Tafsir Surat Shad, ayat 34-40
{وَلَقَدْ
فَتَنَّا سُلَيْمَانَ وَأَلْقَيْنَا عَلَى كُرْسِيِّهِ جَسَدًا ثُمَّ أَنَابَ (34)
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي
إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ (35) فَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي بِأَمْرِهِ
رُخَاءً حَيْثُ أَصَابَ (36) وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاءٍ وَغَوَّاصٍ (37)
وَآخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي الأصْفَادِ (38) هَذَا عَطَاؤُنَا فَامْنُنْ أَوْ
أَمْسِكْ بِغَيْرِ حِسَابٍ (39) وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآبٍ
(40) }
Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman
dan Kami jadikan (dia) tergeletak di
atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian ia
bertobat. Ia berkata.”Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku
kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku. sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Pemberi.” Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang
berhembus dengan baik menurut perintahnya ke mana saja yang dikehendakinya, dan
(Kami tundukkan pula kepadanya) setan-setan semuanya ahli bangunan dan
penyelam, dan setan yang lain yang terikat dalam belenggu. Inilah anugerah Kami;
maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu
sendiri) dengan tiada pertanggungjawaban. Dan sesungguhnya dia mempunyai
kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik.
Firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ
فَتَنَّا سُلَيْمَانَ}
Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman. (Shad: 34)
Yakni Kami telah mengujinya dengan mencabut kerajaan dari tangannya.
{وَأَلْقَيْنَا
عَلَى كُرْسِيِّهِ جَسَدًا}
dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh
(yang lemah karena sakit). (Shad: 34)
Ibnu Abbas r.a. Mujahid, Sa'id ibnu Jubair Al-Hasan, dan Qatadah serta
lain-lainnya menyebutkan sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu: Dan Kami
jadikan di atas singgasananya sesosok tubuh (yang mirip dengan dia). Mereka
menyebutkan bahwa sosok tubuh itu adalah setan yang merupakan dirinya dengan
Nabi Sulaiman.
{ثُمَّ
أَنَابَ}
Kemudian ia bertobat. (Shad: 34)
Mereka menyebutkan bahwa makna anaba ialah kembali, yakni kemudian
kerajaan, pengaruh, dan wibawanya kembali kepada Sulaiman seperti semula.
Ibnu Jarir meyebutkan bahwa nama setan (Jin) tersebut adalah Sakhr,
demikianlah menurut Ibnu Abbas dan Qatadah. Menurut pendapat lain nama setan itu
adalah Asif, kata Mujahid. Menurut pendapat yang lainnya lagi adalah Asruwa,
yang juga kata Mujahid. Menurut As-Saddi, nama setan itu adalah Habyaq. Dalam
menyebutkan kisah kejadian ini sebagian dari mereka ada yang menceritakannya
secara panjang lebar, dan sebagian yang lain menceritakannya secara ringkas.
Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah yang telah menceritakan
bahwa Sulaiman diperintahkan untuk membangun Baitul Maqdis. Maka dikatakan
kepadanya, "Bangunlah ia, tetapi jangan sampai terdengar suara besi beradu."
Nabi Sulaiman a.s berusaha untuk melakukannya, tetapi tidak mampu (karena harus
tanpa suara).
Kemudian dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya ada yang mampu melakukannya. Dia
adalah setan yang bertempat tinggal di laut, dikenal dengan nama Sakhr, jin yang
jahat."
Maka Sulaiman a.s. mencarinya, dan tersebutlah bahwa di tepi laut tersebut
terdapat sebuah mata air yang biasa didatangi oleh jin Sakhr untuk minum darinya
seminggu-sekali. Lalu Nabi Sulaiman mengeringkan airnya dan menggantinya dengan
khamr.
Dan pada hari minumnya, jin Sakhr datang. Ternyata ia menjumpainya telah
menjadi khamr, maka ia berkata, "Sesungguhnya airmu ini adalah minuman yang
baik, hanya saja engkau akan membuat orang yang penyabar menjadi mabuk dan
membuat orang yang bodoh makin bertambah bodoh."
Setelah minum Sakhr pulang, dan kembali lagi kepadanya setelah merasa
kehausan yang sangat. Ia berkata, "Sesungguhnya engkau adalah minuman yang baik,
tetapi engkau dapat menjadikan orang yang penyabar mabuk dan menambahkan
kebodohan kepada orang yang bodoh." Lalu Sakhr meminumnya lagi hingga pengaruh
khamr menguasai akalnya.
Kemudian diperlihatkan kepadanya cincin Sulaiman, atau cincin itu ditempelkan
di antara kedua tulang belikatnya, hingga Sakhr lumpuh dan tunduk.
Disebutkan bahwa letak kesaktian Nabi Sulaiman berada pada cincinnya. Lalu
Sakhr dibawa menghadap kepada Nabi Sulaiman a.s, dan Nabi Sulaiman berkata,
"Sesungguhnya kami telah diperintahkan untuk membangun rumah ini (Baitul
Maqdis), dan dikatakan kepada kami bahwa dalam membangunnya tidak boleh ada
suara besi."
Maka Sakhr mendatangkan telur burung hudhud, lalu meletakkannya di dalam
sebuah kotak kaca yang tertutup rapat. Ketika induk burung hudhud itu datang, ia
hanya bisa berputar di sekitar peti kaca tersebut; ia dapat melihat telurnya,
tetapi tidak dapat mendekatinya. Maka burung hudhud itu pergi dan datang lagi
dengan membawa intan, lalu ia mengeratkan intan itu pada kotak kaca dan pecahlah
kacanya hingga ia bisa mengerami telurnya. Maka Nabi Sulaiman mengambil intan
dan menjadikannya sebagai alat untuk memotong batu-batuan.
Nabi Sulaiman a.s. apabila hendak memasuki kamar kecil atau kamar mandi tidak
membawa serta cincinnya itu. Pada suatu hari ia pergi ke tempat mandi, sedangkan
setan itu (yakni Sakhr) ikut bersamanya; peristiwa ini terjadi seusai Nabi
Sulaiman menggauli salah seorang istrinya.
Sebelum Sulaiman a.s. memasuki kamar mandinya, terlebih dahulu ia menitipkan
cincinnya itu kepada Sakhr. Tetapi setelah Sakhr menerimanya, ia melemparkannya
ke laut dan cincin itu ditelan oleh ikan.
Maka kesaktian Nabi Sulaiman hilang. Kemudian Sakhr menyerupakan dirinya
dengan Suliaman; ia datang ke kerajaannya, lalu duduk di atas singgasananya.
Sejak saat itu Sakhr menguasai seluruh kerajaan milik Nabi Sulaiman, kecuali
istri-istri Nabi Sulaiman. Sakhr menjalankan roda pemerintahan dan memutuskan
peradilan di antara mereka, tetapi mereka memprotes banyak hal yang telah
diputuskannya, hingga mereka mengatakan, "Sesungguhnya Nabi Allah mendapat
cobaan." Di antara mereka terdapat seorang lelaki yang diserupakan oleh mereka
mempunyai kekuatan yang mirip dengan sahabat Umar ibnul Khattab. Lelaki itu
berkata, "Demi Allah, sungguh aku akan mencobanya." Ia bertanya, "Hai Nabi
Allah, dia mengira bahwa yang duduk di atas singgasana itu adalah Nabi Sulaiman,
bagaimanakah jika salah seorang dari kami mengalami jinabah di suatu malam yang
dingin, lalu ia meninggalkan mandi jinabah dengan sengaja hingga matahari
terbit, apakah menurut pendapatmu ia tidak berdosa? Sakhr yang menyerupai
dirinya dengan Nabi Sulaiman menjawab, "Tidak."
Ketika Sakhr dalam keadaan demikian selama empat puluh hari, tiba-tiba Nabi
Sulaiman menemukan cincinnya di dalam perut seekor ikan. Lalu ia datang; tiada
jin dan tiada pula burung yang bersua dengannya melainkan bersujud hormat
kepadanya, hingga sampailah ia ke kerajaannya tempat mereka berada.
{وَأَلْقَيْنَا
عَلَى كُرْسِيِّهِ جَسَدًا}
dan Kami jadikan di atas singgasananya sesosok tubuh. (Shad: 34)
Tubuh tersebut tiada lain kecualijin Sakhr yang jahat itu.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya
Kami telah menguji Sulaiman. (Shad: 34) Yakni Kami uji dia, dengan cara
seperti yang disebutkan firman berikutnya: dan Kami jadikan di atas
singgasananya sesosok tubuh. (Shad: 34)
Bahwa dia adalah setan yang didudukkan di atas singgasananya selama empat
puluh hari.
Disebutkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. mempunyai seratus orang istri dan di
antaranya ada seorang istri yang dikenal dengan nama Jaradah, yang paling
dicintainya dan paling dipercayai olehnya di antara semua istri-istrinya.
Tersebutlah apabila Sulaiman hendak melakukan sesuatu yang mengakibatkan dirinya
berjinabah atau hendak membuang hajatnya, terlebih dahulu ia menanggalkan
cincinnya; maka tiada seorang pun yang dipercaya olehnya selain dari Jaradah
istri tersayangnya itu. Ia menitipkan cincinnya itu kepadanya di suatu hari,
lalu ia masuk ke tempat buang air. Tidak lama kemudian muncullah setan yang
menyerupakan diri seperti dia, lalu setan itu berkata, "Kemarikanlah cincinku!"
Jaradah menyerahkan cincin tersebut kepadanya. Selanjutnya setan itu datang ke
kerajaan Nabi Sulaiman, lalu duduk di atas tempat duduk Nabi Sulaiman.
Sesudah itu Nabi Sulaiman a.s. keluar dari tempat buang airnya lalu meminta
kepada istrinya (Jaradah) untuk menyerahkan cincinnya itu. Maka istinya
menjawab.”Bukankah engkau telah mengambilnya tadi?" Nabi Sulaiman a.s. berkata,
"Belum." Sejak saat itu Nabi Sulaiman pergi, seakan-akan seperti layang-layang
yang putus tanpa tujuan sedangkan setan itu tinggal selama empat puluh hari
memerintah kerajaannya dan memutuskan perkara di antara manusia.
Orang-orang mengingkari keputusan-keputusan hukumnya, maka Ahli Qurra Bani
Israil berkumpul bersama ulamanya, setelah itu mereka mendatangi istri-istri
Nabi Sulaiman dan mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya kami mengingkari sepak
terjang orang ini. Jika memang Nabi Sulaiman telah kehilangan akal sehatnya,
maka kami tidak mau menerima semua keputusannya."
Mendengar berita itu semua istri Nabi Sulaiman menangis. Mereka pergi
mendatangi Sulaiman dengan jalan kaki. Setelah sampai di hadapannya, mereka
memandangnya dengan pandangan yang teliti, kemudian mereka membuka kitab Taurat
dan membacanya.
Maka dengan serta merta setan itu terpental ke udara dan jatuh di halaman
istana, sedangkan cincin Sulaiman berada di tangannya. Kemudian ia terbang jauh
dan pergi ke laut, tetapi cincin tersebut terjatuh darinya, jatuh ke laut, lalu
dimakan oleh seekor ikan yang ada di laut.
Sulaiman datang dalam keadaan tertanggalkan darinya kebesaran seorang raja ke
tepi laut, hingga sampailah ia pada salah seorang penangkap ikan di laut
tersebut. Ia dalam keadaan sangat lapar, maka ia meminta ikan kepada para
penangkap ikan itu. Ia berkata kepada mereka, "Sesungguhnya aku adalah
Sulaiman," maka sebagian dari mereka bangkit dan memukulnya dengan tongkat
hingga Sulaiman terluka pada kepalanya. Sulaiman bersabar dan mencuci lukanya
itu di tepi pantai dengan air laut. Para nelayan yang ada mencela perbuatan
teman mereka yang memukul Sulaiman, dan mereka berkata kepadanya, "Buruk sekali
perlakuanmu itu dengan memukul dia." Orang yang memukulnya menjawab.”Dia mengira
bahwa dirinya adalah Sulaiman."
Akhirnya mereka memberinya dua ekor ikan yang tidak terpakai oleh mereka.
Sulaiman tidak mengindahkan lagi luka akibat pukulan, ia bangkit menuju ke tepi
pantai, lalu membelah perut kedua ikan itu dan mencucinya. Ternyata ia menjumpai
cincinnya berada di dalam perut salah satu dari kedua ekor ikan pemberian
itu.
Ia segera memungutnya dan mengenakannya, maka dengan serta merta Allah
mengembalikan kepadanya wibawanya sebagai seorang raja dan juga kesaktiannya.
Burung-burung pun berdatangan hingga mengelilinginya, Melihat kejadian itu
barulah kaum yang ada di pantai itu merasa yakin bahwa dia adalah Sulaiman a.s.
Maka orang-orang berdatangan kepadanya seraya meminta maaf kepadanya atas apa
yang telah mereka lakukan terhadapnya. Sulaiman a.s. menjawab, "Aku tidak memuji
kalian atas permintaan maaf kalian, tidak pula aku mencela apa yang telah kalian
lakukan terhadapku, karena sesungguhnya peristiwa tersebut merupakan suatu
perkara yang telah terjadi."
Sulaiman a.s. berangkat hingga datang ke kerajaannya, lalu ia memerintahkan
agar setan tersebut ditangkap. Setelah setan itu ditangkap, ia menjatuhkan
hukuman terhadapnya, maka ia memasukkannya ke dalam sebuah peti besi yang
dikuncinya rapat-rapat dan dilak dengan cap dari cincinnya. Kemudian ia
memerintahkan agar peti itu dilemparkan ke dalam laut, dan setan tersebut akan
tetap berada di dalam peti itu hingga hari kiamat nanti. Disebutkan bahwa nama
setan itu adalah Habyaq.
As-Saddi melanjutkan kisahnya, bahwa telah ditundukkan bagi Sulaiman angin,
yang sebelum itu tidak ditundukkan terhadapnya. Seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya: dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh
seorang jua pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi. (Shad:
35)
Ibnu Abu Najib telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan Kami jadikan di atas singgasananya sesosok tubuh. (Shad:
34) Yaitu setan yang dikenal dengan nama Asif. Sulaiman a.s. berkata kepadanya,
"Bagaimanakah caranya kamu menguji manusia?" Asif berkata, "Perlihatkanlah
kepadaku cincinmu, nanti aku akan menceritakannya kepadamu!" Ketika Nabi
Sulaiman memberikan cincin itu kepadanya, maka ia (Asif) melemparnya ke
laut.
Setelah itn Sulaiman a.s. pergi mengembara, kerajaannya (kesaktiannya) telah
lenyap dari tangannya, sedangkan si Asif duduk di atas singgasananya. Tetapi
Allah Swt. mencegahnya dari istri-istri Nabi Sulaiman; maka dia tidak dapat
mendekati mereka, dan tidak sekali-kali mereka mendekatinya, mereka langsung
merasa benci terhadapnya.
Sejak itu Nabi Sulaiman a.s. makannya dari meminta-minta. Dia meminta makan
dan mengatakan, "Tahukan kalian, siapakah aku ini? Berilah aku makan, aku adalah
Sulaiman," tetapi mereka mendustakannya (tidak percaya kepadanya). Hinggga pada
suatu hari ada seorang wanita yang memberinya seekor ikan, lalu Sulaiman
membelah perutnya dan ternyata ia menjumpai cincinnya berada di dalam perut ikan
itu. Maka kembalilah kepadanya kebesaran kerajaan dan kesaktiannya, sedangkan
Asif kabur, lalu masuk ke dalam laut.
Semuanya itu bersumber dari kisah israiliyat, tetapi tiada seorang pun yang
mengingkari apa yang dikatakan oleh Ibnu Abu Hatim berikut: Ia mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnul Ala, Usman ibnu Abu Syaibah, dan Ali ibnu Muhammad; ketiganya
mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah
menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan Kami jadikan di atas singgasananya sesosok tubuh (yang
mirip degannya), kemudian ia kembali (merebut kerajaannya). (Shad: 34)
Bahwa ketika Nabi Sulaiman hendak memasuki kamar kecil, ia menyerahkan cincinnya
itu kepada Jaradah, salah seorang istrinya yang paling dicintainya.
Tiba-tiba datanglah setan yang menyerupai dirinya dengan Sulaiman, lalu
berkata kepada Jaradah, "Berikanlah cincinku kepadaku," maka Jaradah menyerahkan
cincin itu kepadanya. Setelah setan itu mengenakan cincin tersebut, tunduklah
kepadanya semua manusia, jin, dan setan.
Ketika Sulaiman keluar dari kamar kecilnya, berkatalah ia kepada istrinya,
"Kemarikanlah cincinku!" Jaradah menjawab, "Bukankah tadi telah kuberikan kepada
Sulaiman?" Sulaiman a.s. berkata, "Akulah Sulaiman." Jaradah menjawab, "Kamu
dusta, bukan Sulaiman."
Sejak saat itu tidak sekali-kali ia mendatangi seseorang dan mengatakan
kepadanya.”Akulah Sulaiman," melainkan orang itu mendustakannya, hingga
anak-anak kecil melemparinya dengan batu. Ketika Sulaiman menyaksikan kenyataan
ini, maka sadarlah ia bahwa ini merupakan perintah (ujian) dari Allah Swt.
Sedangkan setan itu bangkit dan memutuskan perkata di antara manusia (rakyat
kerajaan Nabi Sulaiman). Dan ketika Allah menghendaki akan mengembalikan
kerajaan kepada Sulaiman a.s, Allah menanamkan rasa ingkar dan benci terhadap
setan yang menyerupakan dirinya dengan rupa Sulaiman itu.
Maka orang-orang mengirimkan utusan untuk menghadap kepada istri-istri Nabi
Sulaiman. Para utusan mengatakan kepada mereka, "Apakah kalian menyaksikan
sesuatu yang aneh pada diri Sulaiman?" Mereka menjawab, "Ya, sesungguhnya dia
sekarang selalu mendatangi kami di saat kami sedang haid, padahal sebelum itu
dia tidak pernah melakukannya."
Ketika setan melihat bahwa perihal dirinya akan diketahui dan kedoknya akan
terbuka, mereka menulis sebuah kitab yang di dalamnya terkandung sihir dan
kekufuran, lalu mereka pendam di bawah singgasananya. Setelah itu mereka gali
dan berpura-pura menemukannya, dan mereka membacakannya kepada orang-orang.
Akhirnya mereka mengatakan, "Dengan cara inikah Sulaiman menguasai manusia dan
mengalahkan mereka?" Kemudian semua orang mengingkari Sulaiman dan mereka tetap
bersikap mengingkarinya.
Selanjutnya setan itu melemparkan cincin Sulaiman ke dalam laut. Setelah
dilemparkan, cincin itu ditelan oleh ikan. Tersebutlah bahwa Nabi Sulaiman
(sesudah peristiwa itu) bekerja sebagai kuli di sebuah pantai. Maka datanglah
seorang lelaki membeli ikan-ikan di pantai itu dari jenis ikan yang menelan
cincin Sulaiman, dari ikan yang menelan cincin itu pun ada pada kelompoknya
tersebut. Lelaki itu memanggil Sulaiman dan berkata kepadanya.”Maukah engkau
pikul ikan-ikan ini?" Sulaiman menjawab, "Ya." Sulaiman bertanya, "Berapa
upahnya?" Lelaki itu menjawab, "Saya bayar dengan ikan jenis ini yang kamu pikul
nanti."
Nabi Sulaiman a.s. setuju, lalu ia memikul ikan-ikan itu dan pergi membawanya
ke rumah laki-laki itu. Setelah sampai di pintu rumah lelaki itu, maka si lelaki
itu memberinya upah berupa ikan yang ternyata di dalamnya terdapat
cincinnya.
Nabi Sulaiman menerimanya, lalu membelah ikan itu. Tiba-tiba ia menjumpai
cincinnya berada di dalam perut ikan tersebut, maka ia pungut dan memakainya.
Setelah ia memakai cincinnya itu, maka tunduklah kepadanya semua manusia, jin,
dan setan; keadaannya kembali seperti semula, sedangkan setan yang merebut
kedudukannya lari ke sebuah pulau di tengah laut.
Nabi Sulaiman a.s. mengirimkan utusan untuk mengejar dan menangkap setan yang
sangat jahat itu. Maka mereka mengejarnya, tetapi mereka tidak mampu
menangkapnya, pada akhirnya setan itu dijumpai sedang tidur. Kemudian mereka
membangun di atasnya sebuah bangunan tertutup dari timah. Ketika setan itu
bangun, ia kaget dan melompat, tetapi tidak sekail-kali ia melompat di bagian
mana pun dari bangunan itu melainkan timah itu melentur dan membelitnya.
Akhirnya mereka dapat menangkapnya dan mengikatnya, lalu membawanya ke
hadapan Nabi Sulaiman a.s. Maka Nabi Sulaiman memerintahkan agar dibuatkan
untuknya keramik yang diberi lubang, kemudian setan itu dimasukkan ke dalamnya
dan disumbat dengan penutup dari tembaga. Setelah itu ia memerintahkan agar
keramik itu dilemparkan ke laut. Yang demikian itu disebutkan di dalam firman
Allah Swt.: Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman, dan Kami jadikan di
atas kursinya sesosok tubuh (mirip dengan dia), kemudian ia kembali
(dapat merebutnya). (Shad: 34) Yang dimaksud dengan sosok tubuh itu adalah
setan yang telah menguasai kursinya.
Sanad riwayat ini kuat sampai kepada Ibnu Abbas. Akan tetapi, lahiriahnya
menunjukkan bahwa sesungguhnya Ibnu Abbas menerimanya jika sanadnya sahih, dari
kalangan Ahli Kitab. Perlu diketahui bahwa di antara Ahli Kitab ada sebagian
orang yang tidak meyakini kenabian Nabi Sulaiman a.s. Dengan kata lain, mereka
mendustakannya. Karena itu, dalam konteks kisah ini terdapat hal-hal yang
mungkar, dan yang paling parah ialah disebutkannya istri-istri Nabi Sulaiman
a.s. (yang dapat disetubuhi oleh setan itu di masa haidnya).
Karena sesungguhnya menurut riwayat yang terkenal dari Mujahid dan para imam
ulama Salaf lainnya yang bukan hanya seorang, setan atau jin itu tidak dapat
menguasai istri-istri Nabi Sulaiman, bahkan Allah Swt. telah menjaga mereka dari
setan itu untuk memelihata kehormatan dan kemuliaan Sulaiman a.s.
Kisah ini telah diriwayatkan secara pajang lebar bersumber dari sejumlah
ulama Salaf, seperti Sa'id ibnul Musayyab, Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya.
Semuanya itu dinukil dari kisah-kisah Ahli Kitab, hanya Allah sajalah Yang Maha
Mengetahui.
Yahya ibnu Abu Arubah Asy-Syaibani mengatakan bahwa Sulaiman menemukan
kembali cincinnya di Asqalan, lalu ia berjalan dengan mengenakan kain saja
menuju Baitul Maqdis sebagai ungkapan rasa tawadu'nya (rendah dirinya) kepada
Allah Swt. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dari Ka'bul Ahbar mengenai gambaran tentang
singgasana Nabi Sulaiman a.s. yang kisahnya menakjubkan. Ibnu Abu Hatim
mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada
kami Abu Saleh juru tulis Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Abu Ishaq
Al-Masri, dari Ka'bul Ahbar. Disebutkan bahwa setelah Ka'bul Ahbar selesai dari
kisah kaum Iram yang mempunyai tiang-tiang yang tinggi, Mu'awiyah berkata
kepadanya, "Hai Abu Ishaq, ceritakanlah kepadaku tentang singgasana Nabi
Sulaiman ibnu Nabi Daud a.s. dan gambaran tentangnya, Terbuat dari apakah
ia?"
Ka'bul Ahbar menjawab, bahwa singgasana Nabi Sulaiman terbuat dari gading
gajah yang bertahtakan mutiara, yaqut, zabarjad, dan intan. Nabi Sulaiman telah
membuat tangga untuk naik ke singgasananya itu, yang antara lain dihiasi dengan
intan, yaqut dan zabarjad.
Selanjutnya Nabi Sulaiman memerintahkan agar di sebelah kanan dan kiri kursi
(singgasana)nya dihiasi dengan pohon kurma dari emas yang pelepah daunnya
terbuat dari yaqut, zabarjad dan mutiara. Sedangkan di atas pohon kurma yang di
sebelah kanan singgasananya dibuat patung burung merak dari emas, dan di atas
pohon kurma yang ada di sebelah kirinya dibuat burung garuda dari emas yang
posisinya berhadapan dengan burung merak.
Kemudian di sebelah kanan tangga naik ke singgasananya dibuat pohon sanubar
dari emas, sedangkan di sebelah kiri tangga dibuat dua buah patung singa dari
emas, yang di atas kepala masing-masing dibuat sebuah tiang terbuat dari
zabarjad. Selanjutnya di sebelah kanan dan kiri singgasananya dibuat dua pohon
anggur yang menaungi singgasana sedangkan buah-buahnya terbuat dari intan dan
yaqut merah.
Di bagian atas tangga singgasana dibuat dua buah patung singa yang besar
terbuat dari emas yang berongga, dan di dalam rongganya diisi dengan minyak
misik dan minyak ambar (yang sangat harum baunya) Apabila Nabi Sulaiman hendak
menaiki singgasananya, maka singa besar itu berputar sesaat, lalu diam seraya
menyemprotkan parfum yang ada di dalam rongganya ke sekitar singgasananya.
Kemudian diletakkan dua buah mimbar yang terbuat dari emas, yang satu untuk
wakilnya, sedangkan yang lain untuk para pemimpin pendeta Bani Israil di masa
itu. Setelah itu diletakkan pula di hadapan singgasananya tujuh puluh mimbar
yang semuanya terbuat dari emas, untuk tempat duduk para kadi, para ulama, dan
orang-orang terhormat Bani Israil. Di belakang semua mimbar itu terdapat pula
tiga puluh lima mimbar terbuat dari emas, tiada seorang pun yang duduk di
atasnya.
Apabila Nabi Sulaiman hendak naik untuk duduk di atas singgasananya, maka ia
menginjakkan kakinya di atas tangga naik bagian bawah maka berputarlah
singgasananya bersama apa yang ada di sekitarnya patung singa merentangkan kaki
kanannya, sedangkan burung garuda mengembangkan sayap kirinya. Apabila Nabi
Sulaiman menginjakkan kakinya ke tangga yang kedua, maka patung singa itu
merentangkan tangan kirinya, dan burung garuda merentangkan sayap kanannya.
Apabila Nabi Sulaiman telah menaiki tangga ketiganya, lalu duduk di atas
singgasananya, maka patung burung garuda itu bergerak mengambil mahkota Nabi
Sulaiman a.s., lalu meletakkannya di atas kepala Nabi Sulaiman. Dan apabila
mahkota telah di letakkan di atas kepalanya, maka berputarlah singgasananya
berikut semua yang ada padanya sebagaimana berputarnya kincir dengan putaran
yang cepat.
Mu'awiyah berkata, "Lalu apakah yang menggerakkannya dapat berputar, hai Abu
Ishak (nama julukan Ka'bul Ahbar)?" Ka'bul Ahbar menjawab, bahwa yang
menggerakkannya adalah naga emas yang ada pada singgasananya. Naga itu merupakan
suatu karya yang hebat dan buah tangan jin Sakhr.
Apabila tombol yang berupa naga itu diputar, maka berputarlah semua patung
singa, patung garuda, dan patung merak yang berada di bawah singgasananya,
sedangkan yang ada di atas tidak. Dan apabila tombol ditekan lagi, maka
berhentilah semua patung itu dan berputarnya, sedangkan kepala mereka tertunduk
berada di atas kepala Nabi Sulaiman a s. yang telah duduk di atas singgasananya.
Kemudian patung-patung itu menyemprotkan semua parfum yang ada di dalam
rongganya ke atas kepala Nabi Sulaiman a.s.
Kemudian burung merpati emas yang bertengger di atas tiang yang terbuat dari
mutiara mengambil kitab Taurat, lalu meletakkannya di tangan Nabi Sulaiman a.s.
Maka Nabi Sulaiman a.s. membacakannya kepada orang-orang. Kemudian Ka'bul Ahbar
menceritakan kisah selanjutnya sampai akhir Kisah, tetapi kisah ini aneh
sekali.
**************
{قَالَ
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ
أَنْتَ الْوَهَّابُ}
Ia berkata, "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku
kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudah-ku; sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (Shad: 35)
Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa makna ayat ini ialah kerajaan yang
tidak layak bagi seseorang merebutnya dariku sesudahku, seperti yang pernah
terjadi dalam kasus setan jahat yang menguasai singgasananya itu. Dan bukan
berarti Nabi Sulaiman menghalang-halangi orang-orangyang sesudahnya untuk
mempunyai hal yang serupa dengan miliknya.
Akan tetapi, pendapat yang sahih mengatakan bahwa Nabi Sulaiman a.s. memohon
kepada Allah suatu kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang manusia pun
sesudahnya. Pengertian inilah yang terbaca dari makna lahiriah konteks ayat, dan
pengertian ini pulalah yang disebutkan di dalam hadis-hadis sahih melalui
berbagai jalur dari Rasulullah Saw.
قَالَ
الْبُخَارِيُّ عِنْدَ تَفْسِيرِ هَذِهِ الْآيَةِ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا رَوْحٌ وَمُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ عِفْرِيتًا مِنَ
الْجِنِّ تَفَلَّت عَلَيَّ الْبَارِحَةَ -أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا-لِيَقْطَعَ
عَلَيَّ الصَّلَاةَ فَأَمْكَنَنِي اللَّهُ مِنْهُ وَأَرَدْتُ أَنْ أَرْبِطَهُ إِلَى
سَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تُصبحوا وَتَنْظُرُوا إِلَيْهِ
كُلُّكُمْ فَذَكَرْتُ قَوْلَ أَخِي سُلَيْمَانَ: {رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي
مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي} قَالَ
رَوْحٌ: فَرَدَّهُ خَاسِئًا
Imam Bukhari sehubungan dengan tafsir ayat ini mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Rauh dan Muhammad
ibnu Ja'far, dari Syu'bah, dari Muhammad ibnu Ziad, dari Abu Hurairah r.a, dari
Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya pernah ada Ifrit dari jin yang
menampakkan dirinya kepadaku tadi malam —atau ungkapan yang semisal—
untuk memutuskan salat yang sedang kukerjakan. Maka Allah Swt. memberikan
kekuasaan kepadaku terhadapnya, dan aku berniat akan mengikatnya di salah satu
tiang masjid hingga pagi hari, lalu kalian semua dapat melihatnya. Tetapi aku
teringat akan ucapan saudaraku Sulaiman a.s. yang telah mengatakan, "Ya Tuhanku,
ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh
seorang jua pun sesudahku.” ( Shad: 35). Rauh mengatakan bahwa lalu Nabi
Saw. melepaskannya kembali dalam keadaan terhina.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Nasai melalui
Syu'bah dengan sanad yang sama.
قَالَ
مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ المُرَادي حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ حَدَّثَنِي رَبِيعَةَ
بْنِ يَزيد عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ:
قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فَسَمِعْنَاهُ
يَقُولُ: "أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْكَ". ثُمَّ قَالَ: "أَلْعَنُكَ بِلَعْنَةِ
اللَّهِ" -ثَلَاثًا-وَبَسَطَ يَدَه كَأَنَّهُ يَتَنَاوَلُ شَيْئًا فَلَمَّا فَرَغَ
مِنَ الصَّلَاةِ قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ سَمِعْنَاكَ تَقُولُ فِي
الصَّلَاةِ شَيْئًا لَمْ نَسْمَعْكَ تَقُولُهُ قَبْلَ ذَلِكَ وَرَأَيْنَاكَ
بَسَطَتْ يَدَكَ؟ قَالَ: "إِنَّ عَدُوَّ اللَّهِ إِبْلِيسَ جَاءَ بِشِهَابٍ مِنْ
نَارٍ لِيَجْعَلَهُ فِي وَجْهِي فَقُلْتُ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْكَ -ثَلَاثَ
مَرَّاتٍ-ثُمَّ قُلْتُ: أَلْعَنُكَ بِلَعْنَةِ اللَّهِ التَّامَّةِ. فَلَمْ
يَسْتَأْخِرْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ أَرَدْتُ أخْذَه وَاللَّهِ لَوْلَا دَعْوَةُ
أَخِينَا سُلَيْمَانَ لَأَصْبَحَ مُوثَقًا يَلْعَبُ بِهِ صِبْيَانُ أَهْلِ
الْمَدِينَةِ"
Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Salamah Al-Muradi, telah menceritakan kepada kami Abdullah
ibnu Wahb, dari Mu'awiyah ibnu Saleh, telah menceritakan kepadaku Rabi'ah ibnu
Yazid, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. berdiri mengerjakan salatnya, lalu kami dengar beliau
mengucapkan: Aku berlindung kepada Allah dari godaanmu —kemudian beliau
mengucapkan pula— aku laknat engkau dengan laknat Allah. sebanyak tiga
kali seraya mengulurkan tangannya seakan-akan seperti seseorang yang akan
menangkap sesuatu. Setelah selesai dari salatnya, kami bertanya "Wahai
Rasulullah, kami mendengar engkau mengucapkan sesuatu dalam salatmu yang belum
pernah kami dengar engkau mengucapkannya sebelum itu, dan kami lihat engkau
mengulurkan tanganmu?" Maka Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya iblis
musuh Allah, datang dengan membawa obor api yang akan dia sundutkan ke mukaku,
maka aku berkata, "Aku berlindung kepada Allah dari godaanmu," sebanyak tiga
kali. Kemudian kukatakan pula, "Aku laknat engkau dengan laknat Allah yang
sempurna, " sebanyak tiga kali pula, tetapi ia tidak mau mundur. Kemudian aku
bermaksud untuk menangkapnya, tetapi demi Allah, seandainya tidak ada doa
saudara kami Sulaiman, tentulah ia telah terikat di pagi harinya, dapat
dijadikan main-mainan oleh anak-anak Madinah.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ حَدَّثَنَا مَيْسَرَةُ بْنُ
مَعْبَدٍ حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدٍ حَاجِبُ سُلَيْمَانَ قَالَ: رَأَيْتُ عَطَاءَ
بْنَ يَزِيدَ اللَّيْثِيَّ قَائِمًا يُصَلِّي، فَذَهَبْتُ أَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ
فَرَدَّنِي ثُمَّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ يُصَلِّي صَلَاةَ الصُّبْحِ
وَهُوَ خَلْفُهُ فَقَرَأَ فَالْتَبَسَتْ عَلَيْهِ الْقِرَاءَةُ فَلَمَّا فَرَغَ
مِنْ صِلَاتِهِ قَالَ: "لَوْ رَأَيْتُمُونِي وَإِبْلِيسَ فَأَهْوَيْتُ بِيَدِي
فَمَا زِلْتُ أَخْنُقُهُ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَ لُعَابِهِ بَيْنَ أُصْبُعَيَّ
هَاتَيْنِ -الْإِبْهَامِ وَالَّتِي تَلِيهَا-وَلَوْلَا دَعْوَةُ أَخِي سُلَيْمَانَ
لَأَصْبَحَ مَرْبُوطًا بِسَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ، يَتَلَاعَبُ بِهِ
صِبْيَانُ الْمَدِينَةِ فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَلَّا يَحُولَ بَيْنَهُ
وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ أَحَدٌ فَلْيَفْعَلْ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah
menceritakan kepada kami Maisarah ibnu Ma'bad, telah menceritakan kepada kami
Abu Ubaid pengawal Sulaiman yang telah mengatakan bahwa ia melihat Ata ibnu
Yazid Al-Laisi sedang berdiri mengerjakan salatnya lalu ia bermaksud untuk lewat
di hadapannya, maka Ata menolakku. Seusai salatnya Ata mengatakan, telah
menceritakan kepadanya Abu Sa'id Al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah Saw. berdiri
mengerjakan salat Subuh, sedangkan Abu Sa'id bermakmum di belakang beliau Saw.
Dan Rasulullah Saw. membaca Al-Qur'an, lalu mengalami gangguan dalam bacaannya
itu. Setelah usai dari salatnya, beliau. Saw. bersabda: Seandainya kalian
melihatku dan iblis (tentulah kalian akan menyaksikan pemandangan yang
hebat), aku serang dia dengan tanganku dan aku masih terus-menerus mencekik
lehernya sehingga aku merasakan air liurnya yang sejuk mengenai kedua jariku ini
—jari telunjuk dan jari penengah- Seandainya tidak ada doa dari saudaraku
Sulaiman, tentulah sampai pagi hari ia dalam keadaan terikat di salah satu tiang
masjid dan dapat dijadikan mainan oleh anak-anak Madinah. Maka barang siapa di
antara kalian yang mampu agar jangan ada seorang pun yang menghalang-halangi
antara dia dan arah kiblat, hendaklah ia melakukan (hal yang serupa).
Imam Abu Daud telah meriwayatkan sebagian darinya, yaitu:
"مَنِ
اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَلَّا يَحُولَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ أَحَدٌ
فَلْيَفْعَلْ
Barang siapa di antara kalian yang mampu agar jangan ada seorang pun yang
menghalang-halangi antara dia dan arah kiblat, hendaklah ia
melakukannya.
Ia meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Abu Sarih, dari Abu Ahmad Az-Zubairi
dengan sanad yang sama.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ
بْنُ مُحَمَّدٍ الْفَزَارِيُّ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنِي رَبِيعَةُ
بْنُ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ الدَّيْلَمِيِّ قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، وَهُوَ فِي حَائِطٍ لَهُ بِالطَّائِفِ يُقَالُ لَهُ:
"الْوَهْطُ"، وَهُوَ مُخَاصر فَتًى مِنْ قُرَيْشٍ يُزَنّ بشُرْب الْخَمْرِ،
فَقُلْتُ: بَلَغَنِي عَنْكَ حَدِيثٌ أَنَّهُ "مِنْ شَرِبِ شَرْبَةَ خَمْر لَمْ
يَقْبَلِ اللَّهُ -عَزَّ وَجَلَّ-لَهُ تَوبَةً أَرْبَعِينَ صَبَاحًا، وَإِنَّ
الشَّقِيَّ مَنْ شَقِيَ فِي بَطْنِ أُمِّهِ وَإِنَّهُ مَنْ أَتَى بَيْتَ
الْمَقْدِسِ لا يَنْهَزه إلا الصلاة فيه، خرج مِنْ
خَطِيئَتِهِ مِثْلَ يَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ، فَلَمَّا سَمِعَ الْفَتَى ذَكْرَ
الْخَمْرِ اجْتَذَبَ يَدَهُ مِنْ يَدِهِ ثُمَّ انْطَلَقَ. فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ عَمْرٍو إِنِّي لَا أُحِلُّ لِأَحَدٍ أَنْ يَقُولَ عَلَيّ مَا لَمْ أَقُلْ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ شَرِبَ
مِنَ الْخَمْرِ شَرْبَةً لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا فَإِنْ
تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَإِنْ عَادَ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ
صَبَاحًا فَإِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ. فَإِنْ عَادَ -قَالَ فَلَا أَدْرِي
فِي الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ-فَإِنْ عَادَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ
يَسْقِيَهُ مِنْ رَدْغَة الْخَبَالِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ" قَالَ: وَسَمِعَتْ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ
خَلْقَهُ فِي ظُلْمَةٍ ثُمَّ أَلْقَى عَلَيْهِمْ مِنْ نُورِهِ فَمَنْ أَصَابَهُ
مِنْ نُورِهِ يَوْمَئِذٍ اهْتَدَى وَمَنْ أَخْطَأَهُ ضَلَّ
فَلِذَلِكَ أَقُولُ
جَفَّ الْقَلَمُ عَلَى عِلْمِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ" وَسَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ سُلَيْمَانَ سَأَلَ اللَّهَ
تَعَالَى ثَلَاثًا فَأَعْطَاهُ اثْنَتَيْنِ وَنَحْنُ نَرْجُو أَنْ تَكُونَ لَنَا
الثَّالِثَةُ: سَأَلَهُ حُكْمًا يُصَادِفُ حُكْمَهُ فَأَعْطَاهُ إِيَّاهُ
وَسَأَلَهُ مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ فَأَعْطَاهُ إِيَّاهُ
وَسَأَلَهُ أَيُّمَا رَجُلٍ خَرَجَ مَنْ بَيْتِهِ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ
فِي هَذَا الْمَسْجِدِ خَرَجَ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
فَنَحْنُ نَرْجُو أَنْ يَكُونَ اللَّهُ تَعَالَى قَدْ أَعْطَانَا
إِيَّاهَا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Amr,
telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad Al-Fazzari, telah
menceritakan kepada kami Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Rabi'ah ibnu
Yazid ibnu Abdullah Ad-Dailami yang menceritakan bahwa ia masuk menemui Abdullah
ibnu Amr r.a. yang saat itu sedang berada di sebuah kebun miliknya di Taif, yang
dikenal dengan nama Al-Waht, dalam rangka mengepung (mengejar) seorang pemuda
Quraisy yang telah berzina dan meminum khamr. Ia (Rabi'ah ibnu Yazid ibnu
Abdullah Ad-Dailami) mengatakan kepada Abdullah ibnu Amr r.a. bahwa telah sampai
kepadanya suatu hadis bersumber dari dia yang menyebutkan: Barang siapa yang
meminum seteguh khamr, Allah tidak akan menerima tobatnya selama empat puluh
hari. Dan sesungguhnya orang yang celaka itu telah ditakdirkan celaka sejak ia
berada di dalam perut ibunya. Dan bahwa barang siapa yang menziarahi Baitul
Maqdis dengan tujuan tiada lain kecuali hanya melakukan salat di dalamnya,
terbebaslah ia dari kesalahannya seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.
Ketika pemuda itu mendengar khamr disebut-sebut, maka ia menarik tangannya
dari tangan Abdullah ibnu Amr (yang telah menangkapnya), lalu kabur. Dan
Abdullah ibnu Amr r.a. mengatakan bahwa sesungguhnya ia tidak memperkenankan
bagi seorang pun untuk mengatakan atas nama dirinya sesuatu yang belum pernah ia
katakan, bahwa dirinya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang
siapa yang meminum seteguk khamr. salatnya tidak diterima selama empat puluh
hari. Dan jika ia bertobat, Allah menerima tobatnya. Dan jika dia mengulangi
perbuatannya, tidak diterima salatnya selama empat puluh hari. Dan jika ia
bertobat, Allah menerima tobatnya. Perawi mengatakan bahwa ia tidak ingat
lagi apakah Abdullah ibnu Amr mengatakan hal ini sebanyak tiga kali ataukah
empat kali, lalu ia mengatakan: Dan jika ia kembali lagi kepada perbuatannya,
maka sudah menjadi kepastian baginya, Allah Swt. akan memberinya minuman dari
tinatul khabal (keringat ahli neraka) kelak di hari kiamat. Kemudian
Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
Sesungguhnya Allah Swt menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan, kemudian
melemparkan kepada mereka sebagian dari cahaya-Nya. Maka barang siapa yang
terkena oleh cahaya-Nyapada hari itu, niscaya mendapat petunjuk. Dan barang
siapa yang terlewatkan darinya, niscaya sesat. Karena itu aku katakan, "Qalam
telah kering untuk mengimbangi ilmu Allah Swt.” Abdullah ibnu Amr mengatakan
pula bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya
Sulaiman a.s. pernah memohon kepada Allah Swt. tiga perkara, maka Allah
memberinya dua perkara, dan kami berharap semoga yang ketiga itu diberikan
kepada kami. Sulaiman memohon kepada Allah hukum yang sesuai dengan hukum Allah,
maka Allah memberinya. Dan Sulaiman memohon kepada Allah sebuah kerajaan yang
tidak patut dimiliki oleh seorang pun sesudahnya, maka Allah memberinya. Dan
permintaan yang ketiga ialah Sulaiman memohon kepada Allah bahwa barang siapa
yang keluar dari rumahnya dengan tujuan tiada lain kecuali melakukan salat di
masjid ini (Masjidil Aqsa), maka bersihlah dia dari kesalahannya
sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya. Dan kami berharap semoga Allah
Swt. memberikan kepada kami permintaan yang ketiga ini.
Bagian yang terakhir dari hadis ini telah diriwayatkan pula oleh Imam Nasai
dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Abdullah ibnu Fairuz Ad-Dailami,
dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"إِنَّ
سُلَيْمَانَ لَمَّا بَنَى بَيْتَ الْمَقْدِسِ سَأَلَ رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
خِلَالًا ثَلَاثًا ...
" وَذَكَرَهُ
Sesunguhnya Sulaiman a.s. setelah membangun Baitul Maqdis memohon kepada
Allah Swt. tiga perkara, (hingga akhir hadis)
Telah diriwayatkan pula melalui hadis Rafi' ibnu Umair r.a. dengan sanad dan
konteks yang kedua-duanya garib.
فَقَالَ
الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ قُتَيْبة الْعَسْقَلَانِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ أَيُّوبَ بْنِ سُوَيْد حَدَّثَنِي أَبِي حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ أَبِي
عَبْلَة عَنْ أَبِي الزَّاهِرِيَّةِ عَنْ رَافِعِ بْنِ عُمَيْرٍ قَالَ: سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "قَالَ اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ لِدَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ: ابْنِ لِي بَيْتًا فِي الْأَرْضِ. فَبَنَى
دَاوُدُ بَيْتًا لِنَفْسِهِ قَبْلَ الْبَيْتِ الَّذِي أُمِرَ بِهِ فَأَوْحَى
اللَّهُ إِلَيْهِ: يَا دَاوُدُ نَصَبْتَ بَيْتَكَ قَبْلَ بَيْتِي؟ قَالَ: يَا رَبِّ
هَكَذَا قَضَيْتَ مَنْ مَلَكَ اسْتَأْثَرَ ثُمَّ أَخَذَ فِي بِنَاءِ الْمَسْجِدِ
فَلَمَّا تَمَّ السُّورَ سَقَطَ ثَلَاثًا فَشَكَا ذَلِكَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ فَقَالَ: يَا دَاوُدُ إِنَّكَ لَا تَصْلُحُ أَنْ تَبْنِيَ لِي بَيْتًا
قَالَ: وَلِمَ يَا رَبِّ؟ قَالَ: لِمَا جَرَى عَلَى يَدَيْكَ مِنَ الدِّمَاءِ.
قَالَ: يَا رَبِّ أَوْ مَا كَانَ ذَلِكَ فِي هَوَاكَ وَمَحَبَّتِكَ؟ قَالَ: بَلَى
وَلَكِنَّهُمْ عِبَادِي وَأَنَا أَرْحَمُهُمْ فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِ فَأَوْحَى
اللَّهُ إِلَيْهِ: لَا تَحْزَنْ فَإِنِّي سَأَقْضِي بِنَاءَهُ عَلَى يَدَيِ ابْنِكَ
سُلَيْمَانَ. فَلَمَّا مَاتَ دَاوُدُ أَخْذَ سُلَيْمَانُ فِي بِنَائِهِ فَلَمَّا
تَمَّ قَرَّبَ الْقَرَابِينَ وَذَبَحَ الذَّبَائِحَ وَجَمَعَ بَنِي إِسْرَائِيلَ
فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ: قَدْ أَرَى سرورَك بِبُنْيَانِ بَيْتِي فَسَلْنِي
أُعْطِكَ. قَالَ: أَسْأَلُكَ ثَلَاثَ خِصَالٍ حُكْمًا يُصَادِفُ حُكْمَكَ وَمُلْكًا
لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي وَمَنْ أَتَى هَذَا الْبَيْتَ لَا يُرِيدُ إلا
الصلاة فيه خَرَجَ
مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ". قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أما ثِنْتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا وَأَنَا أَرْجُو
أَنْ يَكُونَ قَدْ أُعْطِيَ الثَّالِثَةَ"
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan
ibnu Qutaibah Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ayyub
ibnu Suwaid, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami
Ibrahim ibnu Abu Ablah, dari Abuz Zahiriyah, dari Rafi' ibnu Umair yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. menceritakan kisah berikut:
Allah Swt. berfirman kepada Daud a.s, "Buatkanlah sebuah rumah (peribadatan)
untuk-Ku di bumi. Maka Daud a.s. membangun sebuah rumah ibadah untuk dirinya
sebelum membangun bait (rumah ibadah) yang di perintahkan agar ia membangunnya.
Maka Allah menurunkan wahyu kepadanya, "Hai Daud, engkau telah bangun rumah
peribadatan untukmu sebelum engkau bangun rumah peribadatan untuk-Ku." Daud
menjawab, "Wahai Tuhanku, memang ini menurut naluriku sebagai seorang raja yang
egois." Kemudian Daud membangun masjid yang dimaksud, dan setelah
temboknya berdiri ambruk —hal ini terjadi tiga kali— akhirnya Daud mengadu
kepada Allah Swt. Maka Allah Swt. berfirman, "Hai Daud, sesunguhnya kamu tidak
layak untuk membangun rumah (peribadatan) untuk-Ku." Daud bertanya', "Mengapa,
wahai Tuhanku?" Allah Swt. menjawab, Karena banyak darah yang dialirkan oleh
kedua tanganmu." Daud berkata, "Wahai Tuhanku, bukankah hal itu terjadi demi
kecintaan dan kesukaanku kepada Engkau?" Allah Swt. berfirman, "Bukan begitu,
tetapi mereka juga adalah hamba-hamba-Ku, Aku kasihan kepada mereka."
Maka hal tersebut memberatkan Daud, lalu Allah Swt. berfirman melalui
wahyu-Nya, "Janganlah engkau bersedih hati, karena sesungguhnya Aku telah
menetapkan pembangunannya di tangan anak laki-lakimu, yaitu Sulaiman."
Setelah Daud a.S. meninggal dunia, putranya (Sulaiman) membangun masjid
tersebut. Setelah pembangunan masjid selesai, Sulaiman menghadiahkan kurban dan
menyembelih banyak hewan sembelihan, lalu ia mengumpulkan semua kaum Bani
Israil. Maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Sulaiman, "Aku telah melihat
kegembiraanmu dengan selesainya perhbangunan bait-Ku, maka mintalah kepada-Ku,
Aku akan memberimu." Sulaiman berkata, "Aku memohon kepada-Mu tiga perkara,
yaitu hukum yang sesuai dengan hukum-Mu, kerajaan yang tidak layak dimiliki oleh
seorang pun sesudahku; dan barang siapa yang datang ke masjid ini dengan niat
tiada lain kecuali melakukan salat di dalamnya, maka bersihlah ia dari
dosa-dosanya sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya." Maka
Rasulullah Saw. bersabda: Adapun yang dua perkara Sulaiman telah diberinya;
dan aku berharap semoga yang ketiga itu diberikan kepadaku.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا عُمَر بْنُ رَاشِدٍ
الْيَمَامِيُّ، حَدَّثَنَا إِيَاسُ بْنُ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ عَنْ أَبِيهِ
قَالَ: مَا سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَا
دُعَاءً إِلَّا اسْتَفْتَحَهُ بِـ "سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّي الْأَعْلَى الْعَلِيِّ
الْوَهَّابِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah
menceritakan kepada kami Umar ibnu Rasyid Al-Yamami, telah menceritakan kepada
kami Iyas ibnu Salamah ibnul Akwa, dari ayahnya yang mengatakan bahwa tidak
sekali-kali ia mendengar Rasulullah Saw. berdoa melainkan membukanya dengan
bacaan: Mahasuci Allah, Tuhanku Yang Mahatinggi, Yang Maha Tertinggi lagi
Maha Pemberi.
Abu Ubaidah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sabit, dari
Ja'far ibnu Barqan, dari Saleh ibnu Mismar yang menceritakan bahwa ketika Nabi
Daud a.s. meninggal dunia, Allah menurunkan wahyu kepada putranya (Sulaiman
a.s.), "Mintalah kepada-Ku keperluanmu." Sulaiman menjawab, "Aku memohon
kepada-Mu hendaklah Engkau jadikan kalbuku takut kepada Engkau sebagaimana kalbu
ayahku. Dan hendaklah Engkau jadikan kalbuku mencintai-Mu sebagaimana kalbu
ayahku mencintai-Mu." Maka Allah Swt. berfirman, "Aku telah mengirimkan utusan
kepada hamba-Ku untuk menanyakan keperluannya, dan ternyata keperluannya ialah
hendaklah Aku menjadikan kalbunya takut kepada-Ku dan menjadikannya cinta
kepada-Ku. Sungguh Aku benar-benar akan menganugerahkan kepadanya suatu kerajaan
yang tidak layak dimiliki oleh seorang pun sesudahnya." Allah Swt. berfirman:
Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin berembus dengan baik menurut
perintahnya ke mana saja yang dikehendakinya. (Shad: 36) Dan ayat-ayat yang
sesudahnya.
Saleh ibnu Mismar mengatakan bahwa lalu Allah memberi Sulaiman segala sesuatu
yang Dia berikan kepadanya, sedangkan di akhirat tiada hisab atas diri Sulaiman
terhadap semuanya itu.
Hal yang sama telah dikemukakan oleh Abul Qasim ibnu Asakir dalam
autobiografi Sulaiman a.s. yang ada di dalam kitab berikutnya.
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa ia pernah mendengar kisah yang
menyebutkan bahwa Daud a.s. pernah berdoa, "Ya Tuhanku, jadikanlah bagi Sulaiman
sebagaimana yang telah Engkau berikan kepadaku." Lalu Allah menurunkan wahyu-Nya
kepada Daud," Katakanlah kepada Sulaiman, "Hendaknya dia menjadikan untuk-Ku
sebagaimana yang telah engkau lakukan kepada-Ku, maka Aku akan menjadikannya
sebagaimana apa yang telah Kulakukan bagimu."
************
Firman Allah Swt.:
{فَسَخَّرْنَا
لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي بِأَمْرِهِ رُخَاءً حَيْثُ أَصَابَ}
Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin berembus dengan baik menurut
perintahnya ke mana saja yang dikehendakinya. (Shad: 36)
Al-Hasan Al-Basri rahimahullah mengatakan bahwa setelah Sulaiman
menyembelih semua kuda miliknya karena marah demi Allah Swt, maka Allah
menggantinya dengan sesuatu yang jauh lebih baik dan jauh lebih cepat daripada
kuda-kuda itu. Yaitu angin yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan
perjalanan satu bulan, dan perjalanannya di waktu petang sama dengan perjalanan
satu bulan.
Firman Allah Swt.:
{حَيْثُ
أَصَابَ}
menurut ke mana saja yang di kehendakinya. (Shad: 36)
Maksudnya, menurut tujuan yang dikehendaki Sulaiman a.s. ke negeri mana
pun.
Firman Allah Swt.:
{وَالشَّيَاطِينَ
كُلَّ بَنَّاءٍ وَغَوَّاصٍ}
dan (Kami tundukkan kepadanya) setan-setan semuanya ahli bangunan
dan penyelam. (Shad: 37)
Yakni di antara setan-setan itu ada yang dipekerjakan membangun
bangunan-bangunan raksasa, seperti membuat mihrab-mihrab, patung-patung,
kuali-kuali yang besarnya seperti gunung, dan pekerjaan lainnya yang berat-berat
yang tidak mampu dilakukan oleh manusia. Segolongan dari setan-setan itu ada
yang dipekerjakan sebagai para penyelam di kedalaman lautan untuk mengeluarkan
apa yang terkandung di dalamnya berupa mutiara-mutiara, permata-permata, dan
berbagai macam permata yang tidak dijumpai kecuali di kedalaman laut.
{وَآخَرِينَ
مُقَرَّنِينَ فِي الأصْفَادِ}
Dan setan yang lain terikat dalam belenggu. (Shad: 39 )
Mereka dibelenggu dan diikat karena membangkang, durhaka dan tidak mau
bekerja, atau karena berbuat buruk dalam pekerjaannya dan menimbulkan kerusakan.
Firman Allah Swt.:
{هَذَا
عَطَاؤُنَا فَامْنُنْ أَوْ أَمْسِكْ بِغَيْرِ حِسَابٍ}
Inilah anugerah Kami; maka berikanlah (kepada orang lain) atau
tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungjawaban
(Shad:39)
Yaitu apa yang telah Kami berikan kepadamu berupa kerajaan yang lengkap dan
kekuasaan yang sempurna, sesuai dengan apa yang kamu minta, maka kamu dapat
memberikannya kepada siapa yang kamu kehendaki, dan kamu haramkan ia atas siapa
yang kamu kehendaki, tiada hisab bagimu. Dengan kata lain, apa saja yang kamu
lakukan terhadapnya diperbolehkan: putuskanlah menurut yang kamu kehendaki, maka
itu adalah yang benar.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. ketika
disuruh memilih antara menjadi seorang hamba lagi seorang rasul —yang artinya
sebagai pelaksana dari apa yang diperintahkan kepadanya, dan sesungguhnya dia
hanyalah sebagai pembagi yang membagi-bagikan di antara manusia sesuai dengan
apa yang diperintahkan oleh Allah— dan antara menjadi nabi lagi seorang raja
—yang dapat memberi siapa yang disukainya dan dapat mencegah terhadap siapa yang
dikehendakinya, tanpa ada pertanggungjawaban dan juga tanpa dosa—, maka
Rasulullah Saw. memilih pilihan yang pertama setelah bermusyawarah dengan Jibril
a.s. Jibril mengatakan kepadanya, "Berendah dirilah!" Maka Rasulullah Saw.
memilih pilihan pertama.
Demikian itu karena pilihan yang pertama lebih tinggi kedudukannya di sisi
Allah Swt. dan lebih tinggi derajatnya kelak di hari kemudian, sekalipun pilihan
yang kedua (yaitu kenabian dan kerajaan) termasuk hal yang agung pula di dunia
dan akhirat. Karena itulah setelah menyebutkan tentang apa yang telah Allah
berikan kepada Sulaiman a.s. di dunia ini, maka Allah mengingatkan bahwa
Sulaiman adalah seorang yang mempunyai bagian yang besar di sisi Allah kelak di
hari kiamat.
Allah Swt. berfirman:
{وَإِنَّ
لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآبٍ}
Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan
tempat kembali yang baik. (Shad: 40)
Yakni di negeri akhirat nanti.