Tafsir Surat An-Nur, ayat 14-15
{وَلَوْلا
فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ
فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (14) إِذْ تَلَقَّوْنَهُ
بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ
وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ (15) }
Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya
kepada kalian semua di dunia dan di akhirat, niscaya kalian ditimpa azab yang
besar, karena pembicaraan kalian tentang berita bohong itu. (Ingatlah) di waktu kalian menerima berita bohong itu
dari mulut ke mulut dan kalian katakan dengan mulut kalian apa yang tidak kalian
ketahui sedikit juga, dan kalian menganggapnyh suatu yang ringan saja. Padahal
dia pada sisi Allah adalah besar.
Firman Allah Swt.:
{وَلَوْلا
فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا
وَالآخِرَةِ}
Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian semua di
dunia dan di akhirat. (An-Nur: 14)
Hai orang-orang yang mempergunjingkan perihal Siti Aisyah, yang karena itu
tobat kalian dan permohonan ampun kalian kepada-Nya diterima di dunia ini dan
Dia memaaf kalian berkat iman kalian bila kalian telah berada di kampung akhirat
nanti.
{لَمَسَّكُمْ
فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ
عَظِيمٌ}
niscaya kalian ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kalian tentang
berita bohong itu. (An-Nur: 14)
Hal ini berkenaan dengan orang yang memiliki iman. Berkat keimanannya itu
Allah menerima tobatnya, seperti Mistah, Hassan ibnu Sabit, dan Hamnah binti
Jahsy (saudara perempuan Zainab binti Jahsy). Adapun orang-orang yang
mempergunjingkan berita ini dari kalangan orang-orang munafik, seperti Abdullah
ibnu Ubay ibnu Salul dan teman-temannya; maka mereka bukanlah termasuk
orang-orang yang dimaksudkan dalam ayat ini karena mereka tidak memiliki iman
dan amal saleh yang dapat mengimbangi kesalahan mereka dan tidak pula sesuatu
yang dapat menghapusnya.
Demikianlah perihal nas yang menyangkut ancaman (larangan) melakukan
perbuatan tertentu, ia bersifat mutlak dan bersyarat. Konsekuensinya ialah tobat
pelakunya tidak diterima, atau tobatnya diterima bila ia mempunyai amal saleh
yang seimbang dengannya atau lebih berat daripada kesalahannya.
Firman Allah Swt.:
{إِذْ
تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ}
(Ingatlah) di waktu kalian menerima berita bohong itu dari mulut ke
mulut. (An-Nur: 15)
Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah
sebagian kalian membicarakannya dari sebagian yang lain, seseorang mengatakan
bahwa berita itu ia terima dari si Fulan, kemudian si pendengar menceritakannya
lagi kepada orang lain hingga seterusnya, sampai berita itu menyebar.
Sebagai ulama membaca ayat ini dengan bacaan berikut, yaitu: "Tulqunahu."
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui Aisyah bahwa ia
membaca ayat ini dengan bacaan tersebut. Ia mengatakan pula bahwa tilqunahu
berasal dari walaqa yang artinya membuat-buat perkataan dusta dan
pelakunya tetap berpegang kepada kedustaannya itu. Orang-orang Arab mengatakan,
"Walaqa Fulanun fis sairi" artinya ia meneruskan perjalanannya. Akan
tetapi, qiraat yang pertama lebih terkenal dan dianut oleh jumhur ulama. Qiraat
yang kedua diriwayatkan melalui Ummul Mu’minin Siti Aisyah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari
Aisyah, bahwa ia membacanya dengan bacaan iz tulqilnahu, berasal dari
walaqa. Ibnu Abu Mulaikah mengatakan bahwa Siti Aisyah lebih mengetahui
hal ini daripada yang lainnya.
Firman Allah Swt.:
{وَتَقُولُونَ
بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ}
dan kalian katakan dengan mulut kalian apa yang tidak kalian ketahui.
(An-Nur: 15)
Yakni kalian mengatakan apa yang tidak kalian ketahui. Kemudian Allah Swt.
berfirman dalam ayat selanjutnya:
{وَتَحْسَبُونَهُ
هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ}
dan kalian menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi
Allah adalah besar. (An-Nur: 15)
Yaitu kalian mengatakan apa yang telah kalian katakan itu tentang Ummul
Mu’minin, sedangkan kalian menganggapnya sebagai sesuatu hal yang ringan dan
tidak berarti. Seandainya yang dijadikan bahan pergunjingan kalian itu bukan
istri Nabi Saw., maka hal tersebut tetap bukanlah merupakan hal yang ringan,
terlebih lagi subyeknya adalah istri Nabi. Maka alangkah besar dosanya di sisi
Allah bila ada sesuatu hal yang menyangkut diri istri Nabi dan Rasul-Nya
dijadikan bahan pergunjingan. Karena sesungguhnya Allah Swt. cemburu dengan
terjadinya hal tersebut, sangat jauh dari kemungkinan bila ada istri seorang
nabi yang melakukan hal tersebut. Mengingat hal tersebut, terlebih lagi yang
dijadikan pergunjingan itu adalah penghulu istri-istri para nabi, yaitu istri
penghulu anak Adam semuanya, baik di dunia maupun di akhirat. Karena itulah
Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya: dan kalian menganggapnya suatu yang
ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. (An-Nur: 15)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan hadis berikut:
إِنَّ
الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَط اللَّهِ، لَا يَدْرِي مَا
تَبْلُغ، يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أبْعَد مَا بَيْنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ
Sesungguhnya seorang lelaki benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang
dimurkai oleh Allah tanpa disadarinya yang menyebabkan dirinya tercampakkan ke
neraka lebih dalam daripada jarak antara bumi dan langit.
Menurut riwayat yang lain disebutkan:
لَا
يُلْقِي لَهَا بَالًا
sedangkan dia tidak menyadarinya.