Tafsir Surat Thaha, ayat 57-59
{قَالَ
أَجِئْتَنَا لِتُخْرِجَنَا مِنْ أَرْضِنَا بِسِحْرِكَ يَا مُوسَى (57)
فَلَنَأْتِيَنَّكَ بِسِحْرٍ مِثْلِهِ فَاجْعَلْ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ مَوْعِدًا لَا
نُخْلِفُهُ نَحْنُ وَلا أَنْتَ مَكَانًا سُوًى (58) قَالَ مَوْعِدُكُمْ يَوْمُ
الزِّينَةِ وَأَنْ يُحْشَرَ النَّاسُ ضُحًى (59) }
Berkata Fir’aun, "Adakah kamu datang kepada kami
untuk mengusir kami dari negeri kami (ini)
dengan sihirmu, hai Musa? Dan kami pun pasti akan mendatangkan (pula)
kepadamu sihir semacam itu, maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara
kami dan kamu, yang kami tidak akan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di
suatu tempat yang pertengahan (letaknya).” Berkata Musa, "Waktu untuk
pertemuan (kami dengan) kalian itu ialah di hari raya dan hendaklah
dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggalahan naik.”
Allah Swt. menceritakan perihal Fir'aun ketika ia menyaksikan tanda yang
besar, yaitu mukjizat yang ditampakkan oleh Nabi Musa kepadanya. Tongkat
dilemparkan oleh Nabi Musa, maka jadilah tongkat itu ular yang sangat besar;
lalu Nabi Musa memasukkan tangannya ke dalam ketiaknya, maka setelah dikeluarkan
tangannya memancarkan sinar yang putih bukan karena penyakit. Fir'aun berkata
kepada Musa, "Ini adalah sihir yang kamu buat untuk menyihir kami dan menguasai
orang-orang agar mereka mengikutimu, lalu engkau melawan kami bersama mereka;
hal itu tidak akan terjadi. Sesungguhnya kami pun mempunyai ahli sihir yang
pandai bersihir seperti kamu, maka janganlah kamu merasa besar diri dengan apa
yang kamu miliki."
{فَاجْعَلْ
بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ مَوْعِدًا}
maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu. (Thaha:
58)
Yakni suatu hari untuk pertemuan kami dan kamu, lalu kita lakukan
pertandingan antara ilmu yang kamu miliki dan ilmu yang kami miliki, yakni ilmu
sihir, di tempat yang tertentu dan dalam waktu yang tertentu. Maka saat itu juga
Musa menjawab tantangan tersebut, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{مَوْعِدُكُمْ
يَوْمُ الزِّينَةِ}
Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kalian itu ialah di hari raya.
(Thaha: 59)
Yaitu hari raya mereka dan hari libur mereka, dimaksudkan agar semua orang
dapat menyaksikan kekuasaan Allah atas apa yang dikehendakiNya melalui mukjizat
nabi, dan kalahnya ilmu sihir menghadapi mukjizat nabi. Karena itulah Nabi Musa
a.s. berkata:
{وَأَنْ
يُحْشَرَ النَّاسُ ضُحًى}
dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggalahan naik.
(Thaha: 59)
Yakni semua manusia dikumpulkan di waktu duha agar segala sesuatunya tampak
jelas dan gamblang. Demikian pula halnya semua perkara para nabi, berciri khas
jelas dan gamblang, tiada yang tersembunyi dan tiada pula propaganda palsu.
Karena itulah Nabi Musa a.s. berkata kepada mereka bahwa hendaknya waktu
pertandingan itu diadakan di waktu siang hari, tepatnya waktu matahari
sepenggalahan naik, bukan malam hari.
Ibnu Abbas mengatakan, hari raya itu adalah hari Asyura.
As-Saddi, Qatadah, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa hari itu adalah hari raya
mereka.
Menurut Sa'id ibnu Jubair, hari itu adalah hari pasaran mereka.
Semua pendapat yang dikemukakan pada hakikatnya tidak bertentangan.
Menurut pendapat kami, pada hari yang sama Allah membinasakan Fir'aun beserta
bala tentaranya, seperti yang telah disebutkan di dalam hadis sahih.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Fir'aun berkata, "Hai Musa, buatlah suatu
waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu agar kami dapat membuat persiapan
terlebih dahulu." Musa menjawab,"Saya tidak diperintahkan untuk itu, melainkan
diperintahkan untuk menantangmu secara langsung. Jika kamu tidak mau keluar,
maka sayalah yang akan masuk kepadamu." Maka Allah menurunkan wahyu kepada Musa
yang isinya mengatakan, "Buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kamu dan
dia, dan katakanlah kepadanya bahwa silakan dia menentukannya sendiri."
Kemudian Fir'aun berkata, "Berilah tempo empat puluh hari," maka Musa
menyetujuinya.
Mujahid dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: di
suatu tempat yang pertengahan (letaknya). (Thaha: 58) Yang dimaksud dengan
suwa ialah tempat yang pertengahan.
As-Saddi mengatakan tempat yang sebanding untuk tujuan itu.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: di suatu tempat yang pertengahan letak(nya). (Thaha: 58)
Yakni tempat yang datar —tiada penghalangnya— sehingga semua orang dapat
menyaksikannya, tiada sebagian dari mereka terhalang penglihatannya oleh
sebagian yang lain atau oleh penghalang lainnya.