Tafsir Surat Saba, ayat 18-19
{وَجَعَلْنَا 
بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ الْقُرَى الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا قُرًى ظَاهِرَةً 
وَقَدَّرْنَا فِيهَا السَّيْرَ سِيرُوا فِيهَا لَيَالِيَ وَأَيَّامًا آمِنِينَ (18) 
فَقَالُوا رَبَّنَا بَاعِدْ بَيْنَ أَسْفَارِنَا وَظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ 
فَجَعَلْنَاهُمْ أَحَادِيثَ وَمَزَّقْنَاهُمْ كُلَّ مُمَزَّقٍ إِنَّ فِي ذَلِكَ 
لآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ (19) }
Dan Kami jadikan antara mereka dan antara 
negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang 
berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di 
kota-kota itu pada malam dan siang hari dengan aman. Maka mereka berkata, "Ya 
Tuhan kami, jauhkanlah jarak perjalanan kami.” dan mereka menganiaya diri mereka 
sendiri; maka Kami jadikan mereka buah mulut dan Kami hancurkan mereka sehancur 
hancurnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda 
kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur.
Allah Swt. menceritakan apa yang diperoleh mereka berupa kenikmatan, 
kemewahan hidup, kesenangan, negeri yang makmur, tempat-tempat yang aman, dan 
kota-kota yang saling berdekatan satu sama lainnya yang dipenuhi oleh pepohonan, 
tanam-tanaman, dan hasil buah-buahan yang melimpah ruah. Sehingga orang yang 
mengadakan perjalanan di antara mereka tidak perlu membawa bekal makanan dan air 
minum, bahkan di mana pun ia turun istirahat pasti ia menjumpai air dan 
buah-buahan. Ia dapat pula beristirahat siang hari di suatu kota, lalu menginap 
di kota lainnya menurut kondisi dan keadaan yang diperlukan dalam perjalanan. 
Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:
{وَجَعَلْنَا 
بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ الْقُرَى الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا}
Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami 
limpahkan berkat kepadanya. (Saba: 18)
Wahb ibnu Munabbih mengatakan, yang dimaksud adalah kampung-kampung yang ada 
di San'a; hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Malik. Mujahid, Al-Hasan, Sa'id 
ibnu Jubair, Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam, dari Qatadah, 
Ad-Dahhak, As-Saddi, dan Ibnu Zaid serta lain-lainnya, bahwa yang dimaksud 
adalah kota-kota yang ada di negeri Syam. Dengan kata lain, mereka berjalan dari 
Yaman menuju ke negeri Syam melalui banyak kota yang satu sama lainnya 
berdekatan.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa negeri-negeri yang Kami 
berkati adalah Baitul Maqdis. Al-Aufi mengatakan pula bahwa makna yang dimaksud 
adalah kota-kota Arab yang ada di antara Madinah dan negeri Syam.
{قُرًى 
ظَاهِرَةً}
beberapa negeri yang berdekatan  (Saba: 18)
Yakni jelas dan gamblang dikenal oleh semua musafir; mereka dapat 
beristirahat siang di suatu kota, lalu menginap di kota lainnya. Karena itulah 
dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَقَدَّرْنَا 
فِيهَا السَّيْرَ}
dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) 
perjalanan. (Saba: 18)
Artinya, Kami menjadikan letak kota-kota tersebut sesuai dengan jarak tempuh 
yang diperlukan oleh orang-orang musafir, antara yang satu dengan yang 
lainnya.
{سِيرُوا 
فِيهَا لَيَالِيَ وَأَيَّامًا آمِنِينَ}
Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam dan siang hari dengan aman. 
(Saba: 18)
Yakni dalam waktu kapan pun, baik siang maupun malam, perjalanan mereka akan 
aman.
{فَقَالُوا 
رَبَّنَا بَاعِدْ بَيْنَ أَسْفَارِنَا وَظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ}
Maka mereka berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkanlah jarak perjalanan kami.” 
dan mereka menganiaya diri mereka sendiri. (Saba: 19)
Sedangkan ulama lain membaca ayat ini dengan bacaan baid baina asfarina; 
demikian itu karena mereka menjadi congkak karena nikmat tersebut. 
Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, dan lain-lainnya 
yang bukan hanya seorang, bahwa justru mereka lebih menyukai menempuh jalan 
padang sahara dan daerah-daerah yang tidak berpenghuni, yang untuk menempuhnya 
diperlukan membawa bekal dan unta kendaraan, serta berjalan di terik matahari 
dan tempat-tempat yang menakutkan. Perihal mereka sama dengan apa yang diminta 
oleh kaum Bani Israil dari Musa a.s., yaitu hendaknya Musa memohon kepada Allah 
agar menumbuhkan tumbuhan bumi buat mereka yang hasilnya berupa sayur-mayurnya, 
ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya. Padahal mereka 
saat itu berada dalam kehidupan yang makmur berkat Manna dan Salwa yang 
diturunkan buat mereka. Kehidupan mereka juga mewah, baik makanan, minuman, 
maupun pakaiannya. Karena itulah maka Musa berkata kepada mereka, yang disitir 
oleh firman-Nya:
{أَتَسْتَبْدِلُونَ 
الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا 
سَأَلْتُمْ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ 
مِنَ اللَّهِ}
Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih 
baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.” 
Lalu ditimpakan kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat 
kemurkaan dari Allah. (Al-Baqarah: 61)
Juga semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui 
Firman-Nya:
{وَكَمْ 
أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ بَطِرَتْ مَعِيشَتَهَا}
Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan, 
yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya. (Al-Qasas: 58)
{وَضَرَبَ 
اللَّهُ مَثَلا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا 
رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ 
لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ}
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri 
yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari 
segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; 
karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, 
disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. (An-Nahl: 112).
Dan firman Allah Swt. menceritakan tentang mereka, yang kisahnya disebutkan 
dalam surat ini, yaitu: Maka mereka berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkanlah jarak 
perjalanan kami, " dan mereka menganiaya diri mereka sendiri. (Saba: 19) 
dikarenakan kekafiran mereka.
{فَجَعَلْنَاهُمْ 
أَحَادِيثَ وَمَزَّقْنَاهُمْ كُلَّ مُمَزَّقٍ}
maka Kami jadikan mereka buah tutur dan Kami hancurkan mereka 
sehancur-hancurnya. (Saba: 19)
Artinya, Kami jadikan mereka sebagai buah tutur manusia yang menceritakan 
kisah-kisah mereka, bagaimana Allah menimpakan azabNya kepada mereka dan 
mencerai-beraikan persatuan mereka sesudah bersatu dalam naungan kehidupan yang 
makmur; mereka menyebar kemana-mana, tidak lagi tinggal di negerinya. Karena 
itulah ada pepatah Arab yang berbunyi, "Bercerai-berai seperti tercerai-berainya 
kaum Saba, dan hancur berantakan seperti hancurnya hasil karya kaum Saba, dan 
menyebar sebagaimana menyebarnya kaum Saba."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id ibnu 
Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Habib 
ibnusy Syahid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya mengatakan bahwa 
ia pernah mendengar Ikrimah menceritakan suatu kisah tentang penduduk Saba 
dengan mengutip firman-Nya: Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda 
(kekuasaaan Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di 
sebelah kanan dan sebelah kiri. (Saba: 15) sampai dengan firman-Nya: maka 
Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar. (Saba: 16). Tersebutlah 
bahwa di kalangan mereka terdapat banyak tukang tenung, dan setan-setan 
mencuri-curi dengar dari berita di langit, lalu tukang-tukang tenung itu 
menceritakan sebagian dari berita langit (yang mereka terima dari setan-setan 
pencuri berita itu). Dan tersebutlah bahwa di kalangan mereka terdapat seorang 
lelaki tukang tenung yang terpandang lagi banyak harta, Ia memberitakan bahwa 
runtuhnya masa kejayaan mereka sudah dekat, dan azab akan menimpa mereka, 
sedangkan ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya karena dia adalah 
seorang yang banyak memiliki harta dari tanah-tanah yang dimilikinya. Lalu ia 
berkata kepada salah seorang anak lelakinya yang mempunyai paman-paman yang 
terhormat dari pihak ibunya, "Hai anakku, apabila besok hari tiba dan aku 
perintahkan kepadamu untuk melakukan sesuatu, maka janganlah kamu lakukan. Dan 
apabila aku menghardikmu, maka balas hardiklah diriku. Dan apabila aku 
menempelengmu, maka balas tempelenglah aku." Anak itu berkata; "Ayah, jangan 
engkau lakukan hal itu. Sesungguhnya perbuatan itu dosa besar dan berat 
dilakukan". Lelaki itu berkata, "Hai anakku, telah terjadi suatu perkara yang 
tidak dapat dielakkan lagi," dan lelaki itu terus-menerus mendesaknya. Akhirnya 
si anak terpaksa menyetujuinya. Pada pagi harinya ketika orang-orang telah 
berkumpul, lelaki itu berkata, "Hai anakku, lakukanlah anu dan anu," maka si 
anak tidak menurut, lalu si ayah menghardiknya dan si anak itu balas 
menghardiknya. Keduanya terus-menerus bersengketa hingga pada akhirnya si ayah 
menempeleng anaknya, maka si anak balas menempeleng ayahnya. Lalu si ayah 
berkata, "Anakku berani menempelengku, kemarikanlah pisauku." Mereka bertanya, 
"Untuk apa kamu meminta pisau?" Ia menjawab, "Aku akan menyembelihnya". Mereka 
bertanya, "Apakah kamu akan menyembelih anakmu sendiri?" Tempelenglah lagi dia 
atau lakukanlah hal lainnya yang kamu ingini terhadapnya." Si ayah menolak dan 
bersikeras akan menyembelih anak lelakinya itu. Maka mereka mengirimkan utusan 
untuk memanggil paman-paman anak itu dan menyampaikan kepada mereka berita 
tersebut. Akhirnya mereka datang dan mengatakan kepada ayah si anak, "Ambillah 
dari kami apa yang kamu sukai," tetapi si lelaki itu menolak dan bersikeras 
untuk menyembelih anaknya. Mereka berkata, "Sebelum kamu menyebelihnya, maka 
kamu dahulu yang akan mati." Lelaki itu berkata, "Kalau memang demikian, maka 
sesungguhnya aku tidak ingin lagi tinggal di negeri yang penduduknya 
menghalang-halangi antara aku dan anakku. Sekarang belilah oleh kalian semua 
rumahku dan semua tanahku." Lelaki itu kemudian menjual rumah, lahan dan 
tanahnya. Setelah semua uang hasil penjualan berada di tangannya, ia berkata, 
"Hai kaumku, sesungguhnya azab akan menimpa kalian dan kejayaan kalian akan 
sirna, hal ini sudah dekat. Maka barang siapa di antara kalian yang menginginkan 
rumah baru, tempat perlindungan yang kuat, serta perjalanan yang jauh, hendaklah 
pergi ke kota Amman. Dan barang siapa di antara kalian yang menginginkan khamr, 
ragi, dan perasan buah, dan lain-lainnya —Ibrahim perawi lupa— hendaklah pergi 
ke negeri Basra. Dan barang siapa yang menginginkan berlepotan dengan lumpur, 
mendapat makanan di negeri sendiri, dan sibuk dengan pertanian, hendaklah ia 
pergi ke kota Yasrib yang banyak pohon kurmanya. Maka kaumnya menaati ucapannya 
itu, lalu orang-orang yang ingin tinggal di Amman pergi ke Amman, dan 
orang-orang Gassan pergi ke Basra, sedangkan Aus dan Khazraj serta Bani Usman 
pergi ke negeri Yasrib yang banyak pohon kurmanya. Disebutkan bahwa dalam 
perjalanannya mereka sampai di Lembah Mur, lalu Bani Usman berkata, "Inilah 
tempat yang kami dambakan dan kami tidak mau menggantinya dengan tempat yang 
lain." Lalu mereka tinggal di Lembah Mur itu. Maka tempat itu dinamakan 
Khuza'ah karena mereka memisahkan diri dari teman-temannya. Kabilah Aus 
dan Khazraj meneruskan perjalanannya sampai tiba di Madinah, lalu tinggal di 
Madinah. Sedangkan orang-orang yang ingin tinggal di Amman (Yordan) meneruskan 
perjalanannya sampai di Amman, dan orang-orang Gassan pergi menuju ke Basrah. 
Asar ini garib lagi aneh. Nama tukang tenung tersebut adalah Amr ibnu 
Amir, salah seorang pemimpin negeri Yaman dan pembesar Saba serta ahli tenung 
mereka.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar telah mengatakan di permulaan kitab 
Sirah-nya kisah tentang Amr ibnu Amir ini, bahwa dialah orang yang 
mula-mula keluar dari negeri Yaman karena ia mendapat berita yang mengatakan 
bahwa banjir besar akan menimpa mereka. Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar 
melanjutkan, bahwa penyebab yang mendorong Amr ibnu Amir keluar dari negeri 
Yaman menurut kisah yang dikemukakan oleh Abu Zaid Al-Ansari kepadanya, Amr ibnu 
Amir bermimpi melihat tempat yang dipakai untuk menampung air di bendungan 
Ma'rib digali (yakni tanggulnya), lalu airnya dialirkan oleh para penggalinya 
keluar dari bendungan menurut apa yang mereka sukai. Maka Amr ibnu Amir mengerti 
bahwa bendungan Ma'rib tidak akan lama lagi usianya, lalu ia bertekad untuk 
pindah dari negeri Yaman. Untuk melaksanakan niatnya ini terlebih dahulu ia 
membuat tipu muslihat terhadap kaumnya. Kemudian ia memerintahkan kepada anaknya 
yang paling muda, bahwa apabila ia ditempeleng dan dikerasi olehnya, hendaklah 
ia membalasnya. Lalu si anak melakukan apa yang diperintahkan oleh ayahya; 
ketika ayahnya memaki-maki dia dan menempelengnya, maka ia membalasnya. Akhirnya 
Amr ibnu Amir berkata, "Aku tidak akan tinggal lagi di negeri yang menjadi 
peneyebab anakku yang termuda berani menempeleng wajahku." Lalu ia menawarkan 
hartanya (untuk dijual). Maka orang-orang yang terpandang dari penduduk Yaman 
mengatakan, "Ambillah kesempatan yang baik ini untuk membeli harta Amr," lalu 
mereka membelinya. Amr menjual semua harta miliknya, kemudian dia dan semua anak 
cucunya pindah meninggalkan negeri Yaman. Kabilah Asad berkata,"Kami tidak akan 
membiarkan Amr pergi sendirian," lalu mereka pun menjual semua hartanya dan ikut 
keluar bersama-sama rombongan Amr. Mereka melakukan perjalanan yang cukup jauh. 
Akhirnya mereka turun beristirahat di negeri Ak, lalu berkeliling di sekitar 
negeri Ak. Tetapi orang-orang Ak memeranginya, maka terjadilah pertempuran di 
antara mereka. Adakalanya Amr menang, dan adakalanya orang-orang Ak beroleh 
kemenangan. Sehubungan dengan peristiwa ini Abbas ibnu Muradis As-Sulami r.a. 
telah mengatakan dalam bait syairnya mengenang peristiwa tersebut:
Ak ibnu Adnan yang menyalakan api 
peperangan di Gassan sehingga mereka terusir sejauh-jauhnya
Bait syair ini merupakan petikan dari kasidahnya. Kemudian Amr ibnu Amir dan 
kawan-kawannya pergi meninggalkan tanah orang-orang Ak dan menyebar ke seluruh 
negeri. Keluarga Jafnah ibnu Amr ibnu Amir tinggal di negeri Syam. Aus dan 
khazraj tinggal di Yasrib; Khuza'ah tinggal di Mur; Azdus Surah tinggal di 
As-Surah, dan Azd Amman tinggal di Amman. Kemudian Allah Swt. mengirimkan banjir 
besar yang melanda bendungan Ma'rib hingga bobol dan hancur. Peristiwa inilah 
yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui ayat-ayatnya di atas.
As-Saddi telah menyebutkan kisah Amr ibnu Amir dengan kisah yang semisal 
dengan apa yang telah disebutkan oleh Muhammad ibnu Ishaq. Hanya dalam riwayat 
As-Saddi disebutkan bahwa lalu Amr ibnu Amir memerintahkan kepada keponakannya, 
bukan anaknya. Akhirnya ia menjual seluruh hartanya, lalu pergi bersama 
keluarganya meninggalkan Saba, dan selanjutnya mereka bercerai-berai. 
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah 
menceritakan kepada kami Salamah, dari Ibnu Ishaq yang menceritakan bahwa mereka 
mengira Amr ibnu Amir adalah paman dari kaumnya; dia adalah seorang tukang 
ramal, lalu dalam peramalannya ia melihat bahwa kaumnya kelak akan 
dicerai-beraikan dan perjalanan mereka akan dijauhkan. Lalu ia berkata kepada 
kaumnya, "Sesungguhnya aku telah diberi tahu bahwa kelak kalian akan 
dicerai-beraikan. Maka barang siapa di antara kalian yang mampu melakukan 
perjalanan jauh, penuh dengan penderitaan yang keras dan kesabaran yang tinggi, 
hendaklah ia pergi ke Ka's atau Kurud." Maka yang melakukannya adalah Wada'ah 
ibnu Amr. Kemudian Amr ibnu Amir berkata, "Dan barang siapa di antara kalian 
yang menyukai daerah perkotaan dan urusan yang mudah, hendaklah ia pergi ke 
Syam." Yang melakukannya adalah Auf ibnu Amr, dan merekalah yang dikenal dengan 
nama Bariq. Amr ibnu Amir berkata lagi, "Dan barang siapa di antara kalian yang 
menginginkan penghidupan yang tenang dan tanah haram yang aman, hendaklah ia 
pergi ke Arzin." dan yang melakukannya adalah Khuza'ah. Amr ibnu Amir berkata, 
"Dan barang siapa di antara kalian yang menginginkan hidup berlepotan dengan 
lumpur dan pertanian, hendaklah ia pergi ke Yasrib yang banyak pohon kurmanya," 
maka yang melakukannya adalah Aus dan Khazraj; kedua kabilah inilah yang akan 
menjadi orang-orang Ansar. Amr ibnu Amir berkata, "Dan barang siapa di antara 
kalian yang menginginkan khamr, ragi, emas, kain sutra serta kerajaan dan 
kekuasaan, hendaklah ia pergi ke Kausa dan Basra." Maka yang melakukannya adalah 
Gassan alias Bani Jafnah yang kelak menjadi raja-raja di negeri Syam dan 
sebagian dari kalangan mereka yang tinggal di Irak.
Ibnu Ishaq mengatakan, ia pernah mendengar salah seorang ahlul 'ilmi 
mengatakan bahwa sesungguhnya yang mengucapkan kata-kata tersebut adalah Tarifah 
istri Amr ibnu Amir, dia adalah seorang tukang ramal perempuan. Dalam 
peramalannya ia melihat hal tersebut; maka hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui 
yang benar di antara kedua pendapat itu.
Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah, dari Asy-Sya'bi, bahwa Gassan pergi ke 
negeri Amman, lalu Allah mencerai-beraikan mereka dengan separah-parahnya di 
negeri Syam. Dan orang-orang Ansar pergi ke negeri Yasrib, Khuza'ah pergi ke 
Tihamah, dan Azd pergi ke negeri Amman, lalu Allah mencerai-beraikan mereka 
dengan sebenar-benarnya. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh 
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.
Selanjutnya Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu 
Ubaidah, bahwa Al-Asya alias A'syanya Bani Qais ibnu Sa'labah yang nama aslinya 
Maimun ibnu Qais telah mengatakan:
Dalam hal tersebut terdapat suri 
teladan bagi orang yang merenungkannya, yaitu Ma-rib setelah terlanda oleh 
banjir besar. Ma-rib adalah bendungan yang dibangunkan bagi mereka oleh Himyar, 
untuk menampung air yang datang kepada mereka, sehingga mereka dapat mengairi 
lahan-lahan dan kebun anggur mereka dengan suburnya. Kemudian mereka menjadi 
bercerai-berai, tidak mampu lagi untuk memberi minum anak kecil yang baru 
disapih.
**********
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ 
فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda 
kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur. (Saba: 19)
Yakni sesungguhnya pada peristiwa yang telah menimpa mereka —berupa 
pembalasan Allah dan azab-Nya, diubah-Nya nikmat, dan dilenyapkanNya kemakmuran 
sebagai siksaan akibat kekufuran dan dosa-dosa yang dilakukan mereka— 
benar-benar terdapat pelajaran dan petunjuk bagi setiap orang yang bersabar 
dalam menghadapi musibah, lagi bersyukur atas nikmat-nikmat yang 
diperolehnya.
قَالَ 
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ وَعَبْدُ الرَّزَّاقِ 
الْمَعْنِيُّ، قَالَا أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ 
العَيْزَار بْنِ حُرَيث عَنْ عُمَرَ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ -هُوَ سَعْدِ بْنِ 
أَبِي وَقَّاصٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى 
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "عَجِبْتُ مِنْ قَضَاءِ اللَّهِ تَعَالَى 
لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ حَمدَ رَبَّه وَشَكَرَ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ 
مُصِيبَةٌ حَمِد رَبَّهُ وصَبَر، يُؤْجَرُ الْمُؤْمِنُ فِي كُلِّ شَيْءٍ، حَتَّى 
فِي اللُّقْمَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى فِي امْرَأَتِهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman dan Abdur 
Razzaq. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu 
Ishaq, dari Al-Aizar ibnu Hurayyis, dari Umar ibnu Sa'd, dari ayahnya (yaitu 
Sa'd ibnu Abu Waqqas r.a.) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah 
bersabda: Saya kagum dengan orang mukmin dalam menghadapi takdir Allah Swt. 
Jika Allah memberikan kebaikan kepadanya, maka ia memuji Tuhannya dan bersyukur. 
Dan jika ia tertimpa musibah, ia tetap memuji Tuhannya dan bersabar. Orang 
mukmin diberi pahala dalam segala sesuatu, sehingga suapan yang ia masukkan ke 
dalam mulut istrinya.
Imam Nasai telah meriwayatkan di dalam kitab Al-Yaum wal Lailah 
melalui hadis Abu Ishaq As-Subai'i dengan sanad yang sama. Hadis ini 
merupakan hadis yang sanadnya jarang ada karena melalui riwayat Umar ibnu Sa'd 
dari ayahnya. Akan tetapi, hadis ini mempunyai saksi yang menguatkannya di dalam 
kitab Sahihain melalui hadis Abu Hurairah r.a. yang telah 
menyebutkan:
"عَجَبًا 
لِلْمُؤْمِنِ لَا يَقْضِي اللَّهُ لَهُ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا، إِنْ 
أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ 
صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ. وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَحَدٍ إِلَّا 
لِلْمُؤْمِنِ".
Sungguh menakjubkan perihal orang mukmin itu, tidak sekali-kali Allah 
menetapkan suatu takdir baginya melainkan hal itu baik baginya. Jika ia mendapat 
kesenangan, maka ia bersyukur, dan bersyukur itu baik baginya. Dan jika tertimpa 
musibah, maka ia bersabar, dan bersabar itu baik baginya. Sikap seperti ini 
tidak terdapat pada seorang pun kecuali pada diri orang mukmin.
Abdu mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Sufyan, dari 
Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya pada yang demikian 
itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang 
sabar lagi bersyukur. (Saba: 19) Mutarrif mengatakan bahwa sebaik-baik hamba 
adalah orang yang banyak bersabar dan banyak bersyukur, yaitu apabila diberi 
bersyukur dan apabila diuji bersabar.