Tafsir Surat Maryam, ayat 1-6
{كهيعص
(1) ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا (2) إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً
خَفِيًّا (3) قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ
شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا (4) وَإِنِّي خِفْتُ
الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ
لَدُنْكَ وَلِيًّا (5) يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ
رَضِيًّا (6) } .
Kaf Ha Ya 'Ain Shad. (yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat
Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya
dengan suara yang lembut. Ia berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah
lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa
kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku
sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah
aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian
keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang
diridai.”
Pembahasan mengenai huruf hijaiyah yang terdapat di permulaan surat-surat
Al-Qur'an telah diketengahkan dalam tafsir permulaan surat Al-Baqarah.
Mengenai firman Allah Swt.:
{ذِكْرُ
رَحْمَةِ رَبِّكَ}
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu.
(Maryam: 2)
Maksudnya, kisah ini menceritakan tentang rahmat Allah kepada salah seorang
hamba-Nya, yaitu Zakaria.
Yahya ibnu Ya'mur membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
"ذَكَّرَ
رَحْمَةَ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَريَّا".
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada
hamba-Nya Zakaria. (Maryam: 2)
Lafaz Zakaria, huruf ya-nya dibaca panjang dan dibaca pendek;
hal ini merupakan dua qiraat yang terkenal mengenainya. Zakaria adalah seorang
nabi yang besar dari kalangan nabi-nabi kaum Bani Israil. Di dalam kitab
Sahih Bukhari disebutkan bahwa Zakaria adalah seorang tukang kayu; dia
makan dari hasil kerja tangannya sendiri menjadi tukang kayu.
Firman Allah Swt.:
{إِذْ
نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا}
yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.
(Maryam: 3)
Sebagian kalangan ulama tafsir mengatakan bahwa sesungguhnya Zakaria
melirihkan suaranya dalam berdoa agar dalam permohonannya ini dia tidak dituduh
sebagai orang yang lemah karena usianya telah lanjut, sebab ia meminta agar
dikaruniai seorang putra. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh
Al-Mawardi.
Ulama lainnya mengatakan, sesungguhnya Zakaria melirihkan suaranya dalam
berdoa karena kecintaannya kepada Allah Swt. seperti yang dikatakan oleh Qatadah
sehubungan dengan makna ayat ini: Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya
dengan suara yang lembut. (Maryam: 3) Sesungguhnya Allah mengetahui kalbu
orang yang bertakwa, dan mendengar suara yang perlahan.
Sebagian ulama Salaf mengatakan, Zakaria bangun di tengah malam, sedangkan
semua muridnya telah tidur; lalu dia berbisik kepada Tuhannya seraya berdoa
dengan suara yang lembut. Maka Tuhannya berfirman kepadanya, "Kupenuhi
seruanmu, Kupenuhi seruanmu, Kupenuhi seruanmu."
{قَالَ
رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي}
Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah.”
(Maryam: 4)
Yakni lemah dan rapuh, tidak mempunyai kekuatan lagi
{وَاشْتَعَلَ
الرَّأْسُ شَيْبًا}
dan kepalaku telah ditumbuhi uban. (Maryam: 4)
Artinya, warna putih ubannya menutupi sisa rambutnya yang masih hitam.
Seperti yang telah dikatakan oleh Ibnu Duraid dalam bait syair gubahannya:
إمَّا
تَرَى رأسِي حَاكى لونُهُ ...
طُرَّةَ صُبحٍ تَحتَ أذْيَال الدُّجى ...
واشْتَعَل
المُبْيَض فِي مُسْوَدّه ...
مِثْلَ اشتِعَال النَّارِ في جَمْرِ الغَضَا ...
Tidakkah engkau lihat rambut kepalaku
yang kini warnanya seakan-akan seperti/ajar subuh yang muncul di sisa-sisa
kegelapan malam.
Warna putih ubannya menyala menutupi
warna hitamnya, seperti warna api yang menyala dalam bara api.
Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah menceritakan tentang kelemahan dan
ketuaan serta tanda-tandanya, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
Firman Allah Swt.:
{وَلَمْ
أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا}
dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.
(Maryam: 4)
Yakni saya belum pernah berdoa kepada Engkau, melainkan Engkau
memperkenankannya, Engkau tidak pernah menolak apa yang kumohonkan kepada-Mu.
Firman Allah Swt.:
{وَإِنِّي
خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي}
Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku.
(Maryam: 5)
Kebanyakan ulama qiraat membacanya dengan mawaliya karena dianggap
sebagai maf'ul. Tetapi menurut suatu riwayat yang bersumber dari Kisai,
ia membacanya mawali dengan huruf ya yang di-sukun-kan.
Mujahid, Qatadah, dan As-Saddi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mawali
ialah para 'asabah atau ahli waris laki-laki.
Abu Saleh mengatakan bahwa mawali ialah kalalah atau ahli waris
perempuan .
Menurut riwayat yang bersumber dari Amirul Mu-Minin 'Usman ibnu Affan r.a.,
ia membaca ayat ini dengan men-tasydid-kan huruf fa dari lafaz
khiftu, sehingga bacaannya menjadi khaffat, artinya kekurangan,
yakni tiada pewaris laki-laki sesudahku.
Berdasarkan qiraat pertama, alasan ketakutan Zakaria ialah bahwa dia merasa
khawatir bila orang-orang yang akan menggantikannya nanti akan berlaku buruk
terhadap manusia. Maka ia memohon kepada Allah agar dikaruniai seorang anak
laki-laki yang kelak akan menjadi nabi sesudahnya, untuk memimpin mereka dengan
wahyu yang diturunkan kepadanya. Sesungguhnya dalam hal ini Zakaria tidak
mengkhawatirkan siapa yang bakal mewarisi harta peninggalannya, karena kenabian
merupakan kedudukan yang paling besar dan paling mulia tingkatannya dibandingkan
dengan kekhawatirannya akan pewaris dari darah dagingnya terhadap harta
peninggalannya. Dan ia berkeinginan agar kenabiannya itu diwarisi oleh ahli
waris 'asabah-nya; untuk itu ia memohon kepada Allah agar dikaruniai
seorang putra yang kelak akan mewarisi kenabiannya.
Tiada suatu kisah pun yang menyebutkan bahwa Zakaria mempunyai harta, bahkan
dia adalah seorang tukang kayu, yang makan dari hasil keringatnya sendiri. Orang
yang bermatapencaharian seperti itu tidaklah banyak memiliki harta, terlebih
lagi seorang nabi, karena sesungguhnya para nabi adalah orang yang paling
berzuhud terhadap duniawi.
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui berbagai jalur, bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا
نُورَث، مَا تَرَكْنَا
فَهُوَ صَدَقَةٌ"
Kami tidak diwaris, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.
Menurut suatu riwayat yang ada pada Imam Turmuzi dengan sanad yang sahih
disebutkan seperti berikut:
"نَحْنُ
مَعْشَرَ الْأَنْبِيَاءِ لَا نُورَثُ"
Kami para nabi tidaklah diwaris.
Dengan demikian, berarti makna firman-Nya:
{فَهَبْ
لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا * يَرِثُنِي}
maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang mewarisi aku.
(Maryam: 5-6)
Bahwa yang dimaksud tiada lain adalah mewarisi kenabiannya. Karena itulah
dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَيَرِثُ
مِنْ آلِ يَعْقُوبَ}
dan mewarisi sebagian keluarga Ya'qub. (Maryam: 6)
Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman lainnya:
{وَوَرِثَ
سُلَيْمَانُ دَاوُدَ}
Dan Sulaiman telah mewarisi Daud. (An-Naml: 16)
Yakni kenabiannya. Karena seandainya yang diwarisi itu adalah hartanya,
tentulah tidak disebutkan Sulaiman secara khusus tanpa melibatkan
saudara-saudaranya. Juga karena mengingat penyebutan mewarisi harta benda
tidaklah begitu penting, sebab sudah dimaklumi sebagai suatu ketetapan dalam
semua syariat (hukum) dan agama, bahwa anak mewarisi harta ayahnya. Seandainya
pewarisan ini bukanlah pewarisan khusus, tentulah Allah tidak akan
menyebutkannya. Pendapat ini diperkuat dan didukung oleh sebuah hadis sahih yang
mengatakan:
"نَحْنُ
مُعَاشِرَ الْأَنْبِيَاءِ لَا نُورَثُ، مَا تَرَكَنَا فَهُوَ
صَدَقَةٌ".
Kami para nabi tidaklah diwaris, semua yang kami tinggalkan adalah
sedekah.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan
mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) bahwa
peninggalan Zakaria adalah ilmu, dan dia termasuk keturunan Ya'qub.
Hasyim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid,
dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan
mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Yaitu hendaknya anak itu
kelak akan menjadi nabi, sebagaimana bapak-bapaknya yang menjadi nabi.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, dari Al-Hasan,
bahwa anak itu kelak akan mewarisi kenabian dan ilmunya.
As-Saddi mengatakan bahwa makna ayat ialah 'kelak anak itu mewarisi
kenabianku dan kenabian keluarga Ya'qub'.
Diriwayatkan dari Malik, dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Yakni
kenabian mereka.
Jabir ibnu Nuh dan Yazid ibnu Harun telah meriwayatkan dari Ismail ibnu Abu
Khalid, dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi
aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Maksudnya, mewarisi
hartaku dan mewarisi kenabian dari keluarga Ya'qub. Pendapat inilah yang dipilih
oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya.
قَالَ
عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ قَتَادَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "يَرْحَمُ اللَّهُ زَكَرِيَّا، وَمَا كَانَ
عَلَيْهِ مِنْ وَرَثَةٍ، وَيَرْحَمُ اللَّهُ لُوطًا، إِنْ كَانَ لَيَأْوِي إِلَى
رُكْنٍ شَدِيدٍ"
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah,
bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Semoga Allah merahmati Zakaria, tiadalah dia
meninggalkan harta warisan. Dan semoga Allah merahmati Luth, sesungguhnya dia
benar-benar berlindung kepada keluarga yang kuat.
قَالَ
ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا جَابِرُ بْنُ نُوحٍ، عَنْ
مُبَارَكٍ -هُوَ ابْنُ فَضَالَةَ -عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "رَحِمَ اللَّهُ أَخِي زَكَرِيَّا، مَا كَانَ
عَلَيْهِ مِنْ وَرَثَةِ مَالِهِ حِينَ يَقُولُ: {فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا
* يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ}
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Jabir ibnu Nuh, dari Mubarak ibnu Fudalah, dari
Al-Hasan yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Semoga Allah
merahmati saudaraku Zakaria, sebenarnya dia tidak meninggalkan harta warisan
saat dia mengatakan, "Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang
akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub.”
Semuanya ini adalah hadis-hadis mursal yang tidak bertentangan dengan
hadis-hadis sahih. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاجْعَلْهُ
رَبِّ رَضِيًّا}
dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridai. (Maryam: 6)
Maksudnya diridai di sisi Engkau, juga dikalangan makhluk-Mu, yakni Engkau
menyukainya dan menjadikannya disukai oleh makhluk-Mu dalam agama dan
akhlaknya.