Tafsir Surat An-Najm, ayat 5-18
{عَلَّمَهُ
شَدِيدُ الْقُوَى (5) ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى (6) وَهُوَ بِالأفُقِ الأعْلَى (7)
ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى (8) فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى (9) فَأَوْحَى
إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى (10) مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى (11)
أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى (12) وَلَقَدْ رَآهُ نزلَةً أُخْرَى (13) عِنْدَ
سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (14) عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (15) إِذْ يَغْشَى
السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (16) مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى (17) لَقَدْ رَأَى
مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى (18) }
yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, yang mempunyai akal yang
cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli,
sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah
dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung
busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada
hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak
mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kamu (musyrik Mekah)
hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya
Muhammad telah melihat Jibril itu' (dalam rupanya yang asli) pada waktu
yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat
tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh
sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari
yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah
melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya yang paling besar.
Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang hamba dan Rasul-Nya, yaitu Nabi
Muhammad Saw. Bahwa Jibril telah mengajarkan kepadanya apa yang harus ia
sampaikan kepada manusia.
{شَدِيدُ
الْقُوَى}
yang sangat kuat. (An-Najm: 5)
Yakni malaikat yang sangat kuat, yaitu Malaikat Jibril a.s. Ayat ini semakna
dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّهُ
لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ. ذِي قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ. مُطَاعٍ
ثَمَّ أَمِينٍ}
Sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh)
utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai
kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arasy yang ditaati di sana (di
alam malaikat) lagi dipercaya. (At-Takwir: 19-21)
Dan di dalam surat ini disebutkan melalui firman-Nya:
{ذُو
مِرَّةٍ}
Yang mempunyai akal yang cerdas. (An-Najm: 6)
Yaitu yang mempunyai kekuatan, menurut Mujahid, Al-Hasan, dan Ibnu Zaid.
Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang mempunyai
penampilan yang bagus.
Qatadah mengatakan yang mempunyai bentuk yang tinggi lagi bagus.
Pada hakikatnya tiada pertentangan di antara kedua pendapat di atas karena
sesungguhnya Jibril a.s. itu mempunyai penampilan yang baik, mempunyai kekuatan
yang hebat.
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan melalui Ibnu Umar dan Abu Hurairah
r.a. dengan sanad yang sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"لَا
تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لغنيٍّ، وَلَا لِذِي مِرَّةٍ سَوِيّ"
Sedekah (zakat) itu tidak halal bagi orang yang berkecukupan dan
tidak halal (pula) bagi orang yang mempunyai kekuatan yang
sempurna.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَاسْتَوَى}
dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli.
(An-Najm: 6)
Yang dimaksud ialah Jibril a.s. menurut Al-Hasan, Mujahid, Qatadah, dan
Ar-Rabi' ibnu Anas.
{وَهُوَ
بِالأفُقِ الأعْلَى}
sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi. (An-Najm: 7)
Yakni Jibril bertengger di ufuk yang tinggi, menurut Ikrimah dan lain-lainnya
yang bukan hanya seorang.
Ikrimah mengatakan bahwa ufuk atau cakrawala yang tertinggi adalah tempat
yang datang darinya cahaya subuh.
Mujahid mengatakan tempat terbitnya matahari.
Qatadah mengatakan tempat yang darinya siang datang. Hal yang sama dikatakan
oleh Ibnu Zaid dan lain-lainnya
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah
menceritakan kepada kami Masraf ibnu Amr Al-Yami Abul Qasim, telah menceritakan
kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Talhah ibnu Masraf, telah
menceritakan kepadaku ayahku, dari Al-Walid ibnu Qais, dari Ishaq ibnu Abul
Kahtalah, yang tiada diragukan lagi ia menerimanya dari Ibnu Mas'ud, bahwa
Rasulullah Saw. tidak melihat rupa asli Malaikat Jibril kecuali sebanyak dua
kali. Dan pertama kalinya beliau Saw. meminta Jibril untuk memperlihatkan rupa
aslinya kepada beliau, maka ternyata rupa asli Jibril a.s. menutupi semua
cakrawala. Dan yang kedua kalinya di saat beliau Saw. naik bersamanya, hal
inilah yang disebutkan oleh firman-Nya: sedangkan dia berada di ufuk yang
tinggi. (An-Najm: 7)
Ibnu Jarir sehubungan dengan ayat ini mengemukakan suatu pendapat yang tidak
pernah dikatakan oleh seorang pun selain dia, yang kesimpulannya menyebutkan
bahwa malaikat yang sangat kuat lagi mempunyai akal yang cerdas ini, dia
bersama-sama dengan Nabi Muhammad Saw. bertengger di ufuk cakrawala
bersama-sama, yaitu dalam malam Isra. Demikianlah bunyi teks pendapat
Ibnu Jarir, tetapi tiada seorang ulama pun yang setuju dengan pendapatnya ini.
Selanjutnya Ibnu Jarir mengemukakan alasan pendapatnya ditinjau dari segi bahasa
Arab. Dia mengatakan bahwa ayat ini mempunyai makna yang sama dengan apa yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{أَئِذَا
كُنَّا تُرَابًا وَآبَاؤُنَا}
Apakah setelah kita menjadi tanah dan (begitu pula) bapak-bapak
kita. (An-Naml: 67)
Lafaz al-aba di-ataf-kan kepada damir yang terkandung di
dalam kunna tanpa menampakkan nahnu. Begitu pula halnya dengan
ayat ini disebutkan oleh firman-Nya, "Fastawa, wahuwa," maka Jibril dan
dia bertengger di cakrawala yang tertinggi.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa Imam Al-Farra telah meriwayatkan dari sebagian
orang Arab Badui yang telah mengatakan dalam suatu bait syairnya:
أَلَمْ
تَرَ أَنَّ النبعَ يَصْلُبُ عُودُه ...
وَلَا يَسْتَوي والخرْوعُ المُتَقصِّفُ
Tidakkah kamu lihat bahwa kayu naba'
(untuk busur) kuat
lagi liat batangnya, tetapi tidak sama dengan kayu khuru' yang mudah
patah.
Alasan yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir dari segi bahasa cukup membantunya,
tetapi tidak dapat membantunya bila ditinjau dari segi konteksnya. Karena
sesungguhnya penglihatan Nabi Saw. terhadap bentuk asli Malaikat Jibril bukan
terjadi di malam Isra, melainkan sebelumnya. Yaitu saat Rasulullah Saw.
sedang berada di bumi (bukan di langit), lalu Jibril turun menemuinya, lalu
mendekatinya hingga berada dekat sekali dengannya, sedangkan ia dalam rupa
aslinya seperti pada saat diciptakan oleh Allah Swt., yaitu mempunyai enam ratus
sayap. Kemudian Nabi Saw. melihatnya lagi di lain waktu di dekat Sidratil
Muntaha, yaitu di malam Isra.
Penglihatan pertama terjadi, pada masa permulaan beliau Saw. diangkat menjadi
utusan, yaitu pada saat pertama kalinya Malaikat Jibril datang menemuinya, lalu
Allah Swt. mewahyukan kepadanya permulaan surat Al-'Alaq, setelah itu wahyu
mengalami fatrah (kesenjangan), yang di masa-masa itu acapkali Nabi Saw.
pergi ke puncak bukit untuk menjatuhkan diri dari atas. Tetapi setiap kali
beliau Saw. hendak menjatuhkan dirinya, Jibril memanggilnya dari angkasa, "Hai
Muhammad, engkau adalah utusan Allah, dan aku Malaikat Jibril!"
Maka tenanglah hati beliau Saw., tidak gelisah lagi. Tetapi ketika masa itu
cukup lama, maka Nabi Saw. kembali hendak melakukan tindakan tersebut, hingga
pada akhirnya Jibril a.s. menampakkan dirinya kepada beliau, yang saat itu
beliau sedang berada di Abtah. Jibril menampakkan rupa aslinya sejak ia
diciptakan oleh Allah, yaitu mempunyai enam ratus buah sayap. Rupa aslinya itu
menutupi semua cakrawala langit karena besarnya yang tak terperikan. Lalu Jibril
mendekatinya dan mewahyukan kepadanya apa yang diperintahkan oleh Allah Swt.
kepadanya. Maka sejak saat itu Nabi Saw. mengetahui besarnya malaikat yang
membawakan wahyu kepadanya, juga mengetahui tentang keagungan dan ketinggian
kedudukan malaikat itu di sisi Penciptanya yang telah mengangkat dia sebagai
rasul.
Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar di
dalam kitab musnadnya yang menyebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا
سَلَمَةُ بْنُ شَبِيب، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا الْحَارِثُ
بْنُ عُبَيْدٍ، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الجَوْني، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَيْنَا أَنَا قَاعِدٌ
إِذْ جَاءَ جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فوَكَز بَيْنَ كَتِفِي، فَقُمْتُ إِلَى
شَجَرَةٍ فِيهَا كَوَكْرَي الطَّيْرِ، فَقَعَدَ فِي أَحَدِهِمَا وَقَعَدْتُ فِي
الْآخَرِ. فَسَمَت وَارْتَفَعَتْ حَتَّى سَدّت الْخَافِقَيْنِ وَأَنَا أُقَلِّبُ
طَرْفِي، وَلَوْ شِئْتُ أَنَّ أَمَسَّ السَّمَاءَ لَمَسِسْتُ، فَالْتَفَتَ إِلَيَّ
جِبْرِيلُ كَأَنَّهُ حلْس لاطٍ، فعرفتُ فَضْلَ علْمه بِاللَّهِ عَلَيَّ. وفُتِح لِي
بابٌ مِنْ أَبْوَابِ السَّمَاءِ وَرَأَيْتُ النُّورَ الْأَعْظَمَ، وَإِذَا دُونَ
الْحِجَابِ رَفْرَفَةُ الدُّرِّ وَالْيَاقُوتِ. وَأُوحِيَ إِلَيَّ مَا شَاءَ
اللَّهُ أَنْ يُوحِيَ".
telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada
kami Sa'id ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Ubaid, dari
Abu Imran Al-Juni, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Ketika aku sedang duduk, tiba-tiba Jibril a.s. datang dan
mencolek punggungku, maka aku berdiri dan menuju ke sebuah pohon yang padanya
terdapat sesuatu seperti dua buah sarang burung. Maka Jibril duduk pada salah
satunya dan aku duduk pada yang lainnya. Lalu pohon itu meninggi dan menjulang
ke langit hingga menutupi kedua ufuk (timur dan barat), sedangkan aku
membolak-balikkan pandanganku (ke atas dan ke bawah). Dan seandainya aku
mau memegang langit, tentulah hal itu bisa kulakukan jika kuinginkan. Dan aku
menoleh ke arah Malaikat Jibril, ternyata dia menjadi seakan-akan seperti
selembar kain yang terjuntai, maka aku mengetahui keutamaan pengetahuannya
tentang Allah yang melebihiku. Lalu Jibril membukakan untukku salah satu dari
pintu langit, dan aku melihat nur yang terbesar. Tiba-tiba di balik hijab
terdapat atap mutiara dan yaqut. Dan Allah mewahyukan kepadaku apa yang
dikehendaki-Nya untuk diwahyukan kepadaku.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa tiada yang meriwayatkannya selain
Al-Haris ibnu Ubaid, dia adalah seorang lelaki yang terkenal dari kalangan ulama
Basrah.
Menurut hemat kami, nama julukan Al-Haris ibnu Ubaid adalah Abu Qudamah
Al-Iyadi. Imam Muslim telah mengetengahkan hadisnya di dalam kitab sahihnya,
hanya saja Ibnu Mu'in menilainya lemah; ia mengatakan bahwa Al-Haris ibnu Ubaid
bukanlah seorang perawi yang dapat dipakai (yakni lemah). Sedangkan Imam Ahmad
mengatakan, hadisnya berpredikat mudtarib. Abu Hatim Ar-Razi mengatakan,
hadis ini boleh dicatat tetapi tidak boleh dijadikan hujan. Ibnu Hibban
mengatakan bahwa wahm-nya (kelemahannya) terlalu banyak, karena itu
hadisnya tidak boleh dipakai sebagai hujah bila sendirian. Hadis ini merupakan
salah satu dari hadis-hadis garib yang diriwayatkannya; karena di
dalamnya terdapat hal yang mungkar dan lafaz yang garib serta konteks
yang aneh. Barangkali hadis ini termasuk hadis yang menceritakan mimpi Nabi
Saw., hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah
menceritakan kepada kami Syarik, dari Asim, dari Abu Wa-il, dari Abdullah yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah melihat Malaikat Jibril dalam rupa
aslinya, yang memiliki enam ratus sayap. Tiap-tiap sayap darinya memenuhi ufuk;
dari sayapnya berjatuhan beraneka warna permata-permata dan yaqut yang hanya
Allah sendirilah Yang Mengetahui keindahan dan banyaknya. imam Ahmad
meriwayatkan asar ini secara tunggal.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Idris ibnu Munabbih, dari
Wahb ibnu Munabbih, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah
meminta kepada Jibril agar menampakkan rupa aslinya kepada beliau. Maka Jibril
berkata, "Berdoalah kepada Allah." Maka Nabi Saw. berdoa memohon hal tersebut
kepada Allah, lalu kelihatan oleh Nabi Saw. bayangan hitam dari arah timur,
ternyata itu adalah ujud asli Malaikat Jibril yang kian lama kian menaik dan
menyebar (menutupi ufuk langit). Ketika Nabi Saw. melihat ujud aslinya secara
penuh, maka beliau Saw. pingsan, lalu Jibril mendatanginya dan menghapus busa
(air ludah) yang ada pada mulut beliau Saw. Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini
secara munfarid.
Ibnu Asakir di dalam biografi Atabah ibnu Abu Lahab telah menceritakan hadis
ini melalui jalur Muhammad ibnu Ishaq, dari Us'man ibnu Urwah ibriuz Zubair,
dari ayahnya Hannad ibnul Aswad yang mengatakan bahwa Abu Lahab dan anaknya
telah bersiap-siap untuk berangkat ke negeri Syam, aku pun (perawi) bersiap-siap
pula untuk pergi bersama keduanya. Anak Abu Lahab (yaitu Atabah) berkata, "Demi
Allah, aku benar-benar akan pergi menemui Muhammad dan aku akan membuat dia
merasa sakit hati karena aku akan menghina Tuhannya." Atabah pergi hingga sampai
kepada Nabi Saw., lalu berkata, "Hai Muhammad, dia kafir terhadap malaikat yang
mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad
sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)." Maka Nabi Saw. berdoa:
Ya Allah, serahkanlah dia kepada salah seekor dari anjing-anjing
(singa-singa)-Mu. Kemudian Atabah pergi meninggalkan Nabi Saw. dan menemui
ayahnya (Abu Lahab). Abu Lahab bertanya, "Hai anakku, apakah yang telah engkau
katakan kepadanya?" Atabah menceritakan apa yang telah dia katakan kepada Nabi
Saw. Abu Lahab bertanya, "Lalu apakah yang dia katakan kepadamu (jawabannya
kepadamu)?" Atabah menyitir doa Nabi Saw., "Ya Allah, serahkanlah dia kepada
salah seekor dari singa-singaMu." Abu Lahab berkata, "Hai anakku, demi Allah,
aku tidak dapat menjamin keamanan bagi dirimu dari doanya." Maka kami berangkat.
Ketika sampai di Abrah, kami turun istirahat. Abrah terletak di sebuah
bendungan, lalu kami turun (berkemah) di dekat kuil seorang pendeta. Dan pendeta
yang ada di kuil itu bertanya, "Hai orang-orang Arab, apakah yang mendorong
kalian berkemah di negeri ini? Karena sesungguhnya di negeri ini banyak terdapat
singa-singa yang hidup bebas bagaikan ternak kambing." Lalu Abu Lahab berkata
kepada kami, "'Sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa aku adalah seorang
yang sudah lanjut usia, dan sesungguhnya lelaki ini (yakni Nabi Saw) telah
mendoakan terhadap anakku suatu doa yang, demi Allah, aku tidak dapat menjamin
keselamatannya dari doa yang ditujukan terhadapnya. Maka kumpulkanlah
barang-barang kalian di kuil ini, lalu gelarkanlah hamparan di atasnya buat
anakku, kemudian berkemahlah kalian di sekitar kuil ini." Maka kami melakukan
apa yang diperintahkan Abu Lahab, lalu datanglah seekor singa yang langsung
mengendus wajah kami. Ketika singa itu tidak menemukan apa yang dikehendakinya,
maka ia mundur mengambil ancang-ancang untuk melompat, kemudian singa itu
melompat ke atas barang-barang. Sesampainya di atas, singa mencium wajah anak
Abu Lahab, lalu menyerangnya dan mencabik-cabik mukanya. Setelah peristiwa itu
Abu Lahab berkata, "Sesungguhnya aku mengetahui bahwa dia tidak dapat selamat
dari doa Muhammad."
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَكَانَ
قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى}
maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur
panah atau lebih dekat (lagi). (An-Najm: 9)
Yakni maka Jibril mendekat kepada Muhammad ketika turun menemuinya di bumi,
hingga jarak antara dia dan Muhammad Saw. sama dengan dua ujung busur panah bila
dibentangkan. Demikianlah menurut Mujahid dan Qatadah. Menurut pendapat lain,
makna yang dimaksud ialah jarak antara tali busur panah dengan busurnya.
Firman Allah Swt.:
{أَوْ
أَدْنَى}
atau lebih dekat (lagi). (An-Najm: 9)
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan bahwa ungkapan ini menurut
istilah bahasa digunakan untuk menguatkan subjek berita, tetapi bukan
menunjukkan hal yang lebih daripadanya. Ayat ini semakna dengan apa yang
disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{ثُمَّ
قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ
قَسْوَةً}
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras
lagi. (Al-Baqarah: 74)
Yakni hatinya itu menjadi sekeras batu (tidak lunak), atau bahkan lebih keras
lagi daripadanya. Hal yang senada disebutkan dalam ayat lainnya lagi melalui
firman-Nya:
{يَخْشَوْنَ
النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً}
mereka takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah,
bahkan lebih sangat daripada itu takutnya. (An-Nisa: 77)
Dan firman Allah Swt.:
{وَأَرْسَلْنَاهُ
إِلَى مِائَةِ أَلْفٍ أَوْ يَزِيدُونَ}
Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. (Ash-Shaffat:
147)
Yakni jumlah mereka tidak kurang dari seratus ribu orang, bahkan sesungguhnya
jumlah mereka adalah seratus ribu orang atau lebih. Ini merupakan pengukuhan
dari jumlah subjek berita, bukan menunjukkan pengertian ragu atau bimbang,
karena hal tersebut mustahil dalam masalah ini. Demikian pula pengertian surat
ini, yaitu:
{فَكَانَ
قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى}
maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur
panah atau lebih dekat (lagi). (An-Najm: 9)
Apa yang telah kami katakan —bahwa orang yang mendekat kepada Nabi Saw. ini
sedekat itu adalah Jibril a.s.— berdasarkan pendapat Aisyah, Ibnu Mas'ud, Abu
Zar, dan Abu Hurairah, seperti yang akan kami kemukakan hadis-hadis mereka
sesudah ini.
Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam kitab sahihnya dari Ibnu Abbas. Dia
telah mengatakan bahwa Muhammad Saw. melihat Tuhannya dengan pandangan hatinya
sebanyak dua kali, dan ia menganggap bahwa apa yang disebutkan dalam ayat ini
merupakan salah satunya.
Di dalam hadis Syarik ibnu Abu Namir, dari Anas r.a. sehubungan dengan kisah
Isra, disebutkan bahwa kemudian mendekatlah Tuhan Yang Mahaperkasa, Tuhan
Yang Mahaagung, dan bertambah dekat lagi. Karena itu, banyak ulama yang
membicarakan makna hadis ini, dan mereka menyebutkan banyak hal yang garib
mengenainya. Tetapi jika memang benar, maka takwil kejadiannya adalah di
lain waktu dan merupakan kisah yang lain, bukan tafsir dari ayat ini. Karena
sesungguhnya kejadian yang disebutkan dalam ayat ini adalah ketika Rasulullah
Saw. berada di bumi di malam Isra. Untuk itulah maka disebutkan dalam
firman berikutnya:
{وَلَقَدْ
رَآهُ نزلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى}
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang
asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm:
13-14)
Kisah dalam ayat ini di malam Isra, sedangkan yang pertama terjadi di
bumi.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul
Malik ibnu Abusy Syawarib, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu
Ziyad, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Asy-Syaibani, telah menceritakan
kepada kami Zurr ibnu Hubaisy yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud telah
meriwayatkan sehubungan dengan firman-Nya: maka jadilah dia dekat (pada
Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).
(An-Najm: 9) bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"رَأَيْتُ
جِبْرِيلَ لَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ"
Aku telah melihat Malaikat Jibril yang memiliki enam ratus sayap.
Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Abul
Aswad, dari Urwah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa awal kejadian yang
dialami oleh Rasulullah Saw. ialah beliau melihat Jibril dalam mimpinya di
Ajyad. Kemudian beliau Saw. keluar untuk suatu keperluan, maka Jibril
menyerunya, "Hai Muhammad, hai Muhammad!" Nabi Saw. menoleh ke arah kanan dan
kiri sebanyak tiga kali, ternyata ia tidak menjumpai seorang manusia pun. Lalu
beliau menengadahkan pandangannya ke langit, tiba-tiba ia melihat Jibril a.s.
yang melipat salah satu kakinya ke yang lainnya berada di ufuk langit. Jibril
berseru, "Hai Muhammad!" Nabi Saw. berkata, "Jibril," sedangkan Jibril
berusaha menenangkannya, tetapi Nabi Saw. lari ketakutan dan bergabung dengan
banyak orang, setelah itu ia melihat ke atas lagi dan ternyata tidak melihatnya
lagi. Lalu keluar dari kumpulan orang-orang, dan kembali memandang ke langit.
Ternyata ia melihatnya kembali, maka Nabi Saw. bergabung lagi dengan orang
banyak dan tidak lagi ia melihat sesuatu pun. Tetapi bila ia keluar dari
kumpulan orang-orang, maka ia melihatnya kembali. Hal inilah yang dimaksudkan
oleh firman Allah Swt.: Demi bintang ketika terbenam. (An-Najm: 1) sampai
dengan firman-Nya: Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi.
(An-Najm: 8) Yakni Jibril a.s. mendekat kepada Nabi Muhammad Saw. maka
jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau
lebih dekat lagi. (An-Najm: 9)
Mereka mengatakan bahwa al-qab adalah separo jari, sebagian dari
mereka mengatakan bahwa al-qab adalah dua hasta alias sama dengan dua
ujung busur panah. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan
Ibnu Abu Hatim melalui hadis Ibnu Wahb.
Dalam hadis Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Jabir disebutkan hal yang
menguatkannya.
Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Talq ibnu Ganam, dari Zaidah, dari
Asy-Syaibani yang mengatakan bahwa aku pernah bertanya kepada Zurr tentang
firman Allah Swt.: maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua
ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu ia menyampaikan kepada
hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (An-Najm: 9-10)
Lalu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah, bahwa Muhammad Saw.
melihat Jibril dalam rupa aslinya memiliki enam ratus buah sayap.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Bazr Al-Bagdadi,
telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami
Israil, dari Abu Ishaq, dari Abdur Rahman ibnu Yazid, dari Abdullah sehubungan
dengan makna firman-Nya: Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.
(An-Najm: 11) Bahwa Rasulullah Saw. telah melihat rupa asli Malaikat Jibril
yang menyandang dua lapis pakaian rafraf, tubuhnya memenuhi cakrawala yang ada
antara langit dan bumi.
Berdasarkan pengertian di atas, berarti firman Allah Swt.:
{فَأَوْحَى
إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى}
Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah
Allah wahyukan. (An-Najm: 10)
artinya 'lalu Jibril menyampaikan wahyu kepada hamba Allah Muhammad Saw. apa
yang telah diwahyukan Allah kepadanya'. Atau 'lalu Allah mewahyukan kepada
hamba-Nya Muhammad apa yang Dia wahyukan kepadanya melalui Malaikat Jibril'.
Kedua makna ini dibenarkan.
Telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya:
Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah
wahyukan. (An-Najm: 10) bahwa Allah menurunkan wahyu kepadanya firman Allah
Swt.: Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim. (Adh-Dhuha: 6)
sampai dengan firman-Nya: Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)ww.
(Alam Nasyrah: 4)
Sedangkan menurut lainnya, yang diwahyukan Allah kepadanya adalah bahwa surga
itu diharamkan atas para nabi sebelum kamu memasukinya, juga diharamkan atas
semua umat sebelum umatmu memasukinya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{مَا
كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى. أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى}
Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kamu
(musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?
(An-Najm: 11-12)
Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy,
dari Ziad ibnu Husain, dari Abul Aliyah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.
(An-Najm: 11) dan firman Allah Swt.: Dan sesungguhnya Muhammad telah
melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain.
(An-Najm: 13) Bahwa Muhammad Saw. telah melihat Jibril dalam rupa aslinya
sebanyak dua kali.
Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Sammak dari Ikrimah, dari Ibnu
Abbas. Hal yang sama dikatakan oleh Abu Saleh dan As-Saddi serta selain
keduanya, bahwa Nabi Saw. melihat Jibril dengan pandangan hatinya sebanyak dua
kali. Tetapi Ibnu Mas'ud r.a. dan lain-lainnya berpendapat berbeda menurut
riwayat yang bersumber darinya, bahwa dia memutlakkan penglihatan tersebut
(yakni tidak mengikatnya dengan pandangan mata hati). Tetapi pendapatnya ini
masih dapat ditakwilkan (diikat) dengan pengertian yang membatasinya. Dan
mengenai riwayat yang menyebutkan dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Nabi
Saw. melihatnya dengan indra matanya, maka sesungguhnya predikat riwayat ini
garib, karena tiada suatu riwayat sahih pun mengenainya bersumber dari
para sahabat. Dan mengenai pendapat Al-Bagawi di dalam kitab tafsirnya yang
mengatakan bahwa segolongan ulama berpendapat bahwa Nabi Saw. melihat Jibril
dengan pandangan matanya, maka ini adalah perkataan Anas dan Al-Hasan serta
Ikrimah; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr
ibnul Minhal ibnuSafwan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Kasir
Al-Anbari, dari Salamah ibnu Ja'far, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, dari
Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa Muhammad Saw. telah melihat Tuhannya. Aku
(Ikrimah) bertanya, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman: 'Dia tidak dapat
dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan
itu' (Al-An'am: 103)?" Maka Ibnu Abbas menjawab, "Celaka kamu, hal itu
manakala Allah menampilkan Zat-Nya berikut nur-Nya yang menghijabi-Nya. Dan
sesungguhnya dia telah melihat-Nya sebanyak dua kali." Kemudian Imam Turmuzi
mengatakan bahwa riwayat ini hasan garib.
Imam Turmuzi mengatakan pula. telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar,
telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi yang
mengatakan bahwa Ibnu Abbas menjumpai Ka'b di Arafah, lalu menanyakan kepadanya
sesuatu masalah. Maka Ka'b bertakbir sehingga suaranya menggema, dan Ibnu Abbas
berkata, "Kami adalah Bani Hasyim." Ka'b menjawab, "Sesungguhnya Allah telah
membagi penglihatan dan Kalam-Nya di antara Muhammad dan Musa. Maka Allah Swt.
berbicara kepada Musa sebanyak dua kali dan Muhammad telah melihat-Nya sebanyak
dua kali."
Masruq mengatakan bahwa ia menjumpai Aisyah r.a., lalu bertanya kepadanya,
"Apakah Muhammad telah melihat Tuhannya?" Aisyah r.a. menjawab, "Sesungguhnya
engkau telah mengucapkan sesuatu yang membuat bulu kudukku berdiri karenanya.
Aku mengatakan kepadanya, "Bagaimana dengan ayat ini,' lalu aku membaca firman
Allah Swt.: 'Sesungguhnya dia (Muhammad) telah melihat sebagian
tanda-tanda Tuhannya yang paling besar ' (An-Najm: 18)." Siti Aisyah
r.a. menjawab, "Di manakah pengertianmu? Sesungguhnya dia itu adalah Jibril,
lalu siapakah yang memberitakan kepadamu bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya,
atau dia telah menyembunyikan sesuatu yang diperintahkan agar disampaikan atau
mengetahui lima perkara yang disebutkan di dalam firman-Nya: 'Sesungguhnya
Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat' (Luqman:
34). Maka sesungguhnya dia telah berdusta besar terhadap Allah, tetapi
sebenarnya Muhammad hanya melihat Jibril. Dan beliau tidak melihatnya dalam rupa
aslinya, melainkan hanya dua kali. Sekali di Sidratil Muntaha dan yang lainnya
di Ajyad. Saat itu Jibril menampilkan rupa aslinya dengan enam ratus buah
sayapnya hingga memenuhi cakrawala langit."
Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim,
telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepadaku
ayahku, dari Qatadah, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Apakah
kalian heran bila predikat khullah (kekasih Allah) bagi Ibrahim, dan
kalam (diajak bicara) bagi Musa, dan ru-yah (melihat Allah) bagi
Muhammad Saw."
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui Abu Zar yang telah
mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.,
هَلْ
رأيتَ رَبَّكَ؟ فَقَالَ: "نورٌ أَنَّى أَرَاهُ". وَفِي رِوَايَةٍ: "رَأَيْتُ
نُورًا"
"Apakah engkau melihat Tuhanmu?" Maka beliau Saw. menjawab: Hanya nur
(cahaya) yang kulihat, lalu mana mungkin aku dapat melihat-Nya.
Menurut riwayat lain, jawaban Rasulullah Saw. adalah: Aku (hanya)
melihat cahaya.
وَقَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا أَبُو
خَالِدٍ، عَنْ مُوسَى بْنِ عُبيدةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ قَالَ: قَالُوا:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، رَأَيْتَ رَبَّكَ؟ قَالَ: "رَأَيْتُهُ بِفُؤَادِي
مَرَّتَيْنِ" ثُمَّ قَرَأَ: {مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Abu Khalid, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad
ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa para sahabat pernah bertanya, "Wahai Rasulullah,
apakah Engkau pernah melihat Tuhanmu?" Maka beliau Saw. menjawab: Aku
melihat-Nya dengan pandangan hatiku sebanyak dua kali. Kemudian Rasulullah
Saw. membaca firman-Nya: Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.
(An-Najm: 11)
وَرَوَاهُ
ابنُ جَرِيرٍ، عَنِ ابْنِ حُمَيد، عَنْ مِهْرَان، عَنْ مُوسَى بْنِ عُبَيْدَةَ،
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ رَأَيْتَ رَبَّكَ؟
قَالَ: "لَمْ أَرَهُ بِعَيْنِي، وَرَأَيْتُهُ بِفُؤَادِي مَرَّتَيْنِ" ثُمَّ تَلَا
{ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى
Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini dari Ibnu Humaid, dari Mahran, dari Musa
ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ka'b, dari sebagian sahabat Nabi Saw. yang
menceritakan bahwa kami bertanya, "Wahai Rasulullah Saw., apakah engkau pernah
melihat Tuhanmu?" Rasulullah Saw. menjawab: Aku tidak melihat-Nya dengan
mataku, tetapi aku melihat-Nya dengan mata hatiku sebanyak dua kali.
Kemudian beliau Saw. membaca firman-Nya: Kemudian dia mendekat, lalu
bertambah dekat (lagi). (An-Najm: 8)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Al-Hasan ibnu
Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah
Al-Ansari, telah menceritakan kepadaku Abbad ibnu Mansur yang mengatakan bahwa
ia pernah bertanya kepada Ikrimah tentang makna firman-Nya: Hatinya tidak
mendustakan apa yang telah dilihatnya. (An-Najm: 11) Maka Ikrimah menjawab,
"Apakah engkau ingin agar aku menceritakan kepadamu bahwa beliau Saw. pernah
melihat-Nya?" Aku menjawab, "Ya." Ikrimah berkata, "Benar, beliau telah
melihat-Nya, kemudian melihat-Nya lagi." Abbad ibnu Mansur mengatakan bahwa lalu
ia bertanya kepada Al-Hasan tentang masalah ini. Maka Al-Hasan menjawab, bahwa
Nabi Saw. pernah melihat Keagungan, Kebesaran, dan Kemuliaan-Nya.
وَحَدَّثَنَا
أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُجَاهِدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ
الْعَقَدِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبُو خَلَدَةَ، عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ قَالَ: سُئِل
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هَلْ رَأَيْتَ رَبَّكَ؟ قَالَ:
"رَأَيْتُ نَهْرًا، وَرَأَيْتُ وَرَاءَ النَّهْرِ حِجَابًا، وَرَأَيْتُ وَرَاءَ
الْحِجَابِ نُورًا لَمْ أَرَ غَيْرَ"
Telah menceritakan pula kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Mujahid, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Aqdi, telah
menceritakan kepada kami Abu Khaldah, dari Abul Aliyah yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah ditanya, "Apakah engkau pernah melihat Tuhanmu?" Nabi
Saw. menjawab: Aku melihat sungai, dan aku melihat di balik sungai ada hijab,
dan aku melihat di balik hijab ada nur (cahaya); aku tidak melihat selain
itu.
Hadis ini garib sekali.
رَوَاهُ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا
أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ
عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَأَيْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Qatadah, dari Ikrimah, dari
Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku
telah melihat Tuhanku.
Maka sesungguhnya hadis ini sanadnya dengan syarat sahih, tetapi hadis ini
merupakan ringkasan dari hadis Manam (mimpi Nabi Saw.), seperti yang juga
diriwayatkan oleh Imam Ahmad; disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلابة عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم قال: "أَتَانِي
رَبِّي اللَّيْلَةَ فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ -أَحْسَبُهُ يَعْنِي فِي
النَّوْمِ-فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، أَتَدْرِي فِيمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ
الْأَعْلَى؟ " قَالَ: "قُلْتُ: لَا. فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ حَتَّى
وَجَدْتُ بَرْدَها بَيْنَ ثَدْيَيَّ -أَوْ قَالَ: نَحْرِي-فَعَلِمْتُ مَا في
السموات وَمَا فِي الْأَرْضِ، ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، هَلْ تَدْرِي فِيمَ
يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى؟ " قَالَ: "قُلْتُ: نَعَمْ، يَخْتَصِمُونَ فِي
الْكَفَّارَاتِ وَالدَّرَجَاتِ". قَالَ: "وَمَا الْكَفَّارَاتُ وَالدَّرَجَاتُ؟ "
قَالَ: "قُلْتُ: الْمُكْثُ فِي الْمَسَاجِدِ بَعْدَ الصَّلَوَاتِ، وَالْمَشْيُ
عَلَى الْأَقْدَامِ إِلَى الجُمُعات، وَإِبْلَاغُ الْوُضُوءِ فِي الْمَكَارِهِ،
مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ عَاشَ بِخَيْرٍ وَمَاتَ بِخَيْرٍ، وَكَانَ مِنْ خَطِيئَتِهِ
كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ. وَقَالَ: قُلْ يَا مُحَمَّدُ إِذَا صَلَّيْتَ:
اللَّهُمَّ، إِنِّي أَسْأَلُكَ الْخَيِّرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ، وَحُبَّ
الْمَسَاكِينِ، وَإِذَا أَرَدْتَ بِعِبَادِكَ فِتْنَةً أَنْ تَقْبِضَنِي إِلَيْكَ
غَيْرَ مَفْتُونٍ". قَالَ: "وَالدَّرَجَاتُ بَذْلُ الطَّعَامِ، وَإِفْشَاءُ
السَّلَامِ، وَالصَّلَاةُ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسِ نِيَامٌ"
telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami
Ma'mar dari Ayyub dari Abu Qilabah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda: bahwa Tuhannya datang kepadanya dalam penampilan yang terbaik
—yakni dalam mimpinya—. Lalu Tuhan berfirman, "Hai Muhammad, tahukah kamu
mengapa mala'ul a’la (para malaikat penghuni langit) berselisih?" Aku
(Nabi Saw.) menjawab, "Tidak." Lalu Allah meletakkan tangan -Nya di antara kedua
tulang belikatku, hingga aku merasakan kesejukannya menembus sampai kepada kedua
susuku, atau leherku, maka sejak itu aku mengetahui semua yang ada di langit dan
semua yang ada di bumi. Kemudian Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, tahukah
kamu, apakah yang diperselisihkan oleh al-mala'ul a'la? Aku menjawab, "Ya,
mereka berselisih tentang kifarat-kifarat dan derajat-derajat." Allah Swt.
berfirman, "Hai Muhammad, apakah kifarat itu?" Aku menjawab, "Diam di masjid
seusai menunaikan tiap-tiap salat (fardu), berjalan melangkahkan kaki menuju ke
tempat-tempat salat berjamaah, dan menyempurnakan wudu di saat-saat yang tidak
disukai. Barang siapa yang mengerjakan hal tersebut, niscaya hidup dengan baik
dan mati dengan baik, sedangkan mengenai dosa-dosanya (diampuni hingga) seperti
pada hari ia dilahirkan oleh ibunya." Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad,
apabila engkau salat, ucapkanlah doa ini, 'Ya Allah, sesungguhnya aku memohon
kepada Engkau kekuatan untuk mengerjakan amal-amal kebaikan dan menghindari
kemungkaran-kemungkaran dan menyukai orang-orang miskin. Dan apabila Engkau
hendak menimpakan cobaan kepada hamba-hamba-Mu, cabutlah aku kembali ke sisi-Mu
dalam keadaan tidak terkena cobaan'." Nabi Saw. bersabda, "Dan
derajat-derajat itu ialah memberi makan (kaum fakir miskin), menyebarkan salam,
dan mengerjakan salat di malam hari di saat manusia tenggelam dalam
tidurnya."
Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mu'az dalam tafsir surat Sad.
Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini melalui jalur lain dari Ibnu Abbas dengan
teks yang berbeda dan disertai tambahan yang garib. Untuk itu Ibnu Jarir
mengatakan:
حَدَّثَنِي
أَحْمَدُ بْنُ عِيسَى التَّمِيمِيُّ، حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ عُمَر بْنِ
سَيَّار، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَرْبِي، عَنْ عُمَرَ بْنِ
سُلَيْمَانَ ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَأَيْتُ رَبِّي فِي أَحْسَنِ
صُورَةٍ فَقَالَ لِي: يَا مُحَمَّدُ، هَلْ تَدْرِي فِيمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ
الْأَعْلَى؟ فَقُلْتُ: لَا يَا رَبِّ. فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ فَوَجَدْتُ
بَرْدَها بَيْنَ ثدييّ، فعلمت ما في السموات وَالْأَرْضِ، فَقُلْتُ: يَا رَبِّ، فِي
الدَّرَجَاتِ وَالْكَفَّارَاتِ، وَنَقْلِ الْأَقْدَامِ إِلَى الجُمُعات،
وَانْتِظَارِ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ. فَقُلْتُ: يَا رَبِّ إِنَّكَ
اتَّخَذْتَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وكلمتَ مُوسَى تَكْلِيمًا، وَفَعَلْتَ
وَفَعَلْتَ، فَقَالَ: أَلَمْ أَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ؟ أَلَمْ أَضَعْ عَنْكَ
وِزْرَك؟ أَلَمْ أَفْعَلْ بِكَ؟ أَلَمْ أَفْعَلْ؟ قَالَ: "فَأَفْضَى إِلَيَّ
بِأَشْيَاءَ لَمْ يُؤْذَنْ لِي أَنْ أُحَدِّثَكُمُوهَا" قَالَ: "فَذَاكَ قَوْلُهُ
فِي كِتَابِهِ: {ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى. فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى.
فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى. مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى} ،
فَجَعَلَ نُورَ بَصَرِي فِي فُؤَادِي، فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ
بِفُؤَادِي".
telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Isa At-Tamimi, telah menceritakan
kepadaku Sulaiman ibnu Umar Ibnu Sayyar, telah menceritakan kepadaku ayahku,
dari Sa'id ibnu Zurabi, dari Umar ibnu Sulaiman, dari Ata, dari Ibnu Abbas yang
menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda, "Aku pernah melihat Tuhanku
dalam penampilan yang terbaik, lalu Dia berfirman kepadaku, 'Hai Muhammad,
tahukah kamu apakah yang diperselisihkan oleh al-mala'ul a'la? Aku menjawab,
'Tidak, wahai Tuhanku,' lalu Dia meletakkan tangan -Nya di antara kedua tulang
belikatku, maka aku merasakan kesejukannya menembus sampai ke susuku (dadaku),
dan aku mengetahui semua yang terjadi di langit dan yang di bumi. Lalu aku
berkata, 'Ya Tuhanku, mereka berselisih tentang derajat-derajat dan
kifarat-kifarat; melangkahkan kaki menuju ke salat Jumat, dan menunggu datangnya
waktu salat lain sesudah menunaikan salat.' Aku berkata, 'Ya Tuhanku,
sesungguhnya Engkau telah menjadikan Ibrahim sebagai khalil (kekasih)-Mu, dan
Engkau telah berbicara langsung kepada Musa, dan Engkau telah melakukan anu dan
anu.' Maka Allah Swt. menjawab, 'Bukankah Aku telah melapangkan dadamu, bukankah
Aku telah menghapus semua dosamu, dan bukankah Aku telah melakukan anu untukmu
dan bukankah Aku telah melakukan anu untukmu?' Lalu Allah Swt. membukakan bagiku
banyak hal yang Dia tidak memberi izin kepadaku menceritakannya kepada
kalian."
Ibnu Abbas mengatakan bahwa itulah yang dimaksud oleh firman Allah Swt. dalam
Kitab-Nya yang mengatakan: Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi,
maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau
lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad)
apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah
dilihatnya. (An-Najm: 8-11)
Maka Dia menjadikan cahaya penglihatanku ke dalam hatiku, dan aku
melihat-Nya dengan hatiku.
Tetapi hadis ini daif.
Al-Hafiz ibnu Asakir telah meriwayatkan berikut sanadnya sampai kepada Hubar
ibnul Aswad r.a., bahwa Atabah ibnu Abu Lahab ketika berangkat menuju negeri
Syam dalam misi dagangnya, sebelumnya ia mengatakan kepada penduduk Mekah,
"Ketahuilah, bahwa aku tidak percaya dengan malaikat yang mendekat, lalu
bertambah dekat lagi." Kemudian perkataannya itu sampai terdengar oleh
Rasulullah Saw., maka beliau bersabda, "Allah akan melepaskan salah seekor
dari singa-singaNya untuk menyerangnya." Hubar mengatakan bahwa ia ada
bersama kafilah yang menuju ke negeri Syam itu, lalu kami beristirahat di suatu
tempat yang terkenal banyak singanya. Hubar menceritakan bahwa ia benar-benar
melihat ada seekor singa yang datang, kemudian singa itu mengendus kepala
tiap-tiap orang dari kaum seorang demi seorang, hingga sampailah pada Atabah,
lalu ia langsung menyambar kepalanya di antara mereka.
Ibnu Ishaq dan lain-lainnya menyebutkan di dalam kitab Sirah, bahwa
peristiwa itu terjadi di Az-Zarqa, dan menurut pendapat yang lain di As-Surrah.
Disebutkan bahwa malam itu Atabah dicekam oleh rasa takut, lalu mereka
menempatkan Atabah di tengah-tengah di antara mereka; mereka tidur di
sekelilingnya. Lalu datanglah seekor singa dan mengaum, kemudian melangkahi
mereka semua menuju ke tempat Atabah dan langsung menyambar kepalanya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ
رَآهُ نزلَةً أُخْرَى عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى عِنْدَهَا جَنَّةُ
الْمَأْوَى}
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang
asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya
ada surga tempat tinggal. (An-Najm: 13-15)
Ini terjadi yang kedua kalinya bagi Rasulullah Saw. saat melihat Jibril a.s.
dalam rupa aslinya seperti yang diciptakan oleh Allah Swt., dan hal itu terjadi
di malam Isra.
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis-hadis mengenai perjalanan
isra Nabi Saw. lengkap dengan semua jalur periwayatannya dan semua lafaznya,
yaitu dalam surat Al-Isra hingga tidak perlu diulang lagi.
Telah disebutkan pula bahwa Ibnu Abbas r.a. mengukuhkan penglihatan ini
terjadi di malam Isra dan memperkuat pendapatnya itu dengan dalil ayat
ini, lalu pendapatnya diikuti oleh sejumlah ulama Salaf dan Khalaf. Tetapi ada
sebagian sahabat dan tabi'in yang tidak sependapat dengannya.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ
سَلَمَةَ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَة، عَنْ زِرِّ بْنِ حُبَيْش، عَنِ ابْنِ
مَسْعُودٍ فِي هَذِهِ الْآيَةِ: {وَلَقَدْ رَآهُ نزلَةً أُخْرَى عِنْدَ سِدْرَةِ
الْمُنْتَهَى} ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"رَأَيْتُ جِبْرِيلَ وَلَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ، يَنْتَثِرُ مِنْ رِيشِهِ
التَّهَاوِيلُ: الدُّرُّ وَالْيَاقُوتُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Asim ibnu Bandalah, dari Zurr
ibnu Jaisy, dari Ibnu Mas'ud r.a. sehubungan dengan makna ayat ini: Dan
sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli)
pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm:
13-14) Bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku melihat Jibril (dalam
rupa aslinya), ia memiliki enam ratus sayap, dari bulu-bulu sayapnya
bertebaran beraneka warna mutiara dan yaqut.
Sanad hadis ini jayyid (baik) lagi kuat.
قَالَ
أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ
جَامِعِ بْنِ أَبِي رَاشِدٍ، عَنْ أَبِي وائل، عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
جِبْرِيلَ فِي صُورَتِهِ وَلَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ، كُلُّ جَنَاحٍ مِنْهَا قَدْ
سَدَّ الْأُفُقَ: يَسْقُطُ مِنْ جَنَاحِهِ مِنَ التَّهَاوِيلِ وَالدُّرِّ
وَالْيَاقُوتِ مَا اللَّهُ بِهِ عَلِيمٌ"
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam,
telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Jami' ibnu Abu Rasyid, dari Abu
Wa-il, dari Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah melihat rupa
asli Malaikat Jibril dengan enam ratus sayapnya, masing-masing sayap besarnya
menutupi cakrawala langit, dan berjatuhan dari sayapnya beraneka ragam mutiara
dan yaqut yang hanya Allah sendirilah yang mengetahui keindahan dan banyaknya.
Sanad hadis ini hasan.
قَالَ
أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الحُبَاب، حَدَّثَنِي حُسَيْنٌ،
حَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ بَهْدَلَة قَالَ: سَمِعْتُ شَقِيق بْنَ سَلَمَةَ يَقُولُ:
سَمِعْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ قَالَ: رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "رَأَيْتُ جِبْرِيلَ عَلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى وَلَهُ سِتُّمِائَةِ
جَنَاحٍ" سَأَلْتُ عَاصِمًا عَنِ الْأَجْنِحَةِ فَأَبَى أَنْ يُخْبِرَنِي. قَالَ:
فَأَخْبَرَنِي بَعْضُ أَصْحَابِهِ أَنَّ الْجَنَاحَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ
وَالْمَغْرِبِ
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab,
telah menceritakan kepadaku Husain, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu
Bahdalah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Syaqiq ibnu Salamah
menceritakan hadis berikut dari Ibnu Mas'ud r.a. yang telah mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: pernah melihat Jibril dalam rupa aslinya di
Sidratil Muntaha dan dia mempunyai enam ratus buah sayap. Dan aku menanyakan
kepada Asim tentang sayap-sayap itu, tetapi Asim tidak mau menceritakannya
kepadaku. Tetapi salah seorang dari muridnya mengatakan kepadaku bahwa sebuah
sayapnya sama besarnya dengan jarak antara timur dan barat.
Sanad riwayat ini pun kuat pula.
قَالَ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ، حَدَّثَنِي
عَاصِمُ بْنُ بَهْدَلَة ،حَدَّثَنِي شَقِيقٌ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ
يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَتَانِي
جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فِي خُضر مُعَلَّقٍ بِهِ الدُّرُّ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab,
telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu
Bahdalah, telah menceritakan kepadaku Syaqiq ibnu Salamah yang mengatakan bahwa
ia pernah mendengar Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda: Jibril a.s. datang kepadaku dengan mengenakan pakaian yang
bertaburan penuh dengan mutiara.
Sanad hadis ini jayyid pula.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Ismail,
telah menceritakan kepada kami Amir yang mengatakan bahwa Masruq datang kepada
Aisyah r.a., lalu bertanya, "Wahai Ummul Mu’minin, apakah Muhammad Saw. telah
melihat Tuhannya?" Aisyah menjawab, "Subhanallah, sesungguhnya bulu
kudukku berdiri mendengar pertanyaanmu itu, lalu di manakah akalmu dari tiga
perkara yang barang siapa mengatakannya, maka sesungguhnya dia telah berdusta.
Yaitu orang yang mengatakan kepadamu bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya, maka
sesungguhnya dia telah berdusta." Kemudian Aisyah r.a. membaca firman Allah
Swt.: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat
melihat segala penglihatan itu. (Al-An'am: 103) Dan firman Allah Swt.:
Dan tiada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia
kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir. (Asy-Syura: 51) Dan
barang siapa yang mengatakan kepadamu bahwa dirinya mengetahui apa yang akan
terjadi besok, maka sesungguhnya dia telah berdusta. Kemudian Aisyah r.a.
membaca firman-Nya: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah
pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan dan mengetahui
apa yang ada dalam rahim. (Luqman: 34), hingga akhir ayat. Dan barang siapa
yang menceritakan kepadamu bahwa Muhammad telah menyembunyikan sesuatu, maka
sesungguhnya dia telah berdusta. Kemudian Aisyah membaca firman-Nya: Hai
Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-Maidah:
67) Akan tetapi, dia hanya melihat Jibril dalam rupanya yang asli sebanyak dua
kali.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi,
dari Daud, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq yang mengatakan bahwa ketika ia ada di
hadapan Aisyah, ia bertanya bahwa bukankah Allah Swt. telah berfirman: Dan
sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. (At-Takwir:
23) Dan firman Allah Swt.: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu
(dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (An-Najm: 13) Maka
Siti Aisyah menjawab bahwa dialah orang pertama dari umat ini yang menanyakan
hal itu kepada Rasulullah Saw. Lalu beliau Saw. menjawab: Sesungguhnya dia
itu hanyalah Jibril. Nabi Saw. tidak melihat Jibril dalam rupanya yang asli
kecuali hanya sebanyak dua kali. Nabi Saw. melihat Jibril a.s. turun dari langit
ke bumi, sedangkan cakrawala yang ada antara langit dan bumi tertutup oleh
kebesaran tubuhnya.
Begitu pula menurut apa yang telah diketengahkan oleh Bukhari dan Muslim di
dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Asy-Sya'bi dengan sanad yang
sama.
Riwayat Abu Zar, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan
kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan
kepada kami Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq yang menceritakan bahwa ia pernah
berkata kepada Abu Zar, bahwa seandainya dirinya menjumpai Rasulullah Saw.,
tentulah dia akan bertanya. Abu Zar bertanya, "Pertanyaan apakah yang akan
engkau ajukan kepada beliau?" Aku menjawab, "Apakah dia pernah melihat
Tuhannya?" Abu Zar berkata, "Aku telah menanyakan hal itu kepada beliau, lalu
beliau Saw. menjawab: 'Sesungguhnya aku telah melihat-Nya berupa nur
(cahaya), lalu mana mungkin aku dapat melihat-Nya'?”
Demikianlah menurut bunyi teks yang ada pada Imam Ahmad.
Imam Muslim telah meriwayatkan hadis ini melalui dua jalur dengan dua lafaz.
Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu
Syaibah, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Yazid ibnu Ibrahim, dari
Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari Abu Zar yang menceritakan bahwa ia
pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Apakah engkau pernah melihat Tuhanmu?"
Nabi Saw. menjawab: Yang kulihat hanya nur, mana mungkin aku dapat
melihat-Nya.
Imam Muslim mengatakan pula, telah menceritakan kepada Muhammad ibnu
Basysyar, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan
kepada kami ayahku, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq yang mengatakan
bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Zar bahwa seandainya ia mengalami masa
Rasulullah Saw., tentulah dia akan menanyakan sesuatu kepada beliau. Maka Abu
Zar bertanya, "Apakah yang hendak kamu tanyakan kepada beliau?" Ia menjawab,
"Aku akan menanyakan kepada beliau, apakah beliau pernah melihat Tuhannya?" Abu
Zar berkata, "Aku telah menanyakan hal itu kepada beliau, maka beliau menjawab:
'Aku hanya melihat nur (cahaya)'."
Al-Khalal telah meriwayatkan suatu pendapat yang menilai hadis ini mengandung
kelemahan, bahwa Imam Ahmad pernah ditanya tentang hadis ini, maka ia menjawab,
"Aku masih tetap menganggapnya berpredikat munkar," tetapi aku tidak
mengetahui apa alasannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Aun
Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Mansur, dari Al-Hakam,
dari Ibrahim, dari ayahnya, dari Abu Zar yang mengatakan bahwa Nabi Saw. telah
melihat Tuhannya dengan pandangan hatinya dan tidak melihat-Nya dengan pandangan
matanya.
Ibnu Khuzaimah berupaya membuktikan bahwa hadis ini munqati' (ada mata
rantai perawi yang terputus) antara Abdullah ibnu Syaqiq dan Abu Zar. Sedangkan
Ibnul Juzi' menakwilkan hadis ini dengan pengertian bahwa barangkali Abu Zar
menanyakan hal itu kepada Rasulullah Saw. sebelum beliau menjalani Isra.
Karena itulah maka Abu Zar r.a. menjawab Abdullah ibnu Syaqiq dengan jawaban
tersebut. Tetapi seandainya Abu Zar menanyakan hal itu kepada Nabi Saw. setelah
peristiwa" Isra, niscaya Nabi Saw. akan menjawabnya dengan jawaban
positif (ya).
Akan tetapi, takwil Ibnul Juzi dinilai lemah karena sesungguhnya Aisyah r.a.
telah menanyakan hal itu sesudah peristiwa Isra. Ternyata jawaban beliau
Saw. tidak menguatkan bahwa beliau telah melihat-Nya dengan terang-terangan. Dan
mengenai orang yang berpendapat bahwa Nabi Saw. berbicara kepada Aisyah r.a.
disesuaikan dengan kemampuan daya tangkapnya, atau berupaya untuk menyalahkan
pendapat Aisyah. Seperti Ibnu Khuzaimah di dalam kitab Tauhid-nya, maka
sesungguhnya dia sendirilah yang keliru, hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui.
Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim,
dari Mansur, dari Al-Hakam, dari Yazid ibnu Syarik, dari Abu Zar yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah melihat Tuhannya dengan hatinya, bukan dengan
pandangan matanya. Telah disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim, dari Abu
Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Ali ibnu Misar, dari Abdul Malik ibnu Sulaiman,
dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu
(dalam rupa aslinya) pada waktu yang lain. (An-Najm: 13) Bahwa Nabi
Saw. telah melihat Jibril a.s.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya
Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupa aslinya) pada waktu yang
lain. (An-Najm: 13) Bahwa Rasulullah Saw. telah melihat Jibril a.s. dalam
bentuknya yang asli sebanyak dua kali. Hal yang sama telah dikatakan oleh
Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta lain-lainnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِذْ
يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى}
(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu
yang meliputinya. (An-Najm: 16)
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan hadis-hadis yang menceritakan
perjalanan Isra, yang antara lain menyebutkan bahwa Sidratul Muntaha itu
diliputi oleh para malaikat seperti halnya burung-burung gagak (yang
menghinggapi sebuah pohon), dan Sidratul Muntaha diliputi oleh nur Tuhan
Yang Maha Agung, diliputi pula oleh beraneka warna yang hakikatnya tidak aku
ketahui.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Magul, telah
menceritakan kepada kami Az-Zubair ibnu Addi, dari Talhah ibnu Murrah, dari
Abdullah (yakni Ibnu Mas'ud) yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw.
menjalani Isra, sampailah beliau di Sidratul Muntaha yang ada di langit
yang ketujuh. Dari situlah berhenti semua yang naik dari bumi, lalu diambil
darinya; dan darinya pula berhenti segala sesuatu yang turun dari atasnya, lalu
diambil darinya. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi
oleh sesuatu yang meliputinya. (An-Najm: 16) Bahwa yang meliputinya itu
adalah kupu-kupu emas. Dan Rasulullah Saw. diberi tiga perkara, yaitu salat
lima waktu, ayat-ayat yang terakhir dari surat Al-Baqarah, dan diberi ampunan
bagi orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun dari kalangan
umatnya, yang semuanya itu merupakan hal-hal yang pasti.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal).
Abu Ja’far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi", dari Abul Aliyah, dari
Abu Hurairah atau lainnya —Abu Ja'far ragu—yang telah menceritakan bahwa ketika
Rasulullah Saw. menjalani Isra, sampailah beliau di Sidratul Muntaha,
lalu dikatakan kepadanya, ''Inilah Sidrah," dan tiba-tiba Sidrah diliputi oleh
cahaya Tuhan Yang Maha Pencipta, lalu diliputi pula oleh para malaikat yang
pemandangannya seperti burung-burung gagak yang menghinggapi sebuah pohon. Maka
Allah Swt. berbicara kepadanya di tempat itu. Untuk itu Allah Swt. berfirman,
"Mintalah!"
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya: (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh
sesuatu yang meliputinya. (An-Najm: 16) Bahwa dahan-dahan Sidrah terdiri
dari mutiara, yaqut, dan zabarjad. Maka Muhammad Saw. melihatnya dan melihat
Tuhannya dengan mata hatinya.
وَقَالَ
ابْنُ زَيْدٍ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ شَيْءٍ رَأَيْتَ يَغْشَى تِلْكَ
السِّدْرَةَ؟ قَالَ: "رأيتُ يَغْشَاهَا فَرَاشٌ مِنْ ذَهَبٍ، وَرَأَيْتُ عَلَى
كُلِّ وَرَقَةٍ مِنْ وَرَقِهَا مَلَكا قَائِمًا يُسَبِّحُ اللَّهَ، عَزَّ
وَجَلَّ"
Ibnu Zaid mengatakan bahwa pernah ditanyakan, "Wahai Rasulullah, sesuatu
apakah yang engkau lihat menutupi Sidrah itu?" Nabi Saw. menjawab: Aku
melihat kupu-kupu emas menutupi Sidratil Muntaha, dan aku melihat pada tiap-tiap
daunnya terdapat malaikat yang berdiri seraya bertasbih menyucikan Allah
Swt.
*******************
Firman Allah Swt.:
{مَا
زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى}
Penglihatan (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan
tidak (pula) melampauinya. (An-Najm: 17)
Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa pandangan mata Nabi Saw. tidak ditolehkan ke
arah kanan dan tidak pula ke arah kiri.
{وَمَا
طَغَى}
dan tidak (pula) melampauinya. (An-Najm: 17)
Yakni melampaui dari apa yang diperintahkan kepadanya; ini merupakan sifat
yang agung yang menggambarkan keteguhan hati dan ketaatan, karena sesungguhnya
Nabi Saw. tidak berbuat melainkan berdasarkan apa yang diperintahkan kepadanya,
tidak pula pernah meminta lebih dari apa yang diberikan kepadanya. Alangkah
baiknya apa yang dikatakan oleh seorang penyair dalam bait syair berikut:
رأَى
جَنَّةَ المَأوَى وَمَا فَوْقَها، وَلَو ...
رَأى غَيرُهُ مَا قَد رَآه لتَاهَا ...
Dia telah melihat surga tempat tinggal
dan alam yang ada di atasnya; seandainya dia melihat hal yang lain dari apa yang
telah dilihatnya, tentulah pandangannya akan tersesat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَقَدْ
رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى}
Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya yang
paling besar. (An-Najm: 18)
Semakna dengan firman-Nya:
{لِنُرِيَكَ
مِنْ آيَاتِنَا}
agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)
Kami. (Al-Isra: 1)
yang menunjukkan akan kekuasaan dan kebesaran Kami. Berdasarkan kedua ayat
ini sebagian ulama ahli sunnah wal jama'ah mengatakan bahwa penglihatan di malam
itu tidak terjadi, karena Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:
Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya yang
paling besar. (An-Najm: 18)
Seandainya dia melihat Tuhannya, niscaya hal tersebut diberitakan dan
orang-orang pun mengatakan hal yang sama. Pembahasan mengenai masalah ini telah
dikemukakan di dalam surat Al-Isra.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abun Nadr, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Talhah, dari Al-Walid ibnu Qais, dari
Ishaq ibnu Abul Kahtalah, bahwa Muhammad telah mengatakan, yang menurutnya dia
menerimanya dari Ibnu Mas'ud r.a. yang telah mengatakan bahwa sesungguhnya
Muhammad tidak melihat Jibril a.s. dalam rupanya yang asli kecuali hanya dua
kali. Yang pertama kali Nabi Saw. meminta kepada Jibril agar menampilkan rupa
aslinya kepadanya, lalu beliau menyaksikan rupa aslinya yang memenuhi cakrawala
langit. Adapun yang kedua kalinya ialah di saat beliau Saw. naik bersamanya (di
malam Isra). Firman Allah Swt.: sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi,
kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, makajadilah dia dekat
(pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat
(lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang
telah Allah wahyukan. (An-Najm: 7-10) Setelah Jibril a.s. melapor kepada
Tuhannya, maka kembalilah ia kepada ujudnya semula, lalu bersujud. Firman Allah
Swt.: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya
yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di
dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika
Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatan
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula)
melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya
yang paling besar. (An-Najm: 13-18) Yakni bentuk Malaikat Jibril a.s. yang
aslinya.
Demikianlah menurut riwayat Imam Ahmad, tetapi predikatnya
garib.