Tafsir Surat Maryam, ayat 27-33
{فَأَتَتْ
بِهِ قَوْمَهَا تَحْمِلُهُ قَالُوا يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا
(27) يَا أُخْتَ هَارُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ
بَغِيًّا (28) فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي
الْمَهْدِ صَبِيًّا (29) قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ
وَجَعَلَنِي نَبِيًّا (30) وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي
بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا (31) وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ
يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا (32) وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ
أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا (33) }
Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya
dengan menggendongnya. Kaumnya berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah
melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu
sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang
pezina, " maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, “Bagaimana kami
akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” Berkata Isa,
"Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia
menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia
memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat
selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku
seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku,
pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan
hidup kembali.”
Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang Maryam ketika diperintahkan puasa
pada hari itu, yaitu hendaknya dia tidak berbicara kepada seorang manusia pun;
karena dengan puasa, maka keadaan dirinya yang sebenarnya tidak kelihatan dan
puasa menjadi alasan baginya untuk tidak berbicara. Maryam berserah diri kepada
perintah Allah Swt. dan pasrah kepada keputusan Allah. Lalu Maryam menggendong
putranya dan membawanya kepada kaumnya. Ketika kaumnya melihat Maryam membawa
bayinya, mereka sangat kaget dan mengecamnya dengan kecaman yang berat, seperti
yang disebutkan oleh firman Allah Swt. menyitir kata-kata kaumnya:
{يَا
مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا}
Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.
(Maryam: 27)
Yakni suatu perkara yang besar dosanya. Demikianlah menurut pendapat Mujahid,
Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziyad, telah menceritakan kepada kami
Syaiban, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, telah menceritakan
kepada kami Abu Imran Al-Juni, dari Nauf Al-Bakkali yang mengatakan bahwa kaum
Maryam pergi mencari-carinya. Maryam berasal dari keluarga nabi dan keluarga
terhormat. Mereka merasa kehilangan Maryam. karenanya mereka mencari-carinya;
dan mereka bersua dengan seorang pengembala sapi, lalu mereka bertanya, "Apakah
kamu pernah melihat wanita muda yang ciri khasnya anu dan anu?" Pengembala sapi
menjawab, "Tidak, tetapi tadi malam saya melihat sapi saya melakukan perbuatan
yang belum pernah saya lihat sebelumnya."
Mereka bertanya, "Apakah yang telah dilakukan sapimu?" Pengembala sapi
berkata, "Tadi malam saya melihat sapi saya bersujud ke arah lembah itu."
Abdullah ibnu Abu Ziyad mengatakan, ia teringat akan perkataan Syaiban yang
mengatakan bahwa pengembala itu menjawab, "Saya melihat cahaya yang terang."
Maka mereka pergi menuju ke arah yang ditunjukkan oleh si pengembala itu,
tiba-tiba mereka berpapasan dengan Maryam. Ketika Maryam melihat kaumnya, maka
duduklah ia dan menggendong bayinya di pangkuannya. Mereka datang kepadanya dan
berdiri di dekatnya.
{قَالُوا
يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا}
Mereka berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu
yang amat mungkar.” (Maryam: 27)
Yaitu suatu perkara yang sangat berat dosanya.
{يَا
أُخْتَ هَارُونَ}
Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28)
Makna yang dimaksud ialah hai wanita yang ibadahnya mirip dengan Harun
a.s.
{مَا
كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا}
Ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali
bukanlah seorangpezina. (Maryam: 28)
Yakni kamu berasal dari keluarga yang baik lagi suci, terkenal dengan
kesalehannya, ibadah, dan zuhudnya. Maka mengapa hal seperti itu kamu
lakukan?
Ali ibnu AbuTalhah dan As-Saddi mengatakan bahwa dikatakan kepada Maryam:
{يَا
أُخْتَ هَارُونَ}
Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28)
Yang dimaksud ialah saudara Musa, dan Maryam adalah keturunan darinya.
Perihalnya sama dengan seseorang dari Bani Tamim dipanggil 'hai saudara Tamim',
dan dari Bani Mudar dipanggil 'hai saudara Mudar'.
Menurut pendapat yang lain, Maryam dinisbatkan kepada seorang lelaki saleh di
kalangan mereka yang bernama Harun; Maryam dalam hal ibadah dan zuhud sama
dengan lelaki saleh itu.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari sebagian di antara mereka, bahwa mereka
(Bani Israil) menyerupakan Maryam dengan seorang lelaki pendurhaka yang ada di
kalangan mereka bernama Harun; riwayat ini diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim
dari Sa'id ibnu Jubair.
Hal yang lebih aneh dari kesemuanya ialah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu
Hatim berikut ini. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul
Husain Al-Hijistani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah
menceritakan kepada kami Al-Mufaddal ibnu Abu Fudalah, telah menceritakan kepada
kami Abu Sakhr, dari Al-Qurazi sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai
saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) Bahwa Maryam adalah saudara perempuan
Harun alias juga saudara perempuan Musa yang mengikuti jejak Musa saat Musa
dilemparkan ke dalam sungai Nil dalam suatu peti (waktu itu Musa masih
bayi).
{فَبَصُرَتْ
بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ}
Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedangkan mereka tidak
mengetahuinya. (Al-Qashash: 11)
Pendapat ini keliru sama sekali, karena sesungguhnya Allah Swt. telah
menyebutkan di dalam Kitab-Nya (Al-Qur'an), bahwa sesudah para rasul Dia
mengiringi mereka dengan Isa sesudah mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Isa
adalah nabi yang akhir, tiada nabi lagi sesudahnya selain Nabi Muhammad Saw.
sebagai penutup para nabi. Karena itulah disebutkan di dalam kitab Sahih
Bukhari melalui Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"أَنَا
أَوْلَى النَّاسِ بِابْنِ مَرْيَمَ؛ إِلَّا أَنَّهُ لَيْسَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ
نَبِيٌّ"
Aku adalah nabi yang paling berhak terhadap (Isa) putra Maryam,
karena sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun antara aku dan dia.
Seandainya keadaannya seperti apa yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ka'b
Al-Qurazi, tentulah Isa bukan termasuk rasul yang akhir sebelum Muhammad Saw.
Dan tentulah Isa berada sebelum Sulaiman dan Daud, karena sesungguhnya Allah
Swt. telah menyebutkan bahwa Daud sesudah Musa, seperti yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
{أَلَمْ
تَرَ إِلَى الْمَلإ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا
لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ هَلْ
عَسِيتُمْ إِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلا تُقَاتِلُوا قَالُوا وَمَالَنَا
أَلا نُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ}
Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi
Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, 'Angkatlah untuk
kami seorang raja supaya kami berperangai Bawah pimpinannya) di jalan
Allah.” (Al-Baqarah: 246)
Dan dalam ayat-ayat selanjutnya disebutkan:
{وَقَتَلَ
دَاوُدُ جَالُوتَ}
dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut. (Al-Baqarah:
251) hingga akhir ayat.
Hal yang mendorong Al-Qurazi berani mengemukakan pendapat ini ialah apa yang
tertera di dalam kitab Taurat. Disebutkan bahwa sesudah Musa dan Bani Israil
keluar dari laut (yang dibelahnya) dan Firaun beserta kaumnya ditenggelamkan di
dalam laut itu, Maryam binti Imran (saudara perempuan sekandung Musa dan Harun)
memukul rebana bersama kaum wanita Bani Israil seraya bertasbih menyucikan Allah
dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada kaum Bani
Israil.
Kemudian Al-Qurazi beranggapan bahwa Maryam yang disebutkan dalam kisah
tersebut adalah ibu Isa. Padahal pendapat tersebut merupakan suatu kekeliruan
yang fatal karena pada hakikatnya Maryam ibunya Isa hanya senama dengan Maryam
saudara perempuan Musa a.s. Disebutkan bahwa mereka biasa memakai nama para nabi
dan orang-orang saleh mereka.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ، سَمِعَتْ أَبِي يَذْكُرُهُ عَنْ سِمَاك، عَنْ
عَلْقَمَةَ بْنِ وَائِلٍ، عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ: بَعَثَنِي
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى نَجْرَانَ، فَقَالُوا:
أَرَأَيْتَ مَا تَقْرَءُونَ: {يَا أُخْتَ هَارُونَ} ،
وَمُوسَى قَبْلَ عِيسَى بِكَذَا وَكَذَا؟ قَالَ: فَرَجَعْتُ فَذَكَرَتْ ذَلِكَ
لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "أَلَا
أَخْبَرْتَهُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا يَتَسَمّون بِالْأَنْبِيَاءِ وَالصَّالِحِينَ
قَبْلَهُمْ؟ ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Idris; ia
pernah mendengar ayahnya menceritakan kisah berikut dari Sammak, dari Alqamah
ibnu Wa-il, dari Al-Mugirah ibnu Syu'bah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah mengutusnya ke negeri Najran. Maka orang-orang Nasrani Najran bertanya
kepadanya, "Mengapa kalian (kaum muslim) membaca firman-Nya: Hai saudara
perempuan Harun'. (Maryam: 28) Padahal Musa sebelum Isa dalam jarak masa
yang amat jauh?" Al-Mugirah ibnu Syu'bah tidak dapat menjawab. Ketika ia pulang,
ia menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw.
bersabda: Mengapa kamu tidak menceritakan kepada mereka bahwa mereka dahulu
biasa memakai nama-nama nabi dan orang-orang saleh sebelum mereka?
Hadis ini diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Muslim, Imam Turmuzi
dan Imam Nasai melalui hadis Abdullah ibnu Idris, dari ayahnya, dari Sammak
dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat
hasan sahih garib, yakni kalau tidak hasan, sahih, atau garib;
kami tidak mengenalnya, melainkan melalui hadis Ibnu Idris.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Sa'id ibnu Abu Sadaqah, dari Muhammad ibnu Sirin
yang mengatakan, ia pernah mendapat berita bahwa Ka'b telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai saudara perempuan Harun. (Maryam:
28) Bahwa yang dimaksud bukanlah Harun saudara lelaki Musa a.s. Maka
perkataannya itu dibantah oleh Siti Aisyah, "kamu dusta." Ka'b menjawab, "Wahai
Ummul Mu’minin, sesungguhnya Nabi Saw. pernah mengatakannya bahwa beliau
lebih mengetahui dan lebih teliti. Jika Nabi Saw. tidak mengatakannya, maka
sesungguhnya saya menjumpai jarak masa di antara mereka ada enam ratus tahun."
Akhirnya Siti Aisyah terdiam. Akan tetapi, jawaban Ka'b yang mengatakan jarak
masa enam ratus tahun masih diragukan kebenarannya.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah
menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari
Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya. Hai saudara perempuan Harun.
(Maryam: 28) hingga akhir ayat. Bahwa Maryam berasal dari keluarga yang
dikenal akan kesalehannya, mereka sama sekali tidak pernah berbuat kebobrokan.
Di antara manusia ada orang-orang yang dikenal dengan kesalehannya, dan
keturunan mereka pun berpegang teguh kepada tradisi kesalehan itu. Di antara
manusia ada orang-orang yang dikenal dengan keburukannya, dan keturunan mereka
terkenal pula dengan keburukan itu. Harun terkenal saorang yang saleh lagi
dicintai dikalangan kabilahnya, tetapi Harun di sini bukanlah Harun saudara
lelaki Nabi Musa, melainkan Harun yang lain.
Ibnu Jarir mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa saat Harun
meninggal dunia, jenazahnya dihantarkan kepemakamannya oleh empat puluh ribu
orang Bani Israil yang semuanya bernama Harun.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأَشَارَتْ
إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ
صَبِيًّا}
maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, "Bagaimana kami akan
berbicara dengan anak kecil yang masih ada dalam ayunan?” (Maryam: 29)
Yakni ketika mereka mencurigai keadaan Maryam dan mengingkari kejadian yang
dialaminya, serta mengatakan kepadanya dengan kalimat sindiran yang menuduhnya
berbuat tidak senonoh dan melakukan perbuatan zina. Saat itu Maryam sedang puasa
dan tidak bicara, maka ia memalingkan jawabannya dengan menunjuk ke arah
anaknya, dengan maksud agar mereka berbicara langsung dengan anaknya yang masih
bayi. Maka mereka menjawab dengan nada memperolok-olokkan Maryam meledek dan
mempermainkan mereka: Bagaimanakah kami akan berbicara dengan anak kecil yang
masih dalam ayunan? (Maryam: 29)
Maimun ibnu Mahran mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka
Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 29) dengan maksud bahwa hendaknya
mereka berbicara langsung dengan bayinya. Maka mereka merasa terkejut mendapat
jawaban demikian seraya mengatakan, "Apakah kamu menyuruh kami berbicara dengan
anak yang masih dalam usia ayunan?"
As-saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka Maryam
menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 29) Ketika Maryam berlaku demikian, mereka
marah dan mengatakan, "Sungguh ini merupakan ejekan dia terhadap kami, yang
lebih parah daripada perbuatan zina yang dilakukannya, karena dia menyuruh kita
berbicara dengan bayi ini."
{قَالُوا
كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا}
Mereka berkata, "bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang
masih dalam ayunan?” (Maryam: 29)
Yakni anak yang masih dalam usia ayunan lagi masih bayi, mana mungkin dia
dapat berbicara.
{إِنِّي
عَبْدُ اللَّهِ}
Berkata Isa, "Sesungguhnya aku ini hamba Allah.” (Maryam: 30)
Mula-mula kalimat yang diucapkan Isa ialah menyucikan Zat Tuhannya dan
membersihkan-Nya dari sifat beranak, kemudian mengukuhkan eksistensi dirinya
sebagai hamba Allah.
Firman Allah Swt.:
{آتَانِيَ
الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا}
Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi.
(Maryam: 30)
Kalimat ini dimaksudkan membersihkan nama ibunya dari tuduhan berzina yang
dilontarkan oleh kaumnya.
Nauf Al-Bakkali mengatakan bahwa setelah mereka mengucapkan kata-kata tuduhan
yang tidak senonoh terhadap ibunya, saat itu ia (Isa) sedang menetek pada
ibunya. Maka ia melepaskan payudara ibunya dan memalingkan mukanya ke arah kiri
seraya berkata: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab
(Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30) sampai
dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: selama aku hidup. (Maryam:
31)
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Sabit Al-Bannani, bahwa Isa
mengangkat jari telunjuknya ke atas pundaknya yang sebelah kiri seraya berkata,
seperti yang disitir oleh firman-Nya: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia
memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi.
(Maryam: 30)
Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dia memberiku
Al-Kitab (Injil). (Maryam: 30) Artinya Dia telah memutuskan bahwa Dia akan
memberiku Al-Kitab dalam ketetapan-Nya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musaffa, telah menceritakan kepada kami
Yahya ibnu Sa'id Al-Attar, dari Abdul Aziz ibnu Ziyad, dari Anas ibnu Malik r.a.
yang mengatakan bahwa Isa putra Maryam telah mempelajari kitab Taurat dan
menguasainya sejak ia masih berada dalam kandungan ibunya. Yang demikian itu
adalah apa yang disebutkan oleh firman-Nya, menyitir kata-katanya:
Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab dan Dia menjadikan
aku seorang nabi. (Maryam: 30)
Akan tetapi, Yahya ibnu Sa’id Al-Attar orangnya berpredikat matruk
yakni hadisnya tidak terpakai.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَجَعَلَنِي
مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ}
dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada.
(Maryam: 31)
Mujahid dan Amr ibnu Qais serta As-Sauri mengatakan bahwa makna yang dimaksud
ialah Allah menjadikan Isa seorang pengajar kebaikan. Menurut riwayat yang lain
dari Mujahid, Isa adalah seorang mujahid yang banyak memberikan manfaat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Abdul
Jabbar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid ibnu Khunais
Al-Makhzumi; ia pernah mendengar Wuhaib ibnul Ward (bekas budak Bani Makhzum)
mengatakan bahwa seorang yang berilmu bersua dengan seorang yang berilmu lagi
lebih daripadanya, lalu orang yang berilmu lebih tinggi itu bertanya kepadanya,
"Semoga Allah merahmati kamu, apakah yang kelihatan dari amal perbuatanku
(menurutmu)?" Ia menjawab, "Memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah perkara
mungkar. Karena sesungguhnya perbuatan tersebut merupakan agama Allah yang
disampaikan oleh para nabi-Nya kepada hamba-hamba-Nya."
Ulama fiqih telah sepakat tentang makna firman-Nya: dan Dia menjadikan aku
seorang yang diberkati di mana saja aku berada. (Maryam: 31) Ketika
ditanyakan, "Apakah keberkatannya?" yang ditanya menjawab, "Amar ma'ruf dan nahi
munkar di mana pun ia berada."
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَوْصَانِي
بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا}
dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan
(menunaikan) zakat selama aku hidup. (Maryam: 31)
Sama pengertiannya dengan firman Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw.:
{وَاعْبُدْ
رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ}
dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).
(Al-Hijr: 99)
Abdur Rahman ibnul Qasim telah meriwayatkan dari Malik ibnu Anas sehubungan
dengan firman-Nya: dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat
dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. (Maryam: 31) Isa dalam
jawabannya menyebutkan perkara yang dialaminya sejak lahir sampai wafat sesuai
dengan apa yang telah ditakdirkan terhadapnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَبَرًّا
بِوَالِدَتِي}
dan berbakti kepada ibuku. (Maryam: 32)
Yakni Allah memerintahkan pula kepadaku agar berbakti kepada ibuku. Allah
Swt. menyebutkan berbakti kepada orang tua sesudah taat kepada Tuhannya, sebab
Allah Swt. sering menyebutkan secara bergandengan antara perintah menyembah-Nya
dan taat kepada kedua orang tua. Seperti yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
{وَقَضَى
رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا}
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu. (Al-Isra: 23)
Dan firman Allah Swt.:
{أَنِ
اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ}
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu. (Luqman: 14)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلَمْ
يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا}
dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.
(Maryam: 32)
Maksudnya, Allah tidak menjadikan diriku seorang yang angkara murka lagi
sombong, tidak mau menyembah dan taat kepada-Nya serta tidak mau berbakti kepada
ibuku, yang akibatnya aku menjadi orang yang celaka.
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa makna al-jabbarusy syaqiyyu ialah
orang yang tega membunuh karena marah. Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa
tidak sekali-kali kamu jumpai orang yang menyakiti kedua orang tuanya, melainkan
kamu jumpai dia berwatak sombong lagi celaka. Kemudian ia membacakan firman
Allah Swt.: dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang
yang sombong lagi celaka. (Maryam: 32) tidak sekali-kali kamu jumpai orang
yang berperangai buruk, melainkan kamu jumpai dia orang yang angkuh lagi
sombong. Kemudian ia membacakan firman-Nya:
{وَمَا
مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا
فَخُورًا}
dan hamba sahaya yang kalian miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (An-Nisa: 36)
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa ada seorang wanita
melihat putra Maryam menghidupkan orang-orang mati serta menyembuhkan orang yang
buta dan berpenyakit supak dengan seizin Allah. Maka wanita itu berkata,
"Beruntunglah bagi orang yang mengandungmu, beruntunglah bagi orang yang
menyusukanmu." Maka Nabi Isa a.s. berkata menjawabnya, "Beruntunglah bagi orang
yang membaca Kitabullah dan mengikuti petunjuk yang ada di dalamnya,
serta bukan menjadi orang yang sombong lagi celaka."
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالسَّلامُ
عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ
حَيًّا}
Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan,
pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.
(Maryam: 33)
Hal ini membuktikan akan predikat dirinya sebagai hamba Allah Swt. dan bahwa
Isa adalah seorang makhluk Allah yang hidup dan mati serta dibangkitkan
sebagaimana makhluk lainnya. Akan tetapi, Isa diselamatkan dari semua fase
tersebut yang merupakan fase-fase yang paling berat dirasakan oleh semua hamba
Allah.