Tafsir Surat Al-Qiyamah, ayat 16-25
لَا
تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ (16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ
وَقُرْآنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ (18) ثُمَّ إِنَّ
عَلَيْنَا بَيَانَهُ (19) كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ (20) وَتَذَرُونَ
الْآخِرَةَ (21) وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ (22) إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (23)
وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ (24) تَظُنُّ أَنْ يُفْعَلَ بِهَا فَاقِرَةٌ (25)
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca)
Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan
Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila
Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian
sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. Sekali-kali janganlah
demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia, dan
meninggalkan (kehidupan) akhirat. Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu
berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. Dan wajah-wajah (orang kafir)
pada hari itu muram, mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka
yang amat dahsyat.
Ini merupakan pengajaran dari Allah Swt. kepada Rasul-Nya tentang bagaimana
dia harus menerima wahyu dari malaikat yang ditugaskan-Nya. Karena sesungguhnya
beliau selalu tergesa-gesa menerimanya dan mendahului malaikat dalam membacanya.
Maka Allah Swt. memerintahkan kepadanya bahwa apabila malaikat datang membawa
wahyu kepadanya, hendaklah ia mendengarkannya terlebih dahulu sampai malaikat
itu menyelesaikan penyampaiannya, dan Allah-lah yang akan menjaminnya untuk
dapat menghimpunkannya di dalam dadanya dan memudahkan baginya dalam
menyampaikannya sesuai dengan apa yang ia terima dari malaikat. Dan hendaknyalah
ia biarkan malaikat menerangkan, menafsirkan, dan menjelaskannya terlebih
dahulu. Maka keadaan pertama ialah menghimpunkan wahyu di dalam dada beliau,
keadaan kedua cara membacanya, dan keadaan ketiga mengenai tafsir dan
penjelasannya. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
{لَا
تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ}
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak
cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah: 16)
Makna yang dimaksud ialah menguasai wahyu Al-Qur'an yang diturunkan
kepadanya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَلا
تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ
زِدْنِي عِلْماً
dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan
mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah, "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan.”(Thaha: 114)
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ
عَلَيْنَا جَمْعَهُ}
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya. (Al-Qiyamah:
17)
Yakni menghimpunkannya di dalam dadamu.
{وَقُرْآنَهُ}
dan membacanya. (Al-Qiyamah: 17)
Maksudnya, membuatmu pandai membacanya.
{فَإِذَا
قَرَأْنَاهُ}
Apabila Kami telah selesai membacakannya. (Al-Qiyamah: 18)
Yaitu apabila malaikat telah membacakannya kepadamu dari Allah Swt.
{فَاتَّبِعْ
قُرْآنَهُ}
maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyamah: 18)
Yakni dengarkanlah terlebih dahulu, kemudian bacalah ia sebagaimana yang
telah diajarkannya kepadamu.
{ثُمَّ
إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ}
Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.
(Al-Qiyamah: 19)
Yaitu sesudah engkau hafal dan engkau baca, maka Kami akan menjelaskan dan
menerangkannya kepadamu serta memberimu ilham mengenai maknanya sesuai dengan
apa yang Kami kehendaki dan Kami tentukan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Abu
Uwwanah, dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pada asal mulanya merasa berat bila sedang
menerima wahyu, dan beliau menggerakkan kedua bibirnya (mengikuti bacaan
malaikat). Sa'id ibnu Jubair melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Ibnu Abbas berkata
kepadanya, "Dan aku menggerakkan pula kedua bibirku sebagaimana Rasulullah Saw.
menggerakkan kedua bibirnya." Musa ibnu Abu Aisyah mengatakan bahwa Sa'id
berkata kepadanya, "Aku menggerakkan kedua bibirku sebagaimana Ibnu Abbas
menggerakkan kedua bibirnya." Setelah itu Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak
cepat-cepat (menguasai)nya Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya
(di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (Al-Qiyamah: 16-17) Yakni
menghimpunkannya di dalam dadamu, kemudian kamu dapat membacanya. Apabila
Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyamah:
18) Maksudnya, dengarkanlah terlebih dahulu dengan penuh perhatian dan diamlah.
Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah:
19) Sesudah itu apabila Jibril berangkat, maka Nabi Saw. membacanya seperti apa
yang dibacakan oleh Jibril kepadanya.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan hal ini melalui berbagai
jalur dari Musa ibnu Abu Aisyah dengan sanad yang sama. Menurut lafaz Imam
Bukhari, disebutkan bahwa apabila Jibril datang, beliau menundukkan kepalanya;
dan apabila Jibril telah pergi, maka beliau membacanya seperti apa yang telah
dijanjikan oleh Allah Swt. kepadanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Abu Yahya At-Taimi, telah menceritakan kepada
kami Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. apabila wahyu diturunkan kepadanya, maka beliau
mengalami keadaan yang berat karenanya. Dan apabila wahyu sedang diturunkan
kepadanya, hal itu dapat diketahui melalui gerakan kedua bibirnya. Kedua bibir
beliau kelihatan bergerak sejak awal penurunan wahyu karena khawatir bagian
permulaan wahyunya terlupakan sebelum bagian yang terakhirnya selesai. Maka
Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu unluk
(membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah:
16)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Asy-Sya'bi, Al-Hasan Al-Basri, Qatadah,
Mujahid, dan Ad-Dahhak serta selain merekayang bukan hanya seorang, bahwa
sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan hal tersebut.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk
(membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah;
16) Bahwa beliau tidak pernah berhenti dari membaca Al-Qur'an karena takut
dijadikan melupakannya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu
gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur'an karena hendak cepat-cepat
(menguasai)nya Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya.
(Al-Qiyamah: 16-17) Yakni Kamilah yang akan menghimpunkannya untukmu. dan
membacanya. (Al-Qiyamah: 17) Yaitu Kamilah yang akan menjadikan kamu dapat
membacanya hingga kamu tidak akan melupakannya.
Ibnu Abbas dan Atiyyah Al-Aufi telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.
(Al-Qiyamah: 19) Yakni menjelaskan apa-apa yang dihalalkannya dan apa-apa yang
diharamkannya. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{كَلا
بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَتَذَرُونَ الآخِرَةَ}
Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai
kehidupan dunia dan meninggalkan (kehidupan) akhirat. (Al-Qiyamah:
20-21)
Sesungguhnya yang mendorong mereka mendustakan hari kiamat, menentang wahyu
kebenaran dan Al-Qur'an yang mulia yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya tiada
lain karena tujuan mereka hanyalah kehidupan dunia yang segera dan mereka sama
sekali melupakan kehidupan akhirat.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ}
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.
(Al-Qiyamah: 22)
Berakar dari kata an-nadarah artinya cerah, berseri, dan riang
gembira.
{إِلَى
رَبِّهَا نَاظِرَةٌ}
Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 23)
Yakni melihat Tuhannya dengan terang-terangan, sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari rahimahullah di dalam kitab sahihnya:
«إِنَّكُمْ
سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ عَيَانًا»
Sesungguhnya kamu kelak akan melihat Tuhanmu dengan
terang-terangan.
Dan sesungguhnya mengenai masalah melihatnya kaum mukmin kepada Allah Swt. di
negeri akhirat (di surga) telah dikuatkan oleh adanya hadis-hadis sahih yang
diriwayatkan melalui berbagai jalur yang mutawatir, yang telah dinukil oleh para
imam ahli hadis, sehingga tidak mungkin ditolak atau dicegah lagi kebenarannya.
Hadis yang bersumber dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah yang keduanya ada di
dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa sejumlah orang bertanya, "Wahai
Rasulullah, apakah kita dapat melihat Tuhan kita di hari kiamat nanti?"
Rasulullah Saw. balik bertanya:
«هَلْ
تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ لَيْسَ دُونَهُمَا سَحَابٌ؟»
قَالُوا: لَا، قَالَ: «فَإِنَّكُمْ تَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَذَلِكَ»
"Apakah kamu berdesak-desakan saat melihat matahari dan bulan di hari yang
tak berawan?” Mereka menjawab, "Tidak.” Rasulullah Saw. bersabda,
"Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian seperti itu."
Di dalam kitab Sahihain dari Jarir, disebutkan bahwa Rasulullah Saw.
memandang rembulan di malam purnama, lalu bersabda:
«إِنَّكُمْ
تَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هذا القمر! فإن استطعتم أن لا تُغْلَبُوا عَلَى
صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَلَا قَبْلَ غُرُوبِهَا
فَافْعَلُوا»
Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu sebagaimana kamu melihat rembulan
ini; jika kamu mampu untuk meluangkan waktumu guna mengerjakan salat sebelum
matahari terbit dan sebelum tenggelamnya, maka lakukanlah.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abu Musa yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«جَنَّتَانِ
مِنْ ذَهَبٍ آنِيَتُهُمَا وَمَا فِيهِمَا، وَجَنَّتَانِ مِنْ فِضَّةٍ آنِيَتُهُمَا
وَمَا فِيهِمَا، وَمَا بَيْنَ الْقَوْمِ وَبَيْنَ أَنْ يَنْظُرُوا إِلَى الله عَزَّ
وَجَلَّ إِلَّا رِدَاءُ الْكِبْرِيَاءِ عَلَى وَجْهِهِ فِي جَنَّةِ
عَدْنٍ»
Ada dua surga yang semua wadahnya dan segala isinya dari emas, dan ada
pula dua surga yang semua wadahnya dan segala isinya dari perak. sedangkan tiada
penghalang antara kaum (penghuni surga) dan kesempatan mereka untuk melihat
Allah Swt, melainkan hanya selendang Keagungan-(Nya) yang menghijab Zat-Nya di
dalam surga Adn.
Di dalam hadis ifrad Imam Muslim disebutkan melalui Suhaib, dari Nabi Saw.
Yang telah bersabda:
«إذا
دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ- قَالَ- يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: تُرِيدُونَ
شَيْئًا أَزِيدُكُمْ؟ فَيَقُولُونَ: أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا! أَلَمْ
تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنْجِنَا مِنَ النَّارِ! قَالَ: فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ،
فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ وَهِيَ
الزِّيَادَةُ»
Apabila ahli surga telah masuk surga—Nabi saw. melanjutkan—Allah Swt.
berfirman, "Apakah kamu menginginkan sesuatu tambahan yang Aku akan berikan
kepadamu?” Mereka menjawab, "Bukankah Engkau telah menjadikan wajah kami putih
(bercahaya), dan bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan
menyelamatkan kami dari neraka?”Nabi Saw, melanjutkan, bahwa lalu Allah membuka
tirai hijab-(Nya), maka tiada sesuatu nikmat pun yang diberikan kepada mereka
lebih disukai oleh mereka selain memandang kepada Zat Tuhan mereka; inilah yang
dimaksud dengan tambahan.
Kemudian Nabi Saw. membaca firman-Nya:
لِلَّذِينَ
أَحْسَنُوا الْحُسْنى وَزِيادَةٌ
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan
tambahannya. (Yunus: 26)
Di dalam hadis ifrad Imam Muslim disebutkan sebuah hadis dari Jabir yang
menyebutkan bahwa Allah Swt. menampakkan diri-Nya dengan penampilan yang penuh
dengan keridaan kepada orang-orang mukmin. Semua hadis di atas menunjukkan bahwa
orang-orang mukmin dapat melihat Tuhan mereka di tempat pemberhentian hari
kiamat dan juga di taman-taman surga.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah
menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abjar, telah menceritakan kepada kami
Yazid ibnu Abu Fakhitah, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
«إِنَّ
أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً لَيَنْظُرُ فِي مُلْكِهِ أَلْفَيْ سَنَةٍ
يَرَى أَقْصَاهُ كَمَا يَرَى أَدْنَاهُ، يَنْظُرُ إِلَى أَزْوَاجِهِ وَخَدَمِهِ،
وإن أفضلهم منزلة لينظر في وَجْهِ اللَّهِ كُلَّ يَوْمٍ
مَرَّتَيْنِ»
Sesungguhnya ahli surga yang paling rendah kedudukannya benar-benar perlu
waktu dua ribu tahun untuk melihat semua kerajaannya; bagian yang terjauhnya
dapat ia lihat sebagaimana ia melihat bagian yang terdekatnya; ia melihat semua
istri dan pelayannya. Dan sesungguhnya ahli surga yang paling utama kedudukannya
benar-benar dapat melihat Zat Allah setiap harinya sebanyak dua kali.
Imam Turmuzi meriwayatkannyadari Abdu ibnu Humaid, dari Syababah, dari
Israil, dari Nuwayyir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar r.a.,
lalu disebutkan hal yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa Abdul Malik ibnu
Abjar telah meriwayatkan hadis ini dari Mujahid, dari Ibnu Umar. Demikian pula
As-Sauri, dia meriwayatkannya dari Nuwayyir, dari Mujahid, dari Ibnu Umar,
tetapi tidak marfu'.
Seandainya tidak khawatir akan menjadikan pembahasan bertele-tele, tentulah
kami akan mengemukakan hadis-hadis mengenai hal ini berikut semua jalur
periwayatan dan lafaz-lafaznya, baik dari kitab Sahih, kitab Hisan, kitab
Masanid, maupun kitab Sunan. Dan kami hanya dapat mengetengahkannya secara
terpisah-pisah di berbagai tempat dalam tafsir ini, dan hanya kepada Allah-lah
kita memohon taufik.
Masalah ini Alhamdulillah telah menjadi kesepakatan di antara para sahabat
dan para tabi'in serta kaum Salaf dari umat ini (yakni orang-orang mukmin dapat
melihat Zat Tuhannya di hari kemudian). Sebagaimana hal ini telah disepakati
pula di kalangan para imam Islam dan para ulama pemberi petunjuk manusia.
Mengenai pendapat orang yang menakwilkan lafaz ila dalam ayat ini
sebagai bentuk tunggal dari ala yang artinya nikmat-nikmat, seperti yang
dikatakan oleh As-Sauri, dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya: Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 23)
Bahwa makna yang dimaksud menjadi seperti berikut, "Orang-orang mukmin di
hari itu menunggu pahala dari Tuhan mereka." Ibnu Jarir telah meriwayatkan
pendapat ini melalui berbagai jalur dari Mujahid. Hal yang sama dikatakan pula
oleh Abu Saleh. Maka sesungguhnya pendapat ini jauh panggang dari api. Lalu
bagaimanakah jawaban orang yang berpendapat demikian dengan adanya firman Allah
Swt. yang mengatakan:
كَلَّا
إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ
Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang
dari (melihat) Tuhan mereka. (Al-Muthaffifin: 15)
Imam Syafii mengatakan bahwa tidaklah orang-orang durhaka dihalangi dari
melihat Tuhan mereka, melainkan karena telah diketahui bahwa orang-orang yang
bertakwa dapat melihat Tuhan mereka. Telah banyak pula hadis-hadis dari
Rasulullah Saw. secara mutawatir menunjukkan pengertian yang sama dengan konteks
ayat yang mulia, yaitu firman-Nya: Kepada Tuhannyalah mereka melihat.
(Al-Qiyamah: 23)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail
Al-Bukhari, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami
Al-Mubarak, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.:
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. (Al-Qiyamah:
22) Yakni tampak indah berseri-seri dan ceria. Kepada Tuhannyalah mereka
melihat. (Al-Qiyamah: 23) Bahwa mereka memandang kepada Khaliq, dan sudah
sepantasnya bagi mereka berseri-seri karena melihat kepada Zat Khaliqnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ}
Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram, mereka yakin bahwa akan
ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat. (Al-Qiyamah: 24-25)
Begitulah penampilan wajah orang-orang durhaka kelak di hari kiamat, bermuram
durja. Qatadah mengatakan tampak kelabu. As-Saddi mengatakan, warna wajah mereka
berubah. Ibnu Zaid mengatakan bahwa basirah artinya muram.
{تَظُنُّ أَنْ
يُفْعَلَ بِهَا فَاقِرَةٌ}
mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat
dahsyat. (Al-Qiyamah: 25)
Tazunnu di sini bermakna yakin, bukan mengira. Mujahid mengatakan
bahwa faqirah artinya kebinasaan. Qatadah mengatakan keburukan. As-Saddi
mengatakan bahwa mereka merasa yakin pasti binasa. Ibnu Zaid mengatakan mereka
merasa pasti bahwa dirinya masuk neraka. Hal ini sama dengan apa yang disebutkan
di dalam firman-Nya:
يَوْمَ
تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ
pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka
yang hitam muram. (Ali Imran: 106)
وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ مُسْفِرَةٌ ضاحِكَةٌ مُسْتَبْشِرَةٌ وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ عَلَيْها
غَبَرَةٌ تَرْهَقُها قَتَرَةٌ أُولئِكَ هُمُ الْكَفَرَةُ
الْفَجَرَةُ
Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira ria, dan
banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan.
Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka. ('Abasa: 38-42)
Dan firman Allah Swt.:
وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ خاشِعَةٌ عامِلَةٌ ناصِبَةٌ تَصْلى نَارًا حامِيَةً
Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan,
memasuki api yang sangat panas (neraka). (Al-Ghasyiyah: 2-4)
sampai dengan firman-Nya:
وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ ناعِمَةٌ لِسَعْيِها راضِيَةٌ فِي جَنَّةٍ عالِيَةٍ
Banyak muka pada hari itu berseri-seri, merasa senang karena usahanya,
dalam surga yang tinggi. (Al-Ghasyiyah: 8-10)
Dan masih banyak ayat lainnya yang berkonteks sama.