Tafsir Surat Qaf, ayat 1-5
{ق
وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ (1) بَلْ عَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ
فَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا شَيْءٌ عَجِيبٌ (2) أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا
ذَلِكَ رَجْعٌ بَعِيدٌ (3) قَدْ عَلِمْنَا مَا تَنْقُصُ الأرْضُ مِنْهُمْ
وَعِنْدَنَا كِتَابٌ حَفِيظٌ (4) بَلْ كَذَّبُوا بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُمْ
فَهُمْ فِي أَمْرٍ مَرِيجٍ (5) }
Qaf. Demi Al-Qur'an yang sangat mulia.
(Mereka tidak menerimanya) bahkan mereka
tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari
(kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang kafir, "Ini adalah
suatu yang amat ajaib.” Apakah kami setelah mati dan setelah menjadi tanah
(kami akan kembali lagi)? Itu adalah suatu pengembalian yang tidak
mungkin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dari
(tubuh-tubuh) mereka, dan pada sisi Kami pun ada kitab yang memelihara
(mencatat). Sebenarnya mereka telah mendustakan kebenaran tatkala
kebenaran itu datang kepada mereka, maka mereka berada dalam keadaan kacau
balau.
Qaf adalah salah satu dari huruf Hijaiah yang telah disebutkan pada permulaan
surat-surat Al-Qur'an, sama halnya dengan Shad, Nun, Alif Lam Mim, Ha Mim, Ta
Sin, dan lain sebagainya, menurut Qatadah dan lain-lainnya yang keterangannya
telah kami kemukakan dalam permulaan tafsir surat Al-Baqarah sehingga tidak
perlu diulangi lagi.
Menurut apa yang diriwayatkan dari sebagian ulama Salaf, Qaf adalah nama
sebuah gunung. Seakan-akan —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— riwayat ini
bersumber dari dongengan-dongengan kaum Bani Israil, lalu diambil oleh sebagian
orang karena adanya pembolehan mengambil riwayat dari mereka menyangkut hal-hal
yang tidak dapat dibenarkan dan tidak dapat pula didustakan.
Menurut hemat saya, hal ini dan yang semisal dengannya termasuk salah satu
dari buatan kaum zindiq mereka (Bani Israil) yang sengaja mereka sisipkan dalam
agama mereka untuk mengelabul urusan agama mereka. Sebagaimana telah dilakukan
buatan-buatan seperti ini di kalangan umat ini, padahal banyak memiliki ulama
yang agung, para ahli hafal hadis, dan para Imam mujtahidin, yaitu hadis-hadis
buatan yang disandarkan kepada Nabi Saw. Padahal masa umat ini dengan nabinya
masih belum begitu jauh. Maka terlebih lagi dengan umat Bani Israil yang masanya
begitu jauh, sedangkan para ahli hafal kitab yang kritis sangat minim di
kalangan mereka. Dan lagi kebiasaan mereka dalam meminum Khamr dan para ulamanya
yang berani mengubah kalimat-kalimat Al-Kitab dari tempat-tempat yang
sebenarnya serta berani pula mengganti kitab Allah dan ayat-ayat-Nya.
Sesungguhnya syariat kita memperbolehkan pengambilan riwayat dari mereka
(Ahli Kitab) hanyalah sebatas apa yang telah digariskan oleh Nabi Saw. melalui
sabdanya:
"وَحَدِّثُوا
عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ، وَلَا حَرَجَ"
Berceritalah dari Bani Israil tidak ada dosa.
Yaitu sebatas apa yang diperbolehkan oleh kaidah rasio. Adapun mengenai
hal-hal yang irasional dan jelas batil serta dicurigai dusta, maka hal tersebut
bukanlah termasuk ke dalam apa yang diperbolehkan oleh hadis di atas. Hanya
Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Banyak dari kalangan ahli tafsir ulama Salaf dan juga sejumlah besar ulama
Khalaf yang meriwayatkan kisah-kisah dari kitab-kitab Ahli Kitab dalam jumlah
yang boleh dikata cukup banyak sehubungan dengan tafsir Al-Qur'anul Karim,
padahal yang sebenarnya mereka tidak memerlukan berita-berita dari mereka.
Dan ironisnya Imam Abu Muhammad Abdur Rahman ibnu Abu Hatim Ar-Razi sendiri
rahimahullah sehubungan dengan tafsir ayat ini telah mengetengahkan
sebuah atsar yang garib. yang sanadnya tidak sahih sampai pada Ibnu Abbas
r.a.
Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku yang mengatakan bahwa
ia pernah mendapat cerita dari Muhammad ibnu Ismail Al-Makhzumi, bahwa telah
menceritakan kepada kami Lais ibnu Abu Salim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas r.a.
yang mengatakan bahwa Allah Swt. telah menciptakan lautan di balik bumi ini yang
mengelilinginya, kemudian di balik lautan itu Allah menciptakan sebuah gunung
yang diberi nama Gunung Qaf; langit yang terdekat mengatapinya. Kemudian di
balik gunung itu Allah Swt. menciptakan pula bumi sebesar tujuh kali lipat bumi
ini. Kemudian Allah Swt. di balik itu menciptakan lautan yang mengelilinginya,
lalu Dia di balik itu menciptakan sebuah gunung yang dinamakan Gunung Qaf,
langit yang kedua mengatapinya, hingga hal yang sama diciptakan pada tujuh bumi
dan tujuh laut, dan tujuh gunung, serta tujuh langit. Kemudian Ibnu Abbas r.a.
mengatakan bahwa itulah yang dimaksud oleh firman Allah Swt. yang mengatakan:
dan laut itu ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudahnya.
(Luqman: 27)
Sanad atsar ini munqati (ada mata rantai yang terputus).
Yang jelas menurut apa yang diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah dan Ibnu
Abbas ra sehubungan dengan Qaf ini, ia adalah salah satu dan Asma Allah Swt.
Dan menurut riwayat dari Mujahid, Qaf adalah salah satu dan huruf Hijaiah
sama halnya dengan firman Allah Swt. lainnya yang mengawal, banyak surat,
seperti Shad, Nun, Ha Mim, Ta Sin, Alif Lam Mim dan lain sebagainya. Ini Jelas
berbeda jauh sekali dari apa yang dikatakan bersumber dari Ibnu Abbas r.a. di
atas.
Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan Qaf ialah Qudiyal Amru
Wallahi, yakni 'Demi Allah, urusan itu telah diputuskan . Dan bahwa firman
Allah Swt. ini menunjukkan adanya kalimat yang terbuang yang berkaitan
dengannya, semisal dengan apa yang dikatakan oleh seorang penyair:
قلت
لها: قفي فقلت: قَافْ ...
Kukatakan
kepadanya.”Berhentilah!" Maka dia
berkata.”Stop!"
Tetapi tafsir seperti ini masih diragukan, karena adanya kalimat yang
terbuang hanya dapat ditunjukkan melalui konteks yang menunjuk ke arahnya. Lalu
darimanakah pengertian seperti itu dalam huruf Qaf ini?
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالْقُرْآنِ
الْمَجِيدِ}
Demi Al-Qur'an yang sangat mulia. (Qaf: 1)
Yakni Al-Qur'an yang sangat mulia lagi sangat agung.
لَا
يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ
حَكِيمٍ حَمِيدٍ
yang tidak datang kepadanya kebatilan, baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.
(Fushshilat: 42)
Para ulama berbeda pendapat sehubungan dengan jawaban dari sumpah yang
disebutkan dalam ayat ini.
Menurut Ibnu Jarir dan sebagian ulama Nahwu, jawab qasam-nya
adalah firman Allah Swt.:
{قَدْ
عَلِمْنَا مَا تَنْقُصُ الأرْضُ مِنْهُمْ وَعِنْدَنَا كِتَابٌ
حَفِيظٌ}
Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dari
(tubuh-tubuh) mereka, dan pada sisi Kami pun ada kitab yang memelihara
(mencatat). (Qaf: 4)
Tetapi pendapat ini masih diragukan, bahkan sebenarnya jawab qasam-nya
telah terkandung di dalam kalimat sesudahnya, yaitu menetapkan kenabian dan hari
kemudian, yakni mengukuhkan dan meyakinkan keberadaannya, sekalipun hal tersebut
tidak disebutkan secara teks; hal seperti ini banyak didapati dalam
qasam-qasam yang ada dalam Al-Qur'an, seperti pada pembahasan yang
terdahulu dalam firman-Nya:
{ص
وَالْقُرْآنِ ذِي الذِّكْرِ بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي عِزَّةٍ
وَشِقَاقٍ}
Shad, demi Al-Qur’an yang mempunyai keagungan. Sebenarnya orang-orang
kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit.
(Shad: 1-2)
Hal yang sama disebutkan di dalam surat ini melalui firman-Nya:
{ق
وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ بَلْ عَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ فَقَالَ
الْكَافِرُونَ هَذَا شَيْءٌ عَجِيبٌ}
Qaf. Demi Al-Qur'an yang sangat mulia. (Mereka tidak menerimanya)
bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi
peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang
kafir, "Ini adalah suatu yang amat ajaib.” (Qaf: 1-2)
Yakni mereka merasa heran dengan adanya seorang rasul dari kalangan manusia
yang diutus kepada mereka. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh
firman-Nya:
{أَكَانَ
لِلنَّاسِ عَجَبًا أَنْ أَوْحَيْنَا إِلَى رَجُلٍ مِنْهُمْ أَنْ أَنْذِرِ
النَّاسَ}
Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada
seorang laki-laki di antara mereka, "Berilah peringatan kepada manusia.”
(Yunus: 2)
Yaitu hal ini bukanlah merupakan peristiwa yang mengherankan, karena
sesungguhnya Allah memilih dari kalangan malaikat dan manusia menjadi
utusan-Nya.
Kemudian Allah Swt. berfirman, menceritakan keheranan mereka tentang adanya
hari kembali yang mereka anggap sebagai hal yang mustahil:
{أَئِذَا
مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا ذَلِكَ رَجْعٌ بَعِيدٌ}
Apakah kami setelah mati dan setelah menjadi tanah (kami akan kembali
lagi)? Itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin. (Qaf: 3)
Mereka mengatakan, "Apakah bila kita telah mati dan menjadi tulang belulang
serta semua sendi tulang-tulang kita bercerai-berai, dan kita menjadi tanah,
apakah mungkin sesudah itu kita akan dihidupkan kembali seperti semua alam
bentuk dan susunan yang sekarang ini seutuhnya?"
{ذَلِكَ
رَجْعٌ بَعِيدٌ}
Itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin. (Qaf: 3)
Yakni mustahil bisa terjadi. Makna yang dimaksud ialah mereka tidak meyakini
adanya hari berbangkit dan beranggapan bahwa itu mustahil. Maka dalam firman
selanjutnya Allah Swt. menjawab mereka:
{قَدْ
عَلِمْنَا مَا تَنْقُصُ الأرْضُ مِنْهُمْ}
Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dari
(tubuh-tubuh) mereka. (Qaf: 4)
Artinya, Kami mengetahui apa yang dimakan oleh bumi dari tubuh-tubuh mereka
yang telah hancur, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Kami dimanakah tubuh
mereka dan menjadi apakah tubuh mereka.
{وَعِنْدَنَا
كِتَابٌ حَفِيظٌ}
dan pada sisi Kami pun ada kitab yang memelihara (mencatat) (Qaf:
4)
Yakni yang mencatat semuanya itu; ilmu Allah meliputi semuanya dan segala
sesuatu telah dicatat di dalam Kitab di sisi-Nya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna
firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi
dari (tubuh-tubuh) mereka. (Qaf: 4) Yaitu bumi yang memakan daging,
kulit dan tulang serta rambut mereka.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak, dan
lain-lainnya.
Kemudian Allah Swt. menjelaskan penyebab kekafiran mereka, keingkaran dan
anggapan mustahil mereka terhadap hal yang tidak mustahil. Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{بَلْ
كَذَّبُوا بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُمْ فَهُمْ فِي أَمْرٍ مَرِيجٍ}
Sebenarnya mereka telah mendustakan kebenaran tatkala kebenaran itu datang
kepada mereka, maka mereka berada dalam keadaan kacau balau. (Qaf: 5)
Demikianlah keadaan setiap orang yang menyimpang dari kebenaran, apa pun
alasan yang dikatakannya adalah batil belaka sesudah ia menyimpang dari
kebenaran. Al-marij artinya pertentangan, kekacauan, kepalsuan, dan
kemungkaran, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{إِنَّكُمْ
لَفِي قَوْلٍ مُخْتَلِفٍ يُؤْفَكُ عَنْهُ مَنْ أُفِكَ}
sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat,
dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan.
(Adz-Dzariyat: 8-9)