaknya. (Ath-Thur: 7-8) Lalu
Umar berkata, "Demi Tuhan Yang memiliki Ka'bah, ini adalah sumpah yang hak
(benar)." Lalu Umar turun dari keledainya dan bersandar pada dinding dan diam
dalam waktu yang cukup lama. Kemudian pulang ke rumahnya, sesudah itu ia tinggal
di rumahnya selama sebulan, dijenguk oleh banyak orang tanpa mereka ketahui apa
penyebab sakitnya.
Imam Abu Ubaid di dalam kitab Fadailul Qur’an mengatakan telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami
Hisyam ibnu Hassan, dari Al-Hasan, bahwa Umar r.a. membaca firman-Nya:
sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi, tidak seorang pun yang dapat
menolaknya. (Ath-Thur: 7-8) Maka Umar pun sakit keras karenanya selama dua
puluh hari, yang selama itu banyak orang menjenguknya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَوْمَ
تَمُورُ السَّمَاءُ مَوْرًا}
pada hari ketika langit benar-benar berguncang. (Ath-Thur: 9)
Ibnu Abbas dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah pada hari
ketika langit berguncang. Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas r.a. bahwa yang
dimaksud ialah mengalami keretakan-keretakan.
Mujahid mengatakan, makna yang dimaksud ialah berputar-putar, Ad-Dahhak
mengatakan langit bergerak-gerak dan berputar karena diperintahkan oleh Allah
Swt. dan sebagian darinya mengguncang sebagian yang lain. Inilah yang dipilih
oleh Ibnu Jarir, bahwa yang dimaksud dengan mauran ialah gerakan yang
berputar-putar. Lalu Abu Ubaidah alias Ma'mar ibnul Musanna menyitir suatu bait
syair Al-A'sya:
كَأَنَّ
مشْيَتَها مِنْ بيتِ جَارتها ...
مَورُ السَّحَابَةِ لَا رَيْثٌ وَلَا عَجَلُ
Seakan-akan cara jalan si dia
(kekasihnya) dari
rumah tetangganya bagaikan gerakan awan, tidak pelan dan tidak pula
cepat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَتَسِيرُ
الْجِبَالُ سَيْرًا}
dan gunung benar-benar berjalan. (Ath-Thur: 10)
Yakni lenyap dari tempatnya dan menjadi debu serta meledak dengan
sehebat-hebatnya.
{فَوَيْلٌ
يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ}
Maka kecelakaan yang besarlah di hari itu bagi orang-orang yang
mendustakan. (Ath-Thur: 11)
Artinya, celakalah mereka karena azab dan pembalasan serta siksaan Allah yang
ditimpakan kepada mereka.
{الَّذِينَ
هُمْ فِي خَوْضٍ يَلْعَبُونَ}
(yaitu) orang-orang yang bermain-main dalam kebatilan. (Ath-Thur:
12)
Mereka selama hidup di dunia tenggelam di dalam kebatilannya dan menjadikan
agama mereka sebagai main-mainan dan olok-olokan.
{يَوْمَ
يُدَعُّونَ}
pada hari mereka didorong. (Ath-Thur: 13)
Maksudnya, didorong dan digiring.
{إِلَى
نَارِ جَهَنَّمَ دَعًّا}
ke neraka Jahanam dengan sekuat-kuatnya. (Ath-Thur: 13)
Mujahid, Asy-Sya'bi, Muhammad ibnu Ka'b, Ad-Dahhak, As-Saddi, dan As-Sauri
mengatakan bahwa mereka didorong ke dalam neraka dengan sekuat-kuatnya.
{هَذِهِ
النَّارُ الَّتِي كُنْتُمْ بِهَا تُكَذِّبُونَ}
(Dikatakan kepada mereka), 'Inilah neraka yang dahulu kamu selalu
mendustakannya.” (Ath-Thur: 14)
Malaikat Zabaniyah atau juru siksa mengatakan hal tersebut kepada mereka
sebagai cemoohan dan kecaman.
{أَفَسِحْرٌ
هَذَا أَمْ أَنْتُمْ لَا تُبْصِرُونَ اصْلَوْهَا}
Maka apakah ini sihir? Ataukah kamu tidak melihat. Masuklah kamu ke
dalamnya (rasakanlah panas apinya). (Ath-Thur: 15-16)
Yaitu masukilah neraka ini dan rasakanlah panas apinya yang membakar kalian
dari semua arah.
{فَاصْبِرُوا
أَوْ لَا تَصْبِرُوا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ}
maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu. (Ath-Thur:
16)
Yakni baik kamu bersabar mengalami azab dan siksanya ataukah tidak sabar,
tiadajalan lain bagi kalian darinya dan kalian tidak dapat menghindar
darinya.
{إِنَّمَا
تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
sesungguhnya kamu hanya diberi apa yang telah kamu kerjakan.
(Ath-Thur: 16)
Allah tidak akan berbuat aniaya terhadap seorang pun, bahwa masing-masing
mendapat balasan sesuai amal perbuatannya.